Anda di halaman 1dari 54

ILMU ANTROPOLOGI

Dosen Pengampu
Sunandar Macpal

Review ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah: Ilmu Antropologi

Oleh
Teguh PerdimanZain Al-Habsyi
183042035

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2019
BAB I
BAHAN MENTAH UNTUK ANTROPOLOGI

1. Masalah Ruang Lingkup dan Dasar Antropologi


Ilmu antropologi adalah yang mempelajari tentang makhluk anthropos atau
manusia merupakan suatu integrasi ilmu yang mempelajari suatu kompleks masalah-
masalah khusus mengenai manusia. Proses integrasi sendiri adalah suatu proses
perkembangan yang panjang dimulai dari perrmulaan abad ke-19 dan berlangsung
sampai sekarang. Integrasi sendiri baru mencapai bentuk konkret setelah lebih dari
enam puluh tokoh antropologi dari berbagai negara. Sekarang, pencapaian integrasi
disadari beberapa negara bahwa ilmu antropologi hidup. Dan hal itu tampak dari
buku-buku pelajaran antropologi, meskipun masing-masing mereka menyesuaikan
dengan ideologi serta kebutuhan masing-masing.
2. Bahan Tentang Adat-Istiadat Bangsa-Bangsa di Luar Eropa
Berbicara tentang adat-istiadat bangsa-bangsa asing telah ditemukan pada semua
peradaban besar yangg tercatat dalam sejarah. Yang terpenting untuk perrkembangan
pertama antropolgi ialah bahan keterangan adat-istiadat dan bentuk-bentuk
masyarakat suku-suku bangsa penduduk pribumi di Afrika, Asia, Oseania dan
Amerika. Yang dicatat oleh bangsa Eropa Barat ketika mereka mulai berekspansi ke
daerah-daerah lain di muka bumi yang terkumpul dalam:
a. Kisah-kisah perjalanan para pelaut dan mufaasir bangsa Eropa
b. Dalam laporan-laporan dan buku karangan para para penyiar agama
Nasrani
c. Dalam laporan dan karangan-karangan para pegawai dari berbagai
pemerintah jajahan negara-negara Eropa
d. Dalam buku-buku yang ditulis oleh para peneliti alam dan para ahli ilmu
bumi dari beragai negara Eropa Barat.
Adapun tulis-tulisan mengenai masyarakat dan kebudayaan Indonesia ditulis oleh
para pegawai pemerintah jajahan Belanda, terutama dari zaman pasca Negara
Indonesia dikembalikan lagi oleh pemerintah Inggris terhadap Belanda.
Beberapa contoh dari buku-buku hasil karya atau laporan ekspedisi penjajahan
para peneliti alam dan para ahli ilmu bumi adalah misalnya buku-buku hasil karya
ahli geografi Rusia, N.N. Miklukho-Maklai yang merupakan laporan dari berbagai
ekspedisi penjajahannya ke Oseania, Melanesia dan Irian.
Selain catatan-catatan, para pelaut, para pendeta penyiar agama Nasrani, para
pegawai pemerintah jajahan, dan para peneliti alam tersebut di atas juga sering
membawa pulang ke Eropa berbagai macam benda dan kebudayaan berupa alat-alat,
senjata-senjata, hasil-hasil kesenian dan kerajinan dari berbagai daerah di dunia, dan
tidak jarang pula mereka membawa koleksi Tengkorak-tengkorak dari berbagai
macam ras di muka bumi.
BAB II
ETNOGRAFI DAN MASALAH ANEKA WARNA MANUSIA

1. Masalah aneka-warna manusia di eropa dalam abad ke-16 Hingga ke-19.


Sikap orang Eropa dalam abad ke-16 hingga ke-19 yang membaca karangan-
karangan etnografi tersebut di atas, atau yang melihat pameran benda-benda
etnografika dalam berbagai museum di berbagai negara di Eropa, sangat berbeda
satu dari yang lain. Orang awam di Eropa pada umumnya tertarik akan sifat yang
aneh dari benda-benda kebudayaan orang Afrika, orang Asia, Orang Oseania, atau
orang Indian Amerika itu; tetapi di antara para ahli filsafat paling sedikit terdapat
tiga pandangan dasar mengenai masyarakat dan kebudayaan manusia.

Pandangan yang pertama berdasarkan keyakinan bahwa sifat aneka Warna


manusia, baik ragawi maupun rohani, yang tampak dari bahan etnografi dan
etnografika itu, disebabkan karena mahluk induk. Berdasarkan cara berpikir itu,
terdapat satu pandangan seringkali disebut pandangan poligenesis, yang
menganggap bahwa manusia dari ras Kaukasoid dengan kebudayaannya yang
berkembang di Eropa Barat itu berasal dari mahluk induk yang lebih kuat, lebih
mampu, dan lebih tinggi daripada manusia manusia ras lain.

Pandangan yang kedua adalah berdasarkan keyakinan bahwa manusia


diciptakan sekali, yaitu bahwa manusia adalah keturunan dari satu mahluk induk.
Pandangan ini, yang juga disebut pandangan monogenesis, dapat dibagi lagi ke
dalam dua sub-pandangan. Sub-pandangan pertama yang berdasarkan keyakinan
bahwa semua manusia adalah keturunan Nabi Adam, menerangkan bahwa aneka-
warna manusia itu disebabkan karena dosa abadi yang dilakukan oleh Nabi Adam.
Dosa itu harus ditebus, dan karena itu manusia mengalami kemunduran atau
degenerasi. Sebaliknya ada juga suatu sub-pandangan yang mempunyai keyakinan
bahwa mahluk manusia tidak mengalami degenerasi, tetapi kemajuan, dan bahwa
aneka-warna masyarakat dan kebudayaan yang kini tampak itu disebabkan karena
tingkat-tingkat kemajuan yang berbeda-beda pada tiap masyarakat manusia.

para cendekiawan Eropa dari abad ke-16 membangkitkan kembali jiwa


kebudayaan Yunani dan Rum Klasik itu, sehingga terjadi gejala yang dalam
sejarah kebudayaan Eropu disebut Renaissance. Kebangkitan kembali dari studi
kesusasteraan Yunani dan Rum Klasik itu telah menimbulkan rasionalisme, yang
sebaliknya menyebabkan kemajuan teknologi.. Kemajuan teknologi itulah yang
kemudian meyakinkan bangsa-bangsa Eropa Barat bahwa kehidupan kebudayaan
manusia di dorong oleh kaidah kemajuan. Pandangan itu kemudian menjiwai suatu
zaman dalam sejarah kebudayaan Eropa yang terkenal dengan nama “ Zaman
Aufklarung”, atau “pelita.

2. Ilmu anatomi dan masalah aneka warna manusia

Penelitian-penelitian anatomi komparatif ini menjadi lebih intensif


terutama setelah orang Eropa melihat lebih banyak aneka warna ciri fisik manusia,
dan setelah makin banyak muncul karangan yang mengandung bahan etnografi
serta laporan-laporan mengenai aneka-warna ciri fisik manusia sesudah abad ke-
16. Suatu contoh dari penelitian anatomi komparatif serupa itu adalah misalnya
penelitian yang dilakukan oleh dokter Andreas Vesalius (1914--1564) dari
Spanyol dan oleh dokter merangkap ahli biologi dan fisiologi Carlos Linnaeus
(1707-1778) dari Swedia, serta oleh ahli biologi dan fisiologi George de Buffon
(1707-1788) dari Perancis. Dengan bukunya De Generi Humani Verietate Nativa
(1779) dapat dikatakan lahirlah suatu ilmu antropologi fisik sebagai suatu ilmu
yang baru. Ketika itu timbul juga konsep-konsep seperti ras-ras Kaukasia,
Mongolia, Ethiopia, Amerika dan Melayu, yang terutama didasarkan atas ciri-ciri
tengkorak, dan kira-kira mulai permulaan abad ke-19 itu sebagian besar dari
universitas-universitas besar di Eropa menyajikan kuliah-kuliah dalam ilmu
antropologi fisik.

Klarifikasi dari aneka warna ciri tubuh manusia dalam hubungannya


dengan persebarannya di muka bumi, dilakukan oleh dokter benama J.C Prichard
(1786-1848) Ia menghubungkan data etnografi mengenai ciri-ciri fisik data
etnografi mengenai kebudayaan berbagai bangsa yang tersebar di dunia. Suatu
teori yang menyatakan bahwa perubahan kebudayaan, juga merupakan salah satu
sebab dari perubahan ciri fisik manusia, dikembang dan diuraikannya dalam dua
buah karyanya yaitu Researches Bito the Physical History Of Man (1813) dan The
Natural History of Man (1848). Kedua karyanya biasanya dianggap sebagai
pemulsan dari ilmu antropologi fisik yang diajarkan di universitas-universitas
terbesar di eropa sebagai suatu ilmu tersendiri, lepas dari ilmu anatomi.

3. Filsafat sosial dan masalah aneka-warna manusia.

Contoh ahli filsafat sosial dari zaman Aufkurung di Eropa Barat yang
mencoba melaksanakan metodologi ilmiah seperti terurai di atas adalah CL de
Secondat, Baron de la Brede et de Montesquieu (1689-1755), atau yang biasa
terkenal dengan nama Montesquieu saja. Ia mencoba meneliti beberapa gejala
sosial mengenai hukum, pengendalian sosial dan integrasi sosial dan himpunan
data yang dikumpulkannya dalam waktu kira-kira 20 tahun dari sejumlah
masyarakat yang berbeda-beda di Eropa, dianalisa secara komparatif induktif.
Akhirnya, dalam bukunya. tersebut Montesquieu juga mengajukan konsep tentang
kemajuan masyarakat melalui tiga tingkat evolusi sosial, yaitu: tingkat masyarakat
berburu atau tingkat liar (sauvage), tingkat betemak atau tingkat barbar (barbaris),
dan tingkat pertanian di mana berkembang peradaban (civilization),

Ia juga menggunakan kerangka mengenai ketiga tingkat evolusi sosial


seperti apa yang digukan oleh Montesquie, ditambah dengan beberapa gagasan
mengenai apa yang dibayangkannya sebagai cara hidup manusia dalan tiap tingkat
itu dengan lebih terperinci. Konsepsi Turgot mengenai kemajuan manusia adalah
konsepsi siklus, yaitu bahwa manusia dalam masyarakatnya maju sampai tercapai
suatu situasi dimana masyarakat itu akan menyebabkan kemundurannya sendiri
lagi.

Sejaman dengan para cendekiawan Perancis di atas ada pula seorang guru
besar sejarah Inggris bernama W. Robertson dari Universitas Edinburgh, yang
menulis buku berjudul The History of America (1777)", di mana diajukan soal-
soal yang kelak menjadi topik-topik penting dalam ilmu antropologi. Seperti juga
halnya dengan Montesquieu, Ia berpendirian bahwa aneka warna kebudayaan yang
kini tampak pada bangsa bangsa di muka bumi ini tidak disebabkan karena
bangsa-bangsa Itu dahulu berasal dari jenis-jenis mahluk induk yang berbeda.
melainkan karena mereka terkena pengaruh lingkungan alam yang berbeda-beda
dan karena proses belajar yang berbeda. Bangsa-bangsa di luar Eropa disebutnya
manusia dalam keadaan "infancy of social life", yang berarti bahwa ia
menganggap bangsa-bangsa itu sebagai contoh dari umat manusia yang berada
pada tingkat paling awal dari perkembangan kebudayaan manusia.
4. Filsafat Positivisme Dan Masalah Aneka-Warna Manusia

Auguste Comte adalah contoh dari ahli filsafat sosial yang paling
konsekuen menerapkan metode positivisme tersebut. Dalam buku raksasanya yang
tebalnya enam jilid itu, dan berjudul Course de Philosophie Positive (1830-1842),
Comte mengajukan pendapatnya mengenai metodologi ilmiah rum, artinya yang
dapat diterapkan terhadap semua ilmu pengetahuan yang ada, Suatu metodologi
semacam itu, katanya, tidak perlu lagi meneliti sebab arasi dari gejala-gejala yang
ada di dunia ini, tetapi hanya mencari, menganalisa, dan mendeskripsi hubungan
hubungan antara gejala-gejala yang ada itu secara eksak. kalau bisa dengan rumus-
rumus seperti dalam ilmu pasti.

Ilmu sosiologi sebagai ilmu yang baru oleh Comte dianggap terdiri dari
dua sub-ilmu, yaitu sosiologi statika dan sosiologi dinamika. Sub-ilmu yang
pertama mempelajari hubungan hubungan yang mantap antara bagian-bagian dari
masyarakat dan gejala-gejala dalam masyarakat, sedangkan sub-ilmu yang kedua,
yang lebih banyak menarik perhatian Comte sendiri, adalah sub-ilmu yang
mempelajari perobahan-perobahan dalam hubungan hubungan itu. Perubahan-
perubahan itu menurut Comte disebabkan karena cara berpikir manusia itu telah
mengalami perobahan dan proses perobahan melalui tiga tahap. Pada zaman
dahulu manusia berpikir secara teologi, yaitu bahwa sebab dari semua gejala itu
bersumber kepada kehendak roh-roh, dewa-dewa, atau Tuhan. Kemudian
berkembang tahap ke-2, yaitu tahap berpikir secara metafisik, yaitu tahap di mana
manusia menerangkan bahwa gejala-gejala itu bersumber kepada kekuatan-
kekuatan gaib atau abstrak.

5. Masalah Aneka Warna Manusia


Penelitian komparatif terhadap bahasa-bahasa didunia menimbulakan ilmu
perbandingan bahasa pada pertengahan abad ke-19. Mula-mula ahli perbandingan
bahasa seperti F. Bopp dan lain-lain melakukan analisa perbandingna bahasa
antara bahasa yang tersebar diEropa Barat, Eropa Selatan, Armenia, Iran,
Afganistan, Pakistan dan India, mereka beranggapan bahwa semua bahasa
didaerah yang yang luas itu dapat digolongkan dalam satu keluarga bahasa yang
besar , yang meraka sebut keluarga bahasa Indo-German.
6. Konsep Evolusi Dalam Ilmu Biologi
Ahli biologi C. Darwin (1809-1882) dalam bukunya The Origin of Species
(1859) mengajukan bahwa semua bentuk hidup dan jenis mahluk yang kini ada
didunia ini dipengaruhi oleh berbagai macam proses alamiah, berevolusi atau
berkembang sangat lambat dari bentuk-bentuk yang sangat sederhana menjadi
beberapa jenis mahluk baru yang lebih kompleks lagi, dan demikian seterusnya
hingga dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun terjadilah mahluk yang
kompleks seperti kera dan manusia. Menurut Wallace semakin kejam dan keras
tekanan alamnya, maka semakin tinggi pula mutu yang menjadi syarat bagi
organisma individu-individu dari suatu jenis yang memiliki sifat-sifat yang dapat
memenuhi syarat alamiah itulah yang dapat bertahan untk hidup terus.

7. Masalah asal-mula evolusi manusia


Penelitian-penelitian terhadap masalah asal-mula manusia dengan
menganalisa dan membanding-bandingkan fosil-fosil manusia zaman dahulu yang
terkandung dalam lapisan-lapisan bumi menjadi ilmu baru yang merupakan bagian
dari antropologi fisik dengan sebutan ilmu paleoantropologi. Buku yang memberi
pandangan baru tehadap umur beradanya mahluk manusia didunia, antara lain
adalah tulisan ahli geologi C. Lyell, The Geological Evidence of The Antiquity of
man (1863)
Lembaga-lembaga Antropologi yang pertama Lembaga Societe di paris
didirikan oleh cendekiawan M. Edwards. Sedangkan dalam tahun 1843 di London
didirikan The Ethnological Society oleh cendikiawan yang merupakan salah
seorang tokoh anti- perbudakan dan pejuang untuk penghapusan perbudakan dan
pejuang untuk penghapusan perbudakan bernama T Hodgkin. Lembaga itu
menjadi pusat pengumpulan dan studi dari sebanyak mungkin kebudayaan yang
ada dimuka bumi.
Pendirian Meiners yang menghubungkan ciri-ciri mental yang
menyebabkan berkembangnya kebudayaan itu dengan tinggi rendahnya ciri-ciri
ras, disebut pandangan "determinisme ras". Pandangan itu memang selalu ada
dalam pikiran para cendekiawan Eropa pada umumnya, tetapi menjadi sangat
menonjol justru pada akhir abad ke-19, dan berlangsung terus hingga selesainya
Perang Dunia II. Berkembangnya pandangan itu mungkin dapat diterangkan
dengan perkembangan kolonialisme, di mana hampir semua bangsa di dunia, yaitu
di Afrika, di Asia, di Oseania, maupun di Amerika Tengah dan Selatan dikuasai
dan dijajah oleh hanya beberapa Negara yang semuanya kebetulan terletak di
Eropa Barat.

Pandangan determinisme juga merupakan pendirian seorang ahli museum


Jerman, G. Klemm, seperti diutarakannya dalam bukunya Algemeine Kultur-
Geschicte der Menschkeit (1843), yang di samping menggunakan bahan
keterangan mengenai aneka warna cirri ras di dunia. Pandangan determinism eras
yang paling ekstrem adalah tulisan seorang pengarang bangsawan Perancis J.A de
Gobineau, Essai sur I’Inegalite des races Humaines (1853). Ia sama sekali tidak
mengakui factor lingkungan alam atau factor pengaruh sejarah sebagi sebab-sebab
ketinggalan kebudayaan dari banyak bangsa di dunia, tetapi hanya mengakui ciri-
ciri ras sebagai satu-satunya faktor. Dalam hal itu De Gobineau kemudian
mengajukan pendirian bahwa ras Kaukasoid yang mencapai mutu mental yang
paling tinggi adalah orang Arya, dan orang Jerman serta penduduk Eropa Barat
merupakan keturunan langsung dari ras Arya itu. Tidaklah mengherankan bahwa
bukunya itu kemudian sangat didewa-dewakan oleh bangsa Jerman pada waktu
berkuasanya Partai Nasional Sosialis di bawah A. Hitler (1920-1943), yang
memang bertujuan menunjukkan kepada dunia sifat unggul dari bangsa Jerman,
sebagai reaksi terhadap kekalahannya dalam Perang Du nia I dalam tahun 1918.
Pengaruh lingkungan alam sebagai faktor pokok dalam menentukan aneka-warna
kebudayaan manusia juga dinyatakan ahli geografi berbangsa Jerman yang lain,
yaitu T. Waitz, dalam bukunya Anthropologie der Naturvõlker (1859). Kedua ahli
geografi itu dianggap sebagai pendekar-pendekar ilmu antropologi yang pertama
di Jerman yang memang berasal dari ilmu bumi sebagai suatu sub-ilmu dengan
sebutan Völker kunde atau "Ilmu bangsa-bangsa".

8. Lembaga-Lembaga Antropologi Yang Pertama

Lembaga Societe Etnologique di Paris didirikan dalam 1839 oleh seorang


cendekiawan bernama M. Edwards dalam tahun 1843 di London didirikan The
Ethnological Society oleh cendekiawan yang juga merupakan salah seorang tokoh
anti-perbudakan dan pejuang untuk penghapusan perbudakan, bernama T.
Hodgkin. Kedua lembaga itu mempunyai tujuan yang kurang lebih sama, yaitu
menjadi pusat pengumpulan dan studi dari bahan etnografi yang berasal dari
sebanyak mungkin kebudayaan yang ada di muka bumi Suatu proyek pertama dari
lembaga etnografi di London itu adalah menyusun suatu buku pedoman untuk
mengumpulkan bahan etnografi secara teliti, yang dapat dipakai oleh siapa saja di
lapangan. Buku pedoman yang berjudul Notes and Queries in Anthropology
berhasil diterbitkan duapuluh lima tahun kemudian untuk pertama kalinya, yaitu
dalam tahun 1874. Oleh lembaga The Royal Anthropological Institute of Great
Britain and Ireland, Buku itu masih terbit enam kali lagi, yaitu dalam tahun-tahun
1874, 1892, 1899, 1912 dan 1951.

Istilah ethnology yang menjadi nama dari lembaga-lembaga tersebut berarti


"pengetahuan" atau "ilmu tentang bangsa-bangsa". Dalam hal ini tergambar
seolah-olah adanya ahli-ahli yang melakukan analisa terhadap bahan berupa
keterangan-keterangan atau deskripsi-deskripsi dari ciri-ciri fisik, bahasa-bahasa,
kebudayaan dan masyarakat aneka-warna manusia yang hidup tersebar di seluruh
dunia.

BAB II
ETNOGRAFI DAN MASALAH ANEKA WARNA MANUSIA

1. Masalah aneka-warna manusia di eropa dalam abad ke-16 Hingga ke-19.


Sikap orang Eropa dalam abad ke-16 hingga ke-19 yang membaca karangan-
karangan etnografi tersebut di atas, atau yang melihat pameran benda-benda
etnografika dalam berbagai museum di berbagai negara di Eropa, sangat berbeda
satu dari yang lain. Orang awam di Eropa pada umumnya tertarik akan sifat yang
aneh dari benda-benda kebudayaan orang Afrika, orang Asia, Orang Oseania,
atau orang Indian Amerika itu; tetapi di antara para ahli filsafat paling sedikit
terdapat tiga pandangan dasar mengenai masyarakat dan kebudayaan manusia.

Pandangan yang pertama berdasarkan keyakinan bahwa sifat aneka Warna


manusia, baik ragawi maupun rohani, yang tampak dari bahan etnografi dan
etnografika itu, disebabkan karena mahluk induk. Berdasarkan cara berpikir itu,
terdapat satu pandangan seringkali disebut pandangan poligenesis, yang
menganggap bahwa manusia dari ras Kaukasoid dengan kebudayaannya yang
berkembang di Eropa Barat itu berasal dari mahluk induk yang lebih kuat, lebih
mampu, dan lebih tinggi daripada manusia manusia ras lain.

Pandangan yang kedua adalah berdasarkan keyakinan bahwa manusia


diciptakan sekali, yaitu bahwa manusia adalah keturunan dari satu mahluk induk.
Pandangan ini, yang juga disebut pandangan monogenesis, dapat dibagi lagi ke
dalam dua sub-pandangan. Sub-pandangan pertama yang berdasarkan keyakinan
bahwa semua manusia adalah keturunan Nabi Adam, menerangkan bahwa aneka-
warna manusia itu disebabkan karena dosa abadi yang dilakukan oleh Nabi
Adam. Dosa itu harus ditebus, dan karena itu manusia mengalami kemunduran
atau degenerasi. Sebaliknya ada juga suatu sub-pandangan yang mempunyai
keyakinan bahwa mahluk manusia tidak mengalami degenerasi, tetapi kemajuan,
dan bahwa aneka-warna masyarakat dan kebudayaan yang kini tampak itu
disebabkan karena tingkat-tingkat kemajuan yang berbeda-beda pada tiap
masyarakat manusia.

para cendekiawan Eropa dari abad ke-16 membangkitkan kembali jiwa


kebudayaan Yunani dan Rum Klasik itu, sehingga terjadi gejala yang dalam
sejarah kebudayaan Eropu disebut Renaissance. Kebangkitan kembali dari studi
kesusasteraan Yunani dan Rum Klasik itu telah menimbulkan rasionalisme, yang
sebaliknya menyebabkan kemajuan teknologi.. Kemajuan teknologi itulah yang
kemudian meyakinkan bangsa-bangsa Eropa Barat bahwa kehidupan kebudayaan
manusia di dorong oleh kaidah kemajuan. Pandangan itu kemudian menjiwai
suatu zaman dalam sejarah kebudayaan Eropa yang terkenal dengan nama “
Zaman Aufklarung”, atau “pelita.

2. Ilmu anatomi dan masalah aneka warna manusia

Penelitian-penelitian anatomi komparatif ini menjadi lebih intensif


terutama setelah orang Eropa melihat lebih banyak aneka warna ciri fisik
manusia, dan setelah makin banyak muncul karangan yang mengandung
bahan etnografi serta laporan-laporan mengenai aneka-warna ciri fisik
manusia sesudah abad ke-16. Suatu contoh dari penelitian anatomi komparatif
serupa itu adalah misalnya penelitian yang dilakukan oleh dokter Andreas
Vesalius (1914--1564) dari Spanyol dan oleh dokter merangkap ahli biologi
dan fisiologi Carlos Linnaeus (1707-1778) dari Swedia, serta oleh ahli biologi
dan fisiologi George de Buffon (1707-1788) dari Perancis. Dengan bukunya
De Generi Humani Verietate Nativa (1779) dapat dikatakan lahirlah suatu
ilmu antropologi fisik sebagai suatu ilmu yang baru. Ketika itu timbul juga
konsep-konsep seperti ras-ras Kaukasia, Mongolia, Ethiopia, Amerika dan
Melayu, yang terutama didasarkan atas ciri-ciri tengkorak, dan kira-kira mulai
permulaan abad ke-19 itu sebagian besar dari universitas-universitas besar di
Eropa menyajikan kuliah-kuliah dalam ilmu antropologi fisik.

Klarifikasi dari aneka warna ciri tubuh manusia dalam hubungannya


dengan persebarannya di muka bumi, dilakukan oleh dokter benama J.C
Prichard (1786-1848) Ia menghubungkan data etnografi mengenai ciri-ciri
fisik data etnografi mengenai kebudayaan berbagai bangsa yang tersebar di
dunia. Suatu teori yang menyatakan bahwa perubahan kebudayaan, juga
merupakan salah satu sebab dari perubahan ciri fisik manusia, dikembang dan
diuraikannya dalam dua buah karyanya yaitu Researches Bito the Physical
History Of Man (1813) dan The Natural History of Man (1848). Kedua
karyanya biasanya dianggap sebagai pemulsan dari ilmu antropologi fisik
yang diajarkan di universitas-universitas terbesar di eropa sebagai suatu ilmu
tersendiri, lepas dari ilmu anatomi.

3. Filsafat sosial dan masalah aneka-warna manusia.

Contoh ahli filsafat sosial dari zaman Aufkurung di Eropa Barat yang
mencoba melaksanakan metodologi ilmiah seperti terurai di atas adalah CL de
Secondat, Baron de la Brede et de Montesquieu (1689-1755), atau yang biasa
terkenal dengan nama Montesquieu saja. Ia mencoba meneliti beberapa gejala
sosial mengenai hukum, pengendalian sosial dan integrasi sosial dan
himpunan data yang dikumpulkannya dalam waktu kira-kira 20 tahun dari
sejumlah masyarakat yang berbeda-beda di Eropa, dianalisa secara komparatif
induktif. Akhirnya, dalam bukunya. tersebut Montesquieu juga mengajukan
konsep tentang kemajuan masyarakat melalui tiga tingkat evolusi sosial, yaitu:
tingkat masyarakat berburu atau tingkat liar (sauvage), tingkat betemak atau
tingkat barbar (barbaris), dan tingkat pertanian di mana berkembang
peradaban (civilization),
Ia juga menggunakan kerangka mengenai ketiga tingkat evolusi sosial
seperti apa yang digukan oleh Montesquie, ditambah dengan beberapa
gagasan mengenai apa yang dibayangkannya sebagai cara hidup manusia
dalan tiap tingkat itu dengan lebih terperinci. Konsepsi Turgot mengenai
kemajuan manusia adalah konsepsi siklus, yaitu bahwa manusia dalam
masyarakatnya maju sampai tercapai suatu situasi dimana masyarakat itu akan
menyebabkan kemundurannya sendiri lagi.

Sejaman dengan para cendekiawan Perancis di atas ada pula seorang


guru besar sejarah Inggris bernama W. Robertson dari Universitas Edinburgh,
yang menulis buku berjudul The History of America (1777)", di mana
diajukan soal-soal yang kelak menjadi topik-topik penting dalam ilmu
antropologi. Seperti juga halnya dengan Montesquieu, Ia berpendirian bahwa
aneka warna kebudayaan yang kini tampak pada bangsa bangsa di muka bumi
ini tidak disebabkan karena bangsa-bangsa Itu dahulu berasal dari jenis-jenis
mahluk induk yang berbeda. melainkan karena mereka terkena pengaruh
lingkungan alam yang berbeda-beda dan karena proses belajar yang berbeda.
Bangsa-bangsa di luar Eropa disebutnya manusia dalam keadaan "infancy of
social life", yang berarti bahwa ia menganggap bangsa-bangsa itu sebagai
contoh dari umat manusia yang berada pada tingkat paling awal dari
perkembangan kebudayaan manusia.

4. Filsafat Positivisme Dan Masalah Aneka-Warna Manusia

Auguste Comte adalah contoh dari ahli filsafat sosial yang paling
konsekuen menerapkan metode positivisme tersebut. Dalam buku raksasanya
yang tebalnya enam jilid itu, dan berjudul Course de Philosophie Positive
(1830-1842), Comte mengajukan pendapatnya mengenai metodologi ilmiah
rum, artinya yang dapat diterapkan terhadap semua ilmu pengetahuan yang
ada, Suatu metodologi semacam itu, katanya, tidak perlu lagi meneliti sebab
arasi dari gejala-gejala yang ada di dunia ini, tetapi hanya mencari,
menganalisa, dan mendeskripsi hubungan hubungan antara gejala-gejala yang
ada itu secara eksak. kalau bisa dengan rumus-rumus seperti dalam ilmu pasti.

Ilmu sosiologi sebagai ilmu yang baru oleh Comte dianggap terdiri
dari dua sub-ilmu, yaitu sosiologi statika dan sosiologi dinamika. Sub-ilmu
yang pertama mempelajari hubungan hubungan yang mantap antara bagian-
bagian dari masyarakat dan gejala-gejala dalam masyarakat, sedangkan sub-
ilmu yang kedua, yang lebih banyak menarik perhatian Comte sendiri, adalah
sub-ilmu yang mempelajari perobahan-perobahan dalam hubungan hubungan
itu. Perubahan-perubahan itu menurut Comte disebabkan karena cara berpikir
manusia itu telah mengalami perobahan dan proses perobahan melalui tiga
tahap. Pada zaman dahulu manusia berpikir secara teologi, yaitu bahwa sebab
dari semua gejala itu bersumber kepada kehendak roh-roh, dewa-dewa, atau
Tuhan. Kemudian berkembang tahap ke-2, yaitu tahap berpikir secara
metafisik, yaitu tahap di mana manusia menerangkan bahwa gejala-gejala itu
bersumber kepada kekuatan-kekuatan gaib atau abstrak.

2. Masalah Aneka Warna Manusia


Penelitian komparatif terhadap bahasa-bahasa didunia menimbulakan ilmu
perbandingan bahasa pada pertengahan abad ke-19. Mula-mula ahli perbandingan
bahasa seperti F. Bopp dan lain-lain melakukan analisa perbandingna bahasa antara
bahasa yang tersebar diEropa Barat, Eropa Selatan, Armenia, Iran, Afganistan,
Pakistan dan India, mereka beranggapan bahwa semua bahasa didaerah yang yang
luas itu dapat digolongkan dalam satu keluarga bahasa yang besar , yang meraka
sebut keluarga bahasa Indo-German.
3. Konsep Evolusi Dalam Ilmu Biologi
Ahli biologi C. Darwin (1809-1882) dalam bukunya The Origin of Species
(1859) mengajukan bahwa semua bentuk hidup dan jenis mahluk yang kini ada
didunia ini dipengaruhi oleh berbagai macam proses alamiah, berevolusi atau
berkembang sangat lambat dari bentuk-bentuk yang sangat sederhana menjadi
beberapa jenis mahluk baru yang lebih kompleks lagi, dan demikian seterusnya
hingga dalam jangka waktu beratus-ratus juta tahun terjadilah mahluk yang kompleks
seperti kera dan manusia.
Menurut Wallace semakin kejam dan keras tekanan alamnya, maka semakin tinggi
pula mutu yang menjadi syarat bagi organisma individu-individu dari suatu jenis
yang memiliki sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat alamiah itulah yang dapat
bertahan untk hidup terus.

4. Masalah asal-mula evolusi manusia


Penelitian-penelitian terhadap masalah asal-mula manusia dengan
menganalisa dan membanding-bandingkan fosil-fosil manusia zaman dahulu yang
terkandung dalam lapisan-lapisan bumi menjadi ilmu baru yang merupakan bagian
dari antropologi fisik dengan sebutan ilmu paleoantropologi. Buku yang memberi
pandangan baru tehadap umur beradanya mahluk manusia didunia, antara lain adalah
tulisan ahli geologi C. Lyell, The Geological Evidence of The Antiquity of man
(1863)
Lembaga-lembaga Antropologi yang pertama Lembaga Societe di paris
didirikan oleh cendekiawan M. Edwards. Sedangkan dalam tahun 1843 di London
didirikan The Ethnological Society oleh cendikiawan yang merupakan salah seorang
tokoh anti- perbudakan dan pejuang untuk penghapusan perbudakan dan pejuang
untuk penghapusan perbudakan bernama T Hodgkin. Lembaga itu menjadi pusat
pengumpulan dan studi dari sebanyak mungkin kebudayaan yang ada dimuka bumi.
Pendirian Meiners yang menghubungkan ciri-ciri mental yang
menyebabkan berkembangnya kebudayaan itu dengan tinggi rendahnya ciri-
ciri ras, disebut pandangan "determinisme ras". Pandangan itu memang selalu
ada dalam pikiran para cendekiawan Eropa pada umumnya, tetapi menjadi
sangat menonjol justru pada akhir abad ke-19, dan berlangsung terus hingga
selesainya Perang Dunia II. Berkembangnya pandangan itu mungkin dapat
diterangkan dengan perkembangan kolonialisme, di mana hampir semua
bangsa di dunia, yaitu di Afrika, di Asia, di Oseania, maupun di Amerika
Tengah dan Selatan dikuasai dan dijajah oleh hanya beberapa Negara yang
semuanya kebetulan terletak di Eropa Barat.

Pandangan determinisme juga merupakan pendirian seorang ahli


museum Jerman, G. Klemm, seperti diutarakannya dalam bukunya Algemeine
Kultur- Geschicte der Menschkeit (1843), yang di samping menggunakan
bahan keterangan mengenai aneka warna cirri ras di dunia. Pandangan
determinism eras yang paling ekstrem adalah tulisan seorang pengarang
bangsawan Perancis J.A de Gobineau, Essai sur I’Inegalite des races
Humaines (1853). Ia sama sekali tidak mengakui factor lingkungan alam atau
factor pengaruh sejarah sebagi sebab-sebab ketinggalan kebudayaan dari
banyak bangsa di dunia, tetapi hanya mengakui ciri-ciri ras sebagai satu-
satunya faktor. Dalam hal itu De Gobineau kemudian mengajukan pendirian
bahwa ras Kaukasoid yang mencapai mutu mental yang paling tinggi adalah
orang Arya, dan orang Jerman serta penduduk Eropa Barat merupakan
keturunan langsung dari ras Arya itu. Tidaklah mengherankan bahwa bukunya
itu kemudian sangat didewa-dewakan oleh bangsa Jerman pada waktu
berkuasanya Partai Nasional Sosialis di bawah A. Hitler (1920-1943), yang
memang bertujuan menunjukkan kepada dunia sifat unggul dari bangsa
Jerman, sebagai reaksi terhadap kekalahannya dalam Perang Du nia I dalam
tahun 1918. Pengaruh lingkungan alam sebagai faktor pokok dalam
menentukan aneka-warna kebudayaan manusia juga dinyatakan ahli geografi
berbangsa Jerman yang lain, yaitu T. Waitz, dalam bukunya Anthropologie
der Naturvõlker (1859). Kedua ahli geografi itu dianggap sebagai pendekar-
pendekar ilmu antropologi yang pertama di Jerman yang memang berasal dari
ilmu bumi sebagai suatu sub-ilmu dengan sebutan Völker kunde atau "Ilmu
bangsa-bangsa".

8. Lembaga-Lembaga Antropologi Yang Pertama

Lembaga Societe Etnologique di Paris didirikan dalam 1839 oleh


seorang cendekiawan bernama M. Edwards dalam tahun 1843 di London
didirikan The Ethnological Society oleh cendekiawan yang juga merupakan
salah seorang tokoh anti-perbudakan dan pejuang untuk penghapusan
perbudakan, bernama T. Hodgkin. Kedua lembaga itu mempunyai tujuan yang
kurang lebih sama, yaitu menjadi pusat pengumpulan dan studi dari bahan
etnografi yang berasal dari sebanyak mungkin kebudayaan yang ada di muka
bumi Suatu proyek pertama dari lembaga etnografi di London itu adalah
menyusun suatu buku pedoman untuk mengumpulkan bahan etnografi secara
teliti, yang dapat dipakai oleh siapa saja di lapangan. Buku pedoman yang
berjudul Notes and Queries in Anthropology berhasil diterbitkan duapuluh
lima tahun kemudian untuk pertama kalinya, yaitu dalam tahun 1874. Oleh
lembaga The Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland,
Buku itu masih terbit enam kali lagi, yaitu dalam tahun-tahun 1874, 1892,
1899, 1912 dan 1951.

Istilah ethnology yang menjadi nama dari lembaga-lembaga tersebut


berarti "pengetahuan" atau "ilmu tentang bangsa-bangsa". Dalam hal ini
tergambar seolah-olah adanya ahli-ahli yang melakukan analisa terhadap
bahan berupa keterangan-keterangan atau deskripsi-deskripsi dari ciri-ciri
fisik, bahasa-bahasa, kebudayaan dan masyarakat aneka-warna manusia yang
hidup tersebar di seluruh dunia.
BAB 4

TEORI-TEORI MENGENAI AZAS RELIGI

1. Tiga Pendekatan Trehadap Masalah Azas Religi


Religi merupakan salah satu unsur dalam kehidupan masyarakat suku-suku
bangsa manusia yang banyak menarik perhatian para etnografi, dan termasuk dalam
topik yang bnyak dideskripsikan. Dalam pemikiran yang dideskripsikan oleh para
etnografi terhadap pandangan yang menganggap bahwa kebudayaan dan masyarakatt
suku-suku bangsa merupakan kebudayaan masyarakat yang sederhana dan primitif,
maka lebih bersifat kuno yang berasal dari sisa-sisa kebudayaan manusia kuno.
Dengan demkian terhadap masalah seperti itu dianggp sebagai usaha mencari azas-
azas religi kuno dan usaha memecahkan masalah asal mula religi.
Tiga golongan teori tentang azas dan asal mula religi yang dikemukakan oleh
beberapa para ahli:
1) Teori-teori dalam yang dalam pendekatannya berorientasi pada
keyakinan religi.
2) Teori-teori yang dalam pendekatannya yang berorientasi pada sikap
manusia terhadap alam gaib atau hal yang gaib.
3) Teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada uapacara
religi.
2. Teori-teori Yang Berorientasi Kepada Keyakinan Religi

Terdapat beberapa teori yang berorientasi pada keyakinan yaitu:

a. Teori Lang Tentang Dewa Tertinggi


Mengenai foklor dan mitologi suku-suku bangsa berbagai daerah dimuka
bimi. Dalam dongeng-dongeng mitologi itu Lang sering menemukan
adanya tokoh dewa yang oleh suku-suku bangsa bersangkutan
dianggap dewa tertinggi, pencipta alam semesta dan isinya serata
menjadga ketertiban alam.
b. Teori Marett Tentang Kekuatan Luar Biasa
Marett mengajukan teori bahwa manusia purba dalam hidupnya sering
kagum akan hal-hal serta peristiewa-peristiwa yang gaib, yang tidak
dapat diterangkannya dengan akal yang terbatas. Dengan demikian
timbul keyakinan bahwa kekuatan gaib itu ada dalam segala hal yang
sifatnya luar biasa.
c. Konsep Kruyt Tentang Animisme dan Spiritisme
Mengenai hubungan antara animisme dan spiritissme, Kruyt
mengembangkan sebuah pemikiran yang mengandung unsur cara
berfikir Evolusionisme.
3. Teori Yang Berorientasi Kepada Sikap Manusia Terhadap Hal Yang
Gaib
Konsep R. Otto terhadap sikap kagum –terpesona terhadap hal Gaib. Semua
sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep
tentang hal yamg gaib maha-dasyat dan keramat oleh manusia. Menurut Otto
sistem religi dan masyarakat bersahaja belum merupakan agama, tetapi hanya
suatu tahap pendahuluan dari agama yang sedang berkembang.
4. Teori-teori Yang Berorintasi Kepada Upacara Religi
a. Teori W. Robertson Smith Tentang Upacara Barsaji
Upacara dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang,
terrutama darahnya, kepada dewa, kemuduian memakan sendiri sisa
daging dan darah tersebut. Robertson menggabarkan upacara bersaji
sebagai sebagai suatu upacara yang gebira meriah tetapi
dikeramatkan.
b. Konsep-konsep Preuz Mengenai Azas-azas Religi
Berdasarkan pendiriannya preuz mengatakan bahwa perkembangan
sostem keyakinan sarta ajaran religi itu lebih banyak di pengaruhi
oleh sistem upacara dan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Analisa Hertz Tentang Upacara Kematian
Upacara kematian mengandung berbagai unsur yang bagi para kerabat itu
beraarti suatu inisiasi peralihan dari anggota dunia biasa menjadi
anggota dunia keramat.
d. Analisan Van Gennep Mengenai Ritus Pralihan dan Upacara
pengukkuhan
Berdasarkan fakta yang Van Gennp temukan ia menyatakan, bahwa ada
dua macam perbedaan dalam uppacara religi yaitu:
1) Yang bersifat perpisahan menjadi satu dengan yang beersifat
peralihan,
2) Yang bersifat integrasi dan pengukuhan.
5. Beberapa Kompomnen Religi
Terdapat lima komponen religi yaitu:
1. Emosi keagamaan,
2. Sistem keyakinan,
3. Sistem ritus dan upacara,
4. Peralatan ritus dan upacara,
5. Umat agama.

BAB 5

KELOMPOK L’ANNEE SOCIOLOGIQUE

A. Majalah L’Annee Sociologique


Ketika teori-teori tentang evolusi kebudayaan di Inggeris, Jerman, dan
Amerika Serikat mulai kehilangan pengaruhnya, di Perancis, khususnya Paris,
mulai tahun 1898 terbit suatu majalah mengenai ilmu sosiologi berjudul
“L’Annee Sociologique” yang diasuh oleh suatu kelompok ahli-ahli peneliti
masyarakat dibawah pimpinan ahli sosiologi E. Durkheim. Anggota-anggota lain
yang tergabung dalam kelompok studi itu adalah antara lain M. Mauss, H.
Beuchat, M. David, A. Bianconni, R. Hertz, L. Levy-Bruhl dan lain-lain, yang
hampir menyebut dirinya ahli sosiologi atau ahli filsafat.
B. Emile Durkheim
Riwayat hidup, lahir tahun 1858 di kota kecil Lorranie sebagai putera suatu
keluarga di Yahudi Prancis. Mula-mula ia belajar teologi untuk menjdi rabi,
kemudian ia pindah belajar kesusasteraan Prancis di suatu Licee di Paris. Ia lulus
tahun 1882 dan menjadi guru di sekolah menengah. Kemudian ia belajar filsafat
Jerman dan tertarik akan karya-karya alhli filsafat. Ia juga membaca karangan-
karangan para ahli psikologi.
Pada tahun 1887 ia menjadi dosen ilmu sosiologi di Univerrsitas Bordeaux,
dan dalam periode itu ia menulis ketiga karyanya. Bukunya yang pertama dan
merupaka disetrasinya yang berjudul “De la Division du Travail Social” (1893).
Yang kedua berjudul les Regles da la Methode Sociologique (1895). Yang ke tiga
berjudul Le Suicide. Pada tahun 1902 ia diangkat menjadi guru besar di
perguruan tinggi I`Ecole Normale Supericure di Paris. Pada tahun 1912 ia
menulis suatu karya penting lain yang berjudul Les Formes Elementeires de la
Vie Religieouse. Pada perang dunia 1 ia meninggal dunia pada tahun 1917.
Konsep fakta sosial. Landasan dari seluruh cara berpikirnya mengenai
masyarakat adalah pandangannya mengenai masyarakat yang hidup. Di situ ada
manusia yang berpikir dan bertingkahlaku dalam hubungan satu dengan yang
lain. Manusia-manusianya disbut individu, dan pikiran-pikiran yang mereka
keluarkan dan tingkah-laku mereka disebutnya gejala atau fakta individual. Fakta-
fakta sosial merupakan entitas yang berdiri sendiri, lepas dari fakta-fakta individu.
Fakta-fakta ini terdapat dalam karyanya yang pertama.
Fakta-fakta sosial harus dipelajari secara obyaktif, dengan memandangnya
sebagai benda. Pandangannya mengenai fakta-fakta sosial sebagai hal-hal yang
mempunyai entitas sendiri memang sangat penting. Walaupun konsepnya
mengenai fakta sosial masih belum seksama. Ia seringkali menyamakan fakta
sosial dengan gejala sosial.
Konsep Gagasan Kolektif. Adalah gagasan yang sangat penting dalam karya-
karyanya. Dalam sebuah karangan khusus berjudul Representation Less Regles de
la Methode Sochiologique (1898) ia menerangkan bahwa dalam alam pikiran
individu warga masyarakat biasanya terjadi gagasan-gagasan dari proses-proses
psikologi dalam organisma individu, yang berupa penangkapan pengalaman, rasa
sensaasi, dan yang terjadi dalam organisma fisik, khususnya pada bagian syaraf,
sumsum dan otak. Hal yang disebut Refresentation Individualles adalah gagasan-
gagasan milik seorang individu, ia tiba pada konsep kolektif.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa gagasan kolektif dari Durkheim itu
tidaklah sama dengan apa yang biasa disebut dengan kebudayaan, ia menganggap
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan antara lain dari gagsan-gagasan kolektif
yang biasanya banyak jumlahnya dalam suatu masyarakat.
Teori Durkheim Tentang Azas Religi. Definisinya mengenai religi adalah ;
sutu religi itu adalah suatu sistem berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan
upacara-upacara yang keramat, artinya yang terpisah dan pantang. Keyakinan-
keyakinan dan upacaara yang berorientasi kepada suatu komunitas moral, yang
disebut Umat. Durkheim menyatakan bahwa dalam semua sistem religi di dunia
ada suatu hal yang di luarnya, suatu hal in foro externo. Dalam arti bahwa hal itu
akan tetap ada dalam system rreligi, lepas dari wujut dan materinya.
Studi Durkheim Mengenai Klasifikasi Primitif. Dalam karangan yang ditulis
bersama muridnya M. Mauss, berjudul De Quique Formes Primitives de
Classification, Contribution a, I`Etude des Representation Collectives (1903) itu
mempersoalkan cara-cara prosedur-prosedur manusia menggolong-golongkan
segala hal, kejadian, serta benda dalam lingkungannya kedalam kategori-kategori
tertentu serta logika yang ada di belakangnya. Durkheim dan Maus
mengembangkan hipotesa bahwa cara berfikir manusia-manusia tradisional itu
(atau dengan perkataan mereka manusia primitive).
Adapun loika menentukan adanya suatu hal, gejala atau benda tergolong
dalam bagian lain dari masyarakat, juga masih bersifat primitive. Disebabkan
karna hanya persamaan cirri-ciri yang tampak lahirnya saja seperti bentuk, warna
bunyi dan persamaan waktu tampil.
Ahli antropologi Inggris, R. Nedham. Yang menerjemahkan dan menerbitkan
karangan Durkheim dan Mauss itu dengan suatu kata pengantar yang panjang,
didalamnya memuat kritik yang sangat mendalam. Katanya: dalam
mengambangkan hipotesa mereka, Durkheim dan Mauss sering memaksakan data
yang sebenarnya kurang cocok kedalam pembuktian mereka; kalau data terlalu
berbeda sehingga tidak dapat dipaksakan untuk cocok, mereka mendiamkannya
atau memberri alasan yang kabur.
C. Marcel Mauss
Marcel Mauss seorang sarjana yang bersama Durkheim menulis essay
panjang mengenai klasifikasi primitif. Lahir tahun 1872 dan wafat 1950. Ia lahir
disebuah kota kecil, Lorraine, di Perancis, dari suatu keluarga yahudi. Ia belajar
ilmu fisafat pada sebush universitas di Bordeaux, dan cara berfikirnya menjadi
sangat terpengaruh oleh ahli-ahli filsafat perancis. Pada tahun 1902 ia menjadi
sarjana dalam ilmu filsafat dan dosen dalam filsafat Hindu pada perguruan tinggi
almamaternya. Pada saat itulah ia mengarang essai klasififkasi primitive bersama
Durkheim.
Mauss adalah salah seorang di antara para sarjana kelompok studi I’annee
Sociologique yang tidak gugur selama perang dunia I di antara tahun 1914 dan
1918. Kemudian pecahnya perang dunia II,pada tahun 1940 menyebabkan
bahwa sudah kedua kalinya ia mengalami bubarnya kelompok studi I’annee
Sociologique. Kaadaan tersebut membuatnya putus asa, dansampai
meninggalnya pada tahun 1950 dan tidak menghasilkan karya baru lagi.
Konsepsi Mauss mengenai intensifikasi integrasi sosial. Sebuah karangan
yang ditulis bersama mahasiswanya yaitu H. Beuchat mengenai Variations
Saisonnieres des Societes Eskimos ia mengembangkan suatu konsep structural
fungsional yang pentingnya integrasi sosial masyarakat manusia.
Karangan Mauss dengan Beuchat mulai dengan suatu uraian geografi-
ekologikal mengenai alam kutub dari daerah pemukinan Eskimo. Kelompok-
kelompok Eskimo yang menjadi bahan analisa mereka berjumlah 51 kesatuan
yang tersebar disepanjang Kanada Utara dan pulau Greenland Selatan, tetapi
terutama dipantai sekitar teluk Hudson dan Baffin Selatan.
Deskripsi Mauss dan Beuchat mengenai dua morfologi sosial masyarakt
Eskimo yang ditulis secara terampil dari bahan keterangan yang termuat secara
tercecer dalam lebih dari dua ratus buah etnografi yang berasal dari berbagai
zaman berbeda-beda, termasuk bahan keterangan dari ilmu arkeologi. Kasus
kehidupan masyarakat Eskimi menurut Mauss dan Beuchat juga dapat memberi
pelajaran kepada kita bahwa solodaritas sosial dari suatu masyarakat itu dapat
mengendor dan menjadi intensif lagi menurut musim, sehingga perlu ada usaha-
usaha khusus untuk berulang-ulang mengintensifkan kembali solidaritas sosial.
Salah satu kekuatan penting untuk mengentensifkan kembali solidaritas sosial
adalah sentimen keagamaan, yang diintensifkan kembali oleh upacara
keagamaan
D. Lucien Levy-bruhl
Konsep mentalitas primitif. Ada seorang anggota kelompok studi L’Annee
Sociologique yang menjadi ahli sejarah dan filsafat, bernama Lucien Levy-bruhl
(1857-1945). Ia jadi terkenal dalam karangan ilmu antropologi pada permulaan
abad ke-20 karena karya-karyanya mengenai masalah “mentalitas primitif”. Levy-
bruhl mulai tertarik akan masalah itu karena mula-mula membahas teori tylor
tentang asal mula religi. Tylor pernah mengembangkan teori bahwa religi manusia
timbul karena manusia purba pada suatu ketika menemukan adanya jiwa sebagai
kesimpulan terhadap gambaran diri yang dibayangkanya dalam mimpi.
Levy-bruhl tidak setuju dengan teori itu karena ia menganggap bahwa
mentalitas manusia purba tak mungkin dapat berpikir secara abstrak seperti itu,
dan untuk membahas dan mengecam teori tylor ia mulai mempelajari banyak
bahan etnografi, terutama yang termuat dalam jilid-jilid majalah L’Anne
sociologique. Sesuadah beberapa tahun belajar ia siap melangsungkan kritiknya
yang menjadi buku tebal berjudul Les Fonctions Mentales dans les Societes
Inferieurs (1910). Buku itu mulai dengan kritik yang luas terhadap teori tylor,
kemudian menjadi positif dengan mengajukan anggapan bahwa dalam alam
pikiran manusia ada proses-proses jiwa yang sangat berbeda dengan proses-proses
jiwa dalam alam pemikiranya apabila ia berpikir logika ilmu pengetahuan yang
positif. Proses-proses jiwa yang berbeda tadi disebutnya mentalite primitife, atau
cara berpikir primitif, karena cara itu terutama ada dalam masyarakat primitif.
Beda antara cara berpikir primitif dan cara berpikir menurut logika ilmiah terletak
dalam tiga unsur, yaitu :
1. Loi de participation
2. Unsur mystique
3. Unsur prelogique

Loi de participation (kaidah partisipasi) adalah proses-prose rohani yang


menghubungkan hal-hal yang tampak pada lahirnya sama. Unsur mystique
(unsur-unsur mistik atau teologi) adalah sifat yang menganggap seluruh alam
diliputi oleh suatu kekuatan ghaib tertentu yang rupa rupanya berada di dalam
segala hal. Kekuatan itu berada di luar jenanapuan alam kemamapuan
manusia, tetapi dapat mengakibatkan kebahagiaan dan malapetaka. Istilah
prelogique adalah menerangkan suatu sifat dari alam pikiran primitif yang
memungkinkan untuk menganggap sesuatu hal itu ada dan juga tidak ada pada
suatu tempat dan saat.

Ketiga unsur di atas menyebabkanbahwa seseorang yang berpikir menurut


proses-proses dari alam primitif itu akan sampai pada kesimpulan-kesimpulan
yang sama sekali berbeda dengan keimpulan-kesimpulan yang dicapai oleh
seseorang yang berpikir menurut aturan logika ilmiah. Segera setelah
taggapan Levy-bruhl tadi diumumkan kepada dunia ilmiah, timbulah
serangan-serangan, antara lain dari tokoh-tokoh antropolgi seperti W.H.R
Rivers, W. Schimidt, P. Radin, A.A. goldenweiser dll., dan ada pula yang
berasal dari sarjana-sarjana ilmu-ilmu lain. Dua orang sarjana Indonesia yang
pernah juga melakukan kritik terhadap teori Levy-bruhl itu adalah T.S.G
Moelia dan P.J Zoetmulder. Hampir semua kritika terutama dari kalangan
ilmu antropologi, menyalahkan Levy-bruhl dengan menyatakan bahwa ia
telah menarik suatu garis yang terlalu keras antara bangsa-bangsa primitif dan
bangsa-bangsa modern, seolah-olah garis itu memisahkan dua kategori
manusia yang masing-masing mempunyai susunan pikiran yang sama sekali
berbeda. Levy-bruhl tidak menyerah begitu saja ia tetap mempertahankan dan
mempertajam anggapanya dalam kurang lebih 15 karangan yang ditulisnya
kemudian, antara tahun 1910 dan 1938. Akhirnya ia menyerah juga dan
menarik kembali seluruh teorinya, tetapi hal itu baru diumumkan setelah ia
meninggal. Pernyataan penarikan itu, ditemukan ketika catatan-catatanya
dikumpulkan dan diterbitkan.

