Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan
tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebab tingginya kematian ibu
dan bayi adalah distosia bahu saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu
keadaan diperlukannya manuver obstetrik oleh karena dangan tarikan ke arah belakang
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan
presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara
pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi
distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala
(Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteri diagnosa yang digunakan.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam
untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah
dan episiotomi. American College of Obstetrician and Gynecologist: angka kejadian
distosia bahu bervariasi antara 0,6-1,4%.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama pasien : Ny. S


Usia : 33 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Alamat : Lk II Makarti Jaya, Rt. 05/03, Banyu Asin
MRS : 07 Juni 2016, pukul 08.45 WIB
No rekam medik : 956202

II. ANAMNESIS (Tanggal 07 Juni 2016, pkl. 09.30 WIB)

Keluhan Utama
Bahu tidak lahir dengan darah tinggi

Keluhan Tambahan
-

Riwayat Perjalanan Penyakit


6 jam SMRS, os melahirkan di dukun, kepala sudah lahir namun bahu tak lahir
dan anak sudah meninggal. Os lalu ke RS Muhammadiyah dan sudah di periksa oleh
dokter SpOG disarankan ke RSMH. Riwayat darah tinggi hamil ini (-), riwayat darah
tinggi sebelum hamil (-), riwayat darah tinggi tidak hamil (-), riwayat pandangan mata
kabur (-), riwayat sakit kepala hebat (-), riwayat nyeri ulu hati (-), riwayat muntah (-),

2
riwayat demam (-), riwayat keputihan (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat minum jamu
(-), riwayat menstruasi 3 kali ganti pembalut.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat Persalinan : 1. Tahun 1999, perempuan, berat 3000 g, lahir
dengan dukun, sehat, spontan
2. Tahun 2009, laki-laki, berat 3000 g, lahir
dengan dukun, sehat, spontan
3. Hamil ini

Status sosial ekonomi dan gizi : Sedang


Status pernikahan : 2 kali, pernikahan pertama dari tahun 2007-2009.
Pernikahan kedua dari tahun 2009-sekarang.
Status reproduksi : Menarche usia 13 tahun, siklus 30 hari, teratur,
lama 7 hari, jumlah darah haid 3 kali ganti
pembalut.
Status persalinan : Hamil ini

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 07 Juni 2016, pkl. 09.30 WIB)

Status generalis
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 160/110mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi pernapasan : 20 kali/ menit
Temperatur : 36,5 oC

3
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 78 kg
BMI : 31,3 (obesitas II)

Status lokalis
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher : JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-).
Toraks
Jantung : HR: 84 x/menit, murmur (-), gallop (-), ictus cordis
tidak terlihat, ictus cordis tidak teraba, batas jantung
normal.
Paru : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-), statis
dinamis paru kiri sama dengan paru kanan, stremfremitus
paru kiri sama dengan paru kanan, bunyi sonor pada
kedua paru.
Abdomen : Status obstetri.
Genitalia : Status obstetri.
Ekstremitas : Akral dingin (-), edema pretibia (-).

Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Leopold I : Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (40cm),
letak memanjang, tempat kepala bayi di depan vulva dengan livor
morfis.
Leopold II : Kiri : Teraba bagian-bagian kecil janin
Kanan: Teraba 1 bagian besar, keras seperti papan
Leopold III :-
Leopold IV :-
His: -
DJJ: -
TBJ: 5300 gram

4
Pemeriksaan dalam: -

Portio :
Konsistensi :-
Posisi :-
Pendataran :-
Pembukaan :-
Ketuban :-
Terbawah :-
Penurunan :-
Penunjuk :-

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 07 Juni 2016)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Haemoglobin 14,00 g/dl 11.40-15.00
RBC 5.45 106/mm3 4.00-5.70
Leukosit 4,80 103/ ul 4.73-10.89
Trombosit 286 103/uL 189-436
Hematokrit 40 % 35-45
Diff Count 0/0/84/11/5
Proteinuria +2

V. DIAGNOSIS
P3A0 post partum 6 jam (di luar) dengan distosia bahu + preeklampsia berat janin
tunggal mati presentasi kepala.

5
VI. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam.
Janin : Dubia ad malam.

VII. PENATALAKSANAAN
Non farmakolgi
Observasi tanda vital ibu, perdarahan, kontraksi
Teknik relaksasi.
Stabilisasi 1 jam.
IVFD RL gtt XX/menit.
Terpasang kateter menetap.
Cek laboratorium.
Farmakologi:
Metildopa 3 x 250 mg p.o
Inj. MgSO4 40% bokong kanan-bokong kiri 4 gr per 6 jam IM.
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Inj. Metronidazole 2 x 500 gr IV

Laporan Operasi:
Pukul 09.30 WIB indikasi dimulai
Penderita dalam posisi litotomi. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah
vulva dan sekitarnya. Dilakukan Mc Robert Manuver, yaitu litotomi maksimal. Asisten
melakukan massanti manuver dengan menekan suprasimfisis. Dilakukan rubin manuver
dengan menekan bahu anterior ke posterior. Dilakukan wood cocuscrew manuver
dengan melakukan rotasi bahu posterior ke anterior. Kepala dipegang secara biparietal
dan ditarik curam kebawah.
Pukul 09.45 WIB Lahir neonatus mati laki-laki, BB 5300 gram, PB 53 cm, dengan
rigor mortis, dilakukan menejemen aktif kala III.
Pukul 09.50 WIB Plasenta lahir lengkap, BP 720gram, PTP 51cm, ukuran 19x10cm.
Pukul 10.00 WIB tindakan selesai

6
Diagnosis pratindakan : P3A0 post partum 6 jam (di luar) dengan distosia bahu +
preeklampsia berat janin tunggal mati presentasi kepala.
Diagnosis pascatindakan : P3A0 post partum 6 jam (di luar) dengan distosia bahu +
preeklampsia berat janin tunggal mati presentasi kepala.

Instruksi pascabedah:
1. Pantau nadi/tensi/pernapasan/suhu
2. Observasi perdarahan
3. IVFD RL GTT xx/m
4. Cefriaxon 2x1 gr
5. Asam Mefenamat 3x500 mg p.o
6. Diet biasa

Follow up Pasien
Tanggal 07 Juni 2016
S/ Habis operasi melahirkan
O/ Ku : Tampak sakit sedang
Sens : Compos mentis
TD : 100/60mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36.5C
Status Obstetri
PL: FUT 3 jari dibawah umbilicus, kontraksi uterus baik, perdarahan aktif (-)
A/ P3A0 Mc Robert Manuver + Massanti Manuver + Rubin Manuver + wood
coccusscrew ec distorsia bahu (diluar) + PEB
P/
Observasi tanda vital ibu, perdarahan, kontraksi
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
mobilisasi
IVFD RL GTT xx/m

7
Kateter menetap
Inj. Dexamethason 2x10mg

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Distosia Bahu

Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul,
atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari
tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa
dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan
maneuver obstetric oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada
kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Sarwono Prawirohardjo,
2008). Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bias lewat masuk kedalam panggul,
atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari
tulang sacrum (tulang ekor) (Anik Maryunani, 2013).

B. Penyebab Distosia Bahu

Sebab-sebab distosia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar :


1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar.
a. Karena kelainan his :
1) Inersia Uteri Hipotonik
Inersia Uteri Hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang
lemah/tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak
keluar. Kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu
teregang misalnya akibat hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia, grande

9
multipara, primipara, serta penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat
terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten/aktif, dan kala pengeluaran.

Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu:


a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki
keadaan inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau II. Permulaan his baik, kemudian keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

b. Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena cicatrix baru


pada dinding perut, hernia, diastase musculus rectus abdominis atau karena
sesak nafas.

2. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang,
letak dahi, hydrochepalus atau monstrum.
3. Distosia karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor yang
mempersempit jalan lahir.
4. Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
- Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
- Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
- Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
- Serviks yang menetap.
- Kelainan fisik ibu, misalnya pinggang pendek.
- Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.

10
C. Diagnosis Distosia Bahu

Sebuah kriteria objektif dapat untuk menentukan adanya distosia bahu


yaitu interval waktu antara lain kepala dengan seluruh tubuh.
1. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala persalinan dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
2. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktum
tersebut lebih dari 60 detik. American College of Obstetrician and
Gynocologist menyatakan bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi
antara 0,6-1,4% dari persalinan normal.

Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:


1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
4. Tarikan pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap di
kranial simfisis pubis.

D. Patofisiologi Distosia Bahu

1. Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus pubis.
2. Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior)
berada dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.

11
E. Komplikasi Distosia Bahu

Komplikasi distosia bahu antara lain sebagai berikut:


1. Komplikasi pada ibu:
a) Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum.
b) Perdarahan tersebut biasanya disebabkan oleh atonia uteri, rupture
uteri, atau karena laserasi vagina dan serviks yang merupakan risiko
utama kematian ibu.
2. Komplikasi pada bayi:
a) Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang
signifikan.
b) Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering
dijumpai.
c) Selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan
kematian neonatal.

F. Faktor Resiko Distosia Bahu

1. Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabetes gestasional.
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi
dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari
kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4.000 gram.
3. Multiparitas.
4. Ibu dengan obesitas.
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu.
6. Riwayat obstetrik dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat
distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu pada 5 (12%) diantara 42 wanita.

12
G. Penatalaksanaan Distosia Bahu

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah


minta bantuan. Jangan melakukan penarikan atau dorongan sebelum memastikan
bahwa bahu posterior sudah masuk panggul. Bahu posterior yang belum
melewati PAP akan sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul
tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi Mc. Robert atau posisi
dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak dikenakan karena semakin
menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture uteri.
Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga
ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria
umbilikalis dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang
sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk
melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada
otak (Prawirohardjo, 2009).

1. Langkah pertama Manuver Mc. Robert


Maneuver Mcrobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi
Mc Robert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin ke dada dan rotasikan kedua kaki kearah luar
(aduksi). Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan
posisi Mc. Robert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk ke dalam panggul. Minta assisten menekan supra
pubic kearah posterior menggunakan pangkal tangan untuk menekan bahu
anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara lakukan tarikan pada
kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap. Lakukan hingga
melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan berlebihan karena akan
mencederai pleksus brachialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah

13
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan persentasi kepala.
Maneuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar
distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

2. Langkah kedua Manuver Rubin


Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit
daripada diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam
anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk
memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala
atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Kemudian dapat dilakukan
adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik
ke arah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga
pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posterior. Dalam posisi
Mc. Robert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah
ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau tranversa.
Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung
bayi menghadap ke arah depan (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena
kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah
dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi
menghadap ke arah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada
posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga
diameternya mengecil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke arah
posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.

3. Langkah ketiga melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau


maneuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong
yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu

14
posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa
dilakukan dengan menekan fossa cubiti). Pegang lengan bawah dan buatlah
gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu
posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi anterior masuk ke bawah
simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan
tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu
anterior. Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari
tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti
tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian
depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian,
bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah arkus
pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan
mudah dapat dilahirkan.

4. Langkah keempat dengan cara pematahan Klavikula, dilakukan dengan


menekan klavikula anterior kearah SP.

5. Langkah Kelima dengan cara Maneuver Zavanelli


a. Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui SC.
b. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai
dengan PPL yang sudah terjadi.
c. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong
kepala kedalam vagina.
6. Langkah keenam dengan cara Kleidotomi, dilakukan pada janin mati yaitu
dengan cara menggunting klavikula.

7. Langkah ketujuh dengan cara Simfisiotomi


Hernandez dan Wendell menyarankan untuk melakukan serangkaian
tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:

15
a. Minta bantuan asisten, ahli anestesi dan ahli anestesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubik bersamaan dengan traksi curam
bawah untuk melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian


tindakan diatas. Bila tidak, rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus
dikerjakan:
1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tidak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang disebutkan
diatas, namun tindakan dengan Maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama
adalah sangat beralasan, karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

16
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny.S usia 33 tahun P3A0 post partum 6 jam (di luar) dengan distosia bahu +
preeklampsia berat janin tunggal mati presentasi kepala dirujuk ke RSMH oleh
RSUD Muhammadiyah Palembang, 6 jam SMRS os melahirkan di dukun,
kepala sudah lahir namun bahu tak lahir dan anak sudah meninggal. Saat
menstruasi banyaknya 3x ganti pembalut, riwayat demam dan keputihan
sebelumnya disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3
jari di bawah prosesus xiphoideus (40cm), pada bagian kiri teraba bagian-bagian
kecil janin dan bagian kanan teraba 1 bagian besar keras seperti papan. Tempat
kepala bayi di depan vulva dengan livor morfis.
Pada kasus ini os di observasi tanda vital ibu, perdarahan, dan kontraksi, lalu
dipasang IVFD RL gtt XX/menit, diberikan metildopa 3 x 250 mg p.o, Inj.
MgSO4 40% bokong kanan-bokong kiri 4 gr per 6 jam IM, Inj. Ceftriaxone 2 x
1 gr IV, Inj. Metronidazole 2 x 500 gr IV. Pada kasus ini prognosis pada ibu
yaitu dubia ad bonam dan prognosis pada bayi adalah dubia ad malam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Lisnawati, Lilis. 2012. Asuhan Kebidanan terkini Kegawatdaruratan Maternal


dan Neonatal. Tasikmalaya: Trans Info Media.
Manuaba, Bagus Gede. 2005. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik, dkk. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neoatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

18

Anda mungkin juga menyukai