Anda di halaman 1dari 75

Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049

Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

PEMBANGKIT BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN


MENGGUNAKAN MICROBIAL FUEL CELL DENGAN JUMLAH ELEKTRODA
YANG BERBEDA

Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,


Institut Pertanian Bogor
E-mail: bustamibr@yahoo.com

ABSTRAK

Listrik adalah salah satu hal yang paling penting dalam suatu bangsa dan bahkan untuk setiap orang di
dunia ini. Krisis energi yang terjadi memaksa kita untuk mengembangkan alternatif sumber energi
terbarukan untuk menggantikan penggunaan minyak bumi yang menjadi sumber utama bagi
masyarakat. Banyak pilihan pengganti, sel bahan bakar merupakan salah satu contoh dari suatu
teknologi alternatif. Sel bahan bakar mikroba adalah sel bahan bakar dimana bakteri menggunakan
bahan organik sebagai sumber untuk metabolisme mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
kemampuan air limbah dalam memproduksi listrik melalui sel bahan bakar mikroba (MFC) teknologi
dengan nomor yang berbeda dari elektroda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ruang
tunggal katoda udara. Jumlah elektroda yang digunakan adalah satu pasang elektroda, dua pasang
elektroda, tiga pasang elektroda, dan empat pasang elektroda. Tegangan listrik diukur dalam 5 hari
(120 jam) dan kualitas air limbah yang kandungan nitrogen total, total Amonia Nitrogen (TAN),
Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), MLSS, MLVSS dan
dianalisis di setiap tiga hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dari dua pasang
elektroda adalah cara yang optimal untuk menghasilkan tenaga listrik. Sistem ini MFC juga dapat
mengurangi beban pencemaran air limbah perikanan yang ditunjukkan dari penurunan total nitrogen,
TAN, BOD, COD dalam lima hari.

Kata kunci: listrik terbarukan, elektroda, air limbah perikanan, sel bahan bakar mikroba

ABSTRACT

Electricity is one of the most important things in a nation and even for every single people in the
world. Energy crisis that happened force us to develop an alternate of renewable energy source to
substitute the use of petroleum that being the main sources to society. In many choices of the
substitute, fuel cell is one of the examples of an alternate technology. Microbial fuel cell is a fuel cell
where bacteria use the organic material as a source for their metabolism. This research purposed to
study the ability of wastewater in producing electricity through microbial fuel cell (MFC) technology
with different number of electrodes. The method used in this research is single chamber air cathode.
The number of electrodes used are one pair electrode, two pairs of electrode, three pairs electrode, and
four pairs electrode. The electricity voltage was measured in 5 days (120 hours) and the wastewater
quality which are the total nitrogen content, Total Ammonia Nitrogen (TAN), Biological Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), MLSS, and MLVSS were analyzed in every
three days. The result of this research showed that the treatment of two pairs electrode is the optimum
treatment to produce the electricity power. This MFCs system can also reducing pollution load of
fisheries wastewater which was indicated from the reducing of total nitrogen, TAN, BOD, and COD
in five days.

Key word: Renewable electricity, electrode, fisheries wastewater, microbial fuel cell

1
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

PENDAHULUAN NaOH 0,05 N, Kertas saring Whatman 42,


Listrik merupakan salah satu bahan uji amonia. Alat-alat yang digunakan
komponen yang sangat berperan banyak dalam pada penelitian ini antara lain, kaca akrilik,
kehidupan suatu bangsa dan bahkan bagi setiap elektroda karbon grafit, kabel, multimeter
manusia. Beberapa manfaat listrik adalah digital tipe DT 830B, botol Erlenmeyer, buret,
untuk kemudahan rumah tangga, pendidikan, pipet, botol DO, DO meter (Lutron DO5510),
produksi (industri), bahkan kesehatan. Krisis aerator, spektrofotometer (Optima SP-300),
listrik akhir akhir ini menurut Suyanto et al. oven (Yamamoto Drying Oven DV 41), tanur
(2010) terjadi karena peningkatan (Yamamoto Muffle Furnace FM 38), cawan
pertumbuhan penduduk yang menyebabkan porselen, dan desikator.
permintaan energi listrik semakin besar
sedangkan pasokan energi listrik semakin METODE PENELITIAN
menipis. Pembuatan limbah cair buatan
Krisis energi memicu pengembangan Limbah cair buatan dibuat
sumber energi alternatif (renewable) untuk menggunakan limbah padat pengolahan ikan
mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang (isi perut, kulit, dan insang). Hal ini dilakukan
selama ini menjadi sumber energi utama bagi untuk menjaga kestabilan karakteristik limbah
masyarakat. Sel elektrokimia berbasis mikroba cair yang digunakan untuk percobaan.
atau microbial fuel cell (MFC) merupakan sel Pembuatan limbah cair dilakukan menurut cara
bahan bakar yang memanfaatkan materi Ibrahim et al. (2009) yakni limbah potongan
organik untuk digunakan oleh mikroba sebagai daging dan kulit ikan yang diperoleh dari
sumber energi dalam melakukan aktivitas proses pengolahan filet ikan dicincang,
metabolismenya. Energi fuel cell tidak selalu selanjutnya direbus pada air mendidih selama
harus bersumber dari hidrogen murni, 10 menit dengan rasio berat ikan (kg) dan
melainkan juga dapat bersumber dari zat-zat volume air (liter) adalah 1:5. Air rebusan
lain yang mengandung hidrogen atau disaring untuk memisahkannya dari padatan
menghasilkan elektron. Pemanfaatan air dan ampas ikan. Air rebusan yang dingin siap
buangan sebagai sumber energi (substrat) digunakan untuk percobaan, kemudian
diharapkan biaya operasional dapat ditekan dilakukan analisis karakteristik limbah cair
menjadi lebih murah (Sitorus 2010). buatan meliputi BOD, COD, total nitrogen,
Salah satu limbah yang dapat dan total amonia nitrogen.
dimanfaatkan adalah limbah industri Persiapan alat MFC
perikanan. Limbah industri perikanan Bejana yang digunakan terbuat dari
mengandung banyak bahan organik dalam bahan akrilik dengan dimensi 10x7x10 cm.
konsentrasi tinggi karena kandungan lemak, Volume limbah cair yang digunakan adalah
protein, dan nutrien lainnya. Kandungan 700 mL. Elektroda yang digunakan adalah
bahan organik yang tinggi dalam limbah cair karbon grafit berukuran 7x1x1 cm. Sistem
industri perikanan menyebabkan limbah ini MFC yang digunakan merupakan sistem MFC
menjadi sumber pertumbuhan bagi mikroba satu bejana tanpa membran mengacu pada
(Suprihatin dan Romli 2009). Sebanyak 1.300 penelitian Lovley (2006). Lumpur aktif
m3/hari limbah cair dihasilkan pada musim dimasukkan ke dalam MFC yang berisi limbah
ikan (Romli dan Suprihatin 2009). Tujuan dari cair dengan perbandingan antara lumpur aktif
penelitian ini adalah untuk mempelajari dan limbah cair sebesar 1:10. Perlakuan yang
kemampuan limbah cair perikanan sebagai diberikan pada penelitian ini adalah pemberian
penghasil listrik melalui teknologi microbial katoda dan anoda sebanyak satu pasang, dua
fuel cell (MFC), serta mengetahui jumlah pasang, tiga pasang, dan empat pasang dalam
elektroda yang optimal untuk menghasilkan satu bejana dengan 3 kali ulangan.
energi listrik dalam sistem MFC

MATERIAL DAN METODE anoda


Bahan dan Alat dynamo
Bahan-bahan yang digunakan pada pengaduk
penelitian ini antara lain lumpur aktif, limbah katoda
ikan berupa kulit dan sisa daging, akuades,
K2Cr2O7, H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin,
ferrous ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2],
NaOH 45%, HCl 0,05 N, indikator mengsel, Gambar 1. Skema sistem alat MFC

2
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

Pengukuran elektrisitas HASIL DAN PEMBAHASAN


Masing-masing elektroda grafit di Karakteristik Limbah Cair Perikanan
kedua bejana dihubungkan dengan kabel lalu Karakteristik limbah cair merupakan
bejana ditutup rapat. Kedua kabel dihubungkan hal yang penting untuk diketahui pada tahap
oleh multimeter. Multimeter diatur untuk awal proses pengolahan limbah cair. Limbah
pengukuran daya listrik pada skala terkecil cair yang digunakan pada penelitian ini
terlebih dahulu kemudian nilai tegangan yang merupakan limbah cair buatan. Penggunaan
tertera pada layar multimeter diamati pada limbah cair buatan sebagai pengganti limbah
selang waktu tertentu (Suyanto et al. 2010). cair dari industri perikanan ini agar lebih stabil
Pengamatan terhadap kualitas limbah cair selama penelitian (Tabel 1).
dilakukan selama 6 hari dengan mengukur Total N yang tinggi dalam limbah cair dapat
nilai total nitrogen, TAN, MLSS, MLVSS, berbahaya bagi organisme di dalam air karena
BOD, COD, pada hari ke-0 (awal), 3 (tengah), dapat menyebabkan gas buble diseases, yaitu
dan 6 (akhir). Setiap analisis dilakukan 3 kali penyakit yang disebabkan oleh gelembung gas
ulangan. dalam saluran darah (Firdus dan Muchlisin
2010).
Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan
Parameter Satuan Limbah cair buatan Limbah cair industri
perikanan*
Total N mg/L 802,8 111
BOD5 mg/L 428 184
COD mg/L 1205,33 571
Amonia mg/L 3,5 1,5
*Sumber: Ibrahim (2007)
Nilai BOD5 dan COD merupakan ukuran bakar pada MFC secara umum berupa bahan
adanya pencemaran air dan dapat organik yang diuraikan oleh mikroba (Lovley
mengakibatkan berkurangnya jumlah oksigen 2006). Microbial fuell cell bisa didesain
terlarut (Dwijani et al. 2010). dengan satu atau dua bejana, secara umum
Semakin tinggi BOD5 dan COD dalam suatu MFC dengan dua bejana ini di tengahnya
perairan maka perairan tersebut semakin dihubungkan dengan membran penukar ion.
tercemar. Senyawa amonia pada air limbah Jenis MFC satu bejana ada yang menggunakan
merupakan produk penguraian dari senyawa membran, tetapi penggunaan membran ini
protein, sehingga konsentrasi ammonia yang mahal dan lebih mudah rusak saat
tinggi merupakan indikator tingginya proses penggunaannya. Sistem MFC yang tidak
penguraian (pembusukan) limbah organic menggunakan membran telah dikembangkan
protein (Poppo et al. 2008). untuk pengolahan air limbah (Chang et al.
2006). Sistem MFC dalam penelitian ini
Kondisi Limbah Cair Perikanan dalam menggunakan MFC satu bejana dan
Sistem MFC ditambahkan lumpur aktif yang digunakan
Karakteristik limbah cair perikanan untuk mengolah limbah cair perikanan.
buatan disajikan pada Tabel 1. Penggunaan
limbah cair perikanan buatan dalam sistem Total Nitrogen
MFC dilakukan untuk menjamin konsistensi Jumlah total nitrogen dalam limbah
beban setiap dilakukan pengulangan, karena cair selama proses pengolahan dengan MFC
limbah cair yang digunakan dari industri disajikan pada Gambar 2. Jumlah total nitrogen
pengolahan secara langsung mempunyai mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai
fluktuasi beban polusi yang tinggi hari ke-6 pada semua perlakuan. Hasil analisis
keragamannnya. Bahan organik yang sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan
terkandung pada limbah cair buatan ini elektroda tidak memberikan pengaruh
merupakan sumber bahan bakar pada sistem signifikan terhadap penurunan total nitrogen
MFC. selama di dalam sistem MFC, sedangkan
Microbial fuel cell (MFC) merupakan lamanya hari pengamatan berpengaruh secara
sebuah sel bahan bakar yang mengkonversi signifikan terhadap total nitrogen limbah cair
energi kimia ke energi listrik. Sumber bahan perikanan.

