Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada
salah satu bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan
untuk informasi visual. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum, retina
dan jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan traktus
optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan sebagian
besar input sensoris total. Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering
memberi petunjuk diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat.
Penyakit intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena adanya
kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada
pembahasan ini akan dijelaskan kerusakan yang mengenai nervus optikus karena
peradangan. Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus
akibat berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu
papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang
disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat
terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Sedangkan tipe neuritis retrobulbar
merupakan suatu peradangan di nervus saraf optik ekstraokular/intraorbital yang
terletak pada bagian belakang bola mata, sehingga tidak tampak kelainan diskus
optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan.1,2

1
I.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara
umum mengenai definisi, anatomi, fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi
klinis, serta penatalaksanaan pada neuritis optik.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI II.1.1 Lapisan Retina

Gambar 1. Lapisan retina

Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau
fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam
(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan
dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua)
serta selsel ganglion (lapisan neuron ketiga). 1,2,3 Sel batang berfungsi dalam
proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi
penglihatan terang,

3
penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas
cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan
perifer. Sel kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan
sentral. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang
bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion membentuk lapisan
serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf optikus. 1,3

II.1.2 Nervus Optikus

Gambar 2. Jaras nervus optikus

Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma optikum,
dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan kelanjutan dari
lapisan neuron retina, yang terdiri dari axonaxon dari sel ganglion. Serat ini juga
mengandung serat aferen untuk

4
reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf
sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema
sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung
1,0-1,2 juta serat saraf. 4

Bagian nervus optikus Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat
di bagi mejadi 4 bagian : Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa),
koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk. Intraorbital (30 mm) : memanjang
dari belakang mata sampai ke foramen optik. Lebih ke posterior, dekat dengan
foramen optik, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus.
Sebagian serat otot rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus
optikus dan berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh lemak
orbital. Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara oblik, dan ketika memasuki mata dari
sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis retrobulbar.
Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian menyatu
membentuk kiasma optikum. 1, 4

5
Selubung meningeal Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut
ke nervus optikus. Di kanalis optik dura mater menempel langsung ke tulang
sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari bagian
otak juga. 1, 4

Vaskularisasi nervus optikus Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler


dari arteri retina. Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang
cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari
lamina cribrosa. 1, 4 Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris
posterior dan arteri circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai
dari sentrifugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabangcabang
pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral,
dan arteri oftalmika. 1, 4

Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus

6
II.1.3.

Lesi Saraf Optik Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada
sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral
dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral. 3, 4 Penyebab umum dari lesi
saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf optik, neuropati optik, dan
neuritis optikus akut.

Gambar 4. Defek Visual

Lesi melalui bagian proksimal saraf optik Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu
hemianopsia ipsilateral dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada
sisi yang terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral. 1, 3, 4
Lesi kiasma sentral Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks
pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus.
Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma, tumor kelenjar
hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar,

7
glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma
arachnoiditis kronis. 1, 3, 4 Lesi kiasma lateral Gambaran menonjol pada lesi ini
yaitu hemianopia binasal dengan kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi
tersebut diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan
pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.
1, 3, 4 Lesi saluran optik Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi
pupil kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik
pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan saraf
ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral. Penyebab umum lesi ini
diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan aneurisma dari serebeli atas atau
arteri serebral posterior. 1, 3, 4 Lesi badan genikulatam lateral Lesi ini
mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil minimal, dan mungkin berakhir
dengan atrofi optik parsial. 1, 3, 4 Lesi radiasi optik Gambaran berbeda-beda
tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optik total mengakibatkan
hemianopsia homonim total.

Hemianopia kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal
(mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik superior (pie on the
sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik
inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik

8
terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta trauma. 1,
3, 4 Lesi korteks visual Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital
yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan.
Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual. 1,
3, 4 Lesi jalur visual Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital
yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera

ditembak senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi
korteks visual. 1, 3, 4

II.2 Definisi dan Klasifikasi Neuritis optik adalah radang nervus optikus; penyakit
ini dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk : - intraokular, yang mengenai bagian
saraf bola mata (papillitis) - retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang
bola mata1,2,5

II.3 Epidemiologi Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar


45 per 100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di
dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada
daerah ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena
dibanding ras lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus
biasanya bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). 9
Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih
5% kasus, biasanya bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan
menjadi sklerosis multipel lebih rendah. 3,6

II.4 Etiologi a. Demielinatif1 o Idiopatik o Sklerosis multiple o Neuromielitis


optika (penyakit Delvic) b. Diperantarai imun1 - Neuritis optik pascainfeksi virus
(morbili, mumps, cacar air, influenza, mononukleosis infeksiosa) - Neuritis optik
pascaimunisasi - Ensefalomielitis diseminata akut - Polineuropati idiopatik akut
(sindrom Guillain-Barre) - Lupus eritematosus sistemik - Penyakit leber c. Infeksi
langsung1 - Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus d.
Neuropati optik granulomatosa1 - Sarkoidosis - Idiopatik e. Penyakit peradangan
sekitar1 - Peradangan intraocular - Penyakit orbita - Penyakit sinus, termasuk
mukormikosis 10
- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis f. Intoksikasi racun eksogen3
tobacco, etil alkohol, metil alkohol g. penyakit metabolic7 diabetes, anemia,
kehamilan, avitaminosis

II.5 Patogenesis Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah
inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang
terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak

dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan
pemecahan mielin.7, 8 Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.7, 8 Dipercaya bahwa demielinisasi yang
terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan
antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal
gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal.
Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4
minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang
lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer
namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus.
Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS.
Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus. 7, 8

11
II.6 Gejala dan Tanda Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada
papilitis, dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis
retrobulbar yang mengenai saraf ekstra okular. 3 Gambaran akut - Gejala neuritis
optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua mata terutama pada anak-anak.
2, 6 - Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari 2,
6 - Nyeri pada mata Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih
dari 90% pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan
hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit akan
bertambah bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala. 2 Pergerakan okular
terutama gerakan ke atas dan ke bawah juga dapat memperberat nyeri ini karena
perlekatan sejumlah serat otot rektus superior dengan duramater. 2, 6 - Defek pupil
aferen (afferent pupillary defect)

Gambar 5. Defek pupil aferen

Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya
defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-
Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah apabila pada mata yang sehat diberi cahaya,
maka terjadi miosis pada kedua mata. Namun bila cahaya 12
dipindahkan pada mata yang sakit, maka kedua pupil akan melebar. 2, 6, 9 - Defek
lapang pandang Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara
konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya. Dapat pula
berbentuk sekosentral atau para sentral. 2, 6 - Buta warna pada mata yang terkena,
terjadi pada 88% pasien. 2, 6, 9

Gambaran Kronik Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis
optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu: - Kehilangan
penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik mengalami perbaikan
penglihatan dalam 1 tahun. 2, 6 - Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada
25% pasien dua tahun setelah gejala awal. 2, 6 - Desaturasi warna, terutama warna
merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan melihat warna merah sebagai pink,
atau orange bila melihat dengan mata yang terkena. 2, 6 - Fenomena Uhthoff yaitu
terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan penglihatan yang timbul dengan
peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi dengan air panas merupakan pencetus
klasik. 2, 6 - Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah
temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil. 2,
6

II.7 Diagnosis Anamnesis 1, 7, 8 1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak


13
2. Adanya bintik buta 3. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya 4. Persepsi
warna yang terganggu 5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya
suhu dan berkurang jika beristirahat. 6. Rasa sakit pada mata yang mengganggu dan
lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis. 7. Gejala
berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa). Sedangkan pada
pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat riwayat demam atau imunisasi
sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis.

Pemeriksaan Fisik 1, 7, 8 1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan


(20/30), sedang (20/60), maupun berat (20/70). 2. Pemeriksaan lapang pandang,
biasanya berupa skotoma sentral atau sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus
memiliki lapangan pandang yang normal. 3. Refleks pupil. Defek aferen pupil
terlihat dengan refleks cahaya langsung yang menurun atau hilang. 4. Penglihatan
warna berkurang. 5. Adaptasi gelap mungkin menurun.

Pemeriksaan penunjang 1, 6, 7, 8 1. Funduskopi - Pemeriksaan funduskopi pada


papilitis terlihat gambaran hiperemia dan 14
edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada papil terlihat
perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil ke makula, dengan
perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan vena yang melebar.
Kadang-kadang terlihat edema papil yang besar yang menyebar ke retina. Edema papil
tidak melebihi 2-3 dioptri.

Gambar 6. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

- 60%

pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi

yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah The patient sees nothing and
the doctor sees nothing. Namun apabila prosesnya sangat destruktif, dapat berakhir
sebagai optik atrofi dan papil menjadi pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.
- Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai
papilitis karena neuropati optik iskemik anterior. - Tanda lain adanya inflamasi
pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenous sheathing.
2. MRI (magnetic resonance imaging) MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan
korteks serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat
sklerosis multipel. 3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah Dilakukan untuk melihat
adanya proses infeksi atau inflamasi. 15
4. Slit lamp Adanya sel radang pada vitreous 5. Visually evoked response (VER)
terganggu dan menunjukan penurunan amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

II.8 Diagnosis Banding2,3 Neuritis Optik Papiledema Iskemik Gejala Visus Visus
sentral hilang Visus tidak hilang; cepat, progresif, jarang ketajaman dipelihara
kegelapan yang transien Defek akut lapang pandang; ketajaman bervariasi turun
akut Lain Bola mata pegal; sakit bila digerakkan; sakit alis atau orbita Sakit
bergerak Bilateral Ada Jarang pada orang dewasa; sering pada anak-anak Gejala Pupil
Tidak ada isokoria; Reaksi sinar menurun pada sisi neuritis Tidak ada isokoria;
Reaksi normal Tidak ada isokoria; Reaksi sinar menurun pada sisi infark disk Tidak
ada Selalu bilateral Tidak ada Khas unilateral pada stadium akut Sakit kepala,
mual, muntah, tanda fokal neurologis lain Biasanya nihil; Neuropati Optik

16
Penglihatan warna Ketajaman visus Lapang pandang

Turun Biasanya menurun Skotoma sentral

Normal Normal Membesar; ada blind spot Bervariasi Skotoma sentral

Sel badan kaca Funduskopi

Ada Retrobulbar : nomal. Papilitis :

Tidak ada

Tidak ada

- Media

Keruh pada posterior vitreous

Bening

Bening

- Warna diskus - Pinggir diskus - Edema diskus

Hiperemia Kabur Biasanya tidak melebihi 3 diopter

Merah Kabur 2 6 diopter

Pucat Kabur Bengkak

- Edema peripapillary - Perdarahan retina - Retinal exudate - Makula

Ada

Ada

Ada

Biasanya tidak ada

Jelas

Jelas

Kurang jelas

Sangat jelas

Jelas

Macular fan bisa ada

Macular star bisa ada Baik dengan menghilangkan kausa tekanan

Tidak ada

Prognosis visus

Visus biasanya kembali normal atau tingkat


Prognosis buruk untuk kembali, mata kedua lama-

17
fungsional

intra-kranial

lama terlibat dalam 1/3 kasus idiopatik

Fluorescein angiography

Kebocoran zat kontras sedikit

Vertical oval pool zat kontras akibat kebocoran

Ada kebocoran zat kontras di peripapillary

II.9

Penatalaksanaan Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus : 1.


Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal : Regimen selama 2
minggu : a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v b. 11 hari
setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral c. Tapering off dengan
cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama (hari ke 15 sejak pemberian obat) dan
10 mg prednisone oral pada hari ke-2 sampai ke-4 d. Dapat diberikan Ranitidine 150
mg oral untuk profilaksis gastritis6,10,11

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat
menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya
mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan
visual. 11 2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi : a. Menggunakan
regimen yang sama dengan yang di atas. b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi
untuk terapi interferon -1 intramuskular seminggu sekali selama 28 hari.

18
c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3
hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/hari selama 11 hari kemudian 4 hari
tappering off ). Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan. 6,10,11 3. Dengan tidak ada lesi
demielinasi dari hasil MRI : a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi
sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian b. Intravena steroid dapat digunakan untuk
mempercepatkan pemulihan visual c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali
muncul gangguan visual pada mata kontralateral d. MRI lagi dalam 1 tahun
kemudian6,10,11

Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal telah


memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi (relapsing-
remitting disease) yang progresif dan sulit diatasi. 10

II.10 Komplikasi Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.
Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik yang
terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6, 7 Neurits optik yang disebabkan
oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang
menetap cenderung meningkat pada setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat
memperparah disabilitas (fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan. 6, 7 19
II.11 Prognosis Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada
banyak pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu
setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam penglihatan
warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Kelainan tajam penglihatan
(15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang
pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89100%), reaksi pupil aferen
(5592%), diskus optikus (60 80%), dan visual-evoked potential (63100%).
Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5 tahun. 1, 6
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan sklerosis
multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik.3,7 Biasanya
visus yang buruk pada episode akut penyakit berhubungan dengan hasil akhir visus
yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti
dengan kembalinya visus ke 20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkan
dengan panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam
kanalis optikus.3,7 Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna
dan memperburuk penglihatan. 3,7

20
BAB III KESIMPULAN

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik , demielinisasi yang


menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata
(monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan
papilitis. Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai
macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu
penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Pasien mengeluh adanya pandangan
berkabut atau visus yang kabur, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada
terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu. Pada anak, biasanya gejala
bersifat mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis
optikus seringkali unilateral. Adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran
umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.
Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi steroid
oral, intravena, serta interferon -1 intramuscular disesuaikan dengan tingkat
keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk mengobati
penyakit kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati. Proses penyembuhan dan
pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92% pasien. Jarang yang mengalami
kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat
sepenuhnya kembali normal.

21
DAFTAR PUSTAKA

1.

Vaughan

&

Asbury.

Oftalmologi

Umum,

Edisi

14,

Jakarta:

Widya

Medika,2000.Hal 268, 274-287. 2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
2006. Hal 179-188. 3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam
Chapter 12-New Age International 2007. P 288-96. 4. American Academy of
Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page
25-26. 5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta :
EGC 6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 28 April 2012 7. Perhimpunan


Dokter Ahli Mata Indonesia : Neuritis Optik dalam Ilmu Penyakit Mata, Airlangga
Universitas Press, 1984, hal : 108-110 8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis :
Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis. Disitasi pada tanggal 28 April
2012. Disitasi dari

http://www.uptodate.com/opticneuritis 9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata,


Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993.Hall 332-342. 10. American Academy of
Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy of Ophtalmology staff,
editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco
The Foundation of American Academy of Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.
11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye
Disease. 2008. P250-52. 22

Anda mungkin juga menyukai