TINJAUAN PUSTAKA
10
kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi sternum
ke iga kelima pada garis aksillaris media.(10)
11
Pneumonia komunitas (PK) adalah infeksi akut pada parenkim paru pada
individu yang tidak dirawat di rumah sakit atau tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang sebelum timbulnya gejala. Pneumonia nosokomial (PN) adalah pneumonia
yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit baik di ruang rawat
umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. Pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah pneumonia yang terjadi
setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.
3.3. INSIDEN
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (community-acquired) atau di dalam
rumah sakit (hospital-acquired). Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi
dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. (1,2)
Insidensi pneumonia komuniti (community-acquired) di Amerika adalah 12
kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat
infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di
Amerika adalah 10 %. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik,
pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak ke enam di Amerika
Serikat. (2,7)
Sedangkan insidensi pneumonia nosokomial (hospital-acquired) adalah
pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi
nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka
kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial
terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih
tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka kematian
pada pneumonia nosokomial 20-50%. (5)
Secara gender, laki-laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak dan usia lanjut. Pada berbagai usia penyebabnya
cenderung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi. (1,7,4)
3.4. EPIDEMIOLOGI
Kejadian pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ICU lebih sering
daripada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ruangan umum, yaitu
12
dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik.(1)
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia) dan
seirng terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit
arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse, intubasi, traekostomi,
atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat
kediaman misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan antibiotik, obat suntik IV,
serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram
negative. Pasien-pasien pneumonia komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai
jenis patogen yang baru. (1,8)
3.5. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari
kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif. (1,2)
Tabel 1.1 Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat
(komunitas) dan nosokomial (rumah sakit)3
Lokasi Sumber Penyebab
Masyarakat (community-acquired) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Rumah sakit (hospital-acquired) Basil usus gram negative (misal,
Escherchia coli, Klebisiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus
13
3.6. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
- Inokulasi langsung
- Penyebaran melalui pembuluh darah
- Inhalasi bahan aerosol
- Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2)
Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
- Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
- Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
- Hematogenik
- Penyebaran langsung
Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih
keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang
terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling
sering adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu
dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi. (5,3,14)
14
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter.(1)
Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus,
penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi khusus. (6)
3.8. DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda.
Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi.
- Evaluasi faktor pasien/predisposisi, misal PPOK (Haemophilus
influenzae), penurunan imunitas (kuman gram negative), kejang/tidak
sadar (aspirasi gram negative)
- Bedakan lokasi infeksi, misal pneumoni komunitas (Stretococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae)
15
- Usia pasien, misal bayi (virus), muda (Mycoplasma pneumoniae), dewasa
(Streptococcus pneumoniae)
- Onset time, misal cepat akut dengan rusty coloured sputum (Streptococcus
pneumoniae), perlahan dengan batuk dahak sedikit (Mycoplasma
pneumoniae).(6)
b. Pemeriksaan Fisis
Berikut beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.
- Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Yersinia
pestis)
- Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae)
- Gejala yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus (Mycoplasma
pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae), coryza
(virus), red currentjelly seperti batu bata (Klebsiella pneumonia), sputum
berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi anaerob)
- Gejala intestinal, mual, muntah, diare, nyeri abdomen (Legionella
pneumoniae)
- Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan suara
napas bronchial kadang-kadang melemah.
- Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa
demam, sesak napas, tanda-tanda Konsulidasi paru (perkusi paru yang
peka, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada PK
primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau
pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumapi pada PK
sekunder ataupun PN. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru
seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada pasien PN
atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh
hipoksia.
- Warna, konsistensi, dan jumlah spuum penting untuk diperhatikan.
- Di dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi. (5,6,8,15)
16
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya
semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu
diagnosis. (16,18)
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat
adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris
pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara
tersebar maka disebut bronchopneumoniae. (16,19)
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara
lain: (16-19)
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
17
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+) (4,19,20)
e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+) (4,22)
I. PNEUMONIA LOBARIS
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :
18
konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah
bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).(19)
PNEUMONIA LOBARIS
20
PNEUMONIA LOBULARIS (BRONKOPNEUMONIA)
21
III. PNEUMONIA INTERSTISIAL
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari
virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan
kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga
terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi
cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia
fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan
interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan
neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.(17)
PNEUMONIA INTERSISIAL
22
Dikutip dari kepustakaan 4.
Gambaran radiologi x-ray :
- Bayangan ground-glass opak
yang bilateral simetris atau
pola reticulonodular
- Utamanya cenderung mengisi
daerah perihiler
- Namun dapat juga meluas ke
daerah ata dan bawah paru.(4,20)
Dikutip dari kepustakaan 25.
Gambaran radiologi CT-scan Thorax :
- Bayangan ground-glass opak
yang bilateral simetris
- Terkadang tidak rata dan
menyebar. (20)
23
PNEUMONIA ASPIRASI
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negative. (1,8)
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama
pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8)
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
atau lebih gejala di bawah ini (2) :
a. Batuk-batuk bertambah
24
b. Perubahan karakteristik dahak / purulen
c. Suhu tubuh > 38oC (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-
Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (5,15) :
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
o
- Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38 C , sekret purulen
dan leukositosis (5,15)
25
Pada pola bronkopneumonia, fokus konsolidasi peradangan distribusi dalam bercak-
bercak di satu atau beberapa lobus, terutama di lateral dan basal. Lesi yang sudah
tebentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak sedikit meninggi dan
berwarna merah abu-abu hingga kuning. (27)
26
ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA
27
ANTARA ATELEKTASIS DAN PENUMONIA
28
ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA
29
ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA
3.11. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2)
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
30
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 1.2. Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia Nosokomial atau
Pneumonia Berhubungan Dengan Ventilator yang Tidak Disertai Faktro Resiko
Untuk Patogen Resisten Jamak, Onset Dini pada Semua Tingkat Berat Sakit
Patogen Potensial Antibiotik yang Disarankan
Streptococcus pneumonia Seftriaxon, Levofloksasin,
Haemophilus influenza Moksifloksasin, atau
Bakteri gram (-) sensitif antibiotic : Ciprofloksasin
Escherichia coli (Klebsiella Ampisilin/sulbaktam atau
pneumonia, Enterobacter spp., Serratia Ertapenem
marcescens)
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering terjadi maka,
levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan. (1,2)
Terapi suportif dapat berupa :
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam.
3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat
dihindari produksi CO2 yang berlebihan. (1)
31
pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema.(1,15)
3.13 PENCEGAHAN
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan
usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial (hospital-
acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi
termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek
pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat
sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(1)
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal
804-806
4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik
(terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit
EGC. 2010; hal 28, 33-5
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit
EGC. 2007; hal 136-142
7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrisons Principles of Internal Medicine
17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008;
Chapter 251
8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory
Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease. United States of America: McGraw Hill Companies, Inc.
2001; Part 10
9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20, 23-4
10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto., Hartanto,
Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-7
11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness.
Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3
12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers
Company. 2002; page 15, 17
13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. Thieme
Medical Publishers. 2006; page 69,78
33
14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan,
Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4
15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and
Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology
16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101
17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi
Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai
Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1
18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7
19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial
Pneumonia, page 21-8
20. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part
Immunocompromised Host, page 161-2
21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest
Radiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1
22. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe. 2003: Part
Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign)
23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in Clinical
Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50
24. Tsue J., Betty, Lyu E, Peter. Chest Radiography. In: Atlas of the Oral and
Maxillofacial Surgery Clinics. USA. WBS. 2002; Part Viral and Bacterial
Pneumonia
25. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging.
NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4
26. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2011
27. Vinay, Kumar., Ramzi S, Cotran., Stanley, L, Robbins. TextBook of Pathology.
In: Hartanto, huriawati., Darmaniah, Nurwany., Wulandari, Nanda. Buku Ajar
Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007; hal 537-9, 540
34