ABSTRAK
Latar Belakang: Preeklampsia dan eklamsia telah sampai pada tingkat yang
mengkhawatirkan. Ini adalah tugas yang berat bagi dokter dan ibu hamil. Preeklamsia
didefinisikan sebagai keadaan timbul hipertensi (sistolik ≥140mmHg atau diastolik
≥90mmHg selama 6 jam dalam 2 kali pemeriksaan) dan didapatkan proteinuria
(setidaknya 1+ pada dipstick atau ≥300mg dalam urin 24 jam) yang timbul setelah 20
minggu kehamilan. Eklampsia didefinisikan sebagai keterlibatan neurologis dalam
bentuk kejang umum tonik klonik pada ibu hamil dengan preeklampsia disebut
eklampsia, dimana kejang yang timbul tidak berkaitan dengan penyebab lain seperti
epilepsi, infeksi serebral, tumor atau ruptur aneurisma.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukam faktor risiko untuk preeklampsia
dan eklamsia. Faktor risiko untuk preeklamsia dan eklampsia adalah obesitas,
primigravida, kehamilan multipel, diabetes, hipertensi yang sudah ada sebelumnya,
riwayat keluarga, usia ibu, indeks massa tubuh, status gizi, dan status sosial ekonomi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif dan data
dikumpulkan dari catatan medis di rumah sakit Sanglah yang memiliki 140 kasus.
Hasil: Hasil yang didapatkan pada preeklampsia adalah pada usia 20-35 tahun,
wanita primigravida dengan usia gestasional >37 minggu, wanita yang kelebihan
berat badan, status sosial ekonomi menengah dan juga yang tidak memiliki faktor
risiko. Hasil yang didapatkan untuk eklamsia yaitu pada usia 20-35 tahun, wanita
primigravida dengan usia kehamilan >37 minggu, status sosioekonomi menengah,
wanita yang berat badan berlebih, dan mayoritas tidak memiliki faktor risiko.
Ada beberapa kontroversi dari teori preeklamsia. Salah satu contohnya adalah
vitamin D. Hasil dari penelitian tentang “Longitudinal vitamin D status in pregnancy
and the risk of pre-eclampsia”, ini menunjukkan adanya hubungan antara vitamin D
dengan risiko terjadinya preeklamsia.6 Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan risiko terjadinya preeklamsia dengan vitamin D.7,8 Selain
itu, kita ketahui arteri spiralis memiliki fungsi penting untuk memberikan nutrisi pada
uterus. Namun teori ini masih kontrovesial. Sebuah penelitian tentang “Controversies
on Preeclampsia through the lens of Reproductive Immunology: A Systematic
Review” menyatakan bahwa leukosit sebagai sel pembunuh alami yang penting dalam
proses remodelling dari arteri spiralis. Sebaliknya, sebuah penelitian menyatakan
bahwa saat ini leukosit mungkin terlibat dalam disfungsi dari endotel.9 Selain itu,
penggunaan aspirin dosis rendah untuk mencegah terjadinya preeklampsia telah
digunakan di seluruh dunia tetapi hal ini juga masih kontroversial. Sebuah penelitian
tentang “Prevention of pre-eclampsia with low-dose aspirin or vitamins C and E in
women at high or low risk: a systematic review with meta-analysis” menyatakan
tidak ada efek aspirin untuk mencegah terjadinya preeklamsia.10 Sebaliknya, sebuah
penelitian tentang “Prevention of preeclampsia and intrauterine growth restriction
with aspirin started in early pregnancy: a meta-analysis” menunjukkan hasil yang
berbeda.11
HASIL
Membagi usia ibu dengan preeklamsia dan eklampsia yang dibagi dalam 3
katagori yaitu kelompok usia <20 tahun, 20 hingga 35 tahun dan >35 tahun. Seperti
yang ditunjukkan pada tabel 1, jumlah kelompok usia <20 tahun adalah 10 orang
(7,8%). Jumlah kelompok usia 20 hingga 35 tahun adalah 84 orang (65,6%) dan
kelompok >35 tahun tua memiliki 34 orang (26,6%). Kita dapat menyimpulkan
bahwa pasien preeklamsia lebih tinggi pada 20-35 tahun dengan proporsi 65,6%. Dari
data ini juga menunjukkan bahwa pasien eklampsia dengan usia 20-35 tahun adalah
paling banyak dengan 10 kasus dibandingkan dengan >35 tahun yang hanya 2 kasus.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2, ini menunjukkan bahwa total jumlah
pasien preeklamsia pada primigravida adalah 51 orang. Usia kehamilan <37 minggu
sebanyak 25 orang sedangkan usia kehamilan ≥37 minggu sebanyak 26 orang.
Jumlah pasien preeklampsia dengan sekundigravida dengan usia kehamilan <37
minggu adalah 12 orang sementara ada 19 orang pada pasien preeklampsia dengan
sekundigravida dengan usia kehamilan ≥37 minggu, hingga total pasien preeklamsi
pada sekundigravida adalah 31 orang. Total pasien preeklamsia pada multigravida
adalah 46 orang, dengan jumlah pada usia kehamilan ≥37 minggu adalah 20 orang
dan usia kehamilan <37 minggu adalah 26 orang. Berdasarkan data yang
dikumpulkan, kita dapat menyimpulkan bahwa kebanyakan pasien preeklampsia
adalah primigravida. Dari data eklampsia, juga menunjukkan usia 20-35 tahun paling
banyak dengan 10 kasus dibandingkan dengan >35 tahun yang hanya 2 kasus.
Selanjutnya, ada 6 kasus untuk primigravida, 2 kasus secundigravida dan 4 kasus
multigravida. Usia kehamilan ibu hamil saat dirawat di rumah sakit adalah lebih
tinggi pada usia kehamilan ≥37 minggu dibandingkan dengan usia kehamilan <37
minggu yang masing-masing 7 kasus dan 5 kasus.
Usia Kehamilan
<37 Minggu 63 49,2%
>37 Minggu 65 50,8%
Eklamsia (n=12)
Gravid 33,4%
Primigravida 6 50%
Sekundigravida 2 16,6%
Multigravida 4 33,4%
Usia Kehamilan
<37 Minggu 5 41,6%
>37 Minggu 7 58,4%
DISKUSI
Usia Ibu
Berdasarkan usia ibu hamil, pada umur 20-35 tahun merupakan jumlah kasus
terbanyak di Indonesia yang menderita preeklampsia dan eklampsia dengan jumlah
86 orang untuk preeklamsia dan 10 orang yang menderita eklamsia. Sebuah
penelitian mengenai preeklamsia dan eklampsia yang dilakukan oleh Palupi &
Indawati (2014) di Jawa Timur, pada 373 kasus yang diteliti paling tinggi didapatkan
pada usia 20-35 tahun. Studi lain dilakukan oleh Djannah & Arianti (2010) di RS
PKU Muhhamdiah Yogyakarta menunjukkan bahwa usia 20-35 tahun yang tertinggi
mengalami preeklamsia dan eklamsia dengan 118 kasus.3 Selain itu, penelitian case
control yang dilakukan oleh Astuti (2015) pada 40 kasus preeklamsia juga
menunjukkan bahwa usia 20-35 tahun yang paling tinggi dengan presentasi 55% dari
seluruh kasus preeklamsia.12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Thornton et al.
(2008) tentang kejadian preeklamsia dan eklampsia dan terkait dengan kematian ibu
di Australia pada 22.298 pasien preeklamsia dan 529 pasien eklampsia, ditemukan
bahwa usia rata-rata preeklamsia adalah 29,5 tahun. Hasil ini mirip dengan yang
ditemukan peneliti.13 Selanjutnya, sebuah penelitian oleh Poonyth et al. (2003)
meningkatnya angka kematian ibu yang berhubungan dengan epidemiologi
preeklampsia di Pulau Mauritius dengan 862 subyek penelitian, ditemukan bahwa
kejadian preeklamsia meningkat dari usia 25-29 tahun dan mencapai puncak pada
usia 30-34 tahun. Penemuan ini berbeda dari laporan peneliti.14
Dari tabel, peneliti juga menemukan bahwa tingkat usia tertentu untuk ibu
hamil <20 tahun lebih tinggi dari 20-35 tahun karena ibu hamil yang usianya <20
tahun adalah pernikahan yang pertama dan kehamilan yang pertama kalinya yang bisa
dianggap sebagai primigravida (hasil konsepsis dari sperma pria dan ovum wanita).
Teori intoleransi imunologi dapat menjelaskannya. Di wanita normal, tubuh mereka
tidak akan menolak hasil konsepsis karena HLA-G. Namun, pada wanita
preeklampsia, tingkat HLA-G diturunkan dan zigot dianggap sebagai asing tubuh. Ini
mengganggu invasi trofoblas ke dalam desidua dan mengganggu pelebaran dari arteri
spiralis yang menyebabkan tekanan darah tinggi dan menyebabkan preeklampsia.16
Usia > 35 tahun juga merupakan yang terbanyak didapatkan karena salah satu
faktor penyebab preeklamsia adalah usia tua , riwayat preeklamsia dan hipertensi
kronis. Wanita usia >35 tahun dengan hipertensi kronis yang mana menyebabkan
lapisan otot dekat arteri spiralis akan menjadi kaku dan menyebabkan vasokonstriksi
dari lumen arteri spiralis. Ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan remodeling
arteri spiralis. Aliran darah ke uteroplasenta akan menurun dan menyebabkan
hipoksia dan iskemia plasenta.17
Dari data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa
proporsi primigravida yang mengalami preeklampsia dan eklamsia lebih tinggi
dibandingkan pada secundigravida dan multigravida yang 39,4% kasus. Sebuah studi
oleh Indriani (2012) mengenai analisis faktor risiko untuk preeklamsia pasien di
rumah sakit Kardinah yang melibatkan 80 subjek menemukan bahwa proporsi pasien
preeklamsia dari usia 20-35 tahun yaitu 53%, dan itu juga menjelaskan proporsi usia
kehamilan >37 minggu yaitu 66,8%. Hasil yang diperoleh oleh kedua peneliti ini
adalah sama.18 Penelitian lain dilakukan oleh Djannah & Arianti (2010) pada pasien
preeklampsia dan eklamsia di Rumah sakit PKU Muhhamdiah Yogyakarta
melibatkan 118 kasus menemukan bahwa proporsi primigravida dominan yaitu
69,5% dan memiliki hasil yang sama dengan peneliti.3 Selanjutnya, sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Wuryandari (2012) tentang hubungan faktor resiko dengan
insiden preeklamsi di rumah sakit Ratte Mattaher Jambi yang menggunakan 886
kasus, proporsi primigravida pada pasien preeklampsia lebih dominan yang mana
adalah 47% dan ada korelasi antara primigravida dan preeklampsia dengan nilai p =
0,000.19 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Boghossian dkk. (2014) faktor risiko
antara terjadinya kekambuhan dan insiden preeklamsia dengan menggunakan 26613
subjek, ditemukan bahwa 1137 subjek mengalami preeklamsia dalam kehamilan
pertama mereka dengan proporsi 5%. Kemudian, 341 subjek mengalami preeklamsia
dalam kehamilan kedua mereka dan memiliki proporsi 1,2% sementara 155 subjek
mengalami berulang preeklampsia dengan proporsi 0,05%. 20
Primigravida memiliki risiko lebih tinggi mengalami preeklampsia yang dapat
dijelaskan oleh faktor angiogenik. Selama primigravida, tingkat sF1T-1 lebih tinggi
dibandingkan dengan multipara, sF1T-1 adalah penghambat plasenta dan penghambat
faktor pertumbuhan endotel vascular yang dihasilkan dari disfungsi endotel. Semakin
tinggi sF1T-1 akan mengganggu plasenta dan menyebabkan hipertensi dan
menyebabkan preeklampsia.21
Pada status gizi pasien preeklamsia dan eklamsia didapatkan lebih banyak
pada gizi berlebih dengan proporsi 72,3% preeklamsia dan 83,4% eklamsia. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Rozikhan (2007) di RS Dr. Soewondo Kendal dengan
menggunakan 200 kasus, itu menemukan bahwa proporsi kelebihan gizi lebih sedikit
bandingkan status gizi normal. Ini merupakan hal yang kontras dari hasil yang
diperoleh oleh peneliti. Namun, hasil penelitian ini menemukan bahwa risiko terkena
preeklamsia dan eklamsia meningkat 1,55 kali pada seseorang yang overnutrisi.
Penelitian lain oleh Bodnar et al. (2005) tentang risiko preeklampsia dengan
peningkatan BMI dengan 1179 subyek menemukan bahwa kejadian preeklampsia
cenderung lebih tinggi pada kelebihan berat badan dan kelompok obesitas
dibandingkan dengan berat badan kurang dan normal yang datanya berat badan
kurang (3,4%), normal (3,5%), kelebihan berat badan (8,0%) dan obesitas (6,4%).25
Selanjutnya, studi lain oleh Boghossian dan kawan-kawan. (2014) menemukan
bahwa obesitas kelas II / III dapat meningkat risiko preeklampsia sebesar 2,1 kali.20
Peningkatan di BMI dikaitkan dengan peningkatan risiko preeklamsia. Hal ini terkait
dengan obesitas yang memperkuat respon inflamasi dalam tubuh kita dan mediator
proinflamasi seperti IL-6 dan TNF-α akan menyebabkan terjadinya preeklamsia pada
kehamilan.15
Faktor Resiko
KETERBATASAN
MASALAH
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, usia 20-35 tahun pada kasus preeklampsia dan eklamsia
adalah yang tertinggi. Primigravida dengan usia kehamilan >37 minggu adalah paling
tinggi. Kegemukan adalah yang paling banyak didapatkan dalam kategori BMI
sementara overnutrisi memiliki jumlah kasus terbanyak. Mayoritas kasus
preeklampsia dan eklampsia terjadi tanpa faktor risiko. Status sosioekonomi
menengah dominan dalam status sosial ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA