Anda di halaman 1dari 5

ASPEK HUKUM TES DNA (KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA)

1. Pasal 6
“Setiap dokter senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya serta hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.”

Yang dimaksud dengan mengumumkan ialah menyebarluaskan atau


memberitahukan baik secara lisan, tulisan, maupun melalui cara lainnya kepada orang
lain atau khalayak umum (KBBI). Dalam hal ini, seorang dokter harus memiliki sikap
profesional dalam mengumumkan dan atau menyebarluaskan suatu hasil pemeriksaan
maupun penemuan laboratorium, terutama informasi yang dapat menimbulkan
keresahan di masyarakat (beneficence).
Dalam kasus ini, database profil DNA sangat bermanfaat untuk menunjang
identifikasi forensik. Namun di Indonesia sendiri database profil DNA belum
digunakan secara optimal karena basis data nya belum terlalu lengkap sehingga sulit
untuk membantu mengungkap kejahatan. Seorang dokter harus berhati-hati dalam
mengumumkan hasil tes DNA dari spesimen atau barang bukti yang diambil dari
tempat kejadian perkara kasus kriminal seperti pemerkosaan, kekerasan, atau
pembunuhan. Apabila seorang dokter tidak mampu memberi informasi tersebut dalam
situasi dan kondisi yang tepat, hal itu dapat menimbulkan keresahan di kalangan
masyarakat serta dapat menyebabkan dampak negatif lainnya yang mungkin tak
terduga.
Contohnya pada kasus pemerkosaan dan percobaan pembunuhan, hasil tes
tersebut mungkin dapat mengungkap kebenaran. Namun informasi tersebut dapat
menyebar dengan cepat sehingga dapat membuat masyarakat merasa resah apabila
tersangka kejahatan belum tertangkap. Tersangka kejahata pun dapat dengan mudah
memersiapkan rencana untuk melarikan diri ke tempat yang lebih aman dan sulit
ditemui. Di sisi lain, hal tersebut mengakibatkan pengaruh buruk pula pada pihak
korban karena menjadi perbincangan masyarakat sekitar sehingga dapat memperparah
keadaan psikis korban yang mengalami trauma. Selain itu, alasan seorang dokter harus
berhati-hati dalam memberi informasi mengenai hasil pemeriksaan adalah karena hal
itu menyangkut privasi pasien. Saat melakukan informed consent sebelum melakukan
suatu pemeriksaan, dokter telah berjanji untuk menjaga privasi dan merahasiakan
informasi yang akan ia peroleh dari hasil pemeriksaan yang akan dilakukannya
(autonomy).

2. Pasal 7
“Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.”

Pihak kepolisian dan kejaksaan sering kali berurusan atau bermitra dengan
dokter dalam menyelesaikan kewajiban profesinya. Salah satu contohnya adalah
meminta visum et repertum (pro justicia) kepada seorang dokter untuk mengungkap
kejahatan ataupun menuntaska perkara seperti penganiayaan dan pembunuhan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Visum et repertum adalah
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia
(Wikipedia). Visum diusahakan dibuat sedemikian teliti dan mudah dipahami, serta
berdasarkan apa yang dilihat dan ditemukan selama proses pemeriksaan agar tidak
terjadi kesalahpahaman atau mispresentasi dari berbagai pihak. Selain itu, visum et
repertum harus bersifat objektif dan netral, yakni dibuat dengan jujur tanpa pengaruh
dari pihak yang berkepentingan dalam kasus perkara itu (justice).
Tak jarang dokter di negeri ini yang melanggar kode etik kedokteran indonesia
dengan mengubah surat keterangan hasil tes DNA, laboratorium, maupun pemeriksaan
laiinya sehingga bertindak tidak objektif karena telah disuap dan dipengaruhi oleh
pihak-pihak terkait kasus kejahatan demi membebaskan mereka dari dakwaan
pembuktian suatu perkara. Hal ini merupakan suatu bentuk pelanggaran yaitu
memanipulasi material dan mengubah/menghilangkan data atau hasil penelitian
sehingga hasil penelitian tidak tercatat secara akurat (falsification). Tidak hanya dalam
tes DNA, pemalsuan data ini pun sering terjadi dalam pemeriksaan laboratorium
lainnya. P perkara ini pun sering kali dijumpai pada kasus perebutan tahta kekuasaan
serta pengakuan ahli waris keluarga.

3. Pasal 12
“Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.”

Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan isyarat yang senantiasa


dan wajib dipenuhi untuk menciptakan rasa saling percaya yang mutlak diperlukan
dalam hubungan antara dokter dan pasien. Struktur terkecil penyusun makhluk hidup
adalah sel yang mana setiap sel mengandung materi genetik yang disebut DNA atau
RNA. DNA dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan pada kromosom serta penyakit
bawaan atau keturunan. Hasil uji genetik dapat memberi dampak yang beragam bagi
anggota keluarga, pasangan suami istri maupun bagi keturunannya. Contoh: uji genetik
yang menunjukkan hasil berupa kelainan genetik yang sangat berat akan tetapi belum
ada terapi yang tersedia. Hasil tersebut tidak hanya akan mempengaruhi individu yang
bersangkutan saja, namun juga dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya, atau
bahkan timbul stigma negatif di masyarakat. Sehingga dalam hal ini dokter harus
bertanggung jawab dalam merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai
hasil tes pasien jika sekiranya dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien maupun
keluarganya.

4. Pasal 17
“Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.”

Di Indonesia, teknologi laboratorium medis juga dikenal sebagai analisis


kesehatan. Secara teori, teknologi laboratorium medis menekankan perhatian
menyeluruh pada laboratorium dan aspek analitis bahan yang berasal dari manusia dan
lingkungan. Umumnya, prosedur ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
seseorang, menentukan jenis penyakit yang diderita, hingga penyebab penyakit itu
sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi ikut andil dan memiliki peran besar
dalam meningkatkan layanan kesehatan warga dunia. Akselerasi penggunaan
Teknologi dalam dunia kesehatan semakin meningkat dan mudah dengan adanya
partisipasi Google Inc yang mulai menyediakan layanan Medical Record Service.
Tanpa adanya perkembangan dan penemuan teknologi baru di bidang kedokteran, tak
dapat dibayangkan bagaimana beragam penyakit yang semakin kompleks dan berbagai
masalah terkait kesehatan warga dunia dapat teratasi. Oleh karena itu, seorang dokter
harus senantiasa mengikuti oerkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi untuk
memaksimalkan pelayanan kesehatan pasien (non maleficence).
Salah satu bidang kedokteran yang telah memanfaatkan perkembangan
teknologi adalah kedokteran forensik. Identifikasi forensik dengan metode analisis
DNA telah menempati posisi penting dalam penyidikan kasus kriminal, meskipun
teknologi ini baru dikembangkan di pertengahan dekade 1980-an. Database profil DNA
sendiri mulai berkembang untuk menunjang penegakan hukum pada dekade 1990-an.
Meskipun sejak lama diketahui bahwa database tersebut sangat bermanfaat untuk
menunjang identifikasi forensik, namun database DNA ini tidak terlepas dari berbagai
isu etika. Namun, di Indonesia sendiri database tersebut belum berfungsi secara
maksimal karena informasi yang imilikinya belum lengkap.
Analisis forensik terus dikembangkan seiring dengan kemajuan sains dan
teknologi. Aplikasinya meluas, meliputi segala lini dan kasus untuk membantu
pembuktian dalam penyelidikan kasus hukum. Beberapa di antara kasus yang
memerlukan bukti forensik adalah membandingkan pola DNA anak dengan terduga
ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang dapat menunjukkan kepastian
adanya hubungan biologis antara anak dan orang tua. Selain itu, analisis DNA ini juga
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan gen terkait kromosom atau
pewarisan sifat.

REFERENSI

Repository USU 2006 “Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia”

Kamus Besar Bahasa Indonesia

https://id.wikipedia.org

https://ibs.co.id
Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015 “Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran” oleh
Julius Pelafu

Jurnal FMIPA UNY “Penerapan Teknologi DNA dalam Identifikasi Forensik” oleh Kartika
Ratna Pertiwi

“Isu Etik Dalam Penelitian di Bidang Kesehatan” diterbitkan oleh Asosiasi Ilmu Forensik
Indonesia bekerjasama dengan Universitas YARSI

Jurnal UNILA “Teknik Tes Dna Kasus Paternitas Dari Polda Metro Jaya Di Laboratorium Dna
Pusdokkes POLRI.” Oleh Elsa Virnarenata1, Elly Lestari Rustiati, Putut Tjahjo Widodo, dan
Ifan Wahyudi2 Priyambodo

Anda mungkin juga menyukai