Anda di halaman 1dari 19

1 Pendahuluan

Dasar-dasar Aljabar Modern yang akan dibahas dalam buku ini adalah
tentang teori grup dan teori ring. Dasar-dasar teori tentang teori himpunan,
operasi biner, bukti dengan induksi, algoritma pembagian, relasi ekuivalensi, dan
penyekatan berikut ini sangat penting dalam pembahasan tentang teori grup dan
dan ring.

1.1 Himpunan
Himpunan adalah suatu kumpulan objek (konkret maupun abstrak) yang
didefinisikan dengan jelas. Objek-objek dalam himpunan tersebut dinamakan
elemen himpunan.
Contoh:
Ditulis = {0, 1, 2, 3} untuk menunjukkan bahwa himpunan A mengandung
elemen 0, 1, 2, 3 dan tidak ada elemen lain. Simbol {0, 1, 2, 3} dibaca sebagai
himpunan dengan elemen 0, 1, 2, dan 3.
Contoh:
Himpunan B terdiri dari semua bilangan bulat non negatif dan ditulis
= {0, 1, 2, 3, }.
Tanda tiga titik dinamakan pemendekan (ellipsis) yang berarti bahwa pola
dikenalkan sebelumnya akan terus berlanjut. Simbol {0, 1, 2, 3, } dibaca
sebagai himpunan elemen 0, 1, 2, 3, dan seterusnya.
Contoh:
Himpunan B pada contoh diatas dapat digambarkan dengan menggunakan
simbol pembangun himpunan sebagai berikut.
= {| adalah bilangan bulat tidak negatif}

1
Garis tegak merupakan pemendekan untuk sedemikian hingga dan kita menulis
sebagai himpunan sehingga adalah bilangan bulat tidak negatif.
Untuk menyatakan simbol elemen atau elemen himpunan dapat digunakan
dan dibaca elemen sedangkan untuk menyatakan simbol bukan
elemen digunakan . Pada contoh diperoleh 2 dan 7 .

Definisi 1.1
Himpunan A dinamakan himpunan bagian (subset) dari B, jika untuk setiap
elemen dari A merupakan elemen dari B. Salah satu simbol atau
menunjukkan bahwa A merupakan himpunan bagian dari B.

Definisi 1.2
Dua himpunan dikatakan sama, jika dan hanya jika keduanya mempunyai
elemen yang tepat sama.
Himpunan A dan B sama dan kita menulis sebagai = , jika setiap elemen
A juga menjadi elemen B dan jika setiap elemen B juga menjadi elemen A.
Biasanya, bukti bahwa dua himpunan sama dinyatakan dalam 2 bagian, yaitu
Menunjukkan bahwa


Sehingga dapat disimpulkan bahwa = .

Definisi 1.3
Jika A dan B himpunan maka A himpunan bagian sejati dari B jika dan hanya
jika dan .

Sering kali ditulis untuk menyatakan bahwa himpunan bagian sejati


dari .
Contoh:
Pernyataan berikut ini untuk menggambarkan simbol himpunan bagian sejati dan
kesamaan himpunan:
{1, 2, 4} {1, 2, 3, 4, 5} (Himpunan bagian sejati)
{, } = {, } (Himpunan yang sama)

2
Pada himpunan, terdapat dua operasi dasar yaitu gabungan (union) dan irisan
(intersection) yang digunakan untuk mengkombinasikan.

Definisi 1.4
Jika A dan B himpunan, gabungan A dan B adalah himpunan (dibaca
A gabung B) yaitu
= {| atau }
Gabungan dua himpunan A dan B adalah himpunan yang elemennya berada di
himpunan A atau di himpunan B atau dikeduanya.

Definisi 1.5
Irisan A dan B adalah himpunan (dibaca A irisan B) yaitu
= {| dan }

Contoh:
Misalkan = {2, 4, 6} dan = {4, 5, 6, 7}, maka
= {2, 4, 5, 6, 7}
= {4, 6}
Contoh:
Buktikan bahwa = .
Jawab:
= {| atau }
= {| atau }
=
Karena = maka operasi gabungan dmempunyai sifat komutatif.
Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa = , sehingga
operasi irisan juga mempunyai sifat komutatif.
Mudah untuk menemukan himpunan yang tidak mempunyai elemen
bersama.
Contoh:

3
= {1, 1}
= {0, 2, 3}
dan tidak mempunyai elemen bersama. Hal ini berarti bahwa tidak ada
elemen bersama dalam irisan kedua himpunan tersebut atau dikatakan bahwa
irisannya merupakan himpunan kosong (empty set).

Definisi 1.6
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai elemen, dan
himpunan kosong disimbolkan dengan atau { }.

Definisi 1.7
Himpunan A dan B dinamakan saling asing (disjoint), jika dan hanya jika
= .

Himpunan {1, 1} dan {0, 2, 3} saling asing karena {1, 1} {0, 2, 3} = .


Hanya terdapat 1 himpunan kosong () dan merupakan himpunan bagian
dari setiap himpunan. Untuk himpunan A dengan elemen ( bilangan bulat
tidak negatif) dan ditulis semua himpunan bagian dari A.
Contoh:
= {, , }
Maka himpunan bagian dari A adalah
, {}, {}, {}, {, }, {, }, {, }, {, , }

Definisi 1.8
Untuk sebarang himpunan A, kuasa (power) dari himpunan A dinotasikan
dengan P(A), yaitu himpunan semua himpunan bagian dari A dan
dinotasikan dengan
() = {| }

Contoh:
Untuk = {, , }, kuasa himpunan A adalah
() = {, {}, {}, {}, {, }, {, }, {, }, {, , }}

4
Sangatlah bermanfaat untuk menggambarkan himpunan yang menjadi
perhatian dalam suatu gambar atau diagram. Apabila kita mengerjakan hal ini
maka kita mengasumsikan bahwa himpunan yang menjadi perhatian merupakan
himpunan bagian dari suatu himpunan semesta (universal set) yang disimbolkan
dengan yang dinyatakan dengan persegi panjang sehingga lingkaran termuat
dalam persegi panjang. Irisan A dan B yaitu dinyatakan dengan daerah yang
saling beririsan (dua buah lingkaran yang berimpitan). Diagram yang digunakan
untuk menyatakan hal ini dinamakan Diagram Venn, seperti pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram Ven irisan Himpunan A dan B

Definisi 1.9
Sebarang himpunan bagian dari himpunan semesta, komplemen dalam
yaitu
= { | }

Simbol khusus = = { | }. Simbol dibaca komplemen


sebagai pemendekan dari komplemen dalam .
Contoh:
Misalkan = {| adalah bilangan bulat}
= {| bilangan bulat genap}
= {| bilangan bulat positif}

5
Sehingga
= {| adalah bilangan bulat positif ganjil} = {1, 3, 5, 7, }
= {| adalah bilangan bulat tidak positif genap} = { , 4, 2, 0}
= {| adalah bilangan bulat ganjil}
= {| adalah bilangan bulat tidak positif}
Banyak contoh dan latihan dalam buku ini melibatkan sistem bilangan yang
banyak dikenal dan kita mengadopsi standard berikut ini untuk beberapa sistem
ini:
menyatakan himpunan bilangan bulat,
+ menyatakan himpunan bilangan bulat positif,
menyatakan himpunan semua bilangan rasional,
menyatakan himpunan semua bilangan real,
menyatakan himpunan semua bilangan kompleks.
Perlu diingat kembali bahwa bilangan kompleks didefinisikan sebagai bilangan
berbentuk + , dengan , adalah bilangan real dan = 1. Demikian juga
suatu bilangan rasional adalah jika dan hanya jika dapat dinyatakan sebagai
perbandingan bilangan bulat dengan penyebut tidak nol, yaitu

= { | , , 0}

Hubungan antara sistem bilangan tersebut dapat dinyatakan dalam diagram pada
gambar 1.2

Gambar 1.2 Struktur antara himpunan bilangan + , , , , dan

6
Contoh:
Himpunan ( ) dan ( ) adalah sama karena
( ) = {| dan }
= {| dan dan }
= {| dan }
= ( )
Analog dengan sifat asosiatif dari bilangan, operasi irisan juga mempunyai sifat
asosiatif. Seringkali, jika kita bekerja dengan bilangan, kita menghilangkan
penggunaan tanda kurung dan menulis
+ + = + ( + ) = ( + ) +
Untuk himpunan A, B, dan C ditulis
= ( ) = ( )
Dengan cara yang sama, sifat asosiatif juga berlaku untuk gabungan
= ( ) = ( )
Sifat distributif juga berlaku dalam operasi himpunan yaitu:

( ) = ( ) ( )
( ) = ( ) ( )
Dapat juga dibuktikan berlaku hukum De Morgan, yaitu
( ) =
( ) =

1.2 Operasi Biner


Dalam aljabar tidak hanya dibahas tentang himpunan tetapi juga himpunan
bersama dengan operasi penjumlahan dan perkalian yang didefinisikan pada
himpunan.

7
Definisi 1.10
Misalkan himpunan tidak kosong. Operasi biner pada A adalah pemetaan
dari setiap pasangan berurutan , dalam A dengan tepat satu elemen
dalam A.

Himpunan bilangan bulat mempunayi dua operasi biner yang dikenakan


padanya yaitu penjumlahan (+) dan perkalian (). Dalam hal ini untuk setiap
pasangan dan dalam , + dan dikawankan secara tunggal dengan
suatu elemen dalam Z. Operasi biner mempunyai dua bagian dari definisi yaitu:
a. Terdefinisikan dengan baik (well-defined) yaitu untuk setiap pasangan
berurutan , dalam A dikawankan dnegan tepat satu nilai .
b. A tertutup di bawah operasi yaitu untuk setiap , dalam A maka
masih dalam A.
Contoh:
1. Diketahui himpunan semua bilangan bulat positif. Didefinisikan
dengan aturan = . Karena 3, 5 dalam dan 3 5 = 3 5 =
2 tidak berada dalam , maka tidak tertutup di bawah operasi .
Sehingga bukan operasi biner pada .
2. Didefinisikan operasi # dengan aturan # = + 2 dengan , .
Akan ditunjukkan bahwa # merupakan operasi biner.
Keterangan:
= {1, 2, 3, }
Jawab:
Jelas bahwa # terdefinisikan dengan baik karena + 2 memberikan
hasil tunggal, untuk , .
Untuk sebarang , dalam maka jelas bahwa + 2 > 0, akibatnya
tertutup di bawah operasi #.

1.3 Hukum-Hukum Aljabar


Suatu sistem aljabar terdiri dari himpunan objek dengan satu atau lebih
operasi yang didefinisikan padanya. Bersama dengan hukum-hukum yang
dibutuhkan dalam operasi.

8
Definisi 1.11
Misalkan operasi biner pada himpunan A.
Operasi assosiatif jika ( ) = ( ) untuk semua , ,
dalam .
Operasi komutatif jika = untuk semua , dalam A.

Dalam pembahasan selanjutnya hukum-hukum dasar aljabar untuk


penjumlahan dan perkalian yang didefinisikan pada bilangan bulat dan
bilangan real sebagai aksioma (axioms) yaitu diterima tanpa bukti.
Contoh:
1
Operasi didefinisikan pada himpunan bilangan real dengan = .
2
Akan ditunjukkan bahwa operasi assosiatif dan komutatif.
Jawab:
1
( ) = ( )
2

1 1
= ( ( ) )
2 2
1
=
4

Dan pada sisi yang lain.


1
( ) = ( )
2

1 1
= ( ( ))
2 2

1
=
4

Untuk semua , , dan dalam maka assosiatif.


1
=
2
1
=
2

9
Untuk semua , dalam R maka komutatif.
Contoh:
Operasi didefinisikan pada bilngan bulat Z dengan aturan = + 2.
Akan ditunjukkan bahwa tidak komutatif an tidak assosiatif.
Jawab:
( ) = ( + 2)
= ( + 2) + 2
= + 2 + 2
Dan pada sisi lain
( ) = ( + 2)
= + 2( + 2)
= + 2 + 4
Dari kedua hasil tidak sama untuk 0 maka tidak assosiatif.
Karena = + 2 dan = + 2 dan kedua hasil ini tidak sama,
untuk maka tidak komutatif.
Terlihat bahwa aturan untuk tidak menjamin bahwa himpunan X tertutup
di bawah operasi . Berikut ini diberikan suatu cara untuk membuktikan bahwa
suatu himpunan tertutup terhadap suatu operasi.
Catatan:
Untuk membuktikan sifat tertutup dari suatu sistem dimulai dengan dua
sebarang elemen yang dioperasikan dengan operasi dan kemudian bahwa
hasilnya masih memenuhi syarat keelemenan dalam .
Untuk selanjutnya dalam tulisan ini 2 dimaksudkan himpunan semua
pasangan berurutan dari bilangan real.
2 = {(, )|, dalam }

10
Contoh:
Misalkan mempunyai aturan (, ) (, ) = ( + , + ), akan
ditunjukkan bahwa 2 tertutup di bawah operasi , untuk (, ) dan (, )
dalam 2 .
Jawab:
Dengan + dan + dalam sehingga ( + , + ) dalam 2 . Oleh
karena itu, hasilnya merupakan pasangan berurutan dan tertutup di bawah
operasi .
Selanjutnya operasi < ,> menyatakan himpunan A dan merupakan
operasi yang didefinisikan pada A.

Definisi 1.12
< ,> memenuhi hukum identitas asalkan A mengandung suatu
elemen sehingga = = untuk dalam A. Elemen A yang
mempunyai sifat demikian dinamakan identitas untuk < ,>.
< ,> memenuhi hukum invers asalkan A mengandung suatu
identitas untuk operasi dan untuk sebarang dalam A terdapat
suatu elemen yang memenuhi = = . Elemen yang
memenuhi sifat di atas dinamakan invers dari .

Sebagai contoh, mengandung identitas 0 untuk operasi penjumlahan dan


untuk setiap dalam , elemen memenuhi
+ () = () + = 0
Sehingga mempunyai invers terhadap operasi penjumlahan dan < , +>
memenuhi hukum invers. Di samping itu Z mengandung identitas 1 terhadap
operasi oerkalian tetapi Z tidak mengandung invers terhadap perkalian kecuali 1
dan -1.

Untuk membuktikan hukum identitas dilakukan dengan menduga


elemen tertentu dalam himpunan yang berlaku sebagai identitas dan
kemudian menguji apakah = = untuk sebarang dalam
himpunan.

11
Untuk membuktikan hukum invers dilakukan dengan sebarang elemen
dalam himpunan yang mempunyai identitas dan menduga invers
dari yaitu dalam himpunan dan kemudian menguji apakah
= = .

Contoh:
Bila operasi didefinisikan seperti pada contoh sebelumnya, maka akan
dibuktikan bahwa hukum invers dan hukum identitas berlaku. Diduga bahwa
(0, 0) merupakan elemen identitas. Karena untuk sebarang (, ) dalam 2
berlaku
(0, 0) + (, ) = (0 + , 0 + ) = (, )
dan
(, ) + (0, 0) = ( + 0, + 0) = (, )
Maka (0, 0) identitas dalam 2 .
Bila diberikan sebarang (, ) dalam 2 maka akan ditunjukkan (, ) dalam
2 merupakan inversnya. Karena dan dalam maka (, ) dalam
2 .

(, ) (, ) = ( + (), + ()) = (0, 0)

dan
(, ) (, ) = ( + , + ) = (0, 0)
Sehingga (, ) merupakan invers dari (, ) dalam 2 .
Contoh:
Bila didefinisikan pada dengan aturan = + maka akan
ditunjukkan bahwa < ,> tidak memenuhi hukum identitas.
Jawab:
Karena supaya = untuk semua haruslah dimiliki + = sehingga
harus sama dengan 0.

0=

12
0 =0+0 =0
Oleh karena itu tidak ada dalam yang memenuhi = = . Terbukti
bahwa tidak ada identitas dalam terhadap .
1.4 Bukti Dengan Induksi
Dalam pembuktian biasanya diinginkan untuk membuktikan suatu
pernyataan tnetang bilangan bulat positif . Berikut ini diberikan dua prinsip
tentang induksi berhingga.
1.4.1 Prinsip Pertama Induksi Berhingga
Misalkan () pernyataan tentang bilangan bulat positif . Apabila sudah
dilakukan pembuktian:
a. (0 ) benar untuk bilangan bulat pertama 0
b. Dibuat anggapan induksi (induksi assumption) bahwa pernyataan benar
untuk suatu bilangan bulat positif 0 dan mengakibatkan ( + 1)
benar, maka () benar untuk semua bilangan bulat 0 .
Contoh:
Akan dibuktikan bahwa 2 > + 4 untuk semua bilangan bulat 3 dengan
menggunakan induksi.
Jawab:
Bukti pernyataan benat untuk 0 = 3
Untuk 0 = 3 maka pernyataan 23 > 3 + 4 (benar)
Asumsi induksi
Dianggap pernyataan benar berarti 2 > + 4 untuk suatu bilangan bulat
3.
Langkah induksi
Dengan anggapan induksi berlaku 2 > + 4, dan bila kedua ruas
dikalikan dengan 2 diperoleh
2(2 ) > 2( + 4)
2+1 > 2 + 8
Dan jelas bahwa 2 + 8 > + 5, karena positif sehingga diperoleh
2+1 > + 5 = ( + 1) + 4

13
Berarti bahwa dianggap pernyataan benar untuk () maka sudah dibuktikan
bahwa pernyataan benar untuk ( + 1).
Jadi dengan prinsip induksi maka () benar untuk semua bilanan bulat 3.
Prinsip induksi berikut ekuivalen dengan prinsip pertama induksi berhingga
tetapi biasanya lebih cocok untuk bukti tertentu.
1.4.2 Prinsip Kedua Induksi Berhingga
Misalkan () pernyataan tentang bilangan bulat positif . Apabila sudah
dilakukan pembuktian:
a. (0 ) benar untuk suatu bilangan bulat pertama 0 .
b. Dibuat anggapan () benar untuk semua bilangan bulat yang memenuhi
0 < dan mengakibatkan () benar, maka () benar untuk
semua bilangan bulat > 0 .
Prinsip induksi di atas dapat digunakan untuk membuktikan teorema faktorisasi
berikut ini.
Contoh:
Teorema 1.1
Setiap bilangan bulat positif 2 dapat difaktorkan sebagai hasil kali
berhingga banyak bilangan prima yaitu = 1 2 .

Bukti:
Untuk 0 = 2 maka 2 = 2 yaitu faktorisasi dengan satu factor prima. Anggapan
induksi adalah bahwa semua bilangan bulat positif < dengan 2 dapat
difaktorkan sebagai hasil kali bilangan prima sebanyak berhingga.
Jika bilangan prima maka jelas faktorisasinya adalah = .
Jika bukan bilangan prima maka mempunyai factor = dengan dan
kurang dari tetapi lebih dari atau sama dengan 2.
Dengan anggapan induksi maka dan mempunyai factor prima yaitu:
= 1 2
dan

14
= 1 2
Oleh karena itu, = = 1 2 1 2 dan berarti
juga mempunyai factor prima. Jadi dengan menggunakan prinsip kedua induksi
maka teorema tersebut telah dibuktikan.
1.5 Algoritma Pembagian
Untuk sebarang dua bilangan bulat dan dengan > 0 terdapat dengan
tunggal dan sehingga = + dengan 0 < . Dan merupakan
factor dari jika dan hanya jika = 0.
Bukti:
Bila diamati barisan bilangan , 2, 3, maka pada suatu saat barisan itu akan
melampaui .
Misalkan ( + 1) adalah bilangan positif terkecil sehingga ( + 1) >
sehingga
< ( + 1)

dan berarti < + atau 0 < .


Misalkan ditulis = .
Akibatnya = + , dengan 0 < , akan ditunjukkan bahwa dan
yang terpilih adalah tunggal.
Misalkan = 1 + 1 dan dianggap bahwa 1 .
Karena 1 + 1 = + maka (1 ) = 1 . Tetapi ( 1 ) kurang
dari dan ( 1 ) tidak negatif karena 1 sehingga 1 0.
Tetapi jika 1 1 maka 1 akan melampaui atau sama dengan dan
berarti timbul suatu kontradiksi sehingga diproleh 1 = 0 dan juga 1 =
0.
Berarti 1 = dan 1 = .

15
Kejadian = untuk suatu bilangan bulat jika dan hanya jika = 0
sehingga dan merupakan factor dari .
1.6 Relasi Ekuivalensi dan Penyekatan
Objek matematika dapat direlasikan dengan yang lain dalam berbagai cara
seperti:
membagi ,
dibawa ke dengan fungsi
dan sebagainya. Secara intuitif relasi dari suatu himpunan ke himpunan
adalah aturan yang memasangkan elemen dengan elemen . Secara formal,
relasi dari ke didefinisikan berikut ini.

Pertama-tama didefinisikan hasil kali Cartesian sebagai himpunan


pasangan berurutan {(, )| dalam dan y dalam }. Kemudian
didefinisikan suatu relasi sebagai himpunan bagian tertentu dari .
Jika pasangan berurutan (, ) elemen himpunan bagian tertentu untuk
maka ditulis .

Contoh:
1. Relasi (<) didefinisikan pada himpunan bilangan real dengan sifat <
jika dan hanya jika positif.
2. Relasi membagi habis (|) didefinisikan pada himpunan bilangan bulat
positf dengan sifat | jika dan hanya jika = untuk suatu bilangan
bulat .

Definisi 1.13
Suatu relasi pada himpunan dikatakan mempunyai sifat:
Reflesif jika untuk semua dalam .
Simetrik jika menyebabkan .
Transitif jika dan menyebabkan .
Antisimetris jika dan menyebabkan = .

16
Definisi 1.14
Misalkan ~ relasi yang didefinisikan pada suatu himpunan . Jika relasi ~
reflesif, simetrik, dan transitif maka relasi ~ merupakan relasi ekuivalensi.

Contoh:
Diketahui : suatu fungsi. Jika didefinisikan pada dengan ~ jika
() = () maka dapat dibuktikan bahwa relasi ~ merupakan relasi
ekuivalensi.
Suatu penyekatan (partition) dari himpunan merupakan suatu keluarga
himpunan bagian tidak kosong dari yang saling asing dan gabungannya sama
dengan . Penyekatan merupakan hal yang penting dalam matematika dan
terdapat hubungan antara relasi ekuivalensi dan penyekatan. Jika dalam dan
~ relasi pada maka dapat didefinsikan suatu kelas dari yang dinotasikan
dengan () adalah himpunan semua dalam sehingga ~ . Jika ~
merupakan relasi ekuivalensi maka () dinamakan ekuivalensi dari .

Teorema 1.2
Jika ~ suatu relasi ekuivalensi pada himpunan maka keluarga kelas
ekuivalensi () membentuk penyekatan himpunan .

Bukti:
Karena ~ refleksif maka ~ untuk semua dalam . Oleh karena itu, kelas
() mengandung .
Misalkan () dan () mempunyai paling sedikit satu elemen serikat .
Akibatnya ~ dan ~ (berarti juga ~ ) dan akibatnya ~ . Hal itu
berarti bahwa untuk setiap sehingga ~ menyebabkan ~ dan diperoleh
() ().
Dengan cara yang sama dapat dibuktikan pula bahwa () (), akibatnya
() = () sehingga kelas-kelas ekuivalensi yang bertumpang tindih akan
sama dan kelas-kelas yang berbeda akan saling asing.

17
1.7 Latihan Soal
1. Misalkan himpunan bagian . Buktikan bahwa = dan =
.
2. Tuliskan himpunan pangkat dari setiap himpunan berikut ini.
a. = {}
b. = {, , }
c. = {0, 1}
3. Diketahui = {6| }, = {4| }, dan = {12| }.
Buktikan bahwa = .
4. Buktikan bahwa jika dan maka .
5. Buktikan bahwa jika dan hanya jika .
6. Buktikan bahwa jika jika dan hanya jika .
7. Buktikan bahwa = .
8. Buktikan bahwa = .
9. Buktikan bahwa ( ) ( ) =
10. Buktikan bahwa = ( ) ( ).
11. Diberikan operasi dengan aturan = , dengan dan adalah
bilangan bulat.
a. Jelaskan mengapa mengapa operasi biner pada .
b. Buktikan assosiatif.
c. Buktikan bahwa komutatif.
d. Buktikan bahwa mengandung suatu identitas terhadap operasi .
e. Jika maka tentukan dalam terhadap operasi .
12. Misalkan adalah operasi biner pada himpunan tidak kosong . Buktikan
bahwa:
( ( )) = ( ( ))
Untuk , , , dan dalam A.
13. Misalkan adalah operasi biner pada himpunan tdiak kosong . Jika
mempunyai sifat komutatif dan asosiatif maka buktikan bahwa
(( ) ) = ( ) ( )
Untuk , , , dan dalam A.
14. Buktikan bahwa ! + 5 + 9 + + (4 + 1) = (2 + 1)( + 1). Untuk
semua 0.

18
15. Relasi didefinisikan pada himpunan orang-orang dan dikatakan bahwa
~ jika dan hanya jika dan mempunyai hari ulang tahun yang sama
(tidak perlu tahun keliharannya sama).
a. Tunjukkan bahwa ~ merupakan relasi ekuivalendi.
b. Berapa banyak kelas-kelas ekuivalensi yang ada? Jelaskan!

19

Anda mungkin juga menyukai