Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh
tubuh, dan merupakan salah satu pokok sumber kehidupan. Dalam
keadaan sakit kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun
sering dilupakan karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat,
sehingga penderita sering mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini
menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti dengan
meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas.1
Dewasa ini perhatian terhadap terjadinya malnutrisi pada penderita
yang sedang dirawat di rumah sakit telah meningkat. Perlunya pemberian
nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma
berat sudah sangat jelas. Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal
memegang peranan penting dalam systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan pengembangan protokol
dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta pasien yang
baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin
sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi.
Kemudian, belakangan ini juga dilakukan usaha-usaha dilakukan untuk
membuktikan bahwa jenis suplemen makanan tertentu mempengaruhi
proses imunologis endogen pada pasien-pasien tersebut, yang selanjutnya
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien.2
Resiko terjadinya malnutrisi pada pasien rawat inap berkisar antara 6-
55%, Pemberian nutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit
harus merupakan suatu pendekatan yang berjalan sejajar dengan
penanganan masalah primernya. Masalah primer dari keadaan sakit pasien
akan memburuk bila pemberian nutrisi kurang adekuat. Nutrisi yang tidak
adekuat akibat dokter salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien

1
dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi. Pemberian
nutrisi hanya efektif untuk pengobatan bukan untuk penyebab
penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit menunjang
peranan penting dalam dimulainya pemberian nutrisi.3
Terapi nutrisi yang sesuai bisa menurunkan pemakaian cadangan
nutrien endogen dan mempertahankan masa jaringan, memperbaiki fungsi
organ, mempercepat penyembuhan luka, menurunkan kejadian infeksi,
mempertahankan barier usus, mengurangi masa rawat dan biaya perawatan
di rumah sakit.2 Sehingga disini nutrisi sangat penting dalam menjaga
pasien agar tidak mengalami malnutrisi selama mengalami perawatan. Jika
pemberian nutrisi lewat oral dan enteral tidak memungkinkan dilakukan,
maka terapi nutrisi parenteral mutlak diberikan sebagai pilihan utama.3
Referat ini bertujuan untuk memaparkan terapi nutrisi pasien di icu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian kebutuhan energy


Menentukan kebutuhan nutrisi untuk orang sakit bukan hal yang
mudah, apalagi pada pasien sakit kritis. Dari berbagai cara yang ada tak
satupun memenuhi kebenaran 100%, oleh karena ditentukan dan
dipengaruhi oleh banyak faktor terutama penyakit dasarnya. Formula yang
sering dipakai diklinik adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung
laju metabolisme basal (BMR=REE). Persamaan ini menggunakan beberapa
parameter seperti: tinggi badan, berat badan, usia, dan jenis kelamin.
Parameter-parameter tersebut merupakan parameter-parameter sederhana
yang sering dipakai untuk menghitung besarnya energi yang dibutuhkan
perharinya. Parameter-parameter tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus
yang disebut rumus Harris Benedict sebagai berikut:2,3
BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H 6,76 A UNTUK PRIA
BMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H 4,76 A UNTUK WANITA
Keterangan:
REE = resting energy metabolism (BMR= Basal Metabolic Rate)
W = weight (kg)
H = height (cm)
A = age (years)
Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada
saat istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran
energinya tidaklah sama dengan orang-orang normal tersebut. Oleh karena
itu hasil dari perhitungan tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang
dihadap, atau dalam arti lain pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan
faktor stress.3
REE sering disebut dengan BMR ( Basal Metabolic Rate), BER (Basal
Energy Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure), adalah
pengukuran jumlah energy yang dikeluarkan pada kondisi istirahat dan 12-

3
18 jam setelah makan. Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif
berkisar antara 10 20%, trauma berat 20 50% , sepsis 20 60% dan
untuk luka bakar berat 100%. Pada penderita.3
penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan energinya dapat
bervariasi dari hari ke hari sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi
penderita.2,3 Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi
komplikasi akibat kelebihan pemberian pemberian nutrisi (overfeeding)
seperti infiltarsi lemak hati dan pulmonary compromise.4
Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat
hipermetabolisme :4
Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 - 1,30
Kanker 1,10 - 1,30
Peritonitis / sepsis 1,20 - 1,40
Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 - 1,40
Luka bakar 1,20 - 2,00
(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar) Koreksi
kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stres

2.2 Tujuan Bantuan Nutrisi Pasien di ICU


Tujuan bantuan nutrisi di ICU adalah :5
1. Memperoleh bantuan nutrisi yang sesuai dengan kondisi medik
penderita, status nutrisi dan cara pemberiannya.
2. Mencegah atau mengobati kekurangan atau defisiensi makro nutrien
dan mikro nutrien.
3. Memperoleh nutrien yang layak dengan adanya metabolisme
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan tehnik pemberian
diet
5. Memperbaiki pengeluaran penderita dari rumah sakit yang ada
berhubungan dengan penyakitnya.

4
Indikasi dukungan nutrisi.
Indikasi dukungan nutrisi pada penderita di ICU adalah :
1. Penderita tidak dapat makai
2. Penderita harus puasa
3. Penderita tidak mau makan
4. Pemderita tidak cukup makan
Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang
rendah sampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula ,semuanya
dimulai dan diakhiri dengan perlahan- lahan.

2.3 Jenis-jenis Terapi Nutrisi


Jenis terapi dibedakan menjadi 3 yaitu:5
a. Oral feeding
b. Enteral nutrition
c. Parenteral nutrition
1) Pemberian TPN

Strategi dalam menentukan jenis terapi


Pasien anoreksia

Fungsi saluran pencernaan

baik Terganggu sebagian Terganggu seluruhnya

Nutrisi Nutrisi
enteral parenteral

5
a. Oral Feeding
Pemberian makan melalui oral adalah memasukann nutrisi melalui
mulut. Pasien perlu didorong untuk makan, bukan hanya untuk
mendapatkan nutrisi secara optimal, namun pasien juga mendapatka
manfaat kepuasan fisik dan psikologis yang dihubungkan dengan
makan.Perawat harus membiarkan klien untuk mengosongkan
mulutnya setelah setiap sendokan, berusaha menyelaraskan kecepatan
pemberian makan dengan kesiapan mereka dan seringkali menanyakan
apakah terlalu cepat atau lambat. Perawat juga harus memperbolehkan
klien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan klien yang
ingin dimakan, dan percakapan dengan topik selain makanan harus
menjadi bagian integral dalam proses. Perawat yang mempunyai tugas
untuk memberi makan pada beberapa klien harus mendelegasikan
tanggung jawab pemberian makan ke orang lain sehingga semua klien
dapat diberi makan tepat waktu dan terencana dengan baik.5
1) Tujuan
a) Memperoleh nutrisi yang optimal.
b) Memberikan kepuasan fisik dan psikologis yang dihubungkan
dengan makan.
c) Meningkatkan berat badan.
d) Meningkatkan control diri dengan mampu melakukan aktivitas
harian secara mandiri.
2) Indikasi
a) Pasien yang dapat makan melalui oral.
b) Pasien dengan ketidakmampuan yang membutuhkan bantuan
sebagian atau total untuk makan.
b. Enteral Nutrition (EN)
Enteral Nutrition (EN) adalah pada nutrien yang diberikan melalui
saluran gastrointestinal.Hal ini termasuk makanan keseluruhan,
campuran semua makanan, suplemen oral, dan formula selang
pemberian makan.Nutrisi enteral adalah metode yang dipilih untuk

6
memenuhi kebutuhan nutrisi jika saluran gastrointestinal klien
berfungsi dengan menyediakan dukungan psikologi, keamanan, dan
nutrisi yang ekonomis.Pada klien yang mengalami kesulitan makan,
maka dapat diberikan nutrisi enteral dengan selang nasogastrik,
jejunum, atau lambung. Nutrisi enteral dan infuse dengan mudah
diberikan dalam lingkungan perawatan rumah oleh perawat atau
keluarga.5
Penelitian telah menunjukkan efek yang menguntungkan dari
pemberian makan enteral bila dibandingkan dengan nutrisi parenteral,
yang mengandung zat gizi pada mukosa gastrointestinal. Pemberian
makan dengan rute enteral dapat mengurangi sepsis, menumpulkan
respons hipermetabolik pada trauma, dan memelihara struktur dari
fungsi intestinal.5
EN telah digunakan dengan berhasil selama 24 hingga 48 jam
setelah operasi atau trauma untuk menyediakan cairan, elektrolit, dan
nutrisi. Gastric ileus dapat mencegah pemberian makan nasogastrik
dalam kasus selang nasointestinal atau jejunum memungkinkan
pemberian makan postpilorik yang berhasil.5
c. Parenteral Nutrition (PN)
NP adalah bentuk dukungan nutrisi yang khusus yaitu pemberian
nutrisi melalui rute intravena.Walaupun NP dapat mencegah malnutrisi
secara efektif pada klien yang tidak dapat diberikan makanan melalui
rute enteral, NP dapat menyebabkan komplikasi dan membutuhkan
kemampuan manajemen keperawatan yang terampil.Pemberian
pengobatan yang aman dari bentuk nutrisi ini bergantung pada
pengkajian kebutuhan nutrisi yang tepat, manajemen kateter vena
sentral yang cermat dan pemantauan yang hati-hati untuk mencegah
atau menangani komplikasi metabolic.Nutrisi parenteral diberikan
dalam lingkungan yang bervariasi, termasuk di rumah klien. Tanpa
memperhatikan lingkungan, perawat mengikuti prinsip asepsis yang

7
sama dan manajemen pemompaan untuk memastikan keamanan dan
dukungan nutrisi yang tepat.5
Pengertian
Pada saat terjadi gangguan intestinal secara partial ataupun total
dan dukungan nutrisis melalui oral maupun enteral tube feeding
(ETF)tidak dapat dilaksanakan, PN dapat menjadi alternatif akhir bagi
pemenuhan nutrisi pasien (Stratton & smith).Parenteral nutrition
merupakan metode pemberian nutrisi secara intra vena dan dapat
dipilih bila status perubahan metabolik atau bila abnormalitas mekanik
atau fungsi dari saluran GI tidak dapat menerima pemberian makanan
secara interal ( Doenges, 2003 ). Pada umumnya PN hanya digunakan
selama beberapa hari atau minggu. Namun pada kondisi tertentu,
penggunaan PN dalam jangka waktu lama juga dapat dilakukan.
PN adalah bentuk dukungan nutrisi yang khusus yaitu pemberian
nutrient melalui rute intravena.
Tujuannya tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan energy basal
dan pemeliharaan kerja organ, tetapi jg menambah nutrisi untuk
kondisi tertentu, seperti keadaan stress ( sakit berat , troma ), untuk
perkembangan dan pertumbuhan. Terapi nutrisi parenteral di bagi
menjadi 2 kategori :
a. Terapi nutrisi parenteral parsial ( supportive atau suplemen ) di
berikan bila :
1) dalam waktu 5 sampai 7 hari, pasien diharapkan mampu
menerima nutrisi enteral kembali.
2) masih ada nutrisi enteral yang dapat diterima pasien. PN
parsial ini diberikan dengan indikasi relative
b. terapi nutrisi parenteral total , diberikan jika batasan jumlah
kalori ataupun batasan waktu tidak terpenuhi. PN total ini
diberikan atas indikasi absolut.

8
2.4 Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram
karbohidart menghasilakn kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di
dalam diet sebaiknya berkisar 50% - 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet,
karbodidart tersedia dalam 2 bentuk: pertama karbohidrat yang dapat
dicerna, daibsorpsi dan digunakan oleh tubuh (monosakrida seperti glukosa
dan fruktosa, disakarida seperti sukrosa, laktosa, dan maltose; polisakarida
seperti tepung, dekstrin, dan glikogen) dan yang kedua karbohidrat yang
tidak dapat dicerna seperti serat. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel
tubuh termasuk SSP, saraf tepi, dan sel adarah. Glukosa disimpan dalam hati
dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas habis dalam 24-
36 jam melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis, glukosa
diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin),
gliserol, dan laktat. Oksidasi glukosa berhubungan dengan produksi CO2
yang lebih tingi, ditunjukkan dengan RQ (Respitarory Quotient) glukosa
lebih besar dari asam lemak rantai panjang. Sebagian besar glukosa di daur
ulang setelah mengalami glikolisis anaerob menjadi laktat kemudian
digunakan untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan glukosa pada pasien
keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa dihati berupa
glikogen dan lemak. Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran
karakteristik pada pasienpasien cedera, sepsis dan luka bakar dimana
nilainya bervariasi dari yang berada sedikit di atas normal pasca operasi
elektif, sampai setinggi 800 mg/dl pada kasuskasus yang berat.
Hiperglikemia berat akan merugikan secara klinis oleh karena dapat
menyebabkan hiperosmolaritas darah yang tinggi. Hiperglikemia jenis ini
disebut sebagai diabetes of injury. Akan tetapi tidak seperti diabetes
melitus yang biasanya disebabkan oleh karena kekurangan insulin, pada
diabetes of injury malahan terjadi peningkatan kadar insulin.2,3
Glukosa yang dibentuk bahkan lebih banyak dari pada glukosa yang
dioksidasi pada trauma dan sepsis, oleh karena terjadinya peningkatan
glikolisis yang merupakan kebutuhan pada daerah luka dan pada sepsis.

9
Pada penderita sepsis, lokasi yang menjadi tempat infeksi akan mengalami
peningkatan jumlah sel darah putih, !6 yang menggunakan glukosa lebih
banyak untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Pada pasien-pasien
luka bakar jaringan yang mengalami penyembuhan juga menggunakan
glukosa untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Dalam proses
glikolisis ini hampir semua glukosa yang dimanfaatkan diubah menjadi
laktat, yang merupakan sumber energi 1/12-nya dibandingkan dengan energi
yang diperoleh dari glukosa melalui proses oksidasi.2,3 Orang dewasa
sedikitnya menerima 100 g tapi tidak lebih dari 500 g karbohidrat perhari.
Bila lebih dari 500 g dapat meningkatkan ensim hepatik serum secara
signifikan dan kedang-kadang menimbulkan hepatomegali. Gula darah
sebaiknya dipertahankan antara 100 200 mg/gL karena gula darah yang
lebih tinggin dari 200 mg/dL dapat menimbulkan komplikasi metabolik.
Pasien dengan renal insufisiensi sedang dapat terjadi metabolik asidosis dan
penumpukan laktat darah karena hiperglikenia berkepanjangan. Pada pasien
seperti ini seharusnya pemberian karbohidrat sebaiknya dikurangi dan
permberian natrium klorida diganti dengan garam asetat untuk mengurangi
asidosis metabolik.2,3

2.5 Metabolisme Lemak


Komponen lemak dapt diberikan dalam bentuk nutrisi enteral atau
parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30%-
50% dari total kebutuhan. Satu gram lemak mengandung 9 kalori. Lemak
memiliki fungsi antara lain sebagai sumber energy, membantu absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial,
membantu dan melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu
tubuh. Pemberian kalori dalam bentuk lemak akan memberikan
keseimbangan energy dan menurunkan insiden dan beratnya efek samping
akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar. Dalam keadaan
hipermetabolik maka akan terjadi oksidasi lemak yang jauh lebih tinggi,
dibandingkan pada orang-orang normal. Lipolisis trigliserida dari simpanan

10
lemak tubuh meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksidasi
lemaknya. Walaupun metabolisme lemak ditingkatkan oleh stres yang
diderita, namun proses ketogenisnya ternyata lebih rendah kalau
dibandingkan dengan orang-orang yang puasa normal. Perbedaan utama
antara kondisi puasa pada penderita cedera berat !7 dengan orang-orang
normal adalah tingginya glukosa yang produksi, terutama dipakai oleh
jaringan yang mengalami stres untuk proses glikolisis. Oleh karena
ketogenesis sebagian dihambat oleh tingginya kadar glukosa dan insulin,
maka hampir semua kebutuhan enegi otak hanya akan dipenuhi oleh glukosa
dan dalam keadaan-keadaan seperti itu jaringan-jaringan lain juga meng-
oksidasikan glukosa.Tingginya oksidasi glukosa ini hampir semua diperoleh
dari pemecahan protein otot, yang dapat meningkat dalam laju 2,5 kali
dibandingkan pada orang normal.2,3 Lemak dapat diberikan 1 3 g/kg BB/
hari. Konsentrasi trigliserida dan kolesterol serum sebaiknya diperiksa setiap
minggu atau lebih sering. Pada pasien yang dapat mentoleransi karbohidrat
dan lemak dengan baik, sebaiknya diberikan kalori nonprotein. Sedangkan
jika pasien tidak mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, kalori
non protein yang dipilih adalah yang dapat ditoleransi lebih baik.
Disarankan agar pemberian lemak dan karbohidrat dipidahkan yaitu lemak
pada siang hari ( pukul 6 pagi 6 sore) dan karbohidrat di malam hari
(pukul 6 sore 6 pagi), dimana masing-masing diberikan bersama dengan
makanan yang mengandung nitrogen.2,3 Selama hari-hari pertama
pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien yang mengalami stres,
dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk pemberian
emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan
emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain
Triglyseride (LCT) kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15
gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma sebaiknya dimonitor dan
kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.6,7

11
2.6 Protein (Asam-Asam Amino)
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8
g/kgbb/ hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli
merekomendasikan pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25
gram protein setara dengan 1 gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada
kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang dialami pasien seperti luka
bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3 gram/kgbb/hari.
Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata kebutuhan protein pada dewasa
muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis !8
kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 . 1,5 gram/kgbb/hari. Kebutuhan
protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 . 2 gram protein/kgbb/hari,
seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar,
dan inflamasi yang tidak terkontrol. Keseimbangan nitrogen negatif lebih
tinggi 8 kali pada pasien dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis
berat apabila dibandingkan dengan individu normal. Data ini dengan jelas
mengindikasikan pertimbangan kondisi penyakit ketika mencoba untuk
mengembalikan keseimbangan nitrogen.6

2.7 Vitamin dan Mineral


Untuk menjamin penggantian yang adekuat dari mineral dan elemen
penting lainnya, terutama pada pasien yang menerima formula berdelusi
kuat, kadarnya dalam serum sebaiknya diperiksa sedikitnya sekali dalam
seminggu sampai elemen ini dapat distabilkan. Nilai kadar serum normal
dari mineral terlihat dalam Tabel 2. Kandungan vitamin dari makanan cair
biasanya menurun bila disimpan terlalu lama. Penilaian klinis (Tabel 3)
mungkin dapat membantu untuk menyediakan vitamin yang cukup untuk
pasien, dimana secara umum pemberian tambahan multivitamin 1 mL
(untuk anak-anak) dan 5 mL (untuk dewasa) per hari dapat memenuhi
kebutuhan.6

12
Mineral Gejala kekurangan dan Nilai normal dalam serum
Kalsium Osteomalasia, tetani 2 , 2 - 2 , 7 m M (8,6-10,6 mg/dL)
Klorida Alkaslosis metabolik 95-105 mEq/L
Kromium Intoleransi glukosa 2-4 ng/mL
Kobalt Tidak diketahui 2-5 ng/mL
Tembaga Anemia, neutropenia 90-130 g/dL
Iodium Kretinisme, miksedemia 4-11 g/dL
Besi Hipokromik mikrositik anemia SI >60 g/dL
TIBC <250 g/dL
Feritin >30 g/dL
Magnesium Tetani, kelemahan otot 1,2-2,5 mg/dL
Mangan Gangguan pembekuan 6-10 ng/dL
Molibdenum confusional state 0,5-2 ng/dL
Fosfor Osteomalasia, tetani 2,5-4,5 mg/dL

2.8 Modalitas Terapi Nutrisi


Beberapa modalitas yang dapat kita pakai dalam tatalaksana pemberian
nutrisi pada pasien, yaitu3 :
Kalium Kelemahan otot, iritabilitas jantung, alkalosis 3,5-5,5 mEq/L
Selenium Kelemahan otot, anemia 0,02 ng/mL
Natrium Hipovolemia, hipotensi, penurunan volume urin 135-142
mEq/L
Sulfur Tidak diketahui Tidak diketahui
Zinc Gangguan pertumbuhan, penyembuhan luka yang lama,
koagulopati 70-120 g/dL
Vitamin Gejala kekurangan Nilai normal
Asam askorbat Scurvy, perdarahan gusi, penyembuhan luka yang lama.
0.5-1 mg/dL
Biotin Alopecia, dermatitis, neuritis. 200-500 pg/mL
Kobalamin Anemia megaloblastik, neuropati 200-900 pg/mL

13
Asam folat Defek megaloblastik pada sel darah merah dan mukosa.
Serum: 3-9 ng/mL
Sel: 150-600 ng/mL
Niasin Pellagra, dermatitis, ulkus pada mukosa, depresi SSP 4-9
g/mL
Asan pantotenat Iritabilitas, parestesia 150-400 ng/mL
Piridoksin Glositis, neuritis, anemia hipokromik mikrositik
Red cell GOT indeks >1.5
Riboflavin Cheilosis, glositis, dermatitis <1.2 aktifitas erythrocyte
glutathion reductase Tiamin Polineoritis, high-output cardiac failure
8-15 IU aktifitas transketolase
Vitamin A Buta senja, xeropthalmia, keratosis 20-60 g/dL
Vitamin D Osteomalacia, riketsia, kelemahan otot 10-80 ng/mL
Vitamin E Anemia hemolitik pada neonatus, perubahan SSP dan retina
0.8-1.2 mg/dL
Vitamin K Kecenderungan perdarahan Protrombin time <1 detik dari
control.

2.9 Cara pemberian nutrisi pada penderita sakit kritis


Cara terpilih untuk memberikan tunjangan nutrisi artifsial pada
penderita sakit kritis meliputi 2 cara utama. Pertama: secara enteral, dimana
nutrisi yang diberikan melalui saluran cerna apakah lewat mulut atau
langsung ke daerah lambung, duodenum atau jejunum, dengan caranya
masing-masing. Cara yang kedua adalah melalui parenteral yang
didefinisikan sebagai cara pemberian tunjangan nutrisi artifisiil melalui
intravena, baik secara perifer maupun sentral. Apabila telah diambil
keputusan untuk memberikan tunjangan nutrisi kepada seorang penderita,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara terpilih melalui mana
nutrisi tersebut akan diberikan.2,3

14
2.10 Nutrisi Pada Beberapa Kondisi Penyakit
2.10.1 Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar
Pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan nutrisi yang baik untuk
menghindari kehilanagan masa tubuh yang berlebihan dan mencegah
kelemahan yang akan terjadi. Dukungan nutrisi yang segera diindikasikan
untuk mengatur "stress respon" berat karena akan terjadinya katabolisme.
Dukungan nutrisi juga diindikasikan untuk pasien yang sudah mengalami
kekurangan gizi. Tingkat dukungan nutrisi harus disesuaikan dengan ukuran
luka bakar. Pemberian protein, kalori dan mikronutrisi harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan sebelum terjadinnya komplikasi yang akan menyebabkan
terjadinnya kehilangan berat badan, dan perkembangan ke arah protein
energy malnutrition Untuk menghitung kebutuhan total energi = (BEE) X
stress faktors. Adapun Stress faktor untuk luka bakar berat (Severe burn)
adalah 2,0.4 Pada pasien luka bakar rata tata memerlukan protein 1,2 sampai
2 gr / kg / hari, sementara untuk luka bakar mayor (major burn)
membutuhkan protein sebanyak 1,5 2 gr/kg/hari. Pemberian kandungan
protein lebih dari 2 gr/kg/hari tidak akan meningkatkan sintesis protein lebih
jauh lagi dan protein tersebut hanya digunakan untuk kalori.9

2.10.2 Nutrisi Pada Pasien Pankreatitis Akut


Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa
pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi
parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada
pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan
peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut
derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian
nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein.
Oleh karena itu, pemberian energy hipokalorik sebesar 15 - 20 kkal/kg/hari
lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah
dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 - 1,5 g/kg/hari optimal untuk
sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat

15
mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pancreas telah
kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein
dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan dan
diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari.9

2.10.3 Nutrisi Pada Pasien PPOK


Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK, kondisi ini kemungkinann
disebabkan oleh bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus
respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik yang kemungkinan
menyebabkan hipermetabolisme. Evaluasi malnutrisi pada pasien PPOK
berdasarkan penurunan berat badan, kadar albumin, antropometri,
pengukuran kekuatan otot, serta hasil metabolism.Dalam hal ini diperlukan
terapi nutrisi dengan prinsip porsi kecil dengan frekuensi yang lebih sering.8

2.10.4 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Ginjal Akut


Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure) ARF secara
umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski
demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE
(misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi
terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan uremia akut, asidosis
atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien ARF membutuhkan
perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaan
insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar
euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi
total. Meski demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang
rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak
essensial. Protein atau asamamino diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung
dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari)
pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi menggunakan
CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea mingguan yang
lebih besar.8

16
2.10.5 Nutrisi Pada Pasien Penyakit Hati
Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus
diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak
lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati
hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan
dengan hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatic
menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs)
mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral,
yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan intoleransi
protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat
meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk ensefalopati yang
sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan dapat menurunkan
glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang memerlukan
pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat
ditoleransi dengan baik.9

17
BAB III
KESIMPULAN

Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat


keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit
kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya.
Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan
TNF) dan peningkatan produksi counter regulatory hormone. (misalnya
katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian
proses yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang
jelas pada status metabolik dan nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena
multi dimensional yang memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk
indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi, dan pemakaian / pengeluaran energi.
Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan energy dan
nitrogen, namun harus dihindari overfeeding. Pada pasien sakit kritis tujuan
pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan
kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan
karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang
menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi. Melengkapi
kebutuhan nutrisi penderita sakit kritis perlu mempertimbangkan faktor-faktor
stress yang diderita, sehingga jumlah dan komposisi nutrisinya dapat diberikan
dengan tepat. Komposisi nutrisi artifisiil harus mencakup makronutrien dan
mikronutrien untuk mengoptimalkan tunjangan nutrisi artifisiil yang diberikan.
Bila memungkinkan maka sebisa-bisanya agar diusahakan untuk memilih cara
enteral karena lebih menguntungkan, dibandingkan secara parenteral sehubungan
dengan beberapa komplikasinya.
Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi
kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan
kehilangan protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan
fungsi jaringan khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan,

18
dan memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan
menggunakan substrat khusus. Komplikasi yang menyertai masing-masing cara
pemberian tunjangan nutrisi, sedapat-dapatnya agar ditekan dengan memahami
resiko yang mungkin timbul dari masing-masing cara yang dipilih. Enteral nutrisi
cenderung menyebabkan aspirasi dan diare, sedangkan parenteral nutrisi sering
menyebabkan komplikasi infeksi dan komplikasi yang berhubungan dengan
teknik pemasangannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Roth RA. Diet and Clients with Special Needs. Nutrition & Diet Therapy,
10th Edition; 2011.
2. Baudouin S, Evans TW: Nutrition in The Crittically Ill: Principal of
Critical Care; 2nd ed, Hall JB et al, McGraw-Hill Inc. NY,1998: 205-219.
3. Kirby D, Parisian K. Enteral and Parenteral Nutrition. American College
of Gastroenterology. 2010 Mar. Available at : http://acg.gi.org. Acccesed:
October 2014
4. R, Boullata J, Brantley S et al. Enteral Nutrition Practice
Recommendation. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition.
2009 April. 33;2 : 122-140
5. Peter J. Papadakos and James E. Szalados, Critical Care The Requisites in
Anesthesiology, 2005. Hal 106-115.
6. Kattelmann KK, Hise M, Russell M, Charney P, Stokes M, Compher C.
Preliminary evidence for a medical nutrition therapy protocol: enteral
feedings for critically ill patients. J Amer Dietetic Assoc. 2006;106:1226-
1241.
7. Singer P, Berger MM, Berghe G et al. ESPEN Guidelines on Parenteral
Nutrition : Intensive Care. 2009. 28 : 387-400
8. Ayers et al. A.S.P.E.N. Parenteral Nutrition Safety Consensus
Recommendations. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition.
2014 Mar. 38(3): 296-333
9. Mirtallo J, Canada T, Johnson D, et al; Task Force for the Revision of Safe
Practices for Parenteral Nutrition. Safe practices for parenteral nutrition.
JPEN J Parenteral Enteral Nutr. 2004;28:S39-S70.

20

Anda mungkin juga menyukai