BAB 6

TEORI-TEORI DIFUSI KEBUDAYAAN

1. Gejala Persamaan Unsur-unsur Kebudayaan

Adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsur-unsur kebudayaan diberbagai tempat,


yang tempatnya saling berjauhan satu sama lain membuat sebagian unsur intelek
tertarik akan persamaan itu.
Teori berfikir terhadap evolusi yang menguasai kerangkan pemikiran pada waktu
membuat sebagian unsur intelek itu menguraikan gejala persamaan tersebut dengan
menjelaskan bahwa persamaan kebudayaan yang terjadi disebabkan tingkat-tingkat
yang sama dalam proses evolusi kebudayaan pada bumi ini. Sebaliknya ada juga
uraian-uraian lain yang muncul dikalangan ilmu Antropologi, terutama waktu cara
berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh yaitu kira-kira
pada akhir abad ke-19.
Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di bumi disebabkan
karena persebaran atau disfusi dari unsur-unsur itu ke tempat-tempat tadi. Dengan
demikian, kalau di dua tempat misalnya Afrika dan Asia Tenggara masing-masing
terdapat kapal-kapal yang bercadik dengan bentuk yang sama, maka Adolf Bastian
akan berkata bahwa persamaan tadi adalah akibat pengaruh Elementar Gedanken.
Seorang penganut cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan akan berkata bahwa
kepandaian membuat kapal bercadik tadi di Afrika dan Asia Tenggara disebabkan
karena kebudayaan di Afrika dan Asia Tenggara ada pada tingkat evolusi yang sama.
Sedangkan konsep baru mengatakan bahwa kepandaian membuat kapal bercadik
serupa itu telah menyebar dari Afrika dan Asia Tenggara atau sebaliknya dalam
zaman yang lampau.
Sejarah Persebaran Unsur-unsur Kebudayaan Manusia
Perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut, ada seorang sarjana ilmu
hayat merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel (1844-1904) yang pernah mempelajari
berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia banyak menemukan
persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan kemudian
juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dll.
Sehingga ia berkesimpulan bahwa di waktu yang lampau antara suku-suku bangsa
yang mendiami tempat-tempat di mana ditemukannya unsur-unsur kebudayaan yang
sama itu, pernah ada hubungan. Dengan kesimpulan yang tercantum di dalam
bukunya itu, sampailah Ratzel pada suatu anggapan dasar yang juga dianut oleh
banyak sarjana lain yang termasuk di dalamnya muridnya sendiri yaitu L. Frobenius.
Anggapan dasar para sarjana itu dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat yang tertentu yaitu pada waktu
makhluk manusia baru saja muncul di bumi ini. Kemudian kebudayaan induk itu
berkembang, menyebar, dan pecah ke dalam banyak kebudayaan baru karena
pengaruh keadaan lingkungan da waktu.
Dalam proses waktu pemecahan itu Bangsa-bangsa pemangku kebdayaan-
kebudayaan baru, tidak tinggal terpisah. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa
terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta saling
mempengaruhi. Tugas terpenting ilmu etnologi menurut para sarjana tadi ialah antara
lain untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu, proses
saling mempengaruhi, serta penyebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu
beratus-ratus ribu tahun yang lalu, mulai saat terjadinya manusia hingga sekarang.
KONSEP KULTURKREIS DAN KULTURSCHICHT DARI GRAEBNER
Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka
bumi ke dalam berbagai kulturkreise itu diterangknnya dalam bukunya yang menjadi
sangat terkenal, yaitu Methode der Etnologi. Prosedur kalrifikasi itu berjalan sebagai
berikut:
Seorangpenelitimula-mulaharusmelihat di tempat-tempatmana di
mukabumiterdapatunsur-unsurkebudayaan yangsama.
Si penelitikemudianharusmelihatapakah di Aadaunsur-unsur yang lain yang
samadenganunsur-unsur lain yang ada di B dan C.
AkhirnyapenelitiakanmenggolongkanketigatempatituterdapatketigaKulturkomplekxta
di, menjadisatu, seolah-olahmemasukanketigatempat di
ataspetabumiitukedalamsatulingkaran.

Dengandemikianakantampakgambaranpersebaranataudifusidarinunsur-
unsurkebudayaan di masa yang
lampau.denganklarifikasikulturkreiseitudirekonstruksikanKulturhistorieumatmanusia
dantampakkembalisejarahpersebaranbangsa-bangsa di mukabumi.

MAZHAB SCHMIDT
W. SCHMIDT terkenaljugadikalanganilmuantropologikerenapenelitian
penelitiannyamengenaibentukreligi yang tertua.
IaberpendirianbahwakeyakinanakanadanyasatuTuhanbukanlahsuatauperkembangan
yang termudadalamsejarahkebudayaanmanusia. guru daricalon calonpendetapenyiar
agama katolik,
mudahdapatdimengertibahwaanggapanakanadanyakeyakinankepadadewatertinggidal
amalamjiwabangsa-bangsa yang masihrendahsekalitingkatkebudayaannya,
adalahanggapan yang sangatcocokdengandasar-dasarcaraberpikirnya,
danjugafilsafatnyasebagaipendeta agama Katolik. Dalamhubunganiniiayakinbahwa
agama berasaldariTitahTuhan yang diturunkankepadamakhlukmanusiawaktuiamula-
mulamuncul di mukabumi.
Sisa-sisaUrmonotheismus yangmerupakankeyakinankepadasatutokohDewaTertinggi,
tentudapatditemukandalamreligisukubangsa di dunia yang bisa di anggapsebagaisisa-
sisamanusiadahulu. Schmidt menganggapkelompok-kelompokNegritosebagaisisa-
sisamanusiazamandahulu, sepertijugahalnyakelompok-kelompoknegroidkecil yang
hidupdariberburu di berbagaitempat di daerahperairan Sungai Kongo di Afrika
Tengah, di kepulauan Andaman, diberbagaitempat di daerahhutanrimba Malaysia, di
pedalamanIrian (TerutamaIrianTimur).
Kerjasama yang eratantara guru danmurid, penyusunbahandanpengumpulbahan,
menyebabkanbahwa di sinitampaksuatumazhabdengan W. Schmidt sebagai guru
danparapendetaSocietasVerbiDivinisebagaimurid-muridnya, dengansatu-dua di
antaranya yang jugamenjaditerkenaldikalanganinternasional.
5. Teori Difusi Rivers
W.H. R. Rivers awalnya adalah seorang dokter dan ahli psikologi yang kemudian
tertarik pada bidang ilmu antropologi dan beliau ikut serta sebagai anggota
Cambridge Torres Straaits Expedition pada tahun 1899. Selama bekerja sebagai
anggota expedisi Rivers telah berhasil mengembangkan suatu metode yang metode
tersebut diuraikannya dalam buku yang berjudul A Genealogical Method
Antropological Inquiry. Metode yang digunakannya adalah metode wawancara yaitu
apabila seorang peneliti datang kepada suatu masyarakat, maka sebagian besar dari
keteragannya akan diperoleh dari para informan dengan berbagai macam metode
wawancara. Rivers mengalami bahwa banyak bahan keterangan mengenai kehidupan
suatu masyarakat dapat dianalisa dari daftar-daftar asal usul, atau geanalogi, dari para
informan itu. Dengan demikian seorang peneliti harus mengumpulkan sebanyak
mungkin daftar asal-usul individu-individu dalam masyarakat objek penelitiannya
itu.dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai kaum kerabat atau nenek
moyang tadi sebagai pangkal, soerang peneliti dapat mengembangkan suatu
wawancara yang luas sekali menegenai bermacam-macam peristiwa yang
menyangkut kaum kerabat dan nenek moyang tadi dengan pernyataan-pernyataan
yang kokret. Metode ini dikenal dengan metode genealogi.

6. Teori Difusi Elliot dan Smith


G. Elliot Smith dan W. J Perry merupakan ahli antropologi dari Inggris. Teori dari
mereka dianggap aneh. Meraka mengajukan teori bahwa dalam sejarah kebudayaan
dunia pada zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar yang
berpangkal di Mesir, yang bergerak ke arah timur yang meliputi jarak yang sangat
jauh, yaitu ke daerah-daerah seputar Lautan Tengah, ke Afrika, ke India, ke
Indonesia, ke Polinesia an ke Amerika. Teori ini kemudian disebut dengan Heliolithic
Theory.

BAB 8

Ilmu Antropologi Di Beberapa Negara Komunis

1. Uni Soviet Sejak zaman kerajaan Tsar dalam abad yang lalu juga mempunyai
ahli-ahli eksplorasi sama seperti negara-negara di Eropa. Ahli-ahli etnografi di
uni Soviet di antaranya N.K. Mikhailovsky, ahli sosial, pengarang, dan ahli
kritik, M.M. Kavalevsky, seorang ahli sejarah dan filsafat sosial, C.
Plekhanov, pengarang dan ahli politik. Di rusia ilmu antropologi hanya
terbatas pada antropologi budaya (etnografiya)¸ yang terpisah dari antropologi
fisik(antropologiya), dan juga terpisah dari ilmu folklor. Antropologi Rusia
dalam metodenya juga sudah terpengaruhi dari ilmu antropolog Amerika,
metode-metode antropologi Amerika dipakai untuk menganalisa proses-
proses asimilasi dan akulturasi dari penduduk daerah dengan sistem dan
politik di Uni Soviet. Dan antropologi

2. Ilmu antropologi di Yugoslavia Antropologi di Yogoslavia terbagi ke dalam


sub-sub yang ilmu yang terintegrasi erat. Di yugoslavia ad ilmu etnografski,
yang menyerupai ilmu antropologi budaya di Amerika atau Indonesia
sekarang. Penelitian antropologi fisik yang bersifat paleontropologi di
Yugoslavia di anggap pentint. Kemudian, juga penelitian prehistori dan
arkeologi, baik yang mengenai situs paleolitik, neolitik, maupun peninggalan
zaman kebudayaan Yunani dan Rum Klasik, serta Slavik Kuno mendapat
perhatian besar dan sangat disegani di negara ini.

3. Ilmu Antropologi di Rumania, Para ahli filsafat sosial Rumania telah turut serta
dalam aktivitas ilmiah internasional sejak abad ke-19 yang lalu. Ilmu-ilmu
Antropologi juga baik dalam arti antropologi fisik maupun dalam arti
antropolgi budaya yang belum lama berselang merupakan dua ilmu yang
berdiri sendiri. Tidak mempunyai yang lama dalam dunia ilmiah di Rumania.
Para ahli antropologi yang disebut F. Rainer, seorang ahli antropologi
Rumania.

Akademi Ilmu Pengetahuan Republik Rakyat Rumania (Academia


Republicii Populare Romine) didirikan sesudah perang Dunia II, kemudian
mengaktifkan penelitian-penelitian antropologi fisik terhadap penduduk di
berbagai daerah di wilayah Rumania. Kemudian dengan ilmu antropologi
budaya dapat diuraikan bahwa penelitian-penelitian yang nyata dalam
lapangan itu rupa-rupanya baru saja dimulai, sejak beberapa tahun ini saja.
Dalam posisi menggerakkan penelitian-penelitian ini, Akademia ilmu
pengetahuan telah mengambil peranan-peranan penting.

4. Ilmu Antropologi di Republik Rakyat Cina, sesudah pembebasan dunia ilmiah


yang tidak terhindar dari reorganisasi menyeluruh yang dilakukan oleh
pemerintah cina komunis. ada penelitian paleoantropologi berjalan terus, dan
bahkan dipergiat, karena para ahlinya tidak pergi meninggalkan negara cina
komunis, yaitu terutama pada penggalian untuk menemukan lebih banyak
fosil pithecanthropus yang mula-mula dilakukan di tempat fosil itu pertama
kali ditemukan, yaitu pada gua-gua di Choukoutien dan ditempat-tempat lain.

REVIEW ANTROPOLOGI BAB 9

TEORI-TEORI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL

1. FUNGSIONALISME MALINOWSKI
Riwayat hidup. Teori-teori fungsional dalam ilmu antropologi mulai
dikembangkan oleh seorang tokoh yang sangat penting dalam sejarah teori
antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia lahir Cracow, polandia
sebagai putra keluarga bangsawan polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam ilmu
sastra slavik, jadi tidaklah mengherankan apabila Malinowski memperoleh
pendidikkan yang kelak memberikannya suatu karir akademik juga. Dalam tahun
1908 ia lulus Fakultas ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow, tetapi selama
studinya ia gemar membaca buku tentang floklor dan dongeng-dongeng rakyat,
sehingga ia menjadi tertarik akan ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi
dibawah seorang guru besar Psikologi, yang pada waktu itu sangat terkenal, yaitu
W.Wundt, di Leipzig, jerman.
Sehabis perang pada tahun 1918 ia pergi ke Inggris karena mendapat
pekerjaan sebagai asisten ahli di London scool of Economics. Karena terserang
penyakit paru-paru, maka baru dalam tahun 1921 ia dapat melakukan buku-buku
hasil penelitiannya di papua nugini. Dalam tahun 1924 malinowski naik pangkat
menjadi lector, dan pada waktu itu terbit bukunya yang kedua mengenai Trobriand,
yaitu crime and custom in safage soclety (1926). Setahun kemudian dia diangkat
menjadi guru besar penuh dalam ilmu antropologi, suatu jabatan yang baru pertama
kali diadakan di London scool of economics pada waktu itu.
Berkatian dengan penelitiannya terhadap antroplogi praktis atau terapan tadi,
ia beberapa kali di minta menjadi konsultan departemen pemerintahan colonial
inggris. Dalam kedudukan ia pernah mengunjungi Afrika selatan dan Afrika Timur
dalam tahun 1934.
Ia juga banyak diundang untuk memberi ceramah diberbagai universitas di
Eropa dan Amerika dalam dasawarsa antara tahun 1926 dan 1936. Dalam tahun
1938 ia sekali lagi pergi ke Amerika Serikat, dan akhirnya menetap di Negara itu
setelah pada tahun 1939 pecah perang Dunia II. Dalam tahun 1940 ia diundang
sebagai guru besar tamu di Universitas Yale, pada saat itulah ia mulai tertarik lagi
pada kesukaannya yang lama, yaitu ilmu Psikologi, karena di Universitas Yale ada
ahli ahli Psikologi-behaviorisme seperti N.E. Miller dan J.Dollard, yang
mengembangkan teori-teori baru tentang proses belajar, sebagai hasil penelitian-
penelitian mereka dengan binatang-binatang percobaan di laboratorium.
Etnografi berintegrasi secara fungsional. Karangan Etnografi pertama khasil
penelitian lapangan dikepulauan trobriand disebelah tenggara papua nugini berjudul
Argonauts of the western facific(1922), telah banyak menarik perhatian kalangan
luas, tidakk hanya diantara para ahli antropologi, tetapi juga diantara para ahli
sosiologi dan kalangan awam. Pokok pelukisannya adalah suatu system perdagangan
antara penduduk kepulauan trobriand atau boyowa, kepulauanAmphlett, kepulauan
D’entrecasteux atau Dobu, pulau St Aignau atau misima, kepulauan laughlan atau
nada, Woodlark atau muruah, yang semuanya terletak disebelah timur pucuk ekor
papua nugini tenggara. Dengan hanya perahu-perahu kecil yang bercadik dan dengan
awak kapal yang berjumlah 10 hingga 15 orang, penduduk trobriand dan kepulauan
lain diatas, berani menyebrangi laut terbuka untuk berlayar dari pulau ke pulau
sampai beratus ratus mil jauhnya. Benda-benda yang diperdangankan dengan jalan
tukar menukar (barter) berupa berbagai macam bahan makanan, barang kerajinan,
dan alat-alat perikanan, perkebunan, dan rumah tangga, tetapi disamping itu pada
tiap transaksi diadakan tukar menukar dua macam benda perhiasan yang dianggap
mempunyai nilai yang sangat tinggi, yaitu kalung-kalung kerang (sulava) yang
beredar kesatu arah mengikuti arah jarum jam, dan gelang-gelang kerang ( mwali)
yang beredar kearah yang berlawanan. Sistem perdagangan tersebut di sebut system
kula.
Hal yang sangat unik dari Etnografi Malinowski, yang belum pernah
dilakukan pengarang Etnografi sebelumnya, adalah cara Malinowski
menggambarkan hubungan berkait antara sistem kula dengan lingkungan alam
sekitar pulau-pulau serta berbagai macam unsur kebudayaan dan masyarakat
penduduknya, yaitu cirri-ciri fisik dari lingkungan alam tiap pulau, keindahan laut
kerangnya, aneka warna floranya, pola-pola pemukiman komunitas-komunitas serta
kebun-kebunnya, arti lingkungan alam dari pulau-pulau bagi bahan untuk membuat
perahu, serta barang-barang yang diperdagangkan dalam kula, system kekerabatan
serta kaitannya dengan kerja sama dalam sistem kula, sistem pimpinan desa dan
pimpinan kula, sistem milik perahu-perahu, cara-cara pengerahan tenaga kapal untuk
kula, teknik pembuatan kapal bercadik, ilmu pesta-pesta dan upacara-upacara agama
sebelum dan sesudah perjalanan kula, sikap penduduk terhadap perhiasan yang
tinggi nilainya yaitu sulava dan mwali.
Erat bersangkutan dengan penelitian observasi yang cermat, ia mensyaratkan
untuk secara berdisiplin dan teratur mengisi suatu buku catatan harian, antara lain
dengan maksud untuk mengevaluasi diri sendiri sebagai peneliti.dengan penelitian
observasi mendalam Malinowski juga mensyaratkan agar para ahli peneliti lapangan
melatih diri untuk mencapai ketrampilan dalam penelitian analitikal, yaitu
menerangkan latar belakang dan fungsi dari adat tingkah-laku manusia dan pranata-
pranata social dalam masyarakat. Akhirnya ia tidak lupa mensyaratkan pengumpulan
data kuantitatif yang dapat dievaluasi secara obyektif.
Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi
secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-
metode penelitian lapangan dalam masa penulisan ketiga buku etnografi mengenai
kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai
fungsi social dari adat, tingkah-laku manusia, dan pranata-pranata social menjadi
mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi social dalam tiga tingkat
abstaksi (kaberry 1957 : 82), yaitu :
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsure kebudayaan pada tingkat
abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya terhadap adat, tingkah-laku
manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat.
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial dari suatu ada, pranata sosial atau
unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau
efeknya terhadap kebutuhan suatu adat.
3. Fungsi sosial dari suatu adat atau pranata sosial pada tingkat abstraksi ketiga
mengenai pengaruh atau efeknya terhadap kebutuhan mutlak untuk
berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
Suatu pendirian penting lain dari Malinowski adalah mengenai mitologi atau
himpunan dongeng-dongeng suci dalam masyarakat orang trobriand pada
khususnya, dan menurut Malinowski juga dalam semua masyarakat pada umumnya.
Metode analisa mitologi ini sebenarnya telah disarankan oleh Sir James Frazer.
Pendirian Malinowski tentang mitologi tersebut diuraikan dalam karangan berjudul
Myth in primitive psychology (1948), yang dipersembahkan kepada frazer, dan
kemudian diterbitkan bersama beberapa karangannya yang lain menjadi sebuah
rampai berjudul magic, Science and religion and other Essays (1954: 93-148).
Teori fungsional tentang kebudayaan. Kegemaran Malinowski akan ilmu
psikologi juga tampak ketika ia mengunjungi Universitas Yale di Amerika Serikat
selama setahun, pada tahun 1935. Menurut sarjana psikologi dari Yale itu, dasar dari
proses belajar adalah tidak lain dari pada ulangan dari reaksi-reaksi sesuatu
organisme terhadap gejala-gejala dari luar dirinya, yang terjadi sedemikian rupa
sehingga salah satu kebutuhan naluri dari organisme tadi dapat dipuaskan.
Malinowski mengembangkan teori fungsionalisme, yang baru terbit setelah ia
meninggal. Dalam buku itu Malinowski mengembangkan fungsi unsur-unsur
kebudayaan yang sangat kompleks.
Malinowski tentang perubahan kebudayaan. Waktu karya-karyanya tentang
berbagai aspek kehidupan masyarakat penduduk kepulauan trobriand terbit, salah
satu reaksi dari kalangan antropologi adalah bahwa Malinowski tidak
memperhatikan proses-proses perkembangan kebudayaan dalam pemikiran-
pemikirannya. Dengan melukiskan suatu masyarakat dengan mengintegrasikan
seluruh aspeknya menjadi satu, ia seolah-olah menngambil gambaran dari
masyarakat itu pada satu saat saja, sehingga gambaran tadi merupakan suatu
pembekuan dari kehidupan masyarakat pada satu detik dalam ruang waktu kecaman
itu rupa-rupanya diperhatikannya.
2. Sturkturalisme Radcliffe-Brown
Riwayat hidup. Teori-teori structural dalam ilmu antropologi ada beberapa
macam, tetapi untuk konsepnya untuk pertama kali diajukan oleh A.R. Radcliffe-
Brown (1881-1955). Ia dilahirkan di Inggris pada tahun 1881, belajar filsafat yang
mengandung psikologi eksperimental, ekonomi dan filsafat, diperguruan tinggi
Trinity Colloge, Cambridge, dengan guru-guru seperti W.H.R. Rivers, ahli psikologi
dan antropologi yang terkenal, dan A. Haddon yang juga ahli entologi, yang bersama
C.G. Seligman memimpin Cambridge ekspedition to the Torres Straits dalam tahun
1898. guru-guru tadi menyebabkan menjadi tertarik akan antropologi di Universitas
Cambridge.
Mulai tahun 1931 ia menjadi guru besar di Universitas Chicago, dan
mempengaruhi antropologi di Amerika serikat yang pada waktu itu masih sangat
terpengaruh oleh konsep-konsep F.Boas dengan gagasan-gagasannya mengenai
struktur sosial. Sarjana Amerika serikat seperti F.Eggan terpengaruh oleh konsep
struktur sosial itu seperti tampak dalam karangannya the social organization of the
western pueblos(1950).
Namun dalam tahun 1948 ia pensiun, lalu menjadi guru besar di beberapa
Negara di luar Inggris, yaitu di Universitas Raja Farouk di Kairo, dan sejak tahun
1954 di Univerasitas rohdes di Afrika selatan. Selama masa pensiunnya ia masih
sempat menerbitkan 2 buku, yaitu African systems of Kinship and marriages yang
ditulisnya bersama Dery II forde (1950) dan bunga rampai dari beberapa karangan
dan pidato mengenai teori antropologi berjudul structure and function inprimitive
society (1952). Ia meninggal dalam tahun 1955 karena penyakit paru-paru
yangsebenarnya sudah dideritanya sejak kecil.
Etnografi berintegrasi secara fungsional. Dibandingkan dengan etniografi
Malinowski tentang penduduk trobriand, maka entografi Radcliffe-Brown mengenai
kependudukan kepulauan Andaman berjudul the Andaman islanders (1922) sangat
miskin. Etnografi itu hanya suatu karangan perbaikan dari buku etnografi lain yang
ditulis seorang pegawai Inggris, E.H.Man. buku Radcliffe-Brown hanya mengandung
deskripsi mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak
memuat bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan kepercayaan dan mitologi.
Cara ia melukiskan upacara keagamaan dan mitologi orang Andaman
memang merupakan metode deskripsi yang pasti akan memuaskan Durkheim dan
kawan-kawannya, karena metode suatu masyarakat yang hidup. Dalam kata
pengantarnya Radcliffe-Brown memang menyatakan dengan jelas bahwa ia
menerrapkan konsepsi para ahli sosiologi Prancis, walaupun nama tokoh yang
disebutnya bukan E.Durkheim atau M.mauss, melainkan H.Hubbert (Radcliffe-
Brown 1922).
Konsep-konsep Radcliffe-Brown mengenai hukum. Kalau pandangan
Radcliffe-Brown mengenai pentingnya arti penelitian lapangan bagi studi antropologi
(walaupun dalam metode penelitian ia sendiri sangat lemah), dan pendiriannya
mengenai funsi sama dengan pendirian Malinowski mengenai hal itu dalam tingkat
abstraksi ketiga, maka pendiriannya mengenai hokum pada dasarnya berbeda. Dalam
tulisan itu ia menyatakan bahwa istilah hukum sebagai istilah teknis, sebaiknya
dibataskan kepada sistem pengendalian sosial yang ada dalam masyarakat bernegara,
karena hanya ada dalam suatu organisasi sosial itulah mungkin ada alat-alat polisi
bersenjata, pengadilan, dan sebagainya,yang semuanya merupakan sarana-sarana
mutlak bagi keberlangsungan hidup hukum.
Kalau kita bandingkan pendirian itu dengan pendirian Malinowski, maka yang
terakhir ini tidak membataskan istilah hukum hanya pada masyarakat yang
mempunyai organisasi kenegaraan saja. Kemudian Malinowski menentang dengan
keras para sarjana (termasuk Radcliffe-Brown) yang berpendirianbahwa dalam
masyarakat primitive ada ketaatan yang otomatis dan spontan terhadap adap.
Metodologi ilmu alam untuk ilmu sosial. Jasa Radcliffe-Brown dalam
perkembangan ilmu antropologi adalah usahanya untuk membuat usahanya untuk
membuat ilmu itu suatu ilmu yang mengembangkan suatu metodologi seperti yang
ada dalam ilmu-ilmu alam, khususnya fisika dan biologi.
Radcliffe-Brown mengakui suatu ilmu seperti tersebut belum ada kecuali
dalam fase yang masih sangat dini kalaupun ada, maka analisa skak seperti itu hanya
mungkin bila mengenai beberapa gejala sosial tertentu, misalnya mengenai produksi
dan distribusi barang-barang langka, yang menyebabkan adanya ilmu
ekonomi.walaupun begitu ia yakin bahwa perkembangan suatu ilmu sosial dasar
seperti itu, yang dapat menganalisis asas-asas dari masyarakat makhluk manusia itu
sangat mungkin, asal dua buah syarat dapat terpenuhi.
Radcliffe-Brown juga mengakui bahwa perkembangan ke arah kematangan
dari suatu ilmu sosial dengan metodologi ilmu alam tidak akan dapat terjadi dengan
cepat, karena ada 4 buah factor yang menghambatnya, yaitu :
a. Sifat multipal, yaitu jumlah yang besar dan beraneka warna dari gejala-
gejala sosial.
b. Cara berfikir historis yang telah berakar dalam alam fikiran kebanyakan
sarjan ilmu sosial.
c. Konsep-konsep psikologi yang sering kali juga sudah berakar dalam alam
fikiran kebanyakan sarjana ilmu sosial, padahal konsep-konsep psikologi
hanya dapat menerangkan sebab-sebab tingkah laku seseorang, tetapi tidak
mungkin dapat menerangkan sebab-sebab dari gejala sosial.
d. Penelitian ilmu-ilmu sosial terlampaubanyak dipengaruhi oleh pandangan
umum yang menghendaki jawaban segera terhadap suatu masalah sosial
yang mendesak atau yang menghendaki fakta untuk melaksanakan suatu
tindakan atau menyusun suatu kebijakan.
Konsep mengenai struktur sosial dan ilmu antropologi sosial. Dalam
pidato yang berjudul onsocial structure ia menerangkan bahwa :
a. Masyarakat yang hidup ditengah-tengah alam semesta sebenarnya terdiri
dari serangkaian gejala-gejala yang dapat kita sebut gejala sosial.
b. Masyarakat yang hidup sebenarnya juga merupakan suatu klas dari gejala-
gejala alam yang lain.
c. Suatu masyarakat yang hidup merupakan suatu sistem sosial, dan suatu
sistem sosial mempunyai struktur juga seperti halnya bumi, organism,
makhluk, atau molekul.
d. Suatu ilmu mengenai masyarakt seperti ilmu sosial, yang mempelajari
struktur daan sistem-sistem sosial adalah sama halnya dengan ilmu
geologi yang mempelajari struktur kuliat bumi, atau ilmu biologi yang
mempelajari struktur dari organisma-organisma, ilmu kimiah mempelajari
struktur dari molekul-molekul.
e. Stuatu struktur sosial merupakan total dari jaringan hubungan antara
individu-individu, atau lebih baik person-person dan kelompok-kelompok
person-person.
f. “Bentuk dari struktur sosial” adalah tetap, dan kalau toh berubah, prose
situ biasanya berjalan lambat, sedangkan “ realitas struktur sosial” atau
wujud dari struktur sosial, yaitu person-person atau perbandingan yang
ada didalamnya, selalu berubah dan berganti.
g. Dalam penelitian masyarakat dilapangan, seorang peneliti mengobservasi
wujud dari struktur sosial, tetapi analisanya harus sampai kepada
pengertian tentang bentuknya yang lebih abstrak.
h. Seorang ahli ilmu sosial yang mendeskripsi suatu struktur sosial pada
dimensi diadik maupun diferensialnya, serta morfologi sosial maupun
fisiologi sosialnya.
i. Struktur sosial bisa juga di pakai sebagai kriterium untuk menentukan
batas dari suatu sistem sosial atau suatu kesatuan masyarakat sebagai
organisme.
j. Ilmu antropologi sosial adalah salah satu ilmu sosial yang bertugas
mempelajari struktur-struktur sosial dari sebanyak mungkin masyarakat
sebagai kesatuan-kesatuan, dan membandingkannya dengan metode
analisis komparatif untuk mencari asas-asasnya.
3. Teori fungsional structural HOCART
Riwayat hidup Arthur Maurice Hocart, (1883-1939), kira-kira sezaman
dengan Malinowski dan Radcliffe-Brown ada seorang sarjana Inggris bernama Arthur
Maurice Hocart(1883-1939), yang tidak pernah mendapat pendidikan formal dalam
ilmu antropologi maupun sosiologi, tetapi yang telah menulis beberapa buku yang
perlu diketahui oleh para ahli antropologi karena caranya ia mempergunakan konsep-
konsep structural fungsional secara unik.
4. Antropologi sosial di Inggris sesudah Malinowski dan Radcliffe-Brown
Evans- Pritchard tentang sejarah dan antropologi. Angkatan para ahli
antropologi sosial di Inggris setelah Malinowski dan Radcliffe-Brown dimulai
dengan Edward Evan Evans-Pritchard (1902-1974) yang menggantikan Radcliffe-
brown sebagai guru besar dalam ilmu antropologi sosial di Universitas Oxford.

Di sebelah selatan daerah shilluk yang terletak dekat dengan perbatasan anatara
sudan dan Ethiopia, dan juga suku bangsa luo, suatu sub kelompok suku-
bangsa shilluk. Lalu ia melakukan penelitian lapangan yang sangat penting,
yanitu antara suku-bangsa Azande di daerah lembah sungai bahru’i ghazl di
sudan selatan di antara suku-bangsa nuer, dan juga di lembah hulu sungai Nil
di sudan selatan.

Pada antara tahun 1926 dan 1930 Evans-Pritchard merupakan lector dalam
ilmu antropologi sosial di London School of Economics, dan pada antara
tahun 1931 dan 1934 ia terpiiah menajadi guru besar ilmu sosiologi di
Universitas Raja Fuad I di Kairo. Kemudian ia kembali ke inggris untuk
menjadi ahli peneliti dalam ilmu sosiologi di Universitas Oxford di tahun
1934.

Pada saat perang ke II pecah Evans-Prichard masuk tentra dan ia berjuang di


Afrika. Dan di tugaskan sebgai perwira politik di Cyrenaica, di sana ia sempat
melakukan penelitian terhadap kehiupan masyarakat suku-bangsa Arab
Baduwi Sanusi, di samping ia menjalankan tugas-tugasnya.

Konsep Evans-Pritchard terhadap hubungan antara antropologi sosial dan


sejarah. Walau dalam penelitian ia menggunakan metode penelitian kualitatif
yang telah di anjurkan oleh Malinowski, dan dalam analisa dalam penggunaan
data ia menggunakan konsep struktur sosial fubgsional yang di anjurkan oleh
Radcliffe-Brown, dan dalam sikap terhadap ilmu sejarah pada pandangannya
tentang tujuan dari ilmu antropologi sosial, ia menerapkannya sangat berbeda,
baik dengan malinowki maupun Radcliffe-brown.

Ia adalah seorang sarjana yang memulai studinta dalam ilmu sejarah, maka
tidak heran ia tidak mempunyai sikap anti-sejarah seperti yang terlihat dari
seorang malinowki dan Radcliffe-brown. Ia berbendapat bahwa yang harus
menganggap sistem sosial terhadap masyarakat yang di pelajari sebagai salah
satu sistem moral, dan bukan suatu hambatan gejala alam. Sebab itu ia
berpendapat bahwa ahli antroologi sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan
ahli sejarah, pada khususnya ahli sejarah sosial, hal ini bertujuan
menkontruksi dan membuat deskripsi mengenai suatu sruktur sosial dari
masyarakat tertentu.

Sama hal nya dengan seorang ahli sejarah sosial, seorang antropologi sosial
melakukan studi komparatif mengenai suatu gejala sejarah. Seorang ahli
sejarah sosial apabila melakukan suatu studi kompratif, misalnya suatu gejala
feodalisme terhadap masyarakat eropa pada abad pertengahan, ia dapat
mengumpukan sebanyak mungkin Negara kuno yang terdapat di eropa,
dengan variasi sebanyak mungkin. Usaha sesulit itu tidak dapat di lakukan
oleh seorang ahli sejarah untuk mengabstraksikan kaidah-kaidah yang
mengenai wujud sistem foedalisme yang berhubungan dengan sejumlah
variable tertentu, dan untuk menemukan suatu pola yang berarti dalam hidup
masyarakat yang berdasarkan sruktur sosial yang bersifat foedalisme tersebut.

Meyer Fortes Dan Masalah Dimensi Waktu dalam struktur sosial,Fortes juga
sebagai seorang tokoh antopologi di inggris yang pernah belajar di bawah
Malinowski dan Radcliffe-brown. Pada masalah-masalah yang bersangkutan
dengan test-teat terhadap spikologi, sebab itu ia mengikuti kuliah Malinowski
di London school of economis, dan pada tahun 1930 ia mendapat gelar Ph.D.
di Universitas London dalam ilmu spikologi.
Terdapat daftar karangannya yang sampai tahun 1973 sejumlah seratus satu
judul, terlihat hingga tahun 1933 karya-karyanya masih tetap terhadap bidang
ilmu spikologi, dan pada tahun 1936 muncullah karangan yang membuat ia
terkenal dalam ilmu antropologi yaitu karya yang mengenai suku-bangsa
tallensi yang tinggal di bagian utara Ghana di afrika barat.

Sebagai seorang ahli antropologi sosial di inggris, M, Frotes melakukan


pebnelitian dengan menggunakan metode kualitatif intenstif menurut standard
Malinowski. Dan dalam menganalisa bahan dan data yang menggunakan
konsep sruktur sosial yang telah di rumuskan oleh Radcliffe-brown secara
ketat. Dan dalam menulis laporan etnografinya mengenai suku-bangsa tallensi
ia menggunakan metode deskripsi fungsional berintergrasi seperti
Malinowski. D

Yang menjadi perhatian terhadap proses sosialisasi individual terhadap


lingkungan kaum kerabat dan kemudian menyebabkan perkembangan
beberapa konsep yang telah di uraikan dalam satu karangan penting mengenai
masalah perobahan struktur sosial.

Struktur sosial tidak bisa kita bayangkan sebagai satu hal yang diam, struktur
sosial ini selalu hidup dan dapat bergerak. Gerakknya itu ada tiga macam,
yaitu:

1) Bergerak, sebab suatu hubungan merupakan aktivitas yang dapat


berlangsung dalam ruang waktu, dan duration time-nya.
2) Bergerak, artunya kontinuitas dari suatu struktur sosial dalam ruang
waktu.
3) Bergerak, dalam artiannya proses pertumbuhan dari suatu struktur sosial.

Penelitain yang telah memperkenalkan dinamik kontinutas serta


berbagai proses pertumbuhan kuantitatif yang telah diterapkan oleh frotes
ketika ia meneliti komosisi serta dinamik perubahan dalam rumah tangga
yang berhubungan dengan klen atau bagian klen dalam kehidupan masyarakat
suku-bangsa Ashanti di Ghana selatan. Lokasi yang di lakukan penelitiannya
ada dua kota: yang satu tradisional dan yang satunya lebih progresif. Dan
berbagai pola hubungan antara warga rumah-rumah yang di ukur secara
statistic.

Raymond Firth dan Mikro-Sosiologi. Merupakan ahli antropologi


yang bernama Raymond Firth ia merupakan sakah satu di antara para ahli
antropologi inggris yang umumnya di kenal sebagai Ilmiah di Negara
Indonesia , karena buku pelajarannya yang kecil berjudul Human types yang
pernah di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang di beri judl Tjiri-Tjiri
dalam alam hidup manusia .

Raymond firth ini lahir di selandia baru, dan ia menempuh


pendidikannya di universitas dan ia memulai studinya dalam jurusan ilmu
ekonomi. Dan pada tahun 1924 ia melajutkan studinya di London school of
economics, dan ia mengikuti kuliah Malinowski dan ia tertarik pada ilmu
antropologi sehinnga ia memutuskan untuk pindah studi. Ia melakukan
dissertasi mengenai sistem ekonomi orang maori di selandia baru yang di beri
judul primitive economics of the new Zealand maori, dan setelah ia lulus dan
mendapatkan gelarnya sebagi doctor, ia tetap menetap di London school of
economics ia merupakan lector dalam antropologi sosial, dan ia menjadi guru
besar hingga ia pension menjadi guru besar emeritus di universitas pada tahun
1966.

Penelitian etnografinya yang sangat penting ia lakukan dari antara


penduduk pulau tikopia di polinesia, yang berada di desa nelayan di Negara
Kelantan, malaysa, dan dua puluh tahun kemudian ia kembali untuk
melakukan penelitian lagi mengenai perobahan kebudayaan dengan interval
dua puluh tahun tersebut. Dan ketiga bukunya yang sangat terkenal dari hasil
penelitiannya yaitu We, The Tikopia, Malay Fishermen dan Social Change in
Tikopia.

Seperti halnya semua tokoh para ahli antropologi sosial di inggris


laiinya, R. Firth ia juga aktif di luar negeri. Dan ia pernah mengajar sebagi
guru besar tamu di universitas Sydney dan di Negara amerika serikat, dan ia
juga berpartisipasi dalam mendirikan jurusan antropologi di Australian
nasioanl universitas di Canberra.

Dalam penelitiannya sebagai ahli antropologi, baik pada msyarakat


kecil maupun masyarakat kota, ia mengunakan metode observasi yang
mendalam terhadap tingkah lakun manusia dalam kesatuan sosial yang kecil
yang berada di berbagai lokasi, baik dalam satu desa kecil atau dalam suatu
pasar ikan, maupun dalam tempat pertemuan di tengah kota London. Sebab itu
para ahli antropologi mampu mengembangkan cara obsevasi dan analisa
mengenai gejala dalam unit kecil di suatu tempat yang sangat terbatas seperti
ilmu biologi. Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu biologi yang
mengkhususkan pada seorang penelitian makhluk kecil yang mempunyai
struktur yang sangat sederhana dari makhluk lebih besar organismanya, tapi
tujuannya untuk menemukan azas-azas dalam kehidupan makhluk hidup pada
umumnya.

Firth dalam garis besarnya ia mempunyai pemikiran yang sama


dengan M.Fortes yang berhubungan dengan struktur sosial yaitu jaringan
hubungan antara bagian-bagian dari suatu masyarakat yang menjaga asas-
asasnya pada jangka waktu yang sekontinue mungkin.
BAB 10 TEORI-TEORI STRUKTURAL LEVI-STRAUSS

A. RIWAYAT HIDUP SINGKAT LEVI-STRAUSS


Berbeda dengan teori-teori struktural yang dikembangkan oleh A.R.
Radeliffe-Brown, para ahli antropologi Inggris lainnya, dan oleh J.P.B de josselin
de jong beserta murid-muridnya, adalah teori-teori struktural yang dikembangkan
oleh ahli antropologi Perancis yang terkenal bernama C. Levi-Strauss. Ia lahir di
Brussel dalam suatu keluarga seniman pelukis Yahudi dan belajar ilmu hukum dan
filsafat di Universitas Paris, di samping gemar membaca buku-buku mengenai
geologi, ilmu psiko-analisa, dan tulisan K.Marx.
Dalam tahun 1934 ia diminta menjadi guru besar sosiologi di Universitas
Sao Paolo di Brasil, dan selama waktu itu ia mengadakan beberapa perjalanan ke
daerah pedalaman sungai Amazone untuk mengunjungi beberapa suku-bangsa
indian penduduk asli Amerika Latin yang hidup bercocok tanam di ladang daerah
hutan rimba tropik.
Ketika perang dunia II pecah Levi-Strauss masuk dinas tentara, tetapi
ketika tentara Nazi Jerman menduduki perancis dalam tahun 1940, ia keluar lagi
dan berhasil meninggalkan negerinya. Sesudah perang II Levi-Strauss diangkat
oleh pemerintah perancis menjadi atase kebudayaan di Washington. Selama
tugasnya itu ia menulis sebuah buku yang terbit setelah ia kembali lagi diperancis.
B. METODE SEGITIGA KULINER
Dalam buku-bukunya yang besar, mulai dari Les Structures Elementaires
de la parente. Levi-Strauss menguraikan berbagai macam unsur kebudayaan
manusia dengan suatu metode analisa khas yang juga diambilnya dari ilmu
linguistik yang disebutnya metode “segitiga kuliner” (triangle culinaire). Manusia
secara universal memproses makanannya walaupun ia sering juga menyukai
makanan mentah, tetapi di antara apa yang dimakannya selalu ada yang dimasuk.
Lagi pula, berbagai jenis makanan mempunyai arti social, arti keagamaan
pokoknya mempunyai arti simbolik.
Makanan manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu makanan melalui proses
pemasakan, melalui proses fermental, dan makanan yang mentah, jadi yang bebas
dari salah satu proses (non-ela-bore). Akal manusia dapat memilih di antara suatu
deret makanan yang beraneka warna. Dari golongan terakhir ada yang
digolongkan ke dalam dua exterm, yaitu makanan yang dimasak dan makanan
yang terkena proses fermentasi. Golongan yang satu adalah golongan kebudayaan
sedangkan yang kedua adalah golongan alam.
C. ANALISA SISTEM KEKERABATAN
Analisa sikap hubungan Antar-kerabat. Seperti ahli-ahli antropologi lain,
Levi-Strauss juga banyak mempelajari masalah struktur social dari sistem-sistem
kekerabatan. Namun, kecuali sebagai ahli antropologi yang secara konvensial
seharusnya menaruh perhatian akan hal itu, ia juga tertarik akan analisa sistem-
sistem kekerabatan untuk maksud lain yang khusus. Levi-Strauss menganggap
ilmu antropologi sebagai ilmu yang dapat memberikan data etnografis mengenai
masyarakat primitif, yang dianggapnya perlu untuk mengembangkan gagasan-
gagasan dan konsep filsafatnya.
Dalam usahanya menganalisis segala macam sistem kekerabatan, seperti
juga Radeliffe-Brown, Levi-Strauss, berpangkal kepada keluarga inti (1963:50).
Ada tiga macam hubungan keluarga inti :
1. Hubungan antara seorang individu E dengan saudara-saudara sekandungnya
yang berupa hubungan darah.
2. Hubungan anatara E dengan istrinya yang berupa hubungan karena kawin, yang
menghubungkan kelompok saudara sekandungnya sendiri dengan saudara
sekandung istrinya, dan yang dalam bagan.
3. Hubungan yang lain adalah hubungkan antara E dan istrinya dengan baik anak-
anak mereka.
Hubungan antara saudara sekandung dan hubungan karena perkawinan
ada dua macam, yang menurut Levi-Strauss secara universal selalu bertentangan
kebutuhan.dengan kebutuhan.

Dalam kenyataan, kehidupan kekerabatan yang oleh Levi-Strauss


dianggap hubungan positif adalah hubungan berdasarkan sikap bersahabat, mesra
dan cinta-mencintai, sedangkan apa yang dianggapnya hubungan negatif adalah
hubungan berdasarkan sikap sungkan, resmi, dan meghormat. Kedua hipotese tadi
secara logika memungkinkan enam suku bangsa, yaitu suku bangsa Trobriand
yang telah dideskripsi oleh Malinowski, suku-bangsa Siuai dikepulauan Solomon,
Melanesia, suku-bangsa dobu kepulauan deka ttrobiand, suku-bangsa kubutu
dipapua nugini, suku-bangsa cherkess di eropa tenggara, dan suku-bangsa tonga
dipolinesia.

Kalau kita teliti data etnografi Levi-Strauss lebih mendalam, maka


tampak betapa subyektifnya ia menilai suatu hubungan kekerabatan itu sebagai
positif atau negative, dan tampak pula bahwa tidak jarang ia membawa ukuran
kebudayaannya sndiri.

Simbolik mengatur perkawinan antara kelompok kekerabatan. Buku tebal


berjudul Les Structures Elementaires de la Parnte (1949) tersebut di atas memang
mengenai salah satu masalah yang paling pokok dalam kehidupan social.

Konsepsinya bahwa pranata perkawinan pada dasarnya merupakan tukar-


menukar antara kelompok adalah akibat dari konsepsinya mengenai asal-mula
pantangan incest, yaitu pantangan nikah antara saudara sekandung, yang dalam
alam makhluk merupakan gejala yang memang hanya ada pada makhluk manusia.
Demikianlah gejala tukar-menukar wanita antara kelompok-kelompok manusia
kemudian membudaya menjadi pranata yang mantap.
Gejala sosial tukar-menukar antara kelompok manusia dengan gejala
simbolik yang menyertainya telah dianalisa secara luas oleh M. Mauss dalam
karangannya yang telah tersebut diatas yaitu Essai Sur Le Don, dan Levi-Strauss
memang juga tidak menyebut Mauss dengan karangannya yang terkenal itu pada
permulaan dari bukunya (1949: hlm. 66). Sangat banyak, yang menyebabkan
bahwa tebal bukunya itu menjadi lebih dari enam ratus halaman.

Teori umum mengenai sistem kekerabatan berdasarkan konsep tukar-


menukar wanita itu dimulai dengan membedakan adanya dua golongan sistem
kekerabatan dengan dua kategori struktur, yaitu (1) stuctures elementaires atau
struktur-struktur elementer dengan aturan-aturan yang tegas.(2)structures
complexes atau stuktur-struktur komplek, dengan aturan-aturan yang hanya
membatasi kelompok kekerabatan sendiri.

Dalam kesimpulannya Levi-Strauss menyatakan bahwa ada tiga


kemungkinan struktur elementer yang terjadi sebagai akibat dari dua macam cara
tukar menukar wanita yaitu:

1. Struktur “tukar menukar terbatas”


2. Struktur “tukar menukar meluas”
Struktur-struktur tukar menukar meluas dapat di golongkan lebih khusus
ke dalam (2,1) struktur tukar menukar kontinu (I’echange continue), dan (2,2)
struktur tukar menukar tak kontinu (I’echange dyscontinue) (1949 : 611)

Struktur tukar-menukar meluas memerlukan lebih dari dua kelompok


,yaitu paling sedikit tiga,tetapi dapat juga empat,delapan,atau lebih. Struktur itu
berfungsi paling rapi apabila satu kelompok memberi wanitanya kepada kelompok
kedua,kelompok kedua memberi wanita kepada kelompok tiga,dst. Kalau hanya
ada tiga kelompok,maka kelompok ketiga harus memberi wanitanya kepada
kelompok pertama lagi, dan kalau misalnya ada lebih dari tiga, yaitu misalnya
empat atau delapan, maka kelompok yang keempat dan kedelapan itulah yang
harus memberikan wanitanya kepada kelompok pertama. Dengan demikian secara
teori semua wanita beredar terbag rata di antara semua kelompok yang seimbang
dan selaras. Sebaliknya,kalau di antara seri kelompok-kelompok tadi ada dua yang
melakukan tukar menukar wanita secara langsung,maka keduanya itu mungkin
akan di pandang oleh yang lain sebagai dua kelompok yang mau mengadakan
gerakan separatismenentang adat, untuk memisahkan diri, karena gejala itu dalam
rangka seluruh struktur memang akan menimbulkan kemacetan pada sistem
peredaran wanita yang merata tadi. Itulah sebabnya struktur tukar-menukar luas
memerlukan adat peraturan perkawinan yang lebih ketat,dan untuk itu timbul adat
pembatasan perkawinan dengan saudara sepupu silang.
Tiap orang tentu mempunyai dua golongan saudara sepupu silang,yaitu
sudara sepupu silang patrilateralnya (anak saudara wanita ayah), dan saudara
silang matrilateralnya (anak saudara pria ibu). Peraturan adat perkawinan yang
dapat menyebabkan bahwa sister peradaran wanita antara kelompok-kelompok
kerkerabatan yang ada dalam masyarakat itu dapat berfungsi dengan rapi, adalah
peraturan yang mewajibkan orang untuk kawin dengan saudara sepupu silang
matrilateral nya,atau semua kerabat wanita yang dapat diklasifikasikan sebagai
saudara sepupu silang matrilateral.
Peraturan yang menata adat perkawinan yang berdasarkan struktur tukar-
menukar meluas kontinu,bila mau dilaksanakan dengan ketat sebenarnya
memerlukan suatu peraturan yang melarang seorang pria menikah dengan saudara
sepupu silang patrilateralnya, karena perkawinan seperti itu akan membuat sistem
peredaran wanita tadi tidak dapat berjalan,sebab orang yang memberikan saudara
sekandung wanitanya kepada pria lain ingin mendapat gantinya secara langsung
dengan meminta anak perempuan yang lahir dari perkawinan itu sebagai calon istri
bagi anak laki-lakinya sendiri. Itulah sebabnya struktur semacam itu,yang tak
memungkinkan adanya suatu peredaran merata dari para wanita dalam
masyarakat,disebut oleh Levi-Strauss “Struktur tukar menukar meluas tidak
kontinu”dalam membandingkan frekuensi kedua adat perkawinan teruai di atas di
berbagai daerah di dunia, tetapi terutama di india selatan, Levi Strauss akhirnya
menemukan bahwa adat perkawinan dengan saudara sepupu silang matrilateral
jauh lebih besar frekuensinya daripada adat perkawinan dengan saudara sepupu
silang patrilateral. Berdasarkan fakta ini ia menganggap telah membuktikan
pendiriannya bahwa struktur tukar menukar meluas kontinu yang adat perkawinan
dengan saudara sepupu silang matrilateral itu merupakan struktur yang menjamin
integrasi sosial yang lebih besar.

D. KONSEF LEVI-STRAUSS MENGENAI ASAS KLASIFIKASI ELEMENTER


Apabila kita ingin memahami konsepsi levi-strauss mengenai kategori-
kategori apa yang secara elementer dipergunakan oleh akal manusia untuk
mengklasivikasikan seluruh alam semesta disekelilingnya beserta segala isinya,
maka hal itu paling jelas dapat kita ketahui.
Memang hampir secara universal manusia dalam akal pikirannya
merasakan dirinya, kerabat atau berhubungan dengan hal-hal tertentu dalam alam
semesta sekelilingnya, atau dengan manusia-manusia tertentu dalam lingkungan
sosial budayanya, yaitu dia merasa dirinya berototeman dengan hal-hal itu. Dalam
hubungan itu manusia mengklasifikasikan lingkungan alam serta sosial budayanya
ke dalam kategori-kategori yang elementer. Pada tahap pertama sperti apa yang
juga sudah di uraikan di atas, berhubungan dengan metode analisa “segitiga
kuliner”. Manusia membagi lingkungannya ke dalam lingkungan alam dan
lingkungan kebudayaan atau sosial budaya. Secara khusus alam semesta terdiri
dari hal-hal yang kolektif atau kelompok-kelompok dan person-person. Maka
kalau dari unsur-unsur itu kita susun sebuah matrix bermutasi, maka akan timbul
empat rangkaian, yaitu:
1. Kategori- Kelompok
2. Kategori- person
3. Unsur khusus- kelompok
4. Unsur khusus- person
Dalam kebudayaan suku-suku bangsa penduduk pribumi benua Australia
ada keyakinan yang sering kali bersifat keagamaan, bahwa kelompok-kelompok
sosial mempunyai hubungan rohania dengan jenis-jenis binatang, tumbuh-
tumbuhan, gejala-gejala alam, atau segolongan benda-benda tertentu.
Dalam banyak kebudayaan suku-suku bangsa penduduk pribumi Amerika
biasanya bersifatnya lebih individual seorang Indian Amerika sebagai individu
mencari suatu roh pelindung pribadi, yang dicarinya dengan mengalami berbagai
macam penderitaan fisik, dan yang ditemukannya melalui sebuah mimpi atau
dengan wahyu, dalam tubuh sejenis binatang yang khas, dalam tumbuh-tumbuhan
tertentu atau dalam sebuah batu atau karang yang khas.
Salah satu cara yang paling elimenter adalah membagi alam semesta
kedalam dua golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling kontras, bertentangan, atau
merupakan kebalikannya, yaitu cara yang disebut binary opposition, atau oposisi
pasangan. Dua golongan ini bersifat mutlak berupa gejala alam seperti bumi, dan
langit, suatu keadaan seperti hidup atau mati, makluk seperti manusia atau
binatang, manusia atau dewa, pria atau wanita, atau warna hitam putih, tetapi bisa
juga bersifat relatif seperti kiri kanan, belakang depan, dan sebagianya.
Konsep elementer pembagian kedalam dua golongan yang relatif telah
menimbulkan konsep akan adanya golongan ketiga yang bisa menempati kedua
kedudukan dalam kedua pihak dari suatu pasangan binary. Pihak ketiga itu dalam
cara berfikir bersahaja dianggap merupakan suatu golongan antara yang memiliki
ciri-ciri dari kedua bela pihak, namun tidak tercampur, melainkan saling terpisah
dalam keadaan yang berlainan. Demikian timbullah gagasan rangkaian tiga dalam
berbagai kebudayaan suku bangsa yang mempunyai bahasa yang termasuk
keluarga bahasa bantu di Afrika sebelah selatan gurun Sahara. Contoh dari
gagasan rangkaian tiga misalnya manusia atau roh, atau dewa, dan lain sebagainya.
E. PENGARUH STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS
Berpuluh-puluh buku dalam berbagai bahasa telah ditulis tentang
strukturalisme levi-strauss sehingga Firth pernah mengatakan bahwa menulis
komentar tentang karya-karya levistrauss “……. Has now become almost an
industry”. karena itu, mempelajari kritik levi-strauss saja sudah bisa merupakan
suatu usaha yang dapat menghasilkan suatu bab tersendiri, lepas dari itu, setelah
mencoba mengikuti konsep-konsep levi-strauss serta cara kerjanya dalam
menganalisa asas-asas cara berfikir simbolik dari akal manusia dalam upacara,
dalam hubungan kekerabatan, dan dalam mitologi, maka tampak jelas suatu
perbedaan dasar antara apa yang sebutnya sruktur, dan apa yang disebut struktur
sosial oleh malinowski-radeliffe-brown serta para ahli antropologi Inggris.
Strukturalisme live-strauss di Negeri Belanda seperti yang telah kita lihat
dari bab sebelumnya, diantara para ahli antropologi di Negeri Belanda ada konsep-
konsep klasifikasi dualism serta oposisi pasangan sebelum di Negara itu muncul
karya-karya levi-strauss dan karena itu lepas dari live-strauss juga, timbul suatu
metode analisa data etnografi, khususnya data mitologi dan data sistim
kekerabatan diantara berbagai suku bangsa diberbagai daerah di Indonesia yang
mengandung banyak pasangan dengan strukturalisme levi-strauss.
Kedua pendekatan yang terlepas satu dari yang lain itu berjalan sendiri-
sendiri, dan para pelakunya sepanjang pengetahuan saya baru saling berinteraksi
dalam tahun 50an.
Sesudah itu banyak ahli antropologi Belanda di negeri Belanda tertarik
akan konsep-konsep live-strauss, yaitu tidak hanya F.A.E Van wooden yang juga
menjadi lector antropologi sosial di Universitas Indonesia yang menulis
karangannya mengenai prinsip keturunan Bilineal di Kodi Sumba Barat, dan di
Tahun 50an sangat menarik perhatian dunia antropologi.
Konsep-konsep strukturalisme live-strauss diterapkan dalam menganalisa
data mengenai sitim kekerabatan, organisasi sosial, dan upacara keagamaan
penduduk pulau Sawu dan pekerjaan itu akhirnya menghasilkan Disertasi Dunia
Orang Sawu (1978, yang diuji oleh Universitas Indonesia)
Pengaruh live-strauss di Inggris hampir semua ahli antripologi yang
menyebut dirinya British social Antropologistis pernah membaca karya levi-
strauss yang terpenting, karena dijurusan-jurusan antropologi di Universitas-
universitas di Inggris sejak kedua dasar warsa terakhir ini buku-buku itu rupanya
merupakan bacaan wajib untuk dapat lulus ujian bagi semua mahasiswa
antropologi. Ini tentu tidak berarti bahwa semua ahli antropologi lulusan salah satu
universitas di Inggris terpengaruh gagasan-gagasan live-strauss. Mereka
menganggap konsep-konsepnya mengenai perkawinan saudara sepupu silang, dan
terutama metode analisa mitologinya, hanya sebagai salah satu alat penelitian atau
analisa apabila mereka menemukan gejalah-gejalah sosial budaya yang sesuai
dengan alat penelitian.

Sebagai kesimpulan barnes menyatakan bahwa :


1.dalam kebudayaan kadang ada sistem dualisme konsentrikat yang berstratifikasi
2. alam dan hidup tumbuh dari benih emas yang terjadi karena perkawinan antara
bumi dengan langit dan perpecahan serta persebaran dari makhluk-makhluk
manusia
3. konsep-konsep simbolik yang melembangkan proses itu di ambil dari alam flora
seperti akar,pokok,cabang,ranting,dll.
4. kalau ada konsep kiri-kanan,maka kanan akan lebih kuat,lebih baik,lebih tinggi.
5. sistem perkawinan antr-klen menunjukan tukar-menukar meluas kontinu
matrilateral dimana wanita bersama dengan harta benda yang melambangkan
konsumsi ditukarkan dengan mas kawin yang berbentuk benda-benda yang
melambangkan produksi dan kedudukan.

Anda mungkin juga menyukai