3
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

Gambar 2 Total N dalam limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

Penurunan jumlah total nitrogen ini membebaskannya ke atmosfer sebagai gas


terjadi karena adanya proses nitrifikasi. Proses nitrogen melalui proses denitrifikasi biologis.
penurunan total nitrogen ini karena adanya
konversi amonia menjadi nitrit oleh bakteri Biochemical oxygen demand (BOD)
Nitrosomonas, kemudian nitrit diubah menjadi Pengukuran BOD hari ke-0 sampai
nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Penurunan hari ke-6 terjadi penurunan nilai pada semua
jumlah total nitrogen pada pengolahan limbah perlakuan. Hasil analisis sidik ragam
cair ini bukan masa nitrogennya yang menunjukkan bahwa perbedaan elektroda tidak
menurun, tetapi yang terjadi adalah perubahan memberikan pengaruh signifikan terhadap
bentuk senyawa nitrogen dari amonia menjadi penurunan BOD selama di dalam sistem MFC,
senyawa nitrit dan nitrat. Menurut Ibrahim sedangkan lamanya hari pengamatan
(2007), pada proses nitrifikasi terjadi berpengaruh secara signifikan terhadap BOD
penurunan jumlah nitrogen-amonia pada badan limbah cair perikanan. Hal ini terjadi karena
air, sehingga terjadi penurunan nilai kebutuhan adanya aktivitas mikroorganisme yang
baik oksigen biologis (BOD) maupun kimiawi menggunakan oksigen untuk mengoksidasi
(COD). Dalam pengolahan limbah cair senyawa organik. Hasil pengukuran BOD
tujuannya memang untuk mereduksi limbah cair selama di dalam sistem MFC
konsentrasi nitrogen dengan cara disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 BOD limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

BOD merupakan jumlah miligram oksigen analisis yang mencoba mendekati secara
yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk umum proses-proses mikrobiologis yang
menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L terjadi di dalam air. Perubahan nilai BOD ini
air selama 5 hari pada suhu 201oC (BSN menandakan bahwa terjadi kecepatan oksidasi
2009). Semakin banyak bahan buangan senyawa organik oleh mikroba.
organik yang ada di dalam air, semakin sedikit
sisa kandungan oksigen yang terlarut di Chemical oxygen demand (COD)
dalamnya (Poppo et al. 2008). Nilai rata-rata COD pada semua
Penurunan BOD ini didukung oleh perlakuan mengalami penurunan pada hari ke-
penelitian yang dilakukan oleh Suyanto et al. 0 sampai hari ke-6. Penurunan nilai COD pada
(2010) yang menyebutkan bahwa pada sistem penelitian ini disebabkan oleh adanya aktivitas
MFC tersebut terdapat aktivitas bakteri yang mikroorganisme yang menghilangkan zat
menyebabkan penurunan BOD dari hari ke-0 organik dalam limbah cair tersebut. Hasil
sampai hari ke-5. Analisis BOD merupakan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa

4
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

perbedaan elektroda tidak memberikan signifikan terhadap COD limbah cair


pengaruh signifikan terhadap penurunan COD perikanan. Hasil pengukuran COD limbah cair
selama di dalam sistem MFC, sedangkan perikanan selama di dalam sistem MFC
lamanya hari pengamatan berpengaruh secara disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 COD limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

Chemical oxygen demand (COD) dapat bahan-bahan organik yang mengandung


didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang nitrogen terutama protein dan asam-asam
diperlukan proses kimia di perairan (Firdus amino bebas. Sehingga konsentrasi nitrogen
dan Muchlisin 2010). Makin tinggi nilai COD ammonia dalam air limbah tersebut
menunjukkan bahwa limbah tersebut banyak dipengaruhi oleh pertambahan melalui proses
mengandung bahan-bahan organik dan hidrolisis protein dan senyawa nitrogen
anorganik (Ibrahim et al. 2009). Semakin organik lainnya dan pengurangan melalui
banyak bahan buangan organik yang ada di terbentuknya senyawa nitrit dan nitrat melalui
dalam air, maka semakin sedikit kandungan proses oksidasi senyawa amonia. Hasil analisis
oksigen yang terlarut dalam air (Poppo et al. sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan
2008). Senyawa organik yang terkandung elektroda tidak memberikan pengaruh
dalam air buangan berguna sebagai makanan signifikan terhadap penurunan TAN selama di
dan pertumbuhan sel baru (Edahwati dan dalam sistem MFC, sedangkan lamanya hari
Suprihatin 2009). pengamatan berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai TAN limbah cair perikanan. Hal
Total Amonia Nitrogen (TAN) ini didukung oleh Dwijani et al. (2010), yang
Kandungan amonia yang turun setiap menyatakan bahwa penurunan kadar amonia
harinya (Gambar 5) karena adanya aktivitas dalam pengolahan air limbah tersebut
mikroorganisme dalam menguraikan senyawa- disebabkan adanya proses oksidasi N-amonia
senyawa organik yang mengandung nitrogen. lebih besar daripada proses hidrolisis senyawa-
Nilai TAN merupakan kandungan nitrogen senyawa organik yang mengandung nitrogen
yang terikat dalam senyawa amonia di dalam oleh mikroorganisme.
air limbah. Mikroorganisme menghidrolisis

Gambar 5 Nilai TAN limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

5
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

Organisme pengurai dalam lingkungan akuatik elektroda tidak memberikan pengaruh


akan menguraikan senyawa-senyawa organik signifikan terhadap kenaikan nilai MLSS dan
berprotein menghasilkan amonia. Proses MLVSS selama di dalam sistem MFC,
degradasi senyawa organik berikatan N akan sedangkan lamanya hari pengamatan
membebaskan amonia disebut amonifikasi. berpengaruh secara signifikan terhadap
kenaikan nilai MLSS dan MLVSS dalam
Degradasi senyawa organik kompleks limbah cair perikanan. Kenaikan nilai MLSS
bernitrogen seperti protein, menghasilkan dan MLVSS ini menunjukkan adanya
senyawa karbon organik sebagai sumber energi pertumbuhan mikroorganisme di dalam sistem
bagi mikroba dan senyawa N sederhana MFC tersebut. Proses pengolahan limbah cair
sebagai nutrien untuk mensintesis sel (Ibrahim yang menggunakan lumpur aktif akan
2007). meningkatkan jumlah mikroorganisme
sekaligus mengurangi senyawa organik di
MLSS dan MLVSS dalam limbah cair tersebut. Pertumbuhan
Nilai MLSS dan MLVSS pada sistem mikroorganisme dalam sistem MFC ditandai
MFC selama pengolahan limbah cair disajikan dengan adanya pertambahan nilai MLSS dan
pada Gambar 6 dan 7. Hasil analisis sidik MLVSS pada pengolahan limbah cair
ragam menunjukkan bahwa perbedaan menggunakan lumpur aktif.

Gambar 6 MLSS limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

Gambar 7 MLVSS limbah cair selama proses pengolahan dengan MFC

6
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

Biomassa yang dinyatakan dalam MLVSS pengaruh pada besar kecilnya elektrisitas yang
adalah mikroorganisme yang memanfaatkan dihasilkan.
senyawa-senyawa organik bagi pertumbuhan. Nilai daya listrik yang dihasilkan pada
Mikroorganisme yang menjadi perhatian penelitian ini masih tergolong rendah. Bila
utama adalah mikroorganisme nitrifikasi dan dibanding dengan penelitian sebelumnya
(Ibrahim et al 2013) terjadi peningkatan
denitrifikasi. Kebutuhan pertumbuhan
sekitar 80% dari 120 mV menjadi 204 mV
mikroorganisme memerlukan substrat sebagai walaupun dalam kondisi jumlah elektroda
penyedia nutrisi yang dibutuhkan untuk yang sama. Banyak faktor yang
pembentukan sel-sel baru dalam pertumbuhan mempengaruhi nilai daya listrik yang
mikroorganisme tersebut. Substrat penyedia dihasilkan dalam sistem MFC, diantaranya
nutrisi merupakan sumber karbon dan kondisi operasi sistem, luas area elektroda,
senyawa-senyawa bernitrogen seperti TKN, tipe elektroda dan jenis mikroorganisme (Pant
amonia, dan nitrat merupakan sumber nitrogen et al, 2010). Perbedaan daya listrik yang tidak
(Ibrahim 2007). signifikan yang dihasilkan dalam sistem
dengan elektroda 1, 2, 3 dan 4 pasang
disebabkan oleh sistem rangkaian yang
Elektrisitas dalam sistem MFC
disusun secara paralel. Hal ini sesuai dengan
Hasil pengukuran elektrisitas limbah berlakunya hukum Ohm.
cair perikanan disajikan pada Gambar 8, Fluktuasi daya listrik yang dihasilkan
Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11. pada masing-masing perlakuan ini diduga
Sistem MFC dengan perlakuan karena adanya aktivitas metabolisme yang
elektroda 2 pasang merupakan perlakuan yang dilakukan oleh bakteri dan reaksi kimia yang
menghasilkan rata-rata listrik paling besar terjadi dalam sistem. Aktivitas katabolisme
diantara perlakuan lainnya. Perlakuan senyawa kompleks menjadi senyawa
elektroda 2 pasang juga menghasilkan listrik sederhana yang menghasilkan ion-ion positif
yang berada di atas nilai rata-rata lebih dan negatif, dan selisih dari laju total energi
banyak dibanding nilai yang di bawah rata-rata yang dihasilkan dan digunakan oleh bakteri
pada tiap jam pengukuran. Hasil uji t dapat menurun atau meningkat. Fluktuasi daya
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai listrik yang dihasilkan ini dapat pula
listrik antara elektroda 2 pasang dengan disebabkan oleh interaksi dan persaingan
elektroda 4 pasang (p>0,05). Hal ini yang antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan.
menjadikan perlakuan pada elektroda 2 pasang Penurunan yang terjadi pada akhir pengukuran
ini lebih optimal dibanding perlakuan lainnya. elektrisitas pada MFC disebabkan karena
Perlakuan dengan elektroda 4 pasang menurunnya kandungan organik yang
menghasilkan listrik paling besar pada jam ke- digunakan oleh bakteri sebagai nutrien bagi
98, yaitu sebesar 0,445 V dan jam yang sama pertumbuhan bakteri.
pada perlakuan elektroda 3 pasang
menghasilkan listrik sebesar 0,335 V. KESIMPULAN
Elektroda 2 pasang menghasilkan listrik paling Limbah cair perikanan dapat
besar adalah 0,41 V pada jam ke-10, dan dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik
elektroda 1 pasang menghasilkan listrik paling melalui teknologi microbial fuell cell (MFC).
besar pada jam ke-9, yaitu sebesar 0,389 V. Sistem MFC ini dapat menurunkan rata-rata
Besarnya pengukuran listrik pada jam ke-98 total N dalam limbah cair perikanan sebesar
menunjukkan bahwa waktu ini merupakan 16,98%, BOD sebesar 32,05%, COD sebesar
yang optimal dalam memanfaatkan limbah cair 37,4%, dan nilai TAN sebesar 71,74% dari
sebagai penghasil listrik untuk elektroda 3 dan hari pertama sampai 6 hari pengukuran.
4 pasang sebelum listrik yang dihasilkan ini Peningkatan nilai MLSS dengan nilai rata-rata
turun kembali. pengukuran sebesar 2966 mg/L dan nilai
Elektrisitas dalam sistem MFC diukur MLVSS sebesar 2683,25 mg/L pada hari
setiap jam selama 5 hari dalam satuan Volt. terakhir pengukuran. Perlakuan dengan 2
Suyanto et al. (2010) menyatakan bahwa pasang elektroda merupakan perlakuan yang
pengukuran setiap jam pada sistem ini karena optimal dalam menghasilkan energi listrik
tiap reaksi metabolisme di dalam sistem MFC dengan teknologi microbial fuel cell meskipun
sangat cepat sekali sehingga memberikan

7
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Ibrahim B, Trilaksani W, Apriyani D. 2013.


dengan sistem 1, 3 dan 4 pasang elektroda. Potensi biolistrik dari limbah cair
industri perikanan dengan microbial
DAFTAR PUSTAKA fuel cell. Jurnal Dinamika Maritim,
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Air Vol III(2):45-55.
dan Limbah - Bagian 72: Cara Uji Lovley DR. 2006. Bug juice: Harvesting
Kebutuhan Oksigen Biokimia electricity with microorganisms.
(Biochemical oxygen demand/ BOD) Nature Reviews Microbiology 4:
SNI 6989.72. Jakarta: Badan 497-506
Standardisasi Nasional Pant D, Bogaert GV, Diels L, Vanbroekhoven
Chang, Seop I, Moon H, Bretschger O, Kyung K. 2010. A review of the substrates
JJ, Il HP, Nealson KH, Hong BK. used in microbial fuel cells (MFCs)
2006. Electrochemically active for sustainable energy production.
bacteria (EAB) and mediator-less Bioresource Technology 6(101):
microbial fuel cells. Journal of 1533-1543
Microbiology and Biotechnology 16 Poppo A, Mahendra MS, Sundra IK. 2008.
(2): 163-177 Studi kualitas perairan pantai di
Dwijani WS, Budiarsa IWS, Indra NMW. kawasan industri perikanan Desa
2010. Efektivitas sistem pengolahan Pengambengan, Kecamatan Negara,
instalasi pengolahan air limbah Kabupaten Jembrana. Ecotrophic 3
Suwung Denpasar terhadap kadar (2): 98-103
BOD, COD, dan amonia. Jurnal Romli M, Suprihatin. 2009. Set up model
Kimia 4 (2): 141-148 industri daur ulang minyak ikan di
Edahwati L, Suprihatin. 2009. Kombinasi Muncar. Jurnal Kelautan Nasional 2:
proses aerasi, adsorpsi, dan filtrasi 119-130
pada pengolahan air limbah industri Sitorus B. 2010. Diversifikasi sumber energi
perikanan. Jurnal Ilmiah Teknik terbarukan melalui penggunaan air
Lingkungan 1 (2): 79-83 buangan dalam sel elektrokimia
Firdus, Muchlisin ZA. 2010. Degradation rate berbasis mikroba. Jurnal ELKHA 2
of sludge and water quality of septic (1): 10-15
tank (water closed) by using starbio Suprihatin, Romli M. 2009. Pendekatan
and freshwater catfish as produksi bersih dalam industri
biodegradator. Jurnal Natural 10 (1): pengolahan ikan: studi kasus industri
Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air penepungan ikan. Jurnal Kelautan
limbah agroindustri hasil Nasional 2: 131-143
perikanansecara biologis dengan Suyanto E, Mayangsari A, Wahyuni A, Zuhro
model dinamik activated sludge F, Isa SMSH, Sutariningsih ES,
model (ASM) 1. [Disertasi]. Bogor: Retnaningrum E. 2010. Pemanfaatan
Sekolah Pasca Sarjana Institut limbah cair domestik IPAL Kricak
Pertanian Bogor. sebagai substrat generator elektrisitas
Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009. melalui teknologi microbial fuel cell
Nilai parameter biokinetika proses ramah lingkungan. Prosiding Seminar
denitrifikasi limbah cair industri Nasional Biologi UGM, Yogyakarta
perikanan pada rasio COD/TKN yang 24-25 September: 230-242
berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia 12 (1): 31-45

8
Pembangkit Biolistrik Dari Limbah Cair ISSN: 2086-8049
Bustami Ibrahim, Ella Salamah, Rico Alwinsyah Dinamika Maritim Volume IV(1) 1-9

0.500

elektrisitas (V)
Nilai rata-rata
0.400 Rata-rata
0.300 0,204 V
0.200
0.100
0.000

10

35
15
20
25
30

40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
0
5

100
105
110
115
120
Jam
Gambar 8 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda 1 pasang

0.500
elektrisitas (V)
Nilai rata-rata

0.400
Rata-rata
0.300 0,213 V
0.200
0.100
0.000
30
10
15
20
25

35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
0
5

100
105
110
115
120
Jam
Gambar 9 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda 2 pasang

Rata-
rata
0,200 V

Gambar 10 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda 3 pasang

0.500
elektrisitas (V)
Nilai rata-rata

0.400
Rata-rata
0.300 0,212 V
0.200
0.100
0.000
90
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85

95
0
5

100
105
110
115
120

Jam

Gambar 11 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda 4 pasang

9
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

STUDI BIOLOGI DAN EKOLOGI HEWAN FILUM Mollusca DI ZONA


LITORAL PESISIR TIMUR PULAU BINTAN

Henky Irawan dan Falmi Yandri

Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang


E-mail: Henkyirawan.umrah@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di pesisir timur Pulau Bintan yang masuk dalam kawasan
Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan (KKLD Kab Bintan). Pemilihan lokasi berada pada KKLD
dikarenakan pada kawasan tersebut di lindungi sehingga organisme yang berada di kawasan tersebut
masih dalam kondisi yang alami dan keberadaannya tidak terganggu. Lokasi yang dijadikan tempat
pengambilan sampel di sekitar daerah KKLD tersebut adalah Desa Malang Rapat, Desa Teluk Bakau,
dan Desa Gunung Kijang yang berada di Kelurahan Kawal, wilayah perairan laut Pesisir Timur
Kecamatan Gunung Kijang. Pada lokasi-lokasi tersebut penelitian dilakukan pada zona litoral.
Hasil penelitian menemukan 73 spesies hewan Filum Mollusca dimana terdiri dari 26 spesies
Kelas Bivalvia dan 47 spesies Kelas Gastropoda di pesisir timur pulau bintan. Diantara 47 hewan kelas
gastropoda masih ada 3 hewan yang belum ada nama ilmiahnya. Hewan-hewan Kelas Bivalvia dan
Gastropoda yang ditemukan memiliki kebiasaan hidup melekat pada substrat, menetap tetapi tidak
melekat pada substrat dan bergerak lambat. Keberadaan hewan-hewan tersebut juga terkait dengan
kondisi substrat pasir dan lumpur dimana juga ditemukan dalam lambung hal ini terkait dengan
kebiasaan makan hewan tersebut. Kebiasaan makan hewan-hewan tersebut adalah pemakan endapan
dan penyaring makanan.

Kata kunci: Mollusca, Bivalvia, Gastropoda, Zona litoral

ABSTRACT

This research was conducted on the East coast of Bintan Island, in part of marine conservation
area in Bintan region. The locations were chosen in marine conservation area because the organisem in
that area were protected and still in natural condition. The locations for sampling are at the coastal area
of Malang Rapat Village, Teluk Bakau Villege, and Gunung Kijang Village. Samplings on each
location were take place in litoral zone.
The result from this research is there were 73 species of Mullusk wich is 26 species of
Bivalvia class and 47 species of Gastropod class that were found in east coas of Bintan Island. The
species of Bivalvia and Gastropod were found live attach ti substrat, settle but not attach to substrat,
and moving slowly. The existence of that species has relation with subtsrat sand and mud wich is also
found in their gut, wich shown relation to their feeding habit. The feeding habits of of that species
were deposit freeder and filter feeder.

Keyword: Mollusk, Bivalvia, Gastroopod, Litoral Zone

PENDAHULUAN Dari pengamatan dan penelitian


Hewan dari filum Mollusca pendahuluan yang telah di lakukan selama tiga
merupakan hewan avertebrata air yang banyak tahun di daerah perairan laut Pulau Bintan
di kaji dalam beberapa mata kuliah yang di maka sangat banyak keanekaragaman hewan-
ajarkan di Fakultas Ilmu Kelautan dan hewan di zona litoral pesisir timur pulau
Perikanan (FIKP), Universitas Maritim Raja Bintan yang di temukan sehingga sangat
Ali Haji (UMRAH) yang terletak di berpotensi untuk di teliti karena mengingat
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. telah adanya lembaga akademis yang juga

10
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

bergerak di bidang penelitian seperti Fakultas hewan filum Mollusca dapat dengan mudah di
Perikanan dan Ilmu Kelautan UMRAH dan temukan.
belum adanya data mengenai hewan-hewan Lokasi yang di jadikan tempat
dari filum Mollusca ini secara terperinci di pengambilan sampel di sekitar daerah KKLD
Kepulauan Riau umumnya dan Pulau Bintan tersebut adalah Desa Malang Rapat, Desa
khususnya. Teluk Bakau, dan Desa Gunung Kijang yang
Beberapa hewan dari filum Mollusca berada di Kelurahan Kawal, wilayah perairan
yang sudah dikenal umum adalah siput laut Pesisir Timur Kecamatan Gunung Kijang.
gonggong, kerang bulu, cumi-cumi dan sotong.
Hingga saat ini belum ada informasi yang
terperinci mengenai biologi dan ekologi
hewan-hewan tersebut yang terdapat di
perairan laut Pulau Bintan, maka oleh karena
itu sangat perlu di lakukan penelitian agar
dapat memperoleh data mengenai biologi dan
ekologi hewan-hewan filum Mollusca
tersebut.
Tujuan dari studi biologi dan ekologi
hewan filum mollusca di zona litoral pesisir
timur pulau bintan adalah untuk menggali
informasi mengenai biologi dan ekologi hewan
filum Mollusca yang terdapat di perairan
Pulau Bintan sehingga informasi tersebut Gambar 1. Peta KKLD Pulau Bintan, Kab
nantinya dapat berguna khususnya dalam Bintan Prov Kepulauan Riau.
memperkaya bahan ajar mata kuliah Sumber Satker Direktorat
avertebrata air, Budidaya Laut dan Pesisir, Konservasi dan Taman Nasional
Bioteknologi Laut, Bahan Hayati Laut, Laut Direktorat Jenderal Kelautan,
Keanekaragaman Hayati Laut, Biologi Laut, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil
dan Ekologi Perairan yang di ajarkan di Departemen Kelautan Dan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Perikanan. 2009.
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Di harapkan dengan adanya informasi
dari daerah sendiri yang bersifat spesifik lokal
hewan filum Mollusca yang ada di zona litoral
pesisir timur pulau bintan itu sendiri maka
akan menambah wawasan mahasiswa dan
membuat mahasiswa FIKP UMRAH lebih
mengenal potensi keanekaragaman hayati laut
daeranya sendiri.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus hingga November 2013 yang Gambar 2. Peta Kecamatan Kabupaten Bintan
bertempat di Kawasan Konservasi Laut Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Sumber
Kabupaten Bintan (KKLD kab Bintan). Bappeda Kabupaten Bintan.2009.
Pemilihan lokasi berada pada KKLD di
karenakan pada kawasan tersebut di lindungi Prosedur Kerja Penelitian
sehingga organisme yang berada di kawasan Penelitian ini dilakukan dengan
tersebut masih dalamm kondisi yang alami dan menggunakan metode survey lapangan untuk
keberadaannya tidak terganggu, lalu dari hasil mengambil hewan Mollusca yang ditemukan,
pengamatan penelitian pendahulian yang telah metode wawancara dengan nelayan dan
di lakukan di sekitar daerah KKLD tersebut penduduk sekitar lokasi, dan metode sampling
dengan mengambil hewan Mollusca sebanyak

11
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

3 individu sebagai sampel untukstudi biologi C. Pengamatan sedimen


yaitu pengamatan morfologi dan anatomi di Pengamatan sedimen dilakukan
laboratorium dan mengambil data kualitas dengan mengambil sedimen permukaan di
perairan dengan 3 kali ulangan. Setiap kegiatan lokasi ditemukannya Mollusca. Sedimen
penelitian di dokumentasikan dengan dibawa kelaboratorium untuk diamatistruktur
menggunakan kamera digital. dan jenisnya secara deskriptif dengan
mikroskop.Karakteristik sedimen yang diamati
Biologi Mollusca adalah tipe sedimen, warna sedimen, dan
A. Identifikasi organisme yang menempel pada sedimen
Identifikasi hewan Mollusca dilakukan tersebut.
dengan membawa sampel dari lokasi
pengamatan ke laboratorium dan HASIL DAN PEMBAHASAN
mengidentifikasi ciri-ciri spesies yang Biologi
mengacu pada panduan identifikasi filum Telah ditemukan 75 spesies hewan
Coelenterata (Suginyo, Widigdo, Wardianto, Filum Mollusca dimana terdiri dari 26 spesies
Krisanti,. 2005) dan dikonfirmasi serta di Kelas Bivalvia dan 47 spesies Kelas
daftarkan World Register of Marine Spesies gastropoda di pesisir timur pulau bintan.
dengan alamat website Diantar 47 hewan kelas gastropoda masih ada
http://www.marinespecies.org. 3 hewan yang belum ada nama ilmiahnya.

B. Pengamatan Morfologi Ekologi


Pengamatan morfologi juga di lakukan 1. Suhu
di laboratorium dan yang dilakukan adalah Dari hasil pengukuran suhu perairan
dengan menggambarkan bentuk, tubuh, ciri- Kampung Galang Batang berkisar antara 27-
ciri spesifik, yang mengacu kepada morfologi 30oC. Kawal 26-32,1 oC. Teluk Bakau 28-30 oC
dalam bahan ajar avertebrata air filum dan Malang Rapat 28-34,5 oC. Adapun waktu
Mollusca oleh Irawan, 2012. pengukuran suhu di tiap lokasi dilakukan pada
C. PengamatanAnatomi pagi dan siang hari. Hasil pengukuran siang
Pengamatan anatomi juga dilakukan di hari dengan suhu tertinggi terjadi di perairairan
laboratorium dan yang dilakukan adalah Malang Rapat dengan 34,5oC dan pagi hari
dengan membedah tubuh hewan-hewan filum suhu terendah terdapat di Kawal dengan 26 oC.
Mollusca tersebut untuk melihat organ-organ Perubahan suhu mengalami kenaikan
dalamnya lalu menggambarkannya, yang dari pagi menjeleng siang hari dan kembali
mengacu kepada anatomi dalam bahan ajar turun pada sore hari. Tinggi rendah suhu
avertebrata air filum Mollusca oleh Irawan, perairan sangat dipengaruhi oleh intensitas
2012. penyinaran matahari. Tingginya suhu pada
siang hari dikarenakan posisi matahari tegak
Ekologi Mollusca lurus dan tidak condong. Berdasarkan
A. Gambaran habitat pengukuran suhu perairain didapatkan bahwa
Penggambaran habitat Mollusca suhu perairan di masing-masing lokasi masih
dilakukan dengan mengamati keadaan dalam kondisi normal atau mendukung
lingkungan sekitar lokasi penelitian secara kehidupan biota.
deskriptif.
2. Salinitas
B. Pengamatan kondisi perairan Salinitas adalah tingkat keasinan atau
Pengamatan kondisiperairan dengan kadar garam yang terlarut dalam air. Salinitas
melihat parameter: Fisika, Kimia dan Biologi perairan sangat penting untuk mengetahui
dalam pengamatan in ijuga di lakukan karakteristik dari suatu perairan tersebut. Hasil
sampling hewan Mollusca yang diamati lebih pengukuran salinitas perairan Kampung
lanjut di laboratorium.Parameter fisika yang di Galang Batang berkisar antara 20-30. Kawal
amati adalah: kecerahan, kedalaman, 18 - 30. Teluk Bakau 30,1 33,2 dan
danpasangsurut. Parameter Kimia yang di Malang Rapat 34,9-36,5 . Hasil pengukuran
amati adalah DO, pH, Salinitasbaik yang ada
salinitas pada saat pasang tertinggi terdapat di
di permukaandan di dasarperairan.

12
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

Malang Rapat dan waktu terendah terdapat di Gunung Kjang termasuk perairan yang subur.
Kawal. Syukur. (2002) dalam Iman,M.S, (2010)
Tinggi rendahnya salinitas suatu kecerahan keeping secchi < 3 m adalah tipe
perairan sangat tergantung dari suplai air tawar perairan yang subur eutropik, antara 3-6 m
dan air asin. Kisaran salinitas di daerah Teluk kesuburan sedang mesotrofik dan > 6 meter
digolongkan pada tipe perairan kurang subur
Bakau dan Malang Rapat pada waktu pasang
oligotrofik.
maupun surut dikarenakan suplai air asin dari
laut lebih dominan dibandingkan air tawar dari 5. Arus
sungai dan ini ditunjang dengan kondisi di Arus yang diukur adalah arus
daerah tersebut relativ tidak ditemukan sungai permukaan. Arus selama pengukuran di
sebagai pensuplai air tawar keperairan. perairan Galang Batang berkisar antara 0,17
1,28 m/dtk. Kawal 0,27 3,31 m/dtk. Teluk
3. Keruhan Bakau 1,2- 1,25 m/dtk dan Malang Rapat 1,9-
Hasil pengukuran tingkat keruhan di 2,5 m/dtk. Cepat lambatnya arus sangat
masing-masing tempat didapatkan rata-rata di berpengaruh terhadap karakteristek endapan
sedimen didasar perairan. Pada arus yang kuat
Galang Batang 1,9 ntu, Kawal 1,8 ntu. Teluk
karakteristik sedimen di dasar perairan
Bakau 0,39 ntu dan Malang Rapat 0,29 ntu. cendrung pasir dan berbatuan dan arus yang
Kekeruhan suatu perairan sangat dipengaruhi lambat cendrung dasar perairannya berlumpur.
oleh banyak sedikitnya jumlah partikel
tersuspensi yang terdapat di kolom perairan 6. Derajat Keasaman ( pH )
yang bersumber dari aliran sungai yang Pengukuran yang di lakukan di Galang
memasuki perairan, maupun hasil pengadukan Batang 7,05. Kawal 7,12. Teluk Bakau 8,02
sedimen didasar perairan yang disebabkan oleh dan Malang Rapat 8,14. Hasil pengukuran
arus maupun gelombang. Meningkatnya ditemukan bahwa nilai pH perairan di masing-
kekeruhan dikolom perairan menyebabkan masing tempat berada diatas 7, ini dapat
dinyatakan bahwa perairan tersebut cendrung
kecerahan di perairan menjadi berkurang.
bersifat basa yang disebabkan oleh banyaknya
suplai air asin dari laut yang mendominasi di
4. Kecerahan perairan pantai karena parairan laut cendrung
Hasil pengukuran tingkat kecerahan bersifat basa.
perairan Kampung Galang Batang berkisar
antara 134 cm 153.5 cm, Kawal 148 - 163 7. Dissolved Oxygen ( DO )
cm. Teluk Bakau 100 % dan Malang Rapat Setelah melakukan pengukuran
100%. Pengukuran kecerahan perairan kandungan oksigen terlarut pada siang hari di
dilakukan pada siang hari karena intensitas perairan dengan rata-rata desa Galang Batang
cahaya dan posisi matahari berada tegak lurus 7