Anda di halaman 1dari 11

DEKADE BERTUMBUH, DEWASA

MENEMPUH (10 TAHUN FULDFK)


AGUSTUS 26, 2015 RADIETYA ALVARABIE TINGGALKAN KOMENTAR

Dekade bertumbuh,
Dewasa Menempuh

* disajikan dalam MMLC NAsional V (Muslim Managerial and Leadership Conference ke-
5)

Alhamdulillah, segenap kesyukuran mari kita haturkan kepada Allah Azza wa Jalla. Saya
gembira sempat bercengkerama dengan saudara sekalian melalui rangkuman ini. Izinkan saya
menyampaikan rasa bangga kepada para sahabat yang membersamai perjalanan ini juga
generasi seterusnya hingga hari ini yang meneruskan estafet ceritera ini. Kita bermuahadah
di jalan ini sebab cinta, untuk cinta dan demi cinta. Kita satu dari jutaan tak berbilang- butir
makhluq, yang kita telah bulat dalam keputusan menghidupkan jalan yang telah menjadi cita
Nabi Mulia, Muhammad Shalallahu alaihi wassalam. Salam hormat saya haturkan kepada
para pendahulu, sahabat seperjuangan, serta adik-adik penerus. Salam dan keberkahan
semoga ternaung selamanya.

Saudaraku, FULDFK yang memiliki kepanjangan: Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah


Fakultas Kedokteran Indonesia, adalah sebuah rumah bagi segenap Lembaga Dakwah
Fakultas Kedokteran (LDFK). FULDFK adalah wadah kontemplasi bagi setiap LDFK untuk
merajut jalinan ukhuwah, merapatkan shaff koordinasi, serta sarana menyepadukan arah
gerak dakwah, terutama dakwah profesi kedokteran. Lebih lanjut lagi, FULDFK juga menjadi
sarana pemulih LDFK yang ada di-Indonesia serta penumbuh dan pengembang bahkan
pelahir LDFK bagi FK (Fakultas Kedokteran) yang ada di Indonesia.

FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia) masihlah


terus perlu meretas jalan. Walaupun pergerakan ini sudah digarap sejak dahulu, tetapi
perbaikan secara terfokus, kontinue serta terorganisir dalam sebuah rencana jangka panjang
tentulah amat diperlukan. Kita berharap pergerakan ini menjadi rahim yang sanggup
melahirkan tokoh-tokoh yang paripurna di dalam profesinya, serta juga mampu melahirkan
ide-ide, solusi-solusi yang akan menjadi jawaban bagi permasalahan umat ini.
FULDFK, yang menjadi wadah dan rumah kita, memasuki dekade pertamanya (13 Februari
2005-13 Februari 2015). 10 tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun seringkali masih ada
yang mempertanyakan apa yang telah dicapai FULDFK?. Apa eksistensi FULDFK untuk
dunia kesehatan di tingkat Universitas/ Fakultas Kedokteran, Daerah/ Provinsi, Nasional
bahkan Internasional?.

Sahabat, mari kita yakini perjuangan ini, yakin dengan janji Allah untuk orang-orang yang
menolong Agama-Nya, yakin dengan Janji Allah karena Allah telah mengadakan perniagaan
atas harta, tenaga, waktu bahkan nyawa kita ketika kita memilih jalan ini. Rasulullah
Shalallahu alaihi wassalam, berjuang selama 23 Tahun hingga atas izin Allah taala Islam
berjaya sampai hari ini. Bermodalkan panji Ukhuwah Islamiyah, walaupun pejuangnya
banyak, tetapi Islam tetap satu dalam arah geraknya, tidak tercerai berai, tidak memenangkan
kepentingan sendiri, bersama-sama kita bergerak menuju masyarakat madani, berkontribusi
bagi umat sesuai bidang keilmuan dan keprofesian kita. Mari satukan arah perjuangan,
membeningkan niat, Allahughayatunna. Sebab bila kita hanya berdiam diri dalam jamaah
yang terus bergerak, maka hakikatnya keberadaan kita hanyalah sebagai beban.

Sejawat dokter sekalian, ladang dakwah pasti akan selalu berbeda karakternya sesuai dengan
dimensi waktu dan tempat dimana kita berada. Di lingkungan Universitas/ Kampus, kita
memasuki arena Dakwah Kampus. Namun, saat kita telah lulus dan melewati fase kampus,
maka gelanggang dakwah yang kita hadapipun berubah, yaitu memasuki ranah Dakwah
Profesi. Pada ranah ini segala strategi dan karakter objek dakwahpun berbeda, kita akan
berjumpa langsung dengan masyarakat, yang pasti jauh lebih majemuk dari pada komunitas
kampus. Kita akan diuji dalam hal keteguhan idealisme, kemapanan proses tarbiyah selama
ini, dan tentu saja keimanan kita. Wajar bila segala konsekuensi Dakwah Profesi akan
membuat kita rindu saat berdakwah di kampus, segala dinamika, ukhuwah, momen kita mulai
tumbuh dan mengembang, serta segala kenangan yang tidak pernah terlupakan. Ini akan
menjadi motivasi yang tidak habis-habis dan bekal bagi kita untuk terjun ke gelanggang
Dakwah Profesi di lini manapun kita berada. Jangan sampai keberadaan kita, sama dengan
ketidakberadaan kita. Kita harus sanggup bercampur, tetapi tidak larut. Mewarnai,
membenahi, menjadi tauladan, menebar maslahat, dan sadar betul keberadaan kita sebagai
Ustadziatul Alam.

Tapak Tilas FULDFK


FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia) dilahirkan
melalui deklarasi bersama yang di hadiri 109 delegasi dari 29 Lembaga Dakwah Fakultas
Kedokteran se-Indonesia di Jatinangor pada 4 Muharram 1426 atau bertepatan dengan 13
Februari 2013. FULDFK lahir dari ide dan kepedulian LDFK di Indonesia, untuk membentuk
wadah silaturahim, kontemplasi ide, kesatuan arah gerak, kepedulian untuk saling
menyehatkan tiap-tiap LDFK, dan memasifkan dakwah profesi kedokteran.

Tabel Sejarah Tahapan Pertemuan sampai Lahirnya FULDFK

Sebelum di deklarasikan, pembentukan FULDFK di dahului oleh 3 kali koordinasi dan


silaturahim para ADK (Aktifis Dakwah Kampus) dari perwakilan LDFK-LDFK di Indonesia
dalam Forum Nasional (FORNAS). Pra FORNAS di adakan di Yogyakarta pada 5-6 Mei
2001, FORNAS pertama dilaksanakan di Surabaya pada 20-22 September 2002, dan
FORNAS kedua diselenggarakan di Jakarta pada 31 Juli-1 Agustus 2004. Barulah setelah
melewati rangkaian 3 kali silaturahim, kontemplasi ide dan inisiatif, maka diselenggarakanlah
MUNAS (Musyawarah Nasional) pertama FULDFK di Jatinangor pada 10-13 Februari 2005.
Di mana pada tanggal 13 Februari inilah di deklarasikan lahirnya FULDFK (Forum Ukhuwah
Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia) sekaligus di pilih sebagai Ketua Umum,
yakni dr. Pukovisa Prawiroharjo.

Pada Pra Fornas (5-6 Mei 2001) di UGM, Yogyakarta, pertemuan ini dihadiri oleh 8 LDFK
(Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran) yaitu :
1. LDFK Univ. Syah Kuala , Banda Aceh
2. Forum Studi Islam SM FKUI, Jakarta
3. LDFK UNPAD, Bandung
4. Keluarga Muslim Cendekia Medika (Kalam) UGM, Yogyakarta
5. LDFK Univ. Sebelas Maret, (UNS), Solo
6. LDFK Univ.Airlangga, Surabaya
7. LDFK UNEJ, Jember
8. LDFK UNIBRAW, Malang

Ketua FULDFK dari masa ke masa:


1. dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp. S (FK UI, Jakarta)
2. dr. Zul Efendi, Sp. JP (FK UNPAD, Bandung)
3. dr. Lettu. Abdul Ghafur (FK UNAIR, Surabaya)
4. dr. Ali Reza (FK Univ. Yarsi, Jakarta)
5. dr. M. Anang Eko Fachruddin (FK UNDIP, Semarang)
6. dr. Radietya Alvarabie,ST (FK UNSOED, Purwokerto)
7. dr. Nesta Enggra (FK UNPAD, Bandung)
8. Yasjudan Rastrama, S. Ked (FK UNS, Solo)

Latar Belakang terbentuk FULDFK pada awalnya :


1. Posisi mahasiswa kedokteran yang strategis dalam medan dakwah
2. Kompleksnya permasalahan dakwah di Fakultas Kedokteran
3. Berbagai persamaan baik dalam metode dakwah maupun permasalahan yang ada antar
LDFK
4. Tantangan dan hambatan, berbagai permasalahan nasional dan internasional yang berkaitan
dengan kesehatan dan profesi kedokteran yang harus disikapi bersama.
5. Kurangnya kerjasama antar LDFK

Hasil dari Pertemuan ke 8 LDFK tersebut berhasil menyepakati Visi dan Misi, yakni:
Visi : Menjalin Ukhuwah, mengembangkan dakwah, mewujudkan Indonesia Islami
Misi :
1. Menjadi sarana memperkuat ukhuwah Lembaga Dakwah FK dan berbagi pengalaman
khususnya dalam dakwah pada jalur kesehatan
2. Mewujudkan fungsi pelayanan kesehatan terhadap umat
3. Mengembangkan kultur profesional dan wadah sosialisasi kedokteran Islam
4. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang ada baik lembaga medis maupun non
medis dalam skala nasional dna internasional
5. Terlibat aktif merespon dan membentuk opini umat yang berkaitan dengan masalah
kesehatan

