ilmu. Menurut Haviland (1994;7) antropogi adalah studi tentang umat manusia yang berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan prilakunya, dan untuk
memperoleh pengertian yang lengkap mengenai keanekaragaman manusia. Dalam pengertian
studi yang mempelajari manusia, antropologi menurut Embaer (1985:2) dapat bersifat akurat
atau tidak akurat. Para ahli antropologi tertarik untuk mempelajari kapan, dimana, dan
bagaimana manusia pada mulanya muncul di bumi, selaian itu mereka juga mempelajari
beraneka ragam ciri-ciri fisik manusia. Para ahliantropolgi juga tertarik untuk mempelajari
bagaimana dan mengapa suatu masyarakat memilki pemikiran dan kebiasaan pada masa
lampau dan masa kini.
Banyaknya disiplin lain yang juga memiliki perhatian dengan permasalahan manusia,
tentu tidak akan merasa senang bila diterima sebagai sebagian atau cabang ilmu antropolgi.
Memang kebanyakan dari ilmu-ilmu tersebut sudah terpisahkan sebagai disiplin sendiri lebih
lama dari antropologi, dan masing-masing mempertimbangkan wilayah kajian mereka untuk
menjadi berbeda dari yang lain.
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika,
Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4
abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut,
pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan
buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari
bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan
masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai
"etnografi" (dari kata etnos berarti bahasa.
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa
karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai
tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat
yang dianggap "primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat
yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah
terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai
kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil
memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial
tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa
ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks
bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks,
maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik.
Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode
ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin
berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh
pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelahPerang Dunia II.
Perdebatan pada abad ke 18 mengenai asal usul bahasa dan mengenai hubungan
antara manusia dengan apa yang kita sebut primate yang lebih tinggi juga relevan, seperti
halnya perdeatan pada abad ke 19 antara poligenis (keyakinan bahwa setiap 'ras' mempunyai
asal usul terpisah) dan monogenis (keyakinan bahwa manusia memiliki asal usul keturunan
yang sama, dari adam atau dari makhluk yang disebut dengan kera). Gagasan demikian itu
tidak hanya penting sebagai fakta sejarah, tetapi juga karena gagasan itu membentuk persepsi
antropologi modern mengenai dirinya sendiri.
Antropologi di Eropa pada abad ke 18 ditandai oleh tiga pertanyaan penting yang
diajukan untuk pertama kali dalam bentuk modern selama masa pencerahan di Eropa.
Pertanyaan itu adalah:
Dari pertanyaan itu maka munculah ilmuwan dan tokoh-tokoh dalam pengembangan
kehidupan manusia, sehingga disebut dengan ilmu antropologi yang kita kenal sampai
sekarang.
Antropologi pada abad ke 19 dan abad ke 20, berkembang dalam arah yang lebih
sistematik dan menggunakan peralatan metedologi ilmiah. Persoalan paradigma menjadi
semakin penting karena masih mempertanyakan pertanyaanpertanyaan diatas. Dan samapi
saat sekarang ini para ilmuwan dan tokoh-tokoh masih mengembangkan pemikiran mereka
dalam dunia ilmu antropologi ini.
Dalam arti tertentu, praktik antropologi dimulai begitu manusia mulai berfikir tentang
masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar memutuskan untuk
membandingan diri mereka sendiri dengan masyarakat-masyarakat lain yang melakukan
kontak dengan mereka.
Antropologi menjadi sebuah subjek akademis yang berdiri sendiri pada abad
kesembilan belas, sebagian besar memusatkan perhatian pada penelitian sifat-sifat fisik,
bahasa dan budaya masyarakat yang belum beradab. Sir Edward Tylor menjadi dosen
antropologi di Oxford pada tahun 1884, maka mulai disinilah antropologi dikembangkan
diberbagai Negara. Hampir disepanjang abad kesembilan belas, status pasti antropologi
mencakup segala hal, mulai dari mengukur bentuk dan ukuran kepala sampai mengumpulkan
artefak untuk mengisi museum-museum dikota-kota yang kaitannya dengan sains, terutama
zoology dan biologi.
