Anda di halaman 1dari 51

PERFORASI

By : Adrian Indarti, SST


Perforasi (perforating) adalah :
proses pelubangan dinding sumur
(casing dan lapisan semen, formasi)
sehingga sumur dapat berkomunikasi
dengan formasi. Minyak atau gas
bumi dapat mengalir ke dalam sumur
melalui lubang perforasi ini.
Kondisi kerja perforasi :
1. Conventional overbalance (Ph > Pf)
Perforasi dilakukan dengan kondisi
tekanan hidrostatik (Ph) lebih besar dari
tekanan formasi (Pf).

Cara overbalance umumnya digunakan pada:


a. Komplesi multizone
b. Komplesi cased hole
c. Komplesi dengan menggunakan liner
d. Komplesi pada casing intermediate
PROBLEMS IN OVERBALANCE PERFORATION

Masalah yang sering timbul dengan teknik


overbalance adalah:
a. Potensi terjadinya kerusakan formasi (formation
damage)
Menjadi lebih besar , akibat terjadinya
reaksi antara fluida komplesi dengan mineral-
mineral batuan formasi
b. Penyumbatan oleh bullet/charge
dan runtuhan batuan
c. Sulit mengontrol terjadinya loss circulation
karena Ph > Pf
d. Clean up sulit dilakukan
2. Conventional Underbalance
Perforasi dengan kondisi kerja,
tekanan hidrostatik lumpur/fluida komplesi (Ph)
lebih kecil dari tekanan formasi (Pf).
Cara ini sangat cocok digunakan untuk formasi
yang lebih sensitive/reaktif , metode ini umumnya
akan lebih baik dibandingkan dengan overbalance,
karena:
a. Tidak terjadi loss circulation karena PH
lebih kecil dari PF
b. Clean up lebih cepat dan efektif
PERFORATING GUN
GUN TYPES
PERFORATING GUN
Perforating gun yang berisi beberapa shaped-charges
diturunkan ke dalam sumur sampai ke kedalaman
formasi yang dituju. Shaped-charges ini kemudian
diledakkan dan menghasilkan semacam semburan jet
campuran fluida cair dan gas dari bahan metal
bertekanan tinggi (jutaan psi, +/- 3jt psi) dan
kecepatan tinggi (7000m/s) yang mampu menembus
casing baja dan lapisan semen. Semua proses ini
terjadi dalam waktu yang sangat singkat (17s).
Perforasi dapat dilakukan secara elektrikal dengan
menggunakan peralatan logging atau juga secara
mekanikal lewat tubing (TCP-Tubing Conveyed
Perforations).


TCP & WCP
Wireline Conveyed Perforation / High Shoot
Density
Pada sistem ini gun diturunkan kedalam sumur
dengan menggunakan wireline, biasanya
menggunakan gun berdiameter besar. Kondisi
kerja perforasi dengan teknik ini adalah
Overbalance, sehingga tidak terjadi aliran
setelah perforasi dan menara pemboran dengan
BOP masih tetap terpasang untuk penyelesaian
sumur lebih lanjut.
Wireline Conveyed Tubing Gun / Enerjet

Gun berdiameter kecil dimasukkan kedalam


sumur melalui X-Mastree dan tubing, setelah
tubing dan packer terpasang diatas interval
perforasi. Penyalaan gun dilakukan pada kondisi
Underbalance dan untuk operasi ini umumnya
tidak diperlukan menara pemboran tetapi cukup
dengan pressure control equipment.
Tubing Conveyed Perforation / TCP

Gun berdiameter besar dipasang pada ujung bawah


tubing yang diturunkan kedalam sumur bersama
tubing string. Setelah pemasangan X-Mastree dan
packer, perforasi dilakukan secara mekanik dengan
menjatuhkan bar atau go-devil melalui tubing yang
akan menghantam firing head yang ditempatkan
dibagian atas perforator. Perforasi dapat dilakukan
baik pada kondisi underbalance maupun overbalance
dan setelah perforasi dilakukan, gun dibiarkan tetap
tergantung atau dijatuhkan kedasar sumur (rat hole).
HSD GUN
Prinsip Kerja HSD
1. Setelah lubang sumur dikondisikan pada
keadaan Overbalance, maka kegiatan HSD dapat
segera dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan rig up equipment, lalu memasang
BOP (Blow Out Preventer).
2. Pada saat running peralatan HSD, korelasi colar
casing dilakukan mulai dari top depth. Setelah
dikorelasi, maka dapat segera ditentukan posisi
shooting depth. Shooting Depth tidak boleh
berada pada daerah collar karena dapat
memutuskan susunan casing pada lubang
sumur.

CONT PRINSIP HSD

3. Setelah shooting depth didapat, maka arus


listrik akan dialirkan dari unit melalui wireline
ke peralatan HSD. Arus listrik sebesar 0,4-0,5
Ampere akan mengaktifkan white deto yang
berhambatan 52-54 Ohm yang kemudian akan
memicu Primacord.
Primacord tersebut kemudian akan meledak dan
memberi tekanan besar pada charge sehingga
charge akan meledak dan akan menembak
menembus casing, semen dan formasi.
DETONATOR
EXPLOSIVE MATERIALS
Bahan peledak yang digunakan pada kegiatan HSD
terdiri dari dua jenis yaitu Primary Explosive dan
Secondary Explosive.
1. Primary Explosive
Memiliki karakteristik mudah meledak tetapi
berdaya ledak rendah, bahan peledak primary
explosive pada HSD terdiri dari :
Detonator
Berfungsi sebagai pemicu dimana alat ini dapat
meledak apabila dialiri arus sebesar 0,4-07 ampere
dan detonator tersebut memiliki hambatan sebesar
52-54 0hm. Jenis detonator yang digunakan pada
kegiatan HSD disebut white deto.
Primacord
Sebenarnya bahan peledak ini berkarakteristik
secondary explosive tetapi karena pada kegiatan
HSD peledak ini berperan sebagai pemicu charge
maka peledak ini dimasukkan pada primary
explosive. Bahan peledak ini berbentuk seperti
kabel dan sensitif terhadap tekanan yang besar.
SECONDARY EXPLOSIVE

Memiliki karakteristik berlawanan dengan


primary explosive dimana alat ini tidak mudah
meledak jika terkena tekanan kecil tetapi
memiliki daya ledak yang besar. Explosive
tersebut berfungsi sebagai peledak utama karena
explosive inilah yang akan menembak casing,
cement dan formasi. Explosive tersebut memiliki
berbagai macam jenis, diantaranya :
RDX
Yaitu explosive yang dapat digunakan pada
lubang sumur dengan temperature dibawah
3500F. RDX adalah tipe explosive yang
berkarakteristik low temperature.
HMX

Yaitu explosive yang berkarakteristik high


temperature diatas 4000F.
SHAPED CHARGE
SHAPED CHARGE

Anda mungkin juga menyukai