Struktur Organisasi
FULDFK memiliki struktur organisasi berdasarkan anatomis dan fungsional. Pembagian
anatomis berdasarkan pembagian wilayah serta pusat dan Dewan Penasehat. Adapun,
pembagian fungsional berdasarkan fungsi-fungsi yang dikembangkan di FULDFK saat ini,
seperti Informasi dan Teknologi (IT), fungsi Kehumasan, Pemberdayaan LDFK (pada
Kepengurusan dr. Radietya Alvarabie berganti nama dan bertambah fungsi menjadi Dept.
P&K (Pengembangan LDFK dan Kaderisasi), Finansial, KKIA, Keputrian (pada awalnya
digabungkan dengan Pembedayaan LDFK, pada kepengurusan dr. Radietya Alvarabie di
launching menjadi Departemen Kemuslimahan) dan sebagainya yang diaplikasikan dalam
bentuk departemen pusat dan wilayah.
Kepengurusan di pusat disebut dengan Dewan Eksekutif Pusat (DEP), sedangkan untuk
wilayah disebut Dewan Eksekutif Wilayah (DEW). Adapula Dewan Penasehat Organisasi
(DPO). DEP dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Nasional sedangkan DEW dipilih dan
ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah. DEP terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Bendaharan Umum, Ketua-Ketua Departemen Pusat, dan Ketua Wilayah. DEW terdiri dari
Ketua Wilayah, Sekretaris Wilayah, Bendahara Wilayah, dan Ketua-Ketua Departemen
Wilayah .
Struktur wilayah
Wilayah FULDFK dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Wilayah 1 : Sumatera
2. Wilayah 2 : Kalimantan, Sulawesi
3. Wilayah 3 : Banten, Jakarta, Jawa Barat
4. Wilayah 4 : Jawa Tengah dan Yogyakarta
5. Wilayah 5 : Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur
Catatan : Papua dan Maluku berada dibawah tanggung jawab DEP saat itu, namun di
Kepengurusan dr. Radietya Alvarabie, Maluku dan Papua mulai di masukkan di DEW 5 di
bawah kepemimpinan dr. Gamal Albinsaid (Ketua DEW 5).
Tujuan : Memberikan pelayanan kepada ummat dalam bidang sosial kesehatan dan
mensosialisasikan FULDFK

Saat ini, FULDFK memiliki visi: Memperjuangkan Islam demi kemashlatan umat yang
berbasis kompetensi. Untuk mencapai visi tersebut FULDFK mempunyai 7 misi yakni:
1. Memperkuat ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran se-Indonesia.
2. Mendorong Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran di Indonesia untuk lebih profesional
dan mapan.
3. Mempersiapkan mahasiswa muslim fakultas kedokteran menuju dakwah profesi.
4. Advokasi terhadap kepentingan dakwah dalam bidang kesehatan.
5. Berperan aktif merespon dan membentuk opini masyarakat yang berkaitan dengan masalah
kesehatan.
6. Mensosialisasikan Kedokteran Islam kepada masyarakat.
7. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang ada baik medis maupun non medis
dalam skala nasional maupun internasional.
Ada 5 peran strategis keberadaan FULDFK, yaitu:
1. Sebagai Wadah Silaturahim,
2. Kontemplasi Ide,
3. Kesatuan Arah Gerak
4. Saling Menyehatkan Tiap-tiap LDFK
5. Memasifkan Dakwah Profesi Kedokteran
Posisi FULDFK- LDFK- dan Mahasiswa Muslim FK
Tujuan Berdirinya FULDFK
Saat ini di Indonesia terdapat 73 Fakultas Kedokteran, dan dengan hampir 50 diantaranya
Alhamdulillah sudah memiliki LDFK yang mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
menjadikan Agama Allah sebagai ruh utama di ranah dakwah profesi kedokteran. Sehingga
diharapkan kelak setiap lulusan Fakultas Kedokteran menggenggam dengan teguh akidahnya
dalam bidang keprofesian yang ia tekuni. Kondisi setiap LDFK di Indonesia tidaklah sama,
ada yang sudah sangat mapan ada juga yang baru berdiri bahkan ada yang masih berjuang
untuk mendirikan LDFK. Maka disinilah peran strategis FULDFK dalam menyehatkan
LDFK-LDFK yang ada. LDFK yang sudah mapan bisa berbagi kiat-kiatnya pada LDFK yang
baru terbentuk, bahkan LDFK yang mapan sampai menjalankan program visitasi dan
memasukkan upaya penyehatan LDFK yang belum mapan, kedalam program kerja yang
harus mereka capai. Dalam proses ini FULDFK terutama Departemen P&K (Pengembangan
LDFK dan Kaderisasi) sebagai penanggungjawabnya, dan progresnya terus dilaporkan dalam
setiap pertemuan FULDFK juga tentunya kepada Ketua Umum, sehingga kontinuitasnya
dapat terjaga.
Silaturahim antar keluarga besar FULDFK dapat melalui perjumpaan langsung berbagai
macam kegiatan FULDFK baik dalam tingkat Wilayah ataupun Nasional. Hampir dalam
setiap tender nasional ataupun wilayah selalu ada waktu untuk sharing LDFK. Hal ini
bermanfaat guna memperkuat kelindan ukhuwah dan saling berkontemplasi untuk problem
solving antar LDFK serta menumbuh-suburkan inisiatif-inisiatif segar untuk program kerja
dan strategi yang lebih masif. Sedangkan di dunia maya ada Net Meeting berupa Forum
Masul, Forum Kadep Kaderisasi, Forum Syiar, Net Meeting pengurus Dewan Eksekutif
Pusat (DEP), Dewan Eksekutif Wilayah (DEW), dan Dewan Penasehat Organisasi (DPO).
Hal ini dilakukan FULDFK untuk memfasilitiasi Pengurus FULDFK dan LDFK agar bisa
berbagi manfaat dan agar bisa saling memahami kondisi di luar LDFK-nya,
mengkontemplasikan ide, karena sudah menjadi keharusan setiap muslim itu bersatu,
berpegang teguh pada tali agama Allah dan menjadi nikmat yang tak ternilai harganya bahwa
setiap muslim itu bersaudara. Terikat dalam satu akidah, visi, dan ranah keprofesian yang
sama. Silaturahim inilah obat utama bagi segala permasalahan yang ada. Agar bisa saling
menumpu dan beramal jamai.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kamu karena nikmat
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)

Manfaat FULDFK bagi LDFK se Indonesia


Urgensi FULDFK berikutnya adalah sebagai wadah penyehatan dan standarisasi LDFK.
Dikarenakan banyaknya fakultas kedokteran yang baru terbentuk dan maka perlu
diperjuangkan adanya LDFK yang baru. Tentu sudah menjadi tugas FULDFK untuk
membantu dari proses pelahiran sampai pemapanannya. Selain itu ternyata bukan hanya
LDFK yang baru yang masih belum mapan, LDFK yang sudah lama berdiripun ternyata
masih banyak yang perlu terus digenjot untuk tetap masif bergerak.
LDFK sebagai sebuah lembaga dan organisasi haruslah mapan. Tidak hanya sekedar
memiliki struktur dan program kerja. LDFK haruslah mempunyai arah gerak dan standar
kerja yang hanif. Sebab LDFK mapan akan memungkinkan kegiatan kaderisasi, pembinaan,
syiar, finansial mandiri, administrasi dan kesemuanya berlangsung dengan baik, yang berarti
dakwah islam di Fakultas Kedokteran akan lebih efektif dan lebih efisien. Sehingga lebih
banyak mahasiswa maupun lingkungan kampus yang terpapar dengan dakwah islam dengan
kualitas penyampaian dan muatan materi yang lebih baik. Melalui hal ini amat diharapkan
terlahir lulusan fakultas kedokteran yang menyadari kemuliaan agamanya dan mengembanya
sebagai ruh dalam menjalankan profesinya.
Selain itu, masyarakat kampus selain mahasiswa, baik Dosen dan Karyawan, bahkan jajaran
Dekan danRektorat, juga merupakan objek dakwah kita, sebab merekalah para pendidik
calon-calon dokter yang juga pemegang kebijakan kampus. Jalinan hubungan yang baik
dengan mereka, sudah merupakan bentuk dakwah, berikutnya libatkanlah mereka dalam
setiap kegiatan LDFK, paparkan program kerja kita, jadilah organisasi yang transparan dan
akuntabel, serta profesional. Dukungan mereka amat besar dampaknya bagi sehatnya sebuah
LDFK. Hubungan baik ini juga menjadi warisan bagi penerus-penerus kita, juga agar
kebijakan kampus dan pola perkuliahan tidak berbenturan dengan nilai dan syariat Islam. Ini
adalah cita-cita besar dan amat mulia yang tentu diperlukan keseriusan dan usaha yang besar
dari setiap LDFK di Indonesia untuk mewujudkannya. InsyaAllah hal ini bisa terwujud
dengan baiknya koordinasi FULDFK-LDFK. Profesionalisme dalam dakwah ini sesuai
dengan firman Allah SWT

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali-Imran :104)

FULDFK sebagai sebuah wadah bagi LDFK-LDFK di Indonesia, juga amat berperan
meningkatkan Bargain atau nilai tawar. Nilai tawar di sini maksudnya adalah jika ada suatu
isu yang perlu ditanggapi terkait kebijakan publik dan isu yang muncul di masyarakat, maka
FULDFK sebagai persatuan seluruh LDFK di Indonesia, memiliki bargain yang lebih kuat
dalam memberi tanggapan maupun tuntutan, dibandingkan hanya 1 LDFK saja yang memberi
tanggapan atau pernyataan atas suatu isu. Contoh isue yang pernah masuk dalam kajian
FULDFK adalah pelarangan jilbab di OK, pelarangan foto ijazah dengan menggunakan
jilbab, advokasi pendirian LDFK, isu tentang tembakau, dan masih banyak lagi. Persatuan
LDFK dengan wadah LDFK itu menjadi suatu hal yang sangat penting sebagai bargain kita di
tingkat nasional. Semoga kita termasuk orang-orang dengan perkataan yang terbaik,
sebagaiamana difirmankan oleh Allah SWT :

Sejarah terbentuknya FULDFK salah satunya dilatarbelakangi oleh sistem pendidikan


kedokteran yang sayangnya sebagianya berseberangan dengan nilai-nilai Islam. Contohnya;
dilarangnya penggunaan jilbab di ruang operasi (OK: Operatie Kamer). Selain itu juga
masifnya gerakan dakwah dari umat beragama lain dan kesibukan dunia kedokteran yang
menjadikan orang-orang yang bergelut di dalamnya menjadi teralienasi dari nilai Islam, yang
seharusnya menjadi nilai tertinggi dan ruh utama dalam segala aktifitas profesi mereka.
Berangkat dari kepedulian inilah FULDFK berdiri.
Kita sadari betul bahwa keberadaan LDFK amat penting. Tentu saja masing-masing LDFK
sudah memiliki strateginya sendiri-sendiri berdasarkan lingkungan kampus yang jadi medan
dakwah mereka. FULDFK hadir untuk proyek visi yang lebih luas dari itu. FULDFK
memiliki jargon: Berukhuwah Menjawab Tantangan. Dari sini FULDFK mengajak seluruh
LDFK di Indonesia untuk bergabung dalam satu barisan dakwah profesi kedokteran, untuk
meng-counter segala tantangan dan isu yang muncul yang berseberangan dengan nilai
keislaman terutama dalam lingkup dunia profesi kedokteran.
Permasalahan Tembakau, Jilbab, Rokok Herbal, KB (Keluarga Berencana), Kebijakan terkait
penanganan HIV, ATM kondom, tidak bisa kita diamkan begitu saja, atau kita serahkan
sepenuhnya ke masing-masing LDFK untuk menyuarakan di kampus masing-masing. Kita
perlu suatu Forum Bersama. Agar arah gerak kita seiring, agar masyarakat tercerahkan, dan
agar seluruh LDFK aware dan bersepadu dalam satu komitmen, juga agar bargaining position
kita kuat dan menggema di ranah nasional. Konkritnya, FULDFK pernah menjalin kerja sama
dengan ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) saat hari Anti Tembakau
Nasional, saat itu KKIA (Kajian Kedokteran Islam dan Advokasi) dibagi menjadi 2 divisi:
KKI dan Kajian Strategis dan Advokasi. Divisi Advokasi yang diketuai dr. Sitti Fatmah
Rumalean, berandil besar dalam proyek ini. Alhamdulillah kita bisa memberikan pernyataan
sikap kita di level nasional terkait kebijakan tembakau. FULDFK sebagai sebuah Lembaga
bertaraf Nasional yang mempunyai ruh dakwah profesi kedokteran, harus sadar
mengedepankan betul bahwa pernyataan sikap yang kita berikan dan program-program kerja
yang kita usung, bersih dari kepentingan politik manapun, dan murni berangkat dari
pandangan dan pertimbangan seorang dokter muslim, yang muda, taqwa, dan cendekia. Insya
Allah.

Hari ini atas keberkahan dari Allah, terutama sejak Kepengurusan dr. Lettu. Abdul Ghafur,
FULDFK menjalin kerja sama dengan FIMA (Federation of Islamic Medical Association)
dan WAMY (World Assembly of Moslem Youth) serta melibatkan IIMA (Indonesia Islamic
Medical Association) yang saat itu Prof. dr. Salamun Sastra, Sp. M menjabat sebagai
Sekjendnya. Konkritnya kala itu Kepengurusan FULDFK beserta IIMA menyelenggarakan
FIMA Camp di Bogor, Indonesia, program ini diketuai oleh dr. Ali Reza. Alhamdulillah
jalinan silaturahim dengan FIMA terus terjalin, baik di kepengurusan dr. Ali Reza (selaku
Ketua Umum berikutnya), dr. M. Anang Eko Fachruddin, dr. Radietya Alvarabie, dr. Nesta
Enggra, sampai sekarang. Saat ini FULDFK adalah student chapter resmi dari IIMA. Inilah
gerbang kesempatan FULDFK menjalin kerja sama dan silaturahim dengan saudara-saudara
kita dokter muslim dari segenap penjuru dunia. Saling berkontemplasi, menguatkan, dan
menyadarkan bahwa perjuangan dakwah Islam pada profesi kedokteran ini juga sedang
terjadi di belahan dunia lain.
Selain dengan FIMA, FULDFK juga menjalin kerja sama dengan BSMI (Bulan Sabit Merah
Indonesia) yang saat itu diketuai oleh dr. Basuki Supartono, Sp. OT, MER-C (Medical
Emergency Rescue Committee) saat itu sebagai Ketua Presidiumnya adalah dr. Jose Rizal
Jurnalis, Sp. OT. FULDFK juga berandil besar dalam pembentukan dan pembangunan
Rumah Sakit Pusat Kanker Indonesia- Malaysia, melalui koordinasi dengan Ustadz. Salim A.
Fillah, dr. Radietya Alvarabie, dan Yasjudan Rastrama, S.Ked. FULDFK juga menjajaki
kerjasama dengan saudara-saudara kita dari TNI dengan menyusun buku tentang
Penanganan HIV dari sudut pandang Islam sebagai pengokoh Pertahanan Negara, bersama
dr. Kol. Flora Eka Sari, Sp. P, dan dr. Radietya Alvarabie.

Sistem Kaderisasi FULDFK


Sebagai sebuah organisasi FULDFK tentunya memiliki sistem kaderisasi. Kaderisasi di sini
berlaku baik bagi pengurus di tingkat wilayah, maupun di tingkat pusat (nasional). Selain itu
kaderisasi di sini juga membahas tentang upaya pembentukkan dan pengembangan setiap
LDFK di Indonesia. Di kepengurusan dr. M. Anang Eko Fachruddin di-launching lah sebuah
pilot project yakni MMLC (Moslem Managerial and Leadership Camp), sebagai upaya
kaderisasi dan pelatihan kepemimpinan bagi pengurus FULDFK yang di laksanakan di FK
UNJANI, Cimahi.
Bersamaan dengan MMLC perdana inilah dilaksanakan Pra MUNAS FULDFK di FK
UNJANI. Dalam Pra MUNAS ini di bahas dan dirumuskan beberapa keputusan yang akan
diajukan pada MUNAS FULDFK tahun 2010 di UNMUL, Samarinda. Poin-poin utamanya
di antaranya:
1. FULDFK harus memiliki sarana pelatihan bagi pengurusnya dalam upaya pemasifan
kaderisasi. Konkritnya melalui MMLC
2. FULDFK harus memiliki Badan Hukum, dalam rangka bargaining position FULDFK di
ranah nasional
3. Rentang kepengurusan FULDFK yang awalnya Februari ke Februari akan disesuaikan
dengan Kalender Pemerintah, yakni November ke November
4. Melakukan Upaya Pendataan dan Pembentukkan Forum Alumni
5. Membentuk standar tata kerja seluruh Tender dan Program Kerja Nasional
Atas dasar 5 hal inilah, kepengurusan FULDFK berikutnya, yakni di masa Kepemimpinan dr.
Radietya Alvarabie, menjabat selama 1 tahun 9 bulan, terkait beberapa targetan FULDFK
yang ingin dicapai. Beberapa perbedaan besar yang akan berpengaruh terhadap langkah
FULDFK ke depan, di antaranya:
1. Kalender kerja FULDFK berubah menjadi November ke November
2. Terbentuknya FULDFK yang berbadan hukum
3. Tersusunnya Standar Tata Kerja bagi setiap Tender dan Program Kerja Nasional
4. MMLC terdiri dari 2 tahapan, MMLC Wilayah yang dilaksanakan di DEW untuk membina
para calon pengurus DEW dan MMLC Nasional, guna menempa bakal calon pengurus DEP
5. Lahirnya Departemen Kemuslimahan, terlepas dari DPL (Departemen Pemberdayaan
LDFK)
6. DPL berubah menjadi Departemen P&K (Pemberdayaan LDFK dan Kaderisasi). Jadi
Kaderisasi yang dimaksud di sini adalah perorangan (tingkat wilayah dan nasional) serta
lembaga, yakni LDFK dalam bentuk pemberdayaan (baik pendirian maupun pengembangan)
7. Departemen KKIA (Kajian Kedokteran Islam dan Advokasi) memiliki 2 Divisi, yakni
Divisi KKI dan Divisi Kajstrad (Kajian Strategis dan Advokasi)
8. Departemen HUMAS FULDFK menjadi 2 Divisi, yakni: Eksterna dan Interna, pada Divisi
Eksterna, di kepengurusan ini di susun Prosedur Tetap (Protap) tanggap bencana yang di
bawahi Divisi Eksterna HUMAS FULDFK.
9. Di susunnya materi Kemuslimahan Nasional dan dituangkan dalam 1 Program Kerja
Nasional baru yakni Semusnas (Seminar Kemuslimahan Nasional)
10. Memulainya penyusunan draft Forum Alumni serta RMDFK (Risalah Manajemen
Dakwah FK Nasional) sebagai panduan dakwah profesi kedokteran di tingkat LDFK,
Wilayah, dan Nasional.

Cascade Kaderisasi Pengurus FULDFK

Kekhususan Dakwah Kampus Kedokteran


Kekhasan dakwah kampus kedokteran terletak dari variasinya yang sangat beragam, yang
satu-padu membentuk konsep keislaman yang utuh. Dakwah di kampus kedokteran bisa
mengangkat berbagai aspek dalam mendalami suatu dimensi keislaman. Dimensi-dimensi itu
diantaranya :
1. Aqidah: Meningkatkan pemahaman tauhid dan keimanan melalui ilmu kedokteran
a. Mengemukakan berbagai isyarat kedokteran dan kesehatan dalam Al-quran/ Hadits
b. Mengungkap hikmah setiap ibadah, serta perintah dan larangan Allah dari segi medis
c. Mencari ibrah dari peristiwa di bidang medis yang terjadi dalam keseharian
2. Akhlaq: Menyempurnakan etika, sikap, dan perilaku dokter muslim
a. Menjadi shalih secara pribadi dan social
b. Menerapkan etika kedokteran islami
c. Memiliki etos kerja dokter muslim
3. Fiqh: Aplikasi syariah dalam praktik kedokteran
a. Mengkaji penerapan syariat islam dalam dunia kedokteran]
b. Melakukan pengkajian hukum islam yang masih kontroversi dalam bidang kedokteran
kontemporer
4. Shirah: Refleksi sejarah perkembangan kedokteran islam
a. Mengkaji praktek kedokteran pada masa nabi&sahabat
b. Membahas profil para dokter muslim pada masa kejayaan islam untuk menumbuhkan
motivasi
c. Mencari solusi peningkatan mutu berkesinambungan dunia kedokteran dengan bercermin
pada shirah
5. Kafaah: Meningkatkan kualitas kompetensi dokter muslim
a. Meningkatkan kompetensi non-medis (komunikator, pemimpin masyarakat, manajer,
pembuat keputusan, pengayom, berjiwa peneliti)
b. Meningkatkan penguasan kompetensi dalam hal keilmuan&tindakan di bidang medis
c. Menyuplai motivasi untuk berprestasi dalam bidang kedokteran/kesehatan

Pengembangan Dakwah Berbasis Kedokteran


Dalam perjalanannya, masing-masing dimensi ini pun dapat terus dikembangkan baik itu
melalui kajian ilmiah, studi literatur, maupun penelitian. Desain penelitian yang dipilih pun
berdasarkan paradigma dan jenis dimensi apa yang sedang dikembangkan. Dalam buku
Research Design sebagai Worldview terdapat beberapa paradigma yang melandasi cara
berpikir dari seorang individu. Paradigma ini biasanya akan menentukan kecenderungan
topik, dimensi, dan masalah apa yang akan diteliti, dan desain penelitian seperti apa yang
akan dipilihnya. Tidak semua masalah penelitian menarik bagi setiap orang. Dan paradigma
adalah faktor yang akhirnya seringkali memberikan influence dan guidance dalam penentuan
hal ini. Dalam Research Design, Cresswell membahas 4 paradigma utama yang biasanya
digunakan dan dimiliki oleh berbagai peneliti, yaitu post positivis, naturalis-konstruktivis,
advokasi-partisipatori, dan pragmatis.
Paradigma post positivis seringkali dikenal sebagai dasar dari munculnya metodologi ilmiah.
Peneliti yang menggunakan paradigma ini cenderung untuk memandang ilmu pengetahuan
sebagai hal yang eksak dan harus dapat diukur (bersifat kuantitatif). Tujuan utama dari
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan paradigma ini adalah pembuktian teori atau
hipotesis, yang biasanya hampir selalu menggunakan statistik sebagai senjata utama. Berbeda
halnya dengan paradigma kedua, yakni naturalis/konstruktivis, yang memandang dunia dan
ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang apa adanya. Para peneliti konstruktivis selalu
berusaha menangkap makna dari setiap peristiwa yang terjadi, dan tidak bergantung pada
frekuensi munculnya masalah tersebut. Oleh karena itu, desain penelitian yang biasanya
dilakukan oleh para peneliti konstruktivis adalah kualitatif.
Paradigma yang ketiga dan keempat, biasanya memiliki kesamaan dalam hal desain
penelitian yang dipilih, yakni mixed method, metode gabungan antara kualitatif dan
kuantitatif. Desain ini dipilih karena masalah yang menarik bagi mereka hanya dapat
diselesaikan melalui penelitian yang lebih mendalam tentang masalah tersebut. Data kualitatif
tidak cukup kuat, dan data kuantitatif terlalu kering. Para peneliti partisipatori menginginkan
keterlibatan banyak orang dalam menyelesaikan masalah , sekaligus berupaya melakukan
advokasi dengan menggunakan hasil penelitiannya. Sedangkan peneliti pragmatis memiliki
mindset bahwa kondisi saat ini dibentuk dari tindakan-tindakan yang dilakukan masa lalu,
bukan sekedar teori. Oleh karena itu, setiap aktivitas ilmiah, termasuk penelitian, harus
diarahkan untuk mencari solusi dan menghasilkan rekomendasi tindakan konkret yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Dalam upaya pengembangan dan revitalisasi kedokteran islami juga memerlukan kolaborasi
yang seimbang antara para penganut dari keempat paradigma yang ada. Paradigma ini dapat
berfungsi untuk mengembangkan kelima dimensi yang telah disebutkan sebelumnya yaitu
akidah, akhlak, fiqih, shirah, dan kafaah. Pengembangan kelima aspek tersebut dapat digarap
menggunakan paradigma yang berbeda-beda, yang sesuai dengan karakteristiknya masing-
masing.
Perkara-perkara aqidah dan sebagian kafaah dapat digali oleh peneliti yang memiliki
paradigma post positivis. Kita membutuhkan banyak penelitian kuantitatif untuk
memverifikasi hipotesis yang bertebaran di hadits dan quran mengenai metode dan praktek
pengobatan yang direkomendasikan dalam islam. Meskipun istilah hipotesis sebetulnya
kurang tepat, karena yang tercantum dalam quran dan hadits sejatinya sudah pasti benarnya.
Apalagi quran, kebenarannya absolut. Jadi, mungkin istilah yang lebih tepat adalah bukan
membuktikan hipotesis, tapi lebih kepada melakukan upaya justifikasi duniawi terhadap
statement dari Allah dan Rasul.
Kedua, masalah shirah. Kita membutuhkan peneliti yang memiliki paradigma naturalis-
konstruktivis untuk dapat melakukan penelitian kualitatif yang mengekplorasi dan menggali
pemahaman mengenai bagaimana praktek-praktek kedokteran di masa kejayaan islam dulu,
agar dapat kita terapkan ulang di masa sekarang. Studi dokumen, strategi penelitian etnografi,
indepth interview dengan berbagai narasumber perlu dilakukan untuk membentuk konstruksi
yang utuh mengenai gambaran para dokter muslim jagoan di masa keemasan kedokteran
islam. Jika prinsip-prinsip utamanya masih relevan, maka tentu sangat salah jika kita tidak
meneladani dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut pada masa kini.
Ketiga, perkara akhlak juga merupakan perkara yang butuh pengembangan melalui peneliti
yang memiliki paradigma yang berbeda lagi. Peneliti bermindset partisipatoris dibutuhkan
untuk konteks ini, karena yang dikaji adalah soal perilaku. Untuk mengembangkan kajian
mengenai akhlak dalam kedokteran Islam, peneliti berparadigma partisipatoris akan
mengembangkan berbagai penelitian dengan desain mixed method. Hasil dari penelitian ini
harus mampu menggali secara mendalam akhlak seperti apa yang baik untuk diterapkan
dalam praktik kedokteran islam, sekaligus mendedahkan bukti-bukti bahwa implementasi
akhlak yang demikian akan memberikan manfaat. Pola seperti ini sangat penting untuk
melakukan advokasi dan promosi sosial kepada para stakeholder praktik Kedokteran Islam.
Bukan hanya dokter, akhlak atau perilaku para petugas medis, perawat, manajemen Rumah
Sakit, bahkan pasien sekalipun perlu dimodifikasi agar praktik kedokteran yang benar-benar
100% sesuai syariah dapat berjalan.
Terakhir, masalah fiqih dan sebagian perkara kafaah membutuhkan intervensi dari para
peneliti berparadigma pragmatis. Para peneliti ini berorientasi kepada tindakan, solusi,
langkah konkret untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Perdebatan dalam standar
kompetensi praktisi kedokteran islam serta halal-haram suatu praktik kedokteran perlu
diselesaikan secara to the point, melalui penelitian mixed method dengan berbagai strategi
yang ada. Strategi transformatif dengan penggunaan theoretical lens yang sesuai bisa menjadi
pilihan, karena kerangka ushul fiqih tetap harus digunakan. Atau ketika kita menyikapi
perbedaan yang ada, strategi ala triangulasi konkuren harus digunakan untuk melakukan
kroscek antara berbagai sumber yang ada, mulai dari para ahli fiqih hingga dokumen-
dokumen yang relevan (hadits, asbabul wurud, quran, dan lain sebagainya) sehingga
didapatkan hukum mana yang lebih kuat dan lebih sesuai untuk diterapkan.

Demikian, semoga bermanfaat


Al haqqu bi Rabbi wa laa takunanna minal mumtarin
Depok, Rabu 26 Agustus 2015
Dr. Radietya Alvarabie, ST

Anda mungkin juga menyukai