Gagasan ini didukung oleh hasil penelitian beberapa disiplin ilmu, bukti-bukti geologi
menunjukan bahwa bumi lebih tua daripada yang diungkapkan oleh injil, sementara
penemuan-penemuan arkeologi seperti peralatan yang ditemukan di tanah berlumpur
Denmark dianggap mendukung teori yang menyatakan bahwa umat manusia telah melewati
berturut-turut, zaman-zaman batu, perunggu, dan besi. Para ilmuwan mulai mencari
penjelasan-penjelasan ilmiah dan bukan lagi penjelasan teologi untuk memahami perbedaan
perkambangan antara Negara-negara dengan peradaban barat dengan masyrakat yang secara
teknologi dan budaya dianggap lebih primitif.
Pada tahun 1896 ahli antropologi Franz Boas (1858-1942) menerbitkan sebuah
makalah yang berjudul The Limitations Of The Comparative Method Of Anthropology. Dua
kalimat terakhir dalam tulisannya mengatakan "sampai saat ini kita masih terlalu senang
tingkah laku aneh yang cerdik. Kerja nyata masih didepan kita", yang ia maksud dengan
kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli evolusi, yang menurut Boas, riset mereka
pada hikikatnya rasis dan hanya ditunjang oleh sedikit bukti saja.
Banyak karya-karya Boas yang diterima oleh pakar antropologi lainnya, sehingga
mereka melihat tanda-tanda awal perpecahan minat antara para ahli antropolgi Amerika dan
Inggris. Pengikut Boas di Amerika, seperti ilmuwan A.L. Kroeber (1876-1960) dan R. Lowie
(1883-1957) meneruskan dengan melakukan penelitian sejarah, sekaligus memusatkan
perhatian pada analisis budaya.
Tokoh-Tokoh Antropologi
Para tokoh antropologi dalam fase pertama dari perkembangannya sudah tentu belum
ada, Karena pada waktu itu belum ada ilmu antropologi. Namun ada penjelasan tentang
manusia dan kebudayaan suku-suku bangsa yang tinggal diluar benua Eropa. Para pengarang
etnografi kuno ada dari berbagai golongan antara lain:
1. Golongan musafir adalah A. Bastian, seorang dokter kapal berbangsa jerman yang telah
keliling ke berbagai benua pada permulaan abad ke-19. diantara catatan-catatan
perjalanannya mengenai berbagai daerah tertentu di Afrika Barat, India. Cina, Australia,
Kepulauan Osenia, Meksiko, dan Amerika latin. Ia pernah menulis tiga jilid etnografi
mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia.
2. Golongan penyiar agama Nasrani sangat banyak jumlahnya, cukup disebut seorang saja
sebagai contoh, ialah J.F. Lafitau, seorang pendeta agama Katolik bangsa perancis yang
pernah berkerja di daerah sungai St. Lawrance (Amerika Utara dan Kanada Timur),
sebagai penyiar agama dan menulis sebuah etnografi yang klasik (1724) tentang
kebudayaan suku-suku bangsa India yang hidup didaerah sungai tersebut.
3. Golongan Eksplorasi adalah N.N. Miklukho-Maklai, seorang bangsa Rusia yang banyak
mengenbara di daerah Oseania di Lautan Teduh, dan yang pernah mengunjungi Papua
Nugini dan Irian Jaya.
5. Tokoh dari sarjana antropologi pada abad ke-19 adalah L.H Morgan, seorang serjana
hokum bangsa Amerika yang berkerja sebagai pengacara.
8. Tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang keempat adalah F. Boas
yang mula-mula adalah ahli geografi bangsa jerman, kemudian menjadi warga Negara
Amerika, yang dianggap sebagai tokoh pendekar antropologi pada masa kejayaannya.
9. Ruth Benedict, Margaret Mead dan R. Linton adalah tokoh antropologi wanita yang lebih
mengarah tentang antropologi psikologi.
11. R. frith adalah tokoh yang menggunakan metode-metode antropologi dalam hal analisis,
yang bisa disebut antropologi terapan.
Banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan penting dalam dunia perkembangan ilmu
antropologi, karena antropologi tidak hanya berkembang di Negara-negara Eropa saja, akan
tetapi ilmu ini berkembang ke Negara-negara Asia, Afrika, Amerika dan lain sebagainya.
Sehingga dengan berkembangnya ilmu ini di Negara-negara tersebut banyak tokoh-tokoh
yang ikut campur dengan pemikiran-pemikiran mereka sehingga ilmu antropologi semakin
lama semakin luas kajiannya.
Cabang-Cabang Antropologi
1. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik
b. Mengenai bagaimana dan apa sebabnya manusia masa kini secara biologis berbeda (variasi
manusia)
Antropologi Buday
a. Etnologi
Atau dikenal dengan ilmu bangsa-bangsa. Etnologi menurut Haviland (1985:17) adalah
cabang dari antropologi budaya yang memusatkan perhatian terhadap kebudayaan-
kebudayaan zaman sekarang. Sub disiplin ini lebih mengkhususkan diri kepada prilaku
manusia sebagaimana yang dapat disaksikan, dialami, dan didiskusikannya dengan orang-
orang yang kebudayaannnya hendak dipahami. Sementara itu, menurut Ihromi (1994:10)
berpendapat bahwa seorang ahli etnologi berusaha memahami bagaimana perbedaan dari cara
berpikir dan cara berlaku yang sudah membaku pada orang-orang masa sekarang dan masa
lalu, serta memahami sebab-sebab dari perbedaan itu. Dengan kata lain etnologi mempelajari
pola-pola kelakuan seperti adat istiadat perkawinan, struktur kekerabatan, sistem politik dan
ekonomi, agama, cerita-cerita rakyat, kesenian dan musik.
Serta bagaimana perbedaan diantara pola-pla itu dalam berbagai masyarakat masa kini.
Selain itu etnologi juga mempelajari dinamika kebudayaan tersebut dan kebudayaan lain
saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai kepercayaan dan cara-cara
melaksanakannya di dalam suatu kebudayaan dan pengaruhnya terhadap kepribadian
seseorang.
b. Linguistik
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa-bahasa. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu
tentang bahasa ini agak lebih tua dibandingkan dengan antropologi. Kedua disiplin tersebut
menjadi amat erat hubungannya, karena ketika para ahli antropologi melakukan penelitian
lapangan, mereka meminta bantuan tenaga-tenaga ahli bahasa untuk mempelajari bahasa-
bahasa primitive. Terdapat perbedaan antara ahli linguistic dengan ahli-ahli bahasa yang
lain. Ahli linguistic lebih tertarik pada sejarah dan struktur bahasa-bahasa yang tidak
tertulis. Pusat perhatian demikian memerlukan tekhnik analisa dan penelitian yang lebih las
jenisnya dibandingkan dengan yang digunakan oleh para ahli bahasa yang lain.
Lebih jauh ahli linguistic juga tertarik untuk mempelajari timbulnya bahasa selama
masa yang lalu dan juga pada variasi bahasa pada masa kini, sehingga dapat dikatakan
bahwa ahli antropologi linguistic mempelajari timbulnya bahasa dan bagaimana terjadinya
variasi dalam bahasa-bahasa selama dalam jangka waktu berabad-abad. Ketika antropologi
linguistic tertarik mengenai bagaimana terjadinya perbedaan bahasa-bahasa sekarang,
khusunya sehubungan dengan konstruksi dan cara penggunaannya, maka kemudian
berkembang cabang ilmu bahasa deskriptif. Secara rinci, ilmu mengenai konstruksi bahasa
disebut ilmu bahasa struktual, dan ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa dipergunakan
dalam logat sehari-hari disebut sosialinguistik atau etnolinguistik.
c. Arkeologi
Pokok perhatiannya sama dengan ahli sejarah, hanya saja ahli arkeologi menelusuri
masa lalu yang lebih jauh, karena para ahli sejarah hanya mempelajari kebudayaan yang
mempunyai catatan-catatan tertulis dan hanya membatasi diri pada 5.000 tahun terakhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Coleman, Simon dan Helen Watson, Pengantar Antropologi (Jakarta: Nuansa, 2005)
Related post:
Psikologi Lintas Budaya
1 komentar:
Poskan Komentar
reader
Subscribe
Follow Us!
My Facebook