Anda di halaman 1dari 10

DNA-ADDUCT (GENOTOXIC) SEBAGAI BIOMARKER INISIASI KANKER

A. PENDAHULUAN

Istilah kanker mengacu pada lebih dari seratus jenis penyakit. Kanker merupakan salah satu
penyakit berbahaya dan mematikan yang dapat menyerang berbagai organ tubuh. Berdasarkan data
International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 telah
terjadi penyakit kanker baru di seluruh dunia sebesar 9,55 juta jiwa dengan angka kematian sebesar
8,15 juta jiwa. Kanker yang paling banyak menyebabkan kematian ditahun 2012 yakni kanker
paru-paru (17%) pada pria dan kanker payudara (25%) pada wanita.

Penyebab kanker sebesar 90-95% dari total kasus kanker didunia terjadi akibat adanya
kerusakan DNA (DNA-Damage). Kerusakan DNA dipengaruhi oleh agen eksogenus dan
endogenus. Agen eksogenus (paparan eksternal) merupakan bahan xenobiotika yang berasal dari
diet (daging merah, makanan yang digoreng), paparan sinar UV, polutan lingkungan, hormon
stress, obesitas, dan aktivitas fisik (Utami, VY. 2017). Selain itu, agen endogenus (paparan
internal) merupakan bahan kimia berbahaya dan metabolit dalam spesi biologis, misalnya paparan
jangka panjang terhadap esterogen yang dilakukan oleh senyawa Bisfenol A (BPA), 17-estradiol
(E2), dietilstilbestrol (DES), dan Reactive Oxygen Species (ROS).

Faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan spesies reaktif yang akan berinteraksi dengan
DNA dan akan menyebabkan terjadinya modifikasi atau kerusakan pada struktur DNA. Hal ini
mengakibatkan fungsi DNA terganggu, lebih jauhnya dapat mengakibatkan ketidakmampuan
enzim untuk mengenali molekul DNA sehingga dapat memicu terbentuknya sel lain yang tidak
dapat dikendalikan pertumbuhannya, yaitu sel kanker.

Spesies reaktif yang bereaksi secara kimiawi dengan DNA disebut DNA adduct. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, DNA adduct digunakan sebagai biomarker
yakni berfungsi untuk menjadi indikasi terjadinya kerusakan DNA (genotoksik) akibat paparan
senyawa-senyawa karsinogen. DNA adduct yang akan kami diskusikan dalam resume ini adalah
8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin (8-OHdG) yang merupakan produk samping modifikasi DNA yang
terbentuk melalui senyawa Bisfenol A (BPA). Keberadaan DNA adduct tersebut dapat
menggambarkan tingkat kerusakan oksidatif yang terjadi pada DNA.
B. ISI DAN PEMBAHASAN
1. Kerusakan DNA (Genotoksisitas)
Genotoksisitas merupakan suatu peristiwa dimana basa nukleotida ataupun sugar-
phosphate backbone dari DNA mengalami kerusakan/modifikasi akibat pengaruh dari agen kimia
maupun fisika (Kastan et al., 2004). Kerusakan pada DNA tersebut diantaranya dapat diakibatkan
oleh terjadinya interaksi kovalen suatu agen toksik dengan basa-basa DNA membentuk DNA
adduct (DNA termodifikasi). Interaksi ini juga dapat menyebabkan pemutusan rantai DNA.
Jika ditinjau dari sumbernya, kerusakan DNA disebabkan oleh :
a. Kerusakan endogenus
Kerusakan endogenus disebabkan oleh serangan spesies oksigen reaktif yang
dihasilkan dari hasil sampingan metabolism (mutasi spontan). Sumber endogen ROS
termasuk mitokondria, xantin oksidase, metabolisme sitokrom P450 (Guindon, K.,
2008).
Proses oksidasi DNA, nukleotida guanin adalah nukleotida yang rawan terhadap
oksidasi ROS. Hasil oksidasi guanine adalah 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OH-
dG). Teroksidasinya guanin pada untai DNA mengakibatkan hilangnya nukleotida
guanin pada untai DNA, dimana keadaan ini disebut mutasi DNA yang selanjutnya
akan menyebabkan kerusakan DNA mitokondria dan DNA nukleus. Kerusakan pada
DNA nukleus akan mengganggu proses pembelahan sel sedangkan kerusakan DNA
mitokondria mengganggu rantai respirasi sel.
b. Kerusakan eksogenus
Kerusakan eksogenus disebabkan oleh paparan radikal bebas dari lingkungan
seperti radiasi UV 200-300 nm) dari matahari secara langsung mengionisasi molekul
atau menghasilkan 1O2 yang dapat mengoksidasi ikatan rangkap pada biomolekul,
radiasi sinar-X dan sinar gamma, hidrolisis/panas, bahan kimia mutagenik khususnya
yang berperilaku sebagai agen interkalasi DNA.
Jenis kerusakan DNA terjadi menjadi enam jenis, yaitu depurinasi basa, deaminasi basa,
metilasi basa, DNA-DNA crosslink dan DNA-protein crosslink.
Gambar 1. Jenis kerusakan DNA. (a) Depurinasi basa nukleotida guanin membentuk
abasic site; (b) Oksidasi basa timin menjadi timin glikol; (c) Deaminasi basa sitosin menjadi urasil;
(d) Metilasi guanin menjadi O6-metilguanin; (e) Intrastrand guanine-guanin crosslink; (f)
Interstrand guanin-guanin crosslink; (g) DNA-protein crosslink
(Sumber: Swift and Golsteyn., 2014).

2. Pembentukan DNA-Adduct Melalui Bisfenol A (BPA)


a. Reactive Oxygen Species (ROS)
Reactive oxygen species (ROS) merupakan senyawa turunan dari metabolism
molekular oksigen (Halliwell, 1999). ROS meliputi radikal anion superoksida (O2-),
Oksigen singlet (1O2), hirdogen peroksida (OH) atau disebut sebagai radikal bebas.
Istilah radikal bebas mengacu pada spesies molekular yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sebuah karakteristik yang
menyebabkan mereka bersifat tidak stabil dan sangat reaktif untuk bereaksi dengan
molekul lain dan menghasilkan spesies yang lebih stabil (Adly, 2010). Sifat inilah
ketika DNA, RNA, protein, lipid, dapat memicu toksisitas seluler (Ziech et al, 2011).
ROS biasanya terdapat dalam semua sel aerobik dan seimbang dengan adanya
antioksidan biokimia. Oksidative stress terjadi ketika kesetimbangan ini terganggu
karena adanya ROS yang berlebih, dan kurangnya antioksidan dalam tubuh, atau
keduanya. Klein dan Ackerman menyatakan bahwa ROS tidak selalu menjadi
metabolit byproducts yang berbahaya, ketika mengalami regulasi ROS dapat bertindak
sebagai molekul sinyal intraselular.
Dalam sel hidup, sumber terbesar dari agen endogenus ROS adalah hidrogen
peroksida dan anion superoksida, yang dihasilkan sebagai produk samping
metabolisme sel seperti respirasi didalam mitokondria (Nohl et al, 2003). Selain itu,
hidrogen peroksida dapat dikonversi menjadi H2O oleh enzim katalase atau
glutathione peroxidase. ROS dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui reaksi
dengan lipid dalam membran sel, dan reaksi dengan nukleotida pada DNA, gugus
sulfhidril pada protein dan DNA cross-linking yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Sumber Reactive Oxygen Species dan peranannya dalam pembentukan sel
kanker
(Disadur dari Waris, G and Ahsan, H., J. Carsinog. 2006)

Radikal anion superoksida yang tidak reaktif diubah oleh enzim superoksida
dismutase (SOD) menjadi H2O2, yang selanjutnya akan mengambil bagian dalam
reaksi Fenton dengan ion logam transisisi (tembaga atau besi) sebagai katalis, untuk
memproduksi radikal hidroksil yang sangat reaktif (Halliwell, 1989). ROS dapat
merusak DNA melewati serangkaian peristiwa mutasi. Higinbotham et al melaporkan
bahwa sebagian besar mutasi yang disebabkan oleh ROS nampaknya melibatkan
modifikasi guanin, yang menyebabkan transisi dari G T .
Mutasi yang disebabkan oleh kerusakan DNA meliputi reaksi oksidasi purin dan
pirimidin, gugus alkali yang tidak stabil, single-strand breaks dan ketidakstabilan yang
terbentuk secara langsung dalam perbaikan DNA [Jaruga et al, 2004)]. Beberapa
modifikasi basa yang telah diketahui memiliki sifat mutagenik. Oleh karena itu, jika
tidak diperbaiki bisa menyebabkan karsinogenesis. Studi Retel et al (1993)
menunjukkan bahwa meskipun keempat basa tersebut dimodifikasi oleh ROS, mutasi
biasanya terkait dengan modifikasi pasangan basa GC, sedangkan pasangan basa AT
jarang mengalami mutasi. Mutasi ini biasanya merupakan substitusi pasangan basa,
sedangkan penghilangan dan penyisipan basa (interkalasi) jarang terjadi. Modifikasi
DNA oksidatif ini selanjutnya akan merujuk pada tahap inisiasi kanker.

b. Bisphenol A
Bisphenol A (BPA) atau (4,4-isopropylidenediphenol; 2,2-bis(4-hydroxyphenyl)-
propane) adalah senyawa kimia dengan berat molekul 228.29 g/cm3. BPA berwarna
putih dan berbentuk padatan Kristal dengan titik leleh 156 C dan titik didih 220 C
(pada tekanan 5 hPa). BPA merupakan kelompok fenol yang memiliki gugus hidroksil
terikat secara langsung dengan cincin aromatiknya. Keberadaan gugus hidroksil pada
BPA menunjukan bahwa BPA memiliki kereaktifan yang baik. Hampir sama dengan
senyawa fenol lainnya, BPA dapat mengalami reaksi substitusi elektrofilik seperti
nitrasi, sulfonasi atau alkilasi (Vandenberg et al., 2007).

Gambar 3. Struktur bisphenol A (BPA)

BPA merupakan xenoesterogen atau endrocrine disrupting chemicals (EDCs)


yang mampu merusak fungsi endrocrine dengan menjadi estrogens mimicking (Schug
et al., 2011). Diantara xenoestrogen sintetik, bisphenol A (BPA) adalah senyawa
buatan manusia dengan produksi terbesar melebihi 3,8 juta ton. BPA digunakan dalam
sintesis polikarbonat, epoksi resin dan thermal paper (Hoekstra dan Simoneau, 2013),
dan juga terdapat dalam produk-produk yang digunakan setiap hari yaitu pipa air,
barang-barang elektronik, kertas, atau mainan anak-anak. Bisphenol A juga digunakan
dalam kemasan makanan, botol minuman, dan sebagainya. Hal ini merujuk pada
paparan BPA terhadap konsumen melalui makanan dan minuman (Yoshida et al,
2001). Geens et al (2009) juga menegaskan bahwa sebagian besar populasi terpapar
BPA melalui debu, sebaliknya para pekerja terpapar BPA yakni melalui inhalasi dan
kontak kulit.
Ziv-Gal et al (2013) dalam studinya menyatakan bahwa BPA mampu berikatan
dengan beberapa jenis reseptor termasuk reseptor estrogen dan androgen seperti
reseptor hidrokarbon aril dan peroksisom proliferator teraktivasi yang berhubungan
dengan hormon dalam sistem endrocrine dan sistem lainnya dalam tubuh. BPA
mampu menunjukkan efek toksisitas pada hewan dan manusia dikarenakan memiliki
aktivitas endrocine-disruption, oksidatif, dan mutagenik seperti kemampuan
hypometilation. Hal ini sudah terbukti, yakni BPA merusak fungsi beberapa hormon
termasuk hormon seks, leptin, insulin, thyroxin sehingga menyebabkan efek
hepatotoksik, immunotoksik, mutagenik dan karsinogenik (Meeker et al, 2010).

c. Mekanisme Pembentukan 8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin (8-OHdG) melalui


Bisphenol A
8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OHdG) merupakan senyawa yang terbentuk dari
proses oksidasi DNA dimana terjadi kerusakan DNA akibat serangan suatu radikal
hidroksil (OH) terhadap atom C8 basa guanine pada DNA (Commodore et al, 2013).
Perubahan struktur deoxyguanosine (dG) menjadi 8-OHdG disebabkan oleh peristiwa
oxidative stress (lihat Gambar 4).
Gambar 4. Mekanisme pembentukan 8-OHdG dari radikal bebas

Telah disebutkan sebelumnya bahwa oksidative stress terjadi ketika


kesetimbangan terganggu karena adanya ROS yang berlebih, dan menurunnya
antioksidan dalam tubuh. Paparan BPA dapat mendorong Oxidative Stress dan
peradangan pada wanita (Yang YJ et al, 2009). Hal ini dikarenakan BPA dapat
mengalami biotransformasi, contohnya pada vertebrata melalui reaksi oksidasi
(termasuk hidroksilasi). Reaksi ini dikatalisis oleh microsomal enzyme
(monooxygenases) dengan adanya sitokrom P450 (Nakamura et al, 2011). Knaak dan
Sullivan (1966) dalam studi metabolic fate of an orally administrated BPA-C14
menemukan metabolit terhidroksilasi 2,2-bis(2-hydroxyphenyl)propanol dan Jaeg et
al (2004) mendeteksi 3-hydroxybisphenol A (3-OH-BPA) sebagai salah satu metabolit
yang penting yang terbentuk langsung selama proses hidroksilasi cincin BPA.
Hasil yang penting diperoleh dari Atkinson dan Roy (1995) yang mendeteksi
adanya metabolit reaktif BPA-3,4-quinone (BPAQ) atau o-quinone dan menunjukkan
keberadaan peroksidase yang berikatan kovalen dengan DNA (Gambar 5). Selain itu
ditemukan pula DNA adducts yang terbentuk dari material genetik yang dirusak oleh
BPA-quinone, sehingga meningkatkan toksisitas BPA. Akan tetapi, DNA adducts
yang dibentuk bukanlah 8-OHdG melainkan produk depurinasi 3-hydroxy-BPA-N7-
guanine (Edmonds et al, 2004).
Dalam rangka untuk menguji reaktivitas kimia dari BPAQ, Edmonds et al (2004)
mempelajari reaksi antara BPAQ dan deoksiguanosin sebagai suatu model dari
interaksinya dengan DNA, akhirnya terbukti secara eksperimen bahwa hanya
terbentuk 3-hydroxy-BPA-N7-guanine (lihat Gambar 6).

Gambar 5. Metabolit BPA DNA-binding

Gambar 6. Adisi 1,4-Michael antara bisphenol A-3,4-quinon dan deoxyguanosine (atas, adduct
1) dan reaksi depurinasi adduct 2 (bawah).
Oleh karenanya, pada resume ini kami mencoba menganalisis pembentukan 8-
OHdG melalui bisphenol A (BPA). Menurut analisis kelompok kami, metabolit reaktif
yang dihasilkan oleh BPA tidak bereaksi langsung dengan DNA membentuk DNA
adducts 8-OH-dG. Mekanismenya yaitu BPA yang telah teroksidasi menjadi senyawa
o-quinone akan bereaksi dengan antioksida dalam tubuh atau enzim (seperti SOD,
CAT, GSH reduktase dan GSH peroksidase) dan diubah menjadi senyawa yang
unreactive (Gambar 7). Akan tetapi jika paparan BPA terakumulasi dan berlebih, maka
metabolit o-quinone akan terus menerus mengurangi antioksidan dalam tubuh. Pada
kondisi ini, maka akan mendorong produksi ROS dalam mitokondria.

Gambar 7. Metabolism of phenoxyl radical

Sistem transport elektron memproduksi anion superoksida dalam mitokondria


melalui reduksi molekul-molekul oksigen. ROS akan dihasilkan oleh mitokondria
melalui reaksi pelepasan elektron dari sistem transport elektron dan reduksi molekul-
molekul oksigen menjadi superoksida (O2-). Superoksida akan diubah oleh
superoksida dismutase (SOD) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) yang kurang reaktif.
Namun demikian, ketiks hidrogen peroksida mengambil bagian dalam reaksi Fenton
dan berinteraksi dengan ion logam transisi seperti besi atau tembaga, maka ion logam
tersebut akan teroksidasi dan ROS yang paling reaktif yaitu radikal hidroksil (OH)
terbentuk.
Jika peristiwa oxidative stress ini terjadi secara terus-menerus dan terjadi
kegagalan dalam perbaikan DNA. Maka selanjutnya DNA akan mengalami mutasi
dimana radikal hidroksil ini akan bereaksi dengan basa guanin pada DNA membentuk
8-OHdG. Mekanisme reaksi lihat Gambar 4.

3. DNA-Adduct 8-OH-dG Sebagai Biomarker Inisiasi Kanker

C. PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai