Anda di halaman 1dari 79

POLITEKNIK NEGERI MALANG 1

Metrologi Industri

BAB I
PEDAHULUAN

1.1. Metrologi industri

Metrologi industri, adalah ilmu melakukan pengukuran karakteristik geometris


dari suatu produk / komponen mesin dengan alat dan cara yang sesuai / tepat,
sedemikian rupa sehingga hasil pengukurannya dianggap sebagai yang paling dekat
dengan geometris yang sesungguhnya dari komponen mesin.

Kontrol kualitas (Quality Control) pada dasarnya adalah pemeriksaan


(Inspection) yaitu melakukan pengukuran karakteristik dari produk, meliputi ;
karaktrisrik dari material, fisik, maupun geometris yang kemudian dibandingkan
dengan standar.

Beberapa istilah dalam Metrologi industri antara lain :


a. Kualitas Geometris
Kualitas Geometris ialah hasil produksi mesin/bagian-bagiannya, serta fungsi
dari mesin tersebut mempunyai kualitas produksi dan desainnya.
b. Hubungan antara Karakteristik geometrik dengan Fungsional
Hubungan dari suatu komponen mesin sangat penting. Kadang-kadang suatu
komponen diketahui kualitas fungsionalnya saja, bila komponen tersebut dirakit
dengan komponen yang lainnya akan cepat rusak, oleh karena kualitas
geometrisnya kurang baik (misalnya : ukuran, bentuk, kekasaran permukaan,
dsb.)
c. Penyimpangan selama Proses pembuatan
Suatu komponen mempunyai karakteristik geomerik yang ideal, apabila
komponen tersebut sesuai dengan apa yang dikehendaki, mempunyai :
a. ukuran/demensi yang teliti
b. bentuk yang sempurna, dan
c. permukaan yang halus sekali.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 2
Metrologi Industri

Dalam praktek tidaklah mungkin kita membuat suatu komponen dengan


karakteristik ideal. Suatu hal yang tidak dapat kita hindari adalah terjadnya
penyimpangan selama proses pembuatan. Dalam hal ini, maka kita harus
memperhatikan faktor-faktor sbb. :
- Penyetelan mesin perkakas
- Methode pengukuran
- Gerakan dari mesin perkakas
- Keausan dari tool
- Temperatur
- Gaya pemotongan, dsb.
d. Komponen dengan Sifat Mampu tukar
Setiap komponen yang berpasangan diproduksi dengan membiarkan adanya
suatu penyimpangan kecil terhadap ukuran dasarnya, akan tetapi besarnya
penyimpangan masih dalam daerah tolelansi yang telah ditentukan. Jadi
pengontrolan demensi sewaktu proses pembuatan sangat diperlukan.
Hasilnya, untuk setiap komponen yang berpasangan dijamin dapat dipasangkan
tanpa memerlukan oprasi tambahan (misalnya ; dikikir, digosok ampelas, dsb.)

Keuntungan
1. Waktu perakitan dapat diturunkan
2. Komponen-komponen mesin dapat dibuat terpisah
3. Suku cadang dapat dibuat secara masal
4. Pengolahan produksi lebih mudah dengan kualitas terjaga

e. Spesifikasi geometris, Metrologi, dan Kontrol kualitas


Hampir semua jenis industri akan selalu ditentukan tingkatan-tingkatan dimana
proses pembuatan suatau produk/mesin berlangsung. Secara garis besar dapat
diperinci sbb. :
a. Tingkatan politik perusahaan
b. Tingkatan perencanaan
c. Tingkatan pembuatan dan perakitan
d. Tingkatan servis

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 3
Metrologi Industri

Diantara berbagai tingkatan- tingkatan tersebut terjadi suatu komunikasi timbal-


balik, salah satu alat komunikasi yang sangat penting adalah Gambar teknik.
Gambar teknik haruslah jelas dan dimengerti oleh semua orang (baik perencana
produk, perencana proses produksi, operator mesin, pengontrol kualitas selama
proses produksi berlangsung, bagian perakitan/asembling, dan bagian servis).
Oleh karena itu pengetahuan kita cara penulisan dan arti dari spesifikasi
geometris pada gambar teknik haruslah seragam, untuk menghindari salah
pengertian.

1.2. Pengukuran
Pengukuran dalam arti yang luas adalah membandingkan sesuatu besaran
dengan beasaran standar.

Syarat besaran standar :


a. Dapat didefinisikan secara fisik
b. Jelas dan tidak berubah dengan wkatu
c. Dapat digunakan sebagai pembanding dimana saja

Pengukuran geometris adalah mencakup 3 aspek yaitu : Ukuran, bentuk, dan


kekasaran permukaan.

Jenis pengukuran dapat dibedakan sbb. :


1. Pengukuran linier
2. Pengukuran sudut/kemiringan
3. Pengukuran kedataran
4. Pengukuran profil
5. Pengukuran ulir
6. Pengukuran roda gigi
7. Pengukuran penyetelan posisi
8. Pengukuran kekasaran permukaan

Berdasarkan sifat dari alat ukur dikenal 5 macam alat ukur, yaitu :
1. Alat ukur langsung
2. Alat ukur pembanding

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 4
Metrologi Industri

3. Alat ukur standar


4. Alat ukur batas (kaliber)
5. Alat ukur bantu

Beberapa cara pengukuran :


1. Pengukuran langsung
2. Pengukuran tak langsung
3. Pengukuran dengan kaliber batas
4. Pengukuran dengan cara membandingkan dengan bentuk standar

1.3. Konstruksi umum Alat ukur

Alat ukur yang paling sederhana dan dikenal semua orang adalah Mistar yang
mempunyai garis-garis sekala ukur, alat itu digunakan untuk mengukur yang tidak
memperhatikan kecermatan.
Akan tetapi bila bentuk dari obyek ukur cukup rumit dan memerlukan
kecermatan tinggi, maka perlu jenis alat ukur yang lain.
Yang membedakan suatu alat ukur dengan alat ukur yang lain adalah konstruksi
dan cara fungsinya dari alat ukur tersebut.

Komponen utama alat ukur :


a. Sensor
b. Pengubah
c. Penunjuk / pencatat

Sensor adalah bagian alat ukur yang langsung menyentuh benda ukur, berfungsi
untuk meraba/mendeteksi benda ukur (terbuat dari benda padat, sinar,
frequensi, dan sebagainya).

Pengubah adalah bagian alat ukur yang berfundsi untuk mengubah / mengolah
data yang diperoleh oleh sensor (pengubah mekanis, pengubah mechanic-optic,
pengubah electric, pengubah optic-electric, pengubah pneumatic, dsb.) sehingga
menjadi suatu data atau tampilan yang mudah difahami oleh operator
pengukuran.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 5
Metrologi Industri

Penunjuk adalah bagian alat ukur yang berfungsi untuk menujukkan hasil
pengukuran yang diperoleh dari informasi data sensor yang sudah diolah oeh
pengubah (dengan tampilan garis indeks, jarum penunjuk, digital-mecanic,
digital-electric).

Penunjuk dapat dikatagorikan menjadi 2 macam, yaitu :


1. Penunjuk bersekala
2. Penunjuk berangka (digital)

Penunjuk bersekala
Skala adalah susunan garis yang beraturandengan jarak antara dua garis yang
berdekatan dibuat tetap dan mempunyai arti tertentu (lihat Gambar 1).

Gambar 1.1 Penunjuk bersekala

Gambar 1.2 Penunjuk digital manual

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 6
Metrologi Industri

Gambar 1.3 Penunjuk digital elektrik

Pencatat adalah bagian alat ukur yang berfungsi untuk mencatat /


mengabadikan hasil pengukuran sesuai dengan informasi penunjuk.

Gambar 1.4 Pencatat

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 7
Metrologi Industri

1.4. Sifat umum Alat Ukur

Alat ukur adalah merupakan alat yang dibuat oleh manusia dengan demikian
ketidak sempurnaan adalah merupakan ciri utama.
Meskipun alat ukur direncanakan dan dibuat dengan seksama dan sebaik mungkin,
namun ketidak sempurnaan tidak bisa dihilangkan sama sekali dan hannya dalam
batas tertentu yang dianggap cukup baik untuk digunakan dalam suatu proses
pengukuran.
Untuk menyatakan sifat-sifat alat ukur digunakan beberapa istilah teknik yang
harus kita ketahui supaya tidak timbul salah fahan dan salah penafsiran, istilah-
istilah tersebut adalah :
1. Rantai kalibrasi/mampu usut; adalah mencocokan harga-harga yang tercantum
pada skala ukur dengan harga standar. Kalibrasi diwajibkan alat ukur baru yang
akan dipasarkan atau dipakai dan alat ukur yang relative lama dipakai.

Pemeriksaan rantai kalibrasi sebagai berikut :


- Tingkat 1. Kalibrasi alat ukur kerja dengan alat ukur standar kerja
- Tingkat 2. Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan alat ukur standar
- Tingkat 3. Kalibrasi alat ukur standar dengan alat ukur standar nasional
- Tingkat 4. Kalibrasi alat ukur standar nasional dengan alat ukur standar
internasional.

2. Kepekaan (sensitivity); yaitu kemapuan alat ukur untuk merasakan suatu


perbedaan yang relatif kecil dari harga yang diukur.

3. Kepasifan (pasivity); adalah kelambatan alat ukur bereaksi untuk merasakan


suatu perbedaan dari harga yang diukur.

4. Kemudahan baca (readability); adalah kemampuan sistim penunjukan dari alat


ukur untuk memberikan harga/angka yang jelas.

5. Histeris, adalah penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran


secara kontinyu dari dua arah yang berlawanan, yaitu mulai dari skala nol
hingga maksimum kemudian dikembalikan sampai skala nol.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 8
Metrologi Industri

6. Penggeseran (shifting, drift); yaitu suatu perubahan harga yang ditunjukkan


pada skala atau pencatatan, sedangkan sesungguhnya sensor tidak
menisyaratkan suatu perubahan.

Kesetabilan nol (zero stability) ; yaitu bila suatu penujuk alat ukur telah
disetting nol setelah dirubah posisinya (dipakai pengkukuran) harus bisa
kembali pada posisi semula (posisi nol).

7. Pengambangan (floating); yaitu apabila penunjukan pengukuran selalu


berubah- rubah angka / harganya.

1.5. Kesalahan/Penyimpangan dalam Proses Pengukuran

Pengukuran adalah suatu proses yang mencakup 3 unsur pokok yaitu : Alat
ukur, Benda ukur, dan Orang (personil pengukuran). Karena tidak kesempurnaan-
nya dari masing-masing unsur ini maka dapat dikatakan tidak ada satupun
pengukuran ketelitian yang absolut. Kesalahan akan selalu ada, yaitu merupakan
perbedaan antara hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar.

Ada beberapa istilah-istilah penting dalam pengukuran yaitu :

Ketelitian (accuracy)
Adalah persesuaian antara hasil pengukuran dengan harga yang sebenarnya
(demensi obyek ukur). Perbedaan antara harga yang diukur dengan harga yang
dianggap benar disebut Kesalahan sistematis (systematic error). Semakin kecil
kesalahanya, maka proses pengukuran dikatakan teliti.

Ketepatan (Precision, Repeatability)


Adalah kemampuan prose pengukuran untuk menunjukan hasil yang sama dari
pengukuran yang dilakukan berulang-ulang dan identik.
Hasil pengukuran akan selalu terpencar disekitar harga rata-ratanya, semakin dekat
dengan harga tersebut dengan harga rata-ratanya, maka proses pengukuran
mempunyai ketepatan tinggi.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 9
Metrologi Industri

Faktaor-faktor yang membuat suatu proses pengukuran menjadi tidak teliti dan
tidak tepat dapat berasal dari beberapa sumber yaitu :
1. Alat ukur, alat ukur yang digunakan harus dikalibrasi, muka ukur (sensor)
harus bersih (tidak terhalang).
2. Benda ukur, harus memperhatikan perubahan bentuk, kelenturan benda ukur ,
kontak tekanan sensor terhadap benda ukur (sewaktu pengukuran), permukaan
benda ukur harus bersih dari kotoran.
3. Posisi pengukuran, Posisi garis pengukuran harus berimpit atau sejajar
dengan garis demensi obyek ukur, kalau tidak maka akan terjadi kesalahan
cosinus bakan terjadi kesalan gabungan cosinus dan sinus.
4. Lingkungan, harus memperhatikan cahaya penerangan, temperature standar
20oC, kebersihan permukaan beda ukur, kebersihan lingkungan, kenyamanan
dan keamanan lingkungan penguran.
5. Orang (sipengukur) ; orang yang melakukan pengukuran harus :
- Menguasai pengetahuan dan pengalaman melakukan pengukuran.
- Mempunyai dasar pengetahuan tentang alat ukur, cara kerjanya, cara
pengukuran, cara mengkalibrasi dan perawatan alat ukur.
- Mampu menganalisa hasil pengukuran.
- Sadar terhadap tanggung jawab hasil pengukuran.

1.6. Spesifikasi Geometris


Komonen suatu mesin mempunyai sifat umum, yang bervariasi yaitu : ukuran,
bentuk, dan fungsinya. Proses duplikasi produk yang sempurna tidak mungkin akan
dicapai oleh suatu proses produksi, oleh karena itu harus ada toleransi yang telah
diperhitungkan pada waktu merencanakan spesifikasi produk.

Ukuran yang penting bila ditinjau dari segi fungsi komponen, perakitan dan
pembuatan.

Tujuan dari ISO adalah untuk menyatukan pengertian teknik antar bangsa
dengan jalan membuat standar. Dalam badan ini tehimpun ahli teknik yang
mempunyai kepentingan bersama dan pekerjaan mereka adalah membahas

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 10
Metrologi Industri

persoalan-persoalan teknik yang timbul akibat perbedaan perngertian diantara


mereka yang mewakili berbagai negara guna mencapai suatu pengertian yang
disetujui bersama, selain itu juga membahas usaha-usaha untuk memperbaiki
kualitas, meningkatkan produksi, menurunkan harga serta memperluas perdangan
dan organesasi pemasaran.

Dengan demikian :
1. Memudahkan perdagangan nasional
2. Memudahkan komunikasi teknik
3. Bagi negara yang sedang berkembang memberikan petunjuk praktis pada
persoalan khusus dalam bidang teknologi.

1.7. Toleransi
Adalah perbedaan ukuran antara kedua harga batas (two permissible limits)
dimana ukuran dari komponen harus terletak.
Untuk setiap komponen perlu didefinisikan ukuran dasar (basic size), sehingga
kedua harga batas (maksimum dan minimum) yang membatasi daerah toleransi
(toleransi zone) dapat dinyatakan dengan suatu penyimpangan (deviation) terhadap
ukuran dasar.

Gambar 1.5 Daerah toleransi

Dalam proses pembuatan komponen tidak mungkin didapatkan karakteristik


geometrik (ukuran, bentuk, dan kehalusan permukaan) yang idial/sempurna.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 11
Metrologi Industri

Untuk itu perlu adanya toleransi (batasan maksimum dan minimum) pada
karakteristik geometrik, dimana komponen masih dapat berfungsi sesuai dengan
yang diinginkan (desainnya).

Toleransi dapat diklasifikasikan :


a. Toleransi demensi, yaitu batas harga penyimpangan yang diperbolehkan
terhadap demensi nominal.
b. Toleransi posisi, yaitu batas harga penyimpangan yang diperbolehkan dari
suatu posisi komponen relative terhadap suatu garis atau bidang.
c. Toleransi bentuk, yaitu batas harga penyimpangan yang diperbolehkan
terhadap bentuk geometric teoritis suatu komponen.

1.8. Suaian
Dua buah atau lebih komponen yang berpasangan / dirakit (assembled), maka
hubungan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh perbedaan ukuran antara kedua
komponen tersebut yang sesuai dengan fungsinya.

1 3
2 3 1 2

Gambar 1.6 Sistim suaian

Perbedaan ukuran ini disebut suaian, dan dapat dibedakan menjadi 3 jenis suaian,
yaitu :
1. Suaian longgar (clearence fit)
2. Suaian pas (transition fit)
3. Suaian paksa (interference fit)

Gambar yang diarsir adalah merupakan daerah toleransi dari demensi / ukuran
suatu komponen / produk ( Poros dan Lubang ).

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 12
Metrologi Industri

Soal-soal latihan (jawaban ditulis dengan tangan !, tidak boleh memakai Komputer)

1. Apa yang dimaksud metrology industry ?


2. Apa yang dimaksud kualitas geometri ?
3. Untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan selama proses pembuatan
komponen, sebutkan faktor penyebabnya !
4. Apa yang dimaksud komponen dengan sifat mampu tukar ?
5. Apa keuntungan komponen sifat mampu tukar, sebutkan !
6. Apa yang dimaksud spesifikasi geometris?
7. Alat komunikasi apa yang terpenting dalam industry pemesinan ?
8. Apa yang dimaksud dengan pengukuran ?
9. Sebutkan 3 syarat besaran standar !
10. Sebutkan 4 cara pengukuran !
11. Sebutkan dan jelaskan 3 komponen utama alat ukur !
12. Apa yang dimaksud rantai kalibrasi alat ukur ?
13. Apa yang dimaksud kepekaan (sensitivity) alat ukur ?
14. Apa yang dimaksud kepasifan (passivity) alat ukur ?
15. Apa yang dimaksud sifat histeris pada alat ukur ?
16. Apa yang dimaksud kesetabilan nol (zero stability) pada alat ukur ?
17. Apa yang dimaksud ketelitian (accuracy) dalam proses pengukuran ?
18. Apa yang dimaksud ketepatan (precision) dalam proses pengukuran ?
19. Sebutkan 5 faktor penyebab proses pengukuran menjadi tidak teliti/tepat ? dan
jelaskan secara singkat !
20. Apa yang dimaksud toleransi ?

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 13
Metrologi Industri

BAB II
ALAT UKUR dan PEMAKAIANNYA

Sebagaimana kita ketahui, ketrampilan seseorang didalam proses pengukuran


serta ketrampilan untuk menganalisa hasil pengukuran sangat tergantung atas
pengetahuan mengenai alat ukur dan cara pemakaiannya.
Alat ukur secara garis besar dapat dikelompokkan sbb. :
1. Alat ukur Linier Langsung
2. Alat ukur Linier tak Langsung
3. Alat ukur Sudut
4. Alat ukur Kelurusan
5. Alat ukur Kerataan
6. Alat ukur Kekasaran permukaan
7. Alat ukur Kedataran
8. Alat ukur kebulatan dan kesalahan bentuk
9. Metrologi Ulir
10. Metrologi Roda gigi
11. Alat ukur bantu, dsb.

2.1. Alat ukur Linier Langsung


Dengan Alat ukur Linier Langsung, sipengukur dapat membaca hasil
pengukuran secara langsung pada bagian penunjuk / skala dari alat ukur tersebut
(lihat Gambar 2.1).

Jenis Alat ukur Linier Langsung


2.1.1 Mistar ukur : a. Mistar ukur / penggaris
b. Mistar ukur berkait
c. Meteran lipat
d. Meteran gulung ( Role meter )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 14
Metrologi Industri

Gambar 2.1 Alat ukur panjang

2.1.2 Mistar Ingsut / sorong


Menggunakan Mistar sorong bersekala nonius kita dapat melakukan
pengukuran dengan ketelitian / kecermatan ; 0,1 mm, 0,05 mm, 0,02 mm, dan
untuk kecermatan 0,01 mm biasanya dengan dial / jam, serta kecermatan yang
lain dengan digital.
Macam-macam Mistar sorong :
a. Mistar ingsut Nonius ( Verner Caliper )
. b. Mistar ingsut Jam ( Dial Caliper )
c. Mistar ingsut Ketinggian ( Height gauge )
d. Mistar ingsut Digital, dan sebagainya.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 15
Metrologi Industri

Nama-nama bagian dari Mistar sorong dapat dilihat pada Gambar 2.1, dan cara
penggunaanya dapat dilihat pada Gambar 2.2, sedang beberapa jenis-jenis Mistar
sorong yang lain dan keguaanya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Nama bagian-bagian Mistar sorong

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 16
Metrologi Industri

Gambar 2.3 Cara pengukuran dengan Mistar sorong

Untuk beberapa jenis Mistar sorong yang lain dapat dilihat pada Gambar 2.4 (
halaman 16 dan 17 )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 17
Metrologi Industri

Gambar 2.4 Beberapa jenis mistar sorong

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 18
Metrologi Industri

Pembacaan hasil pengukuran mistar sorong bersekalaNonius


Dalam proses pengukuran garis indeks (penunjuk) tidak selalu tepat pada garis
skala, oleh karena itu untuk mengetahui kelebihan posisi garis indeks terhadap
garis skala, maka ditambahkan susunan garis skala lain yang biasa disebut skala
Nonius dan skala alat ukur disebut skala Utama [dalam Milimeter (mm) atau
dalam Inchi ( )].

Gambar 2.5 Posisi garis skala pada mistar sorong dengan u = 1 skala utama

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 19
Metrologi Industri

Gambar 2.5 adalah mistar sorong dengan skala nonius berkecermatan /


ketelitian 0,1 mm.
Berdasarkan gambar 2.6 pembacaan mistar sorong dapat dirumuskan sebagai
berikut :
P = A + nb . k
ub = A + u . nb
k=un
dimana : P = pembacaan hasil pengukuran
A = bilangan bulat yang telah terlampaui oleh garis indeks nol
pada skala nonius
k = kecermatan
u = jarak antara garis skala utama dalam pembagian skala
nonius
n = jarak antara garis skala nonius yang berdekatan
ub = salah garis skala utama yang berimpit dengan salah satu
garis skala nonius
nb = salah garis skala nonius yang berimpit dengan salah satu
garis skala utama

Rumus ini juga berlaku untuk busur derajat bersekala nonius.

Gambar 2.6 Posisi garis skala pada mistar sorong dengan u = 2 skala utama

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 20
Metrologi Industri

Tabel 1. Pembagian skala pada Mistar sorong dan Busur derajat


Besar u Skala nonius
Kecermatan pada Panjang Jumlah Besar n pada
skala keseluruhan pembagian skala nonius
utama yang dibagi
1/10 = 0,1mm 1 mm 9 mm 10 bagian 0,9 mm
1/20 = 0,05 mm 1 mm 19 mm 20 bagian 0,95 mm
2 mm 39 mm 20 bagian 1,95 mm
1/50= 0,02 mm 1 mm 49 mm 50 bagian 0,98 mm
1 mm 24,5 mm 25 bagian 0,98 mm
(1/12)o = 5 1o 11o 12 bagian (11/12)o
2o 23o 12 bagian (23/12)o
(1/60)o= 1 1o 29,5o 30 bagian (59/60)o

Gambar 2.7 Posisi garis-garis skala utama dengan skala nonius dan harganya pada
Mistar sorong

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 21
Metrologi Industri

Contoh : pada Gambar 2.7 A, menunjukkan bahwa : PA = 3,45 mm, A = 3,00 mm,
nb = 9, dan k = 0,05 mm. Pada Gambar 2.7 B, menunjukkan bahwa : PB = 3,50 mm,
A = 3,00 mm, nb = 12, dan k = 0,02 mm. Gambar 2.7 C, menunjukkan bahwa :
PA = 3,52 mm, A = 3,00 mm, nb = 26, dan k = 0,02 mm.

2.1.3 Mikrometer
Mikrometer mempunyai kecermatan yang lebih baik / tinggi dibanding Mistar
ingsut. Pada umumnya mempunyai kecermatan ; 0,01 mm, 0,002 mm, 0,001 mm,
dan bahkan sampai 0,0005 mm (dibantu dengan sekala nonius). Konstruksi
Mikrometer untuk jangkauan 0 25 mm, dengan kecermatan / ketelitian dan nama-
nama bagiannya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 2.8 Mikrometer

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 22
Metrologi Industri

Mikrometer adalah merupakan alat ukur yang presisi dengan pengukuran yang
akurat pada komponen-komponen mesin yang mempunyai demensi ukuran sangat
presisi, maka bentuk konstruksi mikrometer disesuaikan dengan bentuk benda ukur,
sehingga didapat kan hasil pengukuran yang sangat baik.

Beberapa jenis mikrometer :


a. Mikrometer Luar (Outside micrometer) (lihat Gambar 2.8).
b. Mikrometer Luar dengan landasan tetap dapat diganti ( O.M. with
interchanganeable anvil )
c. Mikrometer Indicator ( Indicating micrometer )
d. Mikrometer Batas ( Limit micrometer )
e. Mikrometer Dalam ( Inside micrometer )
f. Mikrometer Kedalaman ( Depth micometer ), dsb.

Mikrometer Luar dengan landasan tetap dapat diganti, jenis mikrometer


ini jangkauan pengukurannya dapat bervariasi sesuai dengan penggantian ukuran
landasan tetap (lihat Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Mikrometer Luar dengan landasan tetap dapat diganti

Gambar 2.10 Mikrometer Indikator

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 23
Metrologi Industri

Mikrometer indikator (Gambar 2.10) adalah suatu mikrometer yang dilengkapi


dengan indikator penekanan ukur. Dalam proses pengukuran, penekanan dalam
pengukuran sangat menentukan hasil pengukuran. Untuk pengukuran Benda ukur,
Alat ukur, posisi pengukuran, Orang yang mengukur sama, bila penekanan
pengukuran tidak sama maka hasil pengukurannya tidak sama. Untuk itu, maka
mikrometer sangat perlu dilengkapi dengan indikator penekan atau untuk mikrometer
biasa dilengkapi dengan Gigi gelincir (Ratchet knob) lihat gambar Gambar 2.8.
Mikrometer Batas adalah dua buah mikrometer yang digabungkan sedemikian
rupa sehingga mulut ukur kedua dapat diatur sesuai dengan keinginan atau sesuai
dengan besar toleransi (ukuran maksimun dan ukuran minimum) benda ukur, biasanya
digunakan pengukuran koponen yang diproduksi secara masal. (lihat Gambar 2.11).
Untuk mikrometer jenis lain dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11 Mikrometer Batas

Mikrometer Batas, digunakan untuk mengukur daerah toleransi demensi produk


(ukuran maksimum dan ukuran minimum), biasanya untuk produk yang diproduksi
secara masal, lihat Gambar 2.11.
Untuk beberapa jenis Mikrometer yang lain dapat dilihat pada Gambar 2.12 (
halaman 24, 25, 26, 27, dan 28 )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 24
Metrologi Industri

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 25
Metrologi Industri

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 26
Metrologi Industri

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 27
Metrologi Industri

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 28
Metrologi Industri

Gambar 2.12 Berapa Jenis micrometer

Pembacaan skala micrometer


Micrometer dibuat dengan konstruksi sistim kerja ulir, ulir micrometer jenis
ulir tunggal dengan lead atau pits = 0.5 mm, kapasitas atau jangkauan mikro meter
dibuat maksimum 25 mm (0 25, 25 50, 50 75, 75 100, dan seterusnya) .
oleh karena itu dalam pembacaan micrometer harus memperhatikan garis-garis skala
tetap (pada silinder tetap), ujung silinder putar (sebagai garis indeks untuk pembacaan
mm dengan kelipatan 0,5 mm) , posisi garis-garis skala putar pada silinder putar

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 29
Metrologi Industri

dengan garis indeks garis memanjang pada silinder tetap (setiap jarak skala harganya
0,01 mm), dan posisi garis-garis skala pada silinder putar dengan garis garis skala
nonius pada silinder tetap (seperti halnya pada mistar sorong).
Cara pembacaan ada tiga macam pembacaan, yaitu :
1. Pembacaan kasar (0.0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 mm, dst.) dibaca pada skala
tetap dengan garis indeks ujung silinder putar.
2. Pembacaan halus (0.01 sampai 0.45 mm atau yang lain) dibaca pada skala
putar dengan garis indeks garis membujur pada silinder tetap.
3. Pembacaan dengan skala nonius (dengan kecermatan 0,001 mm atau yang lain)
dibaca pada garis-garis skala putar (sebagai skala utama) dengan garis-garis
skala nonius.

A B

Gambar 2.13 Pembacaan skala micrometer dengan kecermatan 0,01 mm.

Berdasarkan Gambar 2.13 dan Gamabar 2.14, Pembacaan mistar sorong dapat
dirumuskan sebagai berikut :
P = Pk + Ph + Pn Pn = nb . k
Yang mana : P = Pembacaan hasil pengukuran
Pk = Pembacaan kasar
Ph = Pembacaan halus
Pn = Pembacaan dengan skala nonius

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 30
Metrologi Industri

Contoh : pada Gambar 2.13 A, menujukkan bahwa : PA = 6,98 mm, Pk = 6,50 mm,
Ph = 0,48 mm, dan Pn = 0. Gambar 2.13 B, menujukkan bahwa : PB = 6,48 mm,
Pk = 6,00 mm, Ph = 0,48 mm, dan Pn = 0. Sedang pada Gambar 2.14, menujukkan
bahwa : P = 6,487 mm, Pk = 6,00 mm, Ph = 0,480 mm, dan Pn = 0.007 mm (nb = 7
dan k = 0,001 mm)

Gambar 2.14 Pembacaan skala micrometer dengan skala nonius (k =0,001).

2.2. Alat ukur linier tak langsung


Bilamana proses pengukuran tidak dapat diukur secara langsung ( dengan
Mistar, Mistar ingsut, atau Mikrometer ), maka diperlukan proses pengukuran
dengan cara yang lain, yaitu pengukuran tidak langsung.
Cara pengukuran tak langsung dapat dilaksanakan dengan memakai 3 jenis alat
ukur, yaitu : Alat ukur bantu, Alat ukur standar dan Alat ukur pembanding.
Alat ukur bantu, yaitu alat ukur yang digunakan untuk mengukur benda ukur yang
mungkin dapat merusak alat ukur langsung ( misalnya permukaan benda ukur
kasar, tajam, panas, dan sebagainya) selanjutnya hasil pengukurannya diukur
dengan alat ukur linier langsung (mistar baja, mistar sorong, dansebagainya).
Alat ukur bantu : - jangka bengkok (out side caliper)
- jangka pegas
- jangka kaki (in side caliper)
Alat ukur standar : - Blok ukur ( Gauge / Gage block )
- Batang ukur ( Length bar )
- Kaliber induk tinggi ( Height master )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 31
Metrologi Industri

Alat ukur pembanding : - Jam Ukur (Dial Indicator)


- Jam Ukur Test / Pupitas ( Dial Test Indicator )
- Pembanding (Comparator)
- Kaliber Batas (Limit Gauge)

2.2.1 Blok Ukur (Gauge Block)


Blok ukur yang dikenal dengan berbagai nama, yaitu : Gauge Block, End
Gauge, Slip Gauge, Jo Gauge, Johansen Gauge, dan Gage Block. Adalah
merupakan alat ukur standar. Sesuai dengan fungsinya Blok Ukur mempunyai
dua permukaan yang disebut muka ukur dibuat sangat halus, rata, sejajar, dan
mempunyai jarak tertentu. Karena kerataan dan kehalusannya maka dapat
disusun sedemikian rupa sehingga dapat bersatu dengan kuat (mempunyai sifat
Wringability).

Gambar 2.15 Blok ukur ( Gauge Block)

Blok Ukur biasanya terbuat dari baja karbon tinggi, baja paduan, atau karbida
logam yang mengalami heattreatment (lihat Gambar 2.15).
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki suatu alat ukur standar, yaitu :
1. Tahan aus, mempunyai kekerasan tinggi ( 65 RC )
2. Tahan korosi
3. Koefisien muai yang sama dengan komponen mesin
4. Kesetabilan demensi yang baik.
Blok ukur biasanya dapat dipakai sebagai standar untuk proses
kalibrasi alat ulur mistar sorang dan micrometer, ataupun pengukuran tak

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 32
Metrologi Industri

langsung. Blok ukur ini terdiri dari beberapa buah dalam satu set blok ukur
(lihat Gambar 2.16).

Gambar 2.16 Set blok ukur

TABEL 1-SET GAGE BLOK


Tabel 2. Blok Ukur (Gauge block) M 41
Seri Nilai ( Range ) Kenaikan Jumlah
1 1,001 1,009 0,001 9
2 1,01 1,09 0,01 9
3 1,1 1,9 0,1 9
4 1,0 9,0 1,0 9
5 10 30 10 3
6 60 - 1
7 100 - 1
Jumlah 41

Tabel 3. Blok Ukur (Gauge block) M 58


No. Nilai ( Range ) Kenaikan Jumlah
1 2 - 2
2 0,5 - 1
3 1,001 1,009 0,001 9
4 1,01 1,09 0,01 9
5 1,1 1,9 0,1 9
6 1 25 1 25
7 50 - 1
8 75 - 1
9 100 - 1
Jumlah 58

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 33
Metrologi Industri

Tabel 4. Blok Ukur (Gauge block) M 88


Seri Nilai ( Range ) Kenaikan Jumlah
1 0,5 dan 1,0005 - 2
2 1,001 1,009 0,001 9
3 1,01 1,49 0,01 49
4 1,0 9,5 0,5 18
5 10 100 10 10
Jumlah 88

Tabel 5. 1-set blok ukur = 112 buah dengan tebal dasar 1mm
No. Nilai ( Range ) Kenaikan Jumlah
1 1,001 1,009 0,001 9
2 1,010 1,490 0,01 49
3 0,50 24,50 0,50 49
4 25 100 25 4
5 1,0005 - 1
Jumlah 112

Tabel 6. 1-set blok ukur = 112 buah dengan tebal dasar 2mm
No. Nilai ( Range ) Kenaikan Jumlah
1 2,001 2,009 0,001 9
2 2,010 2,490 0,01 49
3 0,50 24,50 0,50 49
4 25 100 25 4
5 2,0005 - 1
Jumlah 112

Blok ukur terdiri dari berapa tingkatan / grade berdasarkan kulitas dan tingkat
toleransinya :

Tabel 7. Grade blok ukur dengan toleransi

Tingkat / grade Toleransi


1 0.00005
+ 0.00010
2
- 0.00005
+ 0.0002
3
- 0.0001

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 34
Metrologi Industri

Dengan pembagian menurut grade ini, maka blok ukur digunakan sebagai
standar sesuai dengan grade kecermatannya (lihat Tabel 8).

Tabel 8. Grade dengan pemerisaan kwalitas dan penggunaannya

Grade / Pemeriksaan kwalitas dilakukan dengan Digunakan sebagai ukuran


kelas standar pada

3 Komparator, dibandingkan dengan Blok ukur Bagian produksi


kelas 2

2 Komparator peka, dibandingkan dengan Blok Kamar ukur bagian produksi


ukur kelas 1

1 Komparator peka, dibandingkan dengan Blok Kamar ukur atau Laboratorium


ukur kelas 0 Metrologi

0 Komparator peka, dibandingkan dengan Blok Lab. Metrologi Industri


ukur kelas 0

01 Interferometer Laboratorium Metrologi Industri


(Internasional)

Cara penggunaan / penyusunan blok ukur :


1. Berapa ukuran ( h ) yang diminta ?
2. Tentukan jenis set Blok ukur
3. Pilih Nilai (Range) terkecil sesuai decimal ukuran terkecil (peribu)
4. Pilih Nilai (Range) kecil sesuai decimal ukuran terkecil (peratus)
5. Pilih Nilai (Range) agak besar sesuai decimal ukuran terkecil (persepuluh)
6. Jumlahkan Nilai (Range) = ( No. 3) + ( No. 4 ) + ( No. 5 )
7. Nilai ukuran yang diminta Jumlah Nilai (Range)
8. Pilih Nilai kekurangannya (bilangan bulat)
Contoh
Tentukan susunan Blok ukur untuk nilai ukuran 58,243
Menggunakan Blok ukur M 58 (lihat Tabel 3.)
No. 3 dengan Nilai = 1,003
No. 4 dengan Nilai = 1,04
No. 5 dengan Nilai = 1,2

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 35
Metrologi Industri

Jumlah Nilai = 1,003 + 1,04 + 1,2 = 3,243


58,243 3,243 = 55
Pilih Nilai = 50 ( No. 7 ) + Nilai = 5 ( No. 6 )
Sehingga didapatkan = 1,003 + 1,04 + 1,2 + 50 + 5 = 58,243

2.2.2 Batang ukur (Length bar)


Batang ukur biasanya dibuat dari baja karbon dengan penampang lingkaran
berdiameter 22 mm dengan panjang 25 mm sampai 200 mm, lurus, permukaan
halus, dan kedua ujungnya diulir luar / dalam, sehingga dapat disusun dengan baik.
Dalam satu set blok ukur biasanya terdiri dari 8 buah batang ukur.
Dalam laboratorium Metrologi industry dipakai untuk kalibrasi.

2.2.3 Kaliber induk tinggi


Adalah merupakan gabungan antara susunan Blok ukur dengan Mikrometer
yang peka. Beberapa blok ukur dipasang tetap secara berurutan dengan posisi
sedemikian rupa sehingga ujung dari blok ukur tidak satu bidang (yang satu lebih
menonjol dari pada yang lain), dengan demikian diperoleh suatu tingkatan permukaan
ukur dengan jarak yang tetap sesuai dengan tebal dari dua blok ukur (yang menonjol
dan yang tidak). Blok ukur disusun pada alur vertical suatu rangka caliber induk.
Dalam pemakaiannya kaliber induk tinggi bersama-sama dengan alat ukur
pembanding (dial indicator pupitas) dan benda ukur diatas meja rata (lihat Gambar
2.17).

2.2.4 Alat ukur pembanding


Adalah merupakan alat ukur yang hanya dapat mengukur dari suatu perbedaan
(misalnya: kelurusan dan kesilidrisan dari suatu poros), alat ini tidak dapat untuk
mengukur suatu besaran dari demensi benda ukur.

Alat ukur pembanding : - Jam ukur ( Dial indicator )


- Jam ukur test / pupitas ( Dial test indicator )
- Pembanding ( Comporator )
- Kaliber batas ( Limit gage )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 36
Metrologi Industri

Gamabar 2.17 Kaliber Induk Tinggi (Heihgt Master)

Jam ukur (Dial indicator)


Adalah merupakan alat ukur pembanding yang banyak digunakan dalam
industry pemesinan, biasanaya digunakan untuk mengukur kerataan suatu
bidang, kelurusan, kesilindriran, dan sebaganya (lihat Gambar 2.18).
Dalam pemakaiannya biasanya dial indicator dipegang / ditumpu oleh
dudukan / stand dial indicator.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 37
Metrologi Industri

Gamabar 2.18 Dial Indikator

Jam ukur tes / pupitas (Dial tes indicator)


Adalah merupakan alat ukur pembanding yang banyak digunakan dalam
industry pemesinan, biasanaya digunakan untuk mengukur kerataan suatu
bidang, kelurusan, kesilindriran lubang, dan sebaganya. Alat ukur ini lebih
peka dibandingkan Jam ukur (lihat Gambar 2.19).
Dalam pemakaiannya biasanya dial indicator dipegang / ditumpu oleh
dudukan / stand dial indicator.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 38
Metrologi Industri

Gamabar 2.19 Dial indikator pupitas

Komporator
Alat ukkur ini mempunyai kepekaan dan kecermatan yang tinggi, oleh karena
itu komporator biasanya hanya digunakan sebagai pembanding ukuran pada
alat ukur standar yang akan dikalibrasi dengan alat ukur standar yang lain.

Kaliber batas (Limit gauge)


Untuk memeriksa obyek ukur dari suatu produk/komponen mesin yang
diproduksi secara masal, untuk pengukuran atau inspeksi produk dengnan
menggunakan Alat ukur langsung akan mengalami kesulitan dan tidak efektif,
karena harus menepatkan ukuran yang sesuai dan ukurannya mudah berubah,
maka digunakan Kaliber batas ini lebih mudah dan efektif dalam proses
pengukuran. (lihat Gambar 2.20 dan Gambar 2.21)
Kaliber batas ini dibuat berdasarkan ukuran maksimun dan minimum dari
ukuran komponen (benda ukur), sehingga alat ukur ini hanya dapat mengukur
satu jenis demensi ukuran saja (poros / lubang) dengan hasil masuk daerah
toleransi ukuran atau tidak (Yes or No atau Go or Not Go).

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 39
Metrologi Industri

Gambar 2.20 Kaliber batas Poros

Gambar 2.21 Kaliber batas Lubang

2.3 Alat ukur sudut


Definisi dari sudut adalah besar pembentukan antara dua garis yang bertemu
pada suatu titik. Apabila salah satu garis diputar pada titik pertemuan sebagai sumbu
putar, maka suatu titik pada garis tersebut dapat dibuat suatu lingkaran sempurna.
Satu derajat ( 1o ) adalah sudut dari 1/360 bagian yang sama dari lingkaran sempurna.
Apabila 1o dibagi 60 bagian yang sama, maka bagian derajat tersebut disebut menit (
1 ), dan bila dibagi 60 bagian yang sama disebut satu detik ( 1 ).
Seperti halnya pengukuran linier, pengukuran sudut dapat dilaksanakan dengan
2 cara, yaitu cara langsung dan cara tak langsung.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 40
Metrologi Industri

Beberapa jenis alat ukur :


Alat ukur sudut langsung :
- Busur baja (Steel Enginer Protractor)
- Busur bilah (Bevel Protractor)
- Clinometer
- Profil proyektor
Alat ukut sudut tak langsung :
- Pelingkup sudut (Anggle transfer)
- Alat ukur sinus
- Angle dektor
- Blok sudut (Angle gauge)
- Pengukuran sudut dengan Rol atau Bola baja

2.3.1 Busur baja (Steel Enginer Protractor)


Adalah merupakan alat ukur sudut dengan kecermatan 1 (dapat mengetahui
perbedaan 1). Oleh karena itu alat ini hanya digunakan pengukuran sudut secara
kasar. Alat ini terbuat dari plat baja tahan karat berbentuk lingkaran terdapat garis-
garis skala dari 0 hingga 180 dan sebuah pelat baja yang ditempelkan dengan
sambungan engsel pada pusat lingkaran sehingga dapat diputar sebagai sensor
pengukuran dan garis indeks untuk pembacaan skala (lihat Gambar 2.22)

Gambar 2.22 Busur baja

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 41
Metrologi Industri

2.3.2 Busur bilah (Bevel Protractor)


Busur bilah seperti halnya Busur baja yang dilengkapi dengan skala nonius,
piringan dasar, bilah, kaca pembesar, dsb. Sehingga alat ukur ini dapat digunakan
pengukuran sudut lebih tepat dan teliti, ketelitiannya 1 hingga 5 dengan pembacaan
skala nonius. Cara pembacaannya hampir sama dengan Mistar sorong. (lihat Gambar
2.23, Gambar 2.25, dan Gambar 2.5). Sedang posisi alat ukur dengan benda ukur
harus lurus dan rapat. (lihat pada Gambar 2.24).

Gambar 2.23 Busur bilah

Gambar 2.24 Cara posisi Busur bilah dalam pengukuran

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 42
Metrologi Industri

Gambar 2.25 Posisi garis-garis skala utama dengan skala nonius dan harganya pada
Mistar sorong
Cara pembacaan skala pada busur hamper sama dengan mistar sorong, kalau
dalam Mistar sorong dalam satuan mm atau inchi sedangkan pada Busur derajat dalam
satuan derajat (a ) menit (a) atau detik (a).

2.3.3. Profil Proyektor


Adalah alat pengukur sudut yang memanfaatkan bayangan sudut antara dua
permukaan obyek ukur yang terlihat pada kaca buram (layar) profil proyektor,
sehingga besar sudut obyek ukur dapat diukur berdasarkan garis-garis pada layar dan
skala profil proyektor. (lihat Gambar 2.26)

Gambar 2.26 Profil Proyektor

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 43
Metrologi Industri

Profil proyektor dapat digunakan untuk benda yang berukuran relatif kecil all. :
1. Mengukur sudut / kountur
2. Mengukur jarak
3. Melihat permukaan ( surface )

2.3.4 Clinometer
Adalah alat ukur kemiringan bidang dengan menggunakan prinsip gabungan
alat ukur dari Busur bilah dan pendatar (spirit level).
Cara pemakaiannya, Clinometer diletakkan pada permukaan benda ukur, lalu piringan
skala diputar sampai posisi tabung gelembung udara dianggap datar (pembacaan
kasar), kemudian penepatan posisi kedataran gelembung udara dengan memutar
pemutar halus. (lihat Gambar 2.27)

Gambar 2.27 Clinometer

2.3.5 Pelingkup sudut (Anggle transfer)


Apabila sudut dari benda ukur tidak bias atau sulit diukur secara langsung,
maka dilakukan pengukuran dengan Pelingkup sudut yang sesuai lalu hasilnya
dibandingkan dengan alat ukur langsung atau Blok sudut. (lihat Gambar 2.28)

Gambar 2.28 Beberapa jenis Pelingkup sudut

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 44
Metrologi Industri

2.3.6 Angle dektor


Adalah alat ukur yang menggunakan prinsip optis, dengan sumber cahaya
diatur sedemikian rupa sehingga menyinari benda ukur dan dipantulkan pada garis-
garis skala. Kapasitas ukur hanya sampai 60 menit, dengan kecermatan 30. (lihat
Gambar 2.29)

Gambar 2.29 Penggunaan Angle dektor

2.3.7 Blok Sudut (Angle gauge)


Seperti halnya dalam pengukuran linier ada alat ukur standar Blok ukur,
maka pengukuran sudut juga dibuat ukuran standar sudut yang disebut Blok sudut.

Gambar 2.30 Blok sudut

Harga berapa sudut dalam 1 set, yang diusulkan oleh Tamlison :


Satuan derajat : 1, 3 , 9, 27 , dan 41 = 5 blok
Satuan menit : 1, 3, 9, dan 27 = 4 blok
Satuan detik : 3, 6, 18, dan 30 = 4 blok
( 0,05, 0,1, 0,3, dan 0,5 )
Jumlah = 13 blok

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 45
Metrologi Industri

Harga berapa sudut dalam 1 set, yang diusulkan oleh Starrett :


Satuan derajat : 1, 3 , 5, 15 , 30, dan 45 = 6 blok
Satuan menit : 1, 3, 5, 20, dan 30 = 5 blok
Satuan detik : 1, 3, 5, 20, dan 30 = 5 blok
Jumlah = 16 blok

Gambar 2.31 Set Blok sudut

Contoh penyusunan Blok sudut dapat dilihat pada Gmbar 2.32.

Gambar 2.32 Contoh penggunaan blok sudut

2.4. Alat ukur kedataran


Kedataran atau horizontal adalah kesejajaran suatu garis atau bidang terhadap
permukaan air, gaya tarik (gravitasi) bumi selalu tegak lurus terhadap permukaan air.
Beberapa jenis alat ukur pendatar antara lain ; Selang air, Waterpas, Theodolite, dsb.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 46
Metrologi Industri

1. Selang air, dengan prinsip bejana berhubungan


2. Pendatar (Spirit level, Waterpas), dengan prinsip gelembung udara dalam
tabung berbentuk radius.

Gambar 2.33 Waterpas

Gambar 2.34 Waterpas presisi

Prinsip kerja Waterpas, tabung kaca melengkung berradius serta bersekala


yang berisi air dan terdapat gelembung udara diikat pada balok referensi sedemikian
rupa sehingga posisi gelembung udara tegak lurus terhadap bidang balok referensi.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 47
Metrologi Industri

Kepekaan dari pendatar (Waterpas) sangat tergantung dari tiga factor, yaitu :
1. Jari-jari kelengkungan tabung ( R )
2. Panjang dari bidang balok referensi bidang balok referensi, dan
3. Jarak garis-garis skala ( d )

Gambar 2.35 Prinsip kerja Waterpas

Gambar 2.36 Penggunaan Waterpas

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 48
Metrologi Industri

Soal-soal Latihan (jawaban ditulis dengan tangan !, tidak boleh memakai Komputer)
1. Sebutkan jenis alat-alat ukur panjang !
2. Dari tool (alat ukur) yang telah didiskusikan dalam unit ini, pembacaan yang paling
akurat didapatkan dengan ___________________________.
3. Setelah membuat center mark dengan punch, ambil ______________ untuk
membuat lingkaran.
4. Caliper dan divider biasanya digunakan dengan sebuah tool yang disebut
__________________ untuk melakukan pengukuran.
5. Identifikasi tool berikut pada bagian yang telah disediakan.

(a) (b)

(c) (d)

a. Standard _______ b. Inside micrometer _______


b. Outside micrometer _______ d. Depth micrometer _______
6. Apa beda antara outside caliper dengan inside caliper ?
7. Sebutkan cara-cara penggunaan outside caliper dengan benar ?
8. Sebutkan cara-cara penggunaan inside caliper dengan benar?
9. Bagaimana cara penggunaan outside micrometer dengan benar?
10. Bagaimana cara penggunaan inside micrometer dengan benar ?
11. Bagaimana langkah-langkah pengukuran/cara membaca micrometer dengan
benar?
12. Apa fungsi depth micrometer (micrometer kedalaman) tersebut?
13. Apa nama alat dibawah ini ?

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 49
Metrologi Industri

14. Benarkah cara pengukuran dibawah ? Jelaskan !

15. Sebutkan kegunaan mistar sorong sesuai dengan konstrusinya !


16. Apa yand dimaksud Mistar sorong nonius, jam, dan digital ?
17. Apa nama alat ukur dibawah ini?

18. Apa nama alat di bawah ini?

19. Apa nama alat dibawah ini?

20. Tunjukkan dengan gambar posisi garis-garis skala utama dengan skala nonius
pada mistar sorong dan jenis pebagiannya untuk pengukuran
a. 24,3 mm
b. 11,25 mm
c. 13,28 mm
d. 20,22 mm
e. 24,358 mm
21. Jelaskan langkah-langkah cara pengukuran benda ukur dengan mistar sorong yang
benar !

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 50
Metrologi Industri

22. Apa nama alat dibawah ini?

23. Benarkah penggunaan alat ukur dibawah ini ? Jelaskan.

24. Bacalah berapa ukuran micrometer dibawah ini ?

25. Bacalah berapa ukuran micrometer dibawah ini?

26. Apa pendapat anda tentang cara pengukuran dibawah ini? Jelaskan.

27. Apa yang dimaksud Busur baja?


28. Apa yang dimaksud Busur bilah?
29. Apa yang dimaksud satu menit dan detik dalam Busur derajat?
30. Tunjukkan dengan gambar posisi garis-garis skala utama dengan skala nonius pada
Busur derajat dan jenis pebagiannya untuk pengukuran :
a. 24
b. 510
c. 1324
d. 601
e. 5959

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 51
Metrologi Industri

BAB III

PENGUKURAN RADIUS DENGAN ROL atau BOLA BAJA

Radius suatu benda ukur ataupun diameter suatu silinder yang berukuran
relative besar, sehingga tidak memungkinkan diukur dengan micrometer atau mistar
sorong (dengan cara pengukuran langsung), maka diperlukan cara pengukuran tak
langsung dengan bantuan Rol atau Bola baja.

3.1. Pengukuran Radius luar :

a. Dengan memakai dua Rol berjarak tetap

Gambar 3.1 Pengukuran radius luar dengan dua rol berjarak tetap

L2 4hd h
R
8d h

dimana : R = Radius benda ukur


d = diameter rol
L = jarak sumbu kedua rol
h = beda tinggi kedua rol dengan benda ukur (hasil pengukuran)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 52
Metrologi Industri

Pembuktian rumus dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2 serta penurunnannya :

Gambar 3.2 Penurunan rumus Pengukuran radius luar dengan dua rol berjarak tetap

Lihat AOC

AC CO

AC = L

OC = R + h r

Maka berlaku dalil Phitagoras

AO2 = AC2 + CO2

(R + r)2 = ( L)2 + (R + h r)2

R2 + r2 + 2Rr = L2 + R2 + 2Rh 2Rr - 2hr + h2 + r2

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 53
Metrologi Industri

4Rr = L2 + 2Rh + h2 2hr

4Rr 2Rh = L2 + h2 2hr

2R(2r h) = L2 + h(h 2r)

2R(d h) = L2 + h(h d), karena h d

2R(d h) = L2 - h(d h)

R = {L2 - h(d h)} / 2(d h)

L2 4hd h
R
8d h terbukti

Menurut theory perambatan kesalahan sistematik (propagation of error) , maka


kesalahan sistematik yang mungkin terjadi pada perhitungan Radius (R) yang
diakibatkan oleh kesalahan sistematik pada Diameter Rol (d), pengukuran Perbedaan
ketinggian (h), dan Jarak pusat kedua rol (L) :

R = d.R/d + h.R/h + L.R/L

R = d.d + h.h + L.L

R = {L2 - 4h(d h)} / 8(d h) = L2 / 8(d h) - 4h(d h)} / 8(d h)

R = L2 / 8(d h) h/2

d = [{8(d h) . 0 - L2 . 8} / {8(d h)}2] 0 = - L2 / 8(d h)2

h = [{0 - L2 . (-8)} / {8(d h)}2] - = L2 / 8(d h)2 -

L = {2L / 8(d h)} 0 = L / 4(d h)

R = d.[ - L2 / 8(d h)2] + h.[ L2 / 8(d h)2 - ] + L.[ L / 4(d h)],


mungkin masih dapat disederhanakan lagi !

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 54
Metrologi Industri

b. Dengan memakai dua Rol diatas Meja rata

Gambar 3.3 Pengukuran radius luar dengan dua rol diatas meja rata

R
L d 2 2h d 2 d 2
8d h

R
L d 2 bila h = 0 (tinggi Blok ukur)
8d

3.2. Pengukuran Radius dalam :

a. Dengan mengukur beda tinggi ketiga Rol baja

Gambar 3.4 Pengukuran radius dalam dengan mengukur beda tinggi ke 3 rol

d 2 dh
R
2h

Yang mana : d = dameter Rol


h = beda tinggi ketiga Rol

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 55
Metrologi Industri

b. Dengan mengukur jarak ketiga Rol

Gambar 3.5 Pengukuran radius dalam dengan mengukur jarak ke 3 rol

d2 d
R
4d 2 d
2 2

c. Dengan memakai dua Rol berjarak tetap

Gambar 3.6 Pengukuran radius dalam dengan dua rol berjarak tetap

h 2 L2 / 4 dh
R
2h d

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 56
Metrologi Industri

3.3. Mengukur diameter lubang dengan lima Bola

Gambar 3.7 Pengukuran diameter lubang dengan lima bola

Diameter lubang benda ukur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

dimana : D = diameter lubang


H1 = dalam lubang
H2 = beda kedalaman lubang dengan susunan lima bola
d1 = diameter bola kecil
d2 = diameter bola besar

3.4. Mengukur lebar alur/ celah dengan dua Rol

Gambar 3.8 Pengukuran lebar alur / celah dengan dua rol

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 57
Metrologi Industri

Lebar alur benda ukur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

dimana : C = lebar alur / celah


H1 = dalam alur
H2 = beda kedalaman alur dengan susunan dua bola
d1 = diameter bola kecil
d2 = diameter bola besar

3.5. Pengukuran sudut dengan Rol atau Bola baja

Tidak semua sudut dari benda ukur dapat diukur dengan mudah yaitu dengan
alat ukur langsung (pengukuran secara langsung) bila dengan cara ini tidak bias, maka
dapat dilakukan pengukuran sudut dengan cara lain (dengan menggunakan bantuan
Rol atau Bola baja).

3.5.1 Pengukuran Sudut dalam :

a. Pengukuran Lubang konis

Gambar 3.9 Pengukuran Lubang konis dengan dua bola (untuk ukuran retif besar)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 58
Metrologi Industri

dr2 dr1 d 2 d1
Sin 2
2h1 h2 d 2 d1

dimana : dr1 = diameter Rol baja kecil


dr2 = diameter Rol baja besar
d1 = diameter Bola baja kecil
d2 = diameter Bola baja besar
h1 = jarak permukaan Bola kecil dengan permukaan benda ukur
h2 = jarak permukaan Bola besar dengan permukaan benda ukur

Sedang untuk Lubang konis yang berukuran relatif kecil tidak mengguna kan
rol (hanya menggunakan dua Bola baja), sehingga menggunakan rumus :

d 2 d1
Sin 2
2h1 h2 d 2 d1

c. Pengukuran Alur dengan sudut miring satu arah

Gambar 3.10 Pengukuran Alur dengan sudut miring satu arah dengan dua bola (untuk
berukuran retif kecil)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 59
Metrologi Industri

Gambar 3.11 Pengukuran Alur dengan sudut miring satu arah dengan dua bola (untuk
berukuran retif besar)

3.5.2 Sudut antara dua bidang dengan Rol baja

a. Pengukuran dengan 3 Rol berdiameter sama untuk 90 180

h
Cos 2
d

Gambar 3.12 Pengukuran sudut antara dua bidang dengan 3 Rol baja

dimana : h = beda tinggi ketiga rol (diukur)


d = diameter rol

c. Pengukuran Sudut antara dua bidang 60o sampai 90o

d h
Sin 2
2d

Gambar 3.13 Pengukuran Sudut antara dua bidang 60o sampai 90o

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 60
Metrologi Industri

d. Pengukuran Sudut antara dua bidang 0o sampai 60o

h
Sin
d

Gambar 3.14 Pengukuran Sudut antara dua bidang 0o sampai 60o

d. Pengukuran sudut ekor burung luar

Gambar 3.15 Pengukuran Sudut ekor burung luar

e. Pengukuran Sudut ekor burung dalam

Gambar 3.16 Pengukuran Sudut ekor burung dalam

f. Pengukuran Poros konis

Gambar 3.17 Pengukuran Poros konis

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 61
Metrologi Industri

Soal-soal latihan (jawaban ditulis dengan tangan !, tidak boleh memakai Komputer)
1. Bagaimana cara pengukuran radius dari suatu benda ukur yang berukuran relative
besar (Mistar sorong dan micrometer tidak mampu) ?
2. Berapa besar Radius dalam (R) ? bila diameter Rol baja (d) = 10 mm dan jarak tepi
terjauh dari ketga Rol baja () = 28,215 mm, (lihat Gambar 3.5)
3. Pengukuran Radius luar dengan dua rol diatas meja rata, dengan diameter rol baja 12
mm, hasil pengukuran jarak tepi luar dari dua rol 125,36 mm. Kesalahan sistematis
pengukuran diameter rol = - 1 mikron, kesalahan sistematis pengukuran penentuan
jarak kedua rol = 2 mikron.
a. Berapa Radius benda ukur ?
b. Berapa kesalahan sistematis pengukuran Radius ?
4. Berapa besar sudut beda ukur seperti gambar dibawah ini :
d1 = 10 mm R1 = 10 mm
d2 = 25 mm R2 = 15 mm
H1 = 96,6 mm H2 = 7,5 mm

5. Pengukuran Radius dalam dengan 3 rol diatas, dengan diameter rol baja 12 mm, beda
tinggi 3 rol hasil pengukuran 2,36 mm. Kesalahan sistematis pengukuran diameter rol
= 1 mikron, kesalahan sistematis pengukuran penentuan tinggi = 0,5 mikron.
a. Berapa Radius benda ukur ?
b. Berapa kesalahan sistematis pengukuran Radius ?

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 62
Metrologi Industri

BAB IV
ALAT UKUR SINUS

Suatu sudut dapat diketahui besarnya, apabila diketahui harga Sinusnya.


Sebagaiman dalam rumus ilmu ukur sudut / trigonometri :

Gambar 4.1 Aturan sinus

Sin = h / L atau arc Sin h/L =

Dengan demikian pengukuran sudut menjadi pengukuran linier, yaitu dengan


mengukur tinggi h dari sisi terpanjang L. Untuk itu pengukuran besarnya sudut
pada benda ukur harus dilakukan diatas Meja rata. Sudut antara salah satu permukaan
referensi (Meja rata) ditentukan dengan cara mencari harga Sinusnya.

Gambar 4.2 Mengukur sudut dengan Gambar 4.3 Mengukur sudut dengan
jarak dua rol berubah-ubah (diukur) jarak dua rol tetap

h = h2 h1 h = h4 h3
= + d = arc sin (h/)
= arc sin (h/ )

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 63
Metrologi Industri

Contoh :
Suatu benda menyudut dilakukan pengukukuraan dengan dua buah rol
berdiameter 10 mm, dihasilkan h1 = 31,20 mm, h2 = 66,34 mm, dan = 55,23 mm
h = h2 h1 = 66,34 31,20 = 35,14 mm
= + d = 55,23 + 10 = 65,23 mm
= arc sin (h/ ) = arc sin (35,14/ 65,23) = arc sin 0,5387
= 32,595o = 32o3542
Suatu benda menyudut dilakukan pengukukuraan dengan dua buah rol
berdiameter 12 mm berjarak 100 mm dihasilkan h4 = 76,20 mm, h3 = 41,18 mm.
h = h4 h3 = 76,20 41,18 = 35,02 mm
= arc sin (h/) = arc sin (35,02/ 100) = arc sin 0,3502
= 20,4995o = 20o 2958
Ada berapa cara untuk mengetahui sudut pada benda kerja berdasarkan Sinusnya :
- Batang Sinus (Sine Bar)
- Meja Sinus
- Senter Sinus
- Meja Sinus gabungan
- Busur Sinus

4.1. Batang Sinus

Pada prinsipnya batang sinus adalah sebuah pelat paralel yang bagian
bawahnya dipasangkan dua buah rol dengan diameter sama, dengan jajak sumbu pusat
L = 100 mm, 200 mm, atau 300 mm. Proses pengukuran dilakukan diatas Meja rata
(garis diarsir) (lihat Gambar 4.4).

Contoh :
Suatu benda ukur diukur sudutnya dengan Batang sinus dengan jarak kedua rol
100 mm dan diameter rol 16 mm, Rol angkat diangkat h = 34,884 mm, jika dial
indikator digeser sejauh = 50 mm menunjukkan ada selisih tinggi -0,012 mm.
Berapa besar sudut benda ukur tersebut ?

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 64
Metrologi Industri

Gambar 4.4 Batang sinus dan pemakaiannya

Gamabar 4.5 Pemerisaan kesejajaran permukan Meja rata dengan Benda ukur

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 65
Metrologi Industri

Penyelesaian :
h y
Sin
L
L
yd = (-0,012) . 100/50 = -0,024 mm
'
34,884 0,024
Sin = 34,908/100 = 0,34908 = 20 25 51
100
4.2. Meja sinus

Meja sinus merupakan pengembangan prinsip dari batang sinus. Salah satu
rolnya berfungsi sebagai engsel antara plat atas dengan plat dasar, sedang rol satunya
sebagai rol angkat (yang diangkat / diselipkan Gage block). Meja sinus biasanya
digunakan untuk mengerjakan benda kerja menyudut (pisau, matres) pada mesin
Gerinda datar (Surface grinding) dengan sistim pengikatan magnit atau pengekleman
dengan ulir. (lihat Gambar 4.6)

Gamabr 4.6 Meja sinus

4.3. Senter sinus

Seperti halnya Batang sinus, hanya benda ukurnya berbentuk silindris konis.
(lihat Gamabr 4.7)

Gambar 4.7 Senter sinus

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 66
Metrologi Industri

4.4. Meja sinus gabungan

Adalah dua Meja sinus yang digabungkan, dimana plat atas dari Meja sinus
bawah sebagai pelat dasar dari meja sinus atas, dengan kedua sumbu engsel
berpotongan tegak lurus, sehingga dapat untuk mengerjakan atau mengukur benda
yang menyudut dua arah. (lihat Gambar 59)

Gambar 4.8 Meja sinus gabungan

4.5. Busur Sinus

Adalah kombinasi Busur bilah dengan Batang sinus (jarak dua rol L sudah
ditentukan). Pemakaiannya seperti busur bilah setelah dipastikan bilah muka ukur
berimpit dengan permukaan benda ukur dengan rapat, lalu bilah dikunci, setelah
menghukur jarak rol angkat dengan pelat dasar ( h ), dan harga sudutnya dihitung
dengan rumus sinus.

Gambar 4.9 Busur sinus

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 67
Metrologi Industri

Soal-soal latihan (jawaban ditulis dengan tangan !, tidak boleh memakai Komputer)
1. Apa kegunaan Meja sinus ?
2. Apa kegunaan Meja sinus gabungan ?
3. Apa kegunaan Senter sinus ?
4. Busur digunakan untuk . Dan bagaimana cara pengukurannya?
5. Tentukan pengaturan pada Meja sinus (jarak sumbu kedua rol 100 mm) dan
susunan gage blok M 58, serta gambarkan secara sketsa posisi beda kerja,
untuk benda kerja seperti gambar dibawah ini.

15o

PISAU PERATA

6. Suatu Busur sinus mempunyai jarak rol 25 mm, digunakan untuk mengukur sudt 12
30, tentukan susunan Blok ukur pada rol angkatnya !

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 68
Metrologi Industri

BAB V
ULIR ( Threads)

Ulir adalah suatu komponen yang berfunsi untuk mempersatukan beberapa


komponen menjadi satu kesatuan, penerus daya, pemindah material, dan sebagainya.

5.1. Macam-macam ulir

Menurut bentuk / Profilnya


a. Ulir segi tiga
b. Ulir trapezium
c. Ulir buttres
d. Ulir bulat
e. Ulir segi empat

Gamabar 5.1 Profil ulir

Menurut arah ulir


a. Ulir kanan
b. Ulir kiri

Gamabar 5.2 Arah ulir

Menurut jumlah alurnya :


a. Alur tunggal (single thread)
b. Alur ganda (doble thread)
c. Alur tiga (triple thread)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 69
Metrologi Industri

Gambar 5.3 Jumlah alur ulir

Menurut Standarisasinya :
a. Metris
b. Whithwort
c. Univied

Misal, 1/2 12 UNC


Misal, M 12 x 1,75
Atau 1/2 16 UNF

Gambar 5.4 Ulir Metris dan Univied

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 70
Metrologi Industri

Misal, W 1 - 10 Misal, G 1 - 12

Gambar 5.5 Ulir Whitwort dan Gas

5.2. Syarat dua ulir (luar / baut dengan dalam / mur) dapat dipasangkan :
1. Jenis ulir sama
2. Pith / lead nya sama
3. Diameter ulir bersesuaian

5.3. Mengulir (thread cutting)

Cara pembuatan ulir


1. Secra manual ( dengan Tap / Sney )
2. Dengan mesin Bor / Bubut menggunakan Tap/Sney
3. Dengan mesin Bubut ( membubut ulir )
4. Dengan mesin Fris :
- Dengan Cutter milling ( extrnl ) ( Long threads milling)
- Dengan multi threads (extrnal / internl) (Short threads milling)
5. Dengan mesin Grinding
6. Secara Rolling (Forging): - Dengan Flat rolling dies
- Dengan Rollers

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 71
Metrologi Industri

Membuat ulir dengan mesin bubut digiunaakan pahat (tool) khusus ulir (Pahat
ulir) sesuai dengan jenisnya :
- Pahat ulir metris dan Uni, ujungnya bersudut 60o
- Pahat ulir whithwort, ujungnya bersudut 55o
- Pahat ulir trapezium, ujungnya berbentuk trapesium, dsb.

Dengan mesin bubut kita dapat bermacam-macam jenis ulir, baik yang standar
maupun yang tidak standar.

Dalam proses pembuatan ulir pada mesin bubut yang harus diperhatiakan adalah
Perbandingan jumlah putaran Spindle (benda kerja) dengan Poros transporter, hal ini
harus sesuai. Perbandingan putaran ini diperoleh dari susunan pasangan roda gigi
(change gears) yang menghubungkan poros spindle dengan poros transporter.
Perbandingan putaran ini atas dasar perbandingan Kisar (Lead) ulir pada benda kerja
dengan Kisar (Lead) ulir pada poros transporter.

Beberapa kemunkinan kesalanhan dalam proses pembuatan ulir pada mesin


bubut dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Kesalahan Progresive, ialah kesalahan Lead atau Pits disebabkan karena
kesalahan susunan pasangan roda gigi (change gears), dan atau kesalahan
posisi handle.
2. Kesalahan Periodik, ialah kesalahan kisar (lead) yang sesaat, ini disebabkan
karena kerusakan komponen mesin (Pena pengaman putus, Roda gigi rompal,
hubungan roda gigi yang tidak sempurna mungkin pengkikatan yang kurang
kuat atau jarak roda gigi yang terlalu jauh, dsb.).

5.4. Kesalahan pada profil ulir

Karena ketidak sempurnaan dalam proses pembuatan, maka kesalahan yang


dapat mempengaruhi fungsi dari ulir yaitu :
1. Kesalahan diameter mayor / luar
2. Kesalahan diameter minor
3. Kesalahan diameter pits
4. Kesalahan pits

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 72
Metrologi Industri

5. Kesalahan sudut sisi ulir


6. Ketidak lurusan alur ulir (thread drunkennes)

5. 5. Toleransi Ulir

Dalam proses pembuatan ulir, maka toleransi ulir cukup diberikan pada tiga
jenis diameternya, yaitu :
- Diameter mayor
- Diameter minor dan
- Diameter pits

Seperti halnya dengan prinsip toleransi pada poros dan lubang sesuai dengan
standar ISO R 965 (general purpose metric screw thread tolerance), maka toleransi ulir
juga didefinisikan terhadap tiga faktor, yaitu :
- Garis nol
- Penyimpangan fundamental dan
- Besar daerah toleransi

5.6. Penyimpangan fundamental

Penyimpangan fundamental adalah batas daerah toleransi yang paling dekat


dengangaris nol. Berdasarkan standar ISO untuk poros dinyatakan dengan huruf kecil
(misal: g, js,) sedang lubang dinyatakan dengan huruf besar (misal: G, Js,), sedangkan
untuk ulir dalam ( Baut ) dinyatakan dengan huruf kecil (misal: d, g, h) sedangkan ulir
luar ( Mur ) dinyatakan dengan huruf besar (misal: D, G, H).

Harga dari penyimpangan fundamental tergantung dari simbul (kelas toleransi) yang
dipakai dan harga pitsnya. Dan dirumuskan sebagai berikut :

Ulir luar Ulir dalam

*ese = - (50 + 11p) EIG = + (15 + 11p)

esg = - (15 + 11p) EIH = 0

esh = 0

* tak belaku bagi p 0,75 mm

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 73
Metrologi Industri

es = penyimpangan atas dari daerah toleransi ulir luar [m]

EI = penyimpangan bawah dari daerah toleransi ulir dalam [m]

p = pits (gang) dari ulir ( mm )

Gambar 5.6 Toleransi ulir luar dan ulir dalam (Mur dan Baut)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 74
Metrologi Industri

Tabel 11.1 Angka kualitas toleransi Ulir luar dan Ulir dalam

Diameter mayor baut, d 4 6 8


Diameter pits baut, d2 3 4 5 6 7 8 9
Diameter minor mur, D1 4 5 6 7 8
Diameter pits mur, D2 4 5 6 7 8

Sebagai dasar perhitungan adalah angka kualitas 6 dan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Daerah toleransi diameter mayor baut, Td(6) = 180.p2/3 3,12/p

Daerah toleransi diameter pits baut, Td2(6) = 90.p0,4.d0,1

Daerah toleransi diameter minor mur :

TD1(6) = 433.p 190.p1.22 (untuk 0,2 mm p 0,8 mm)

TD1(6) = 230.p0,7 (untuk p 1,00 mm)

Satuan : p [mm], d [mm], dan Td, TD [m]

Untuk angka kualitas yang lain (selain 6), besar daerah toleransi dihitung
menggunakan rumus (angka kualitas 6) kemudian dikalikan dengan faktor pengali
pada tabel 11.2.

Tabel 11.2 Faktor pengali besar daerah toleransi sesuai dengan kualitas

Kualiatas Faktor Kualiatas Faktor


3 0,5 7 1,25
4 0,63 8 1,6
5 0,8 9 2
6 1

Daerah toleransi untuk diameter pits mur (TD2) dihitung dengan rumus {Td2(6)}
kemudian dikalikan dengan faktor pengali pada tabel 11.3.

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 75
Metrologi Industri

Tabel 11.3 Faktor pengali untuk besar daerah toleransi (TD2)

Kualiatas Faktor Kualiatas Faktor


4 0,85 7 1,17
5 1,06 8 2,12
6 1,32

Contoh 1 :

Suatu ulir luar ( baut ) metrik M10x1,5 dengan ukuran diameter nomina d
= 10 mm dan harga pits p = 1,5 mm. Maka harga penyimpangan fundamental bagi
daerah toleransi diameter mayor, diameter minor, dan diameter pitsnya, apabila baut
dibuat dengan kelas g,

esg = - (15 + 11.p)

= - (15 + 11.1.5) = -31.5 atau dibulatkan = -32 m = 0,032 mm, sehingga :

Batas terbesar diameter mayor baut dmax = d + esg

dmax = 10 0,032 = 9,968 mm

Batas terbesar diameter minor baut d1max = d 1,08254.p 2.H/16

= d 1,08254.p 0,10825.p

= 10 1,08254.1,5 0,10825.1,5

= 10 1,624 0,1624 = 8,214 mm

Batas terbesar diameter pits baut d2max = d 0,64952.p + esg

= 10 0,64952.1,5 + 0,032 = 8,994 mm

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 76
Metrologi Industri

Contoh 2 :

Seperti contoh No. 1 dibuat dengan kualitas 8. Maka besar daerah toleransi-nya
adalah :

Besar daerah toleransi untuk kualitas 6

Td(6) = 180.p2/3 3,15/p = 180.1,52/3 3,15/1,5 = 236 m

Td2(6) = 90.p0,4.d0,1 = 90.1,50,4.100,1 = 132 m

Untuk kualitas 8, berdasarkan tabel 11.2, diperoleh :

Td (8) = Td(6) . 1,6 = 236 . 1,6 = 375 m = 0,375 mm

Td2(8) = Td2(6) . 1,6 = 132 . 1,6 = 212 m = 0,212 mm

Menurut contoh No. 1 , bahwa diameter maksimum :

dmax = 9,968 mm

d1max = 8,214 mm

d2max = 8,994 mm

Maka harga diameter minimum adalah :

dmin = dmax Td(8) = 9,968 0,375 = 9,693 mm

d2min = d2max Td2(8) = 8,994 0,212 = 8,762 mm

Sedangkan harga diameter inti baut minimum, lihat Gambar 5.6, adalah :

d1min = d1 2.H/8 = d 1,08254.p 0,86603.p/4

= 10 - 1,08254.1,5 0,86603.1,5/4

= 10 1,6238 0,3248 = 8,051 mm

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 77
Metrologi Industri

5.7 Pengukuran ulir

Pengukuran diameter luar ulir (d) = diameter nominal (dn) 2.H/8

Gambar 5.7 Pengukuran diameter luar (mayor)

Contoh : Ulir M12x1,75 d = 12 2.0,86603.1,75/8 = 12 0,379 = 11,621 mm

Pengukuran diameter dalam / inti / minor ulir d1 atau D1

Gambar 5.8 Pengukuran diameter inti ulir (minor)

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 78
Metrologi Industri

Pengukuran diameter pits / tusuk ulir d2 atau D2 ( dt atau Dt)

Gambar 5.9 Pengukuran diameter pits

Pengukuran pits (gang)

Gambar 5.10 Pengukuran pits

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG 79
Metrologi Industri

Soal-soal latihan (jawaban ditulis dengan tangan !, tidak boleh memakai Komputer)

1. Apa yang dimaksud ulir ?


2. Sebutkan fungsi ulir ? jelaskan dan beri contoh penggunaannya !
3. Sebutkan jenis ulir menurut standarnya !
4. Sebutkan jenis ulir menurut bentuk / profilnya !
5. Sebutkan jenis ulir menurut arah ulirnya !
6. Sebutkan jenis ulir menurut banyak alurnya !
7. Sebutkan syarat dua ulir (ulir luar dengan ulir dalam) dapat dipasangkan !
8. Sebutkan cara pembuatan ulir !
9. Sebutkan kesalahan pada profil ulir yang dapat mempengaruhi fungsi dari ulir
!
10. Berapakah penyimpangan fundamental ( dmax, d1max, dan d2max )dan beasar
daerah toleransi untuk ketiga macam diameternya ( dmin, d1min, dan d2min )
untuk baut M12x1,5 yang dibuat dari kelas g dengan kualitas 5 ?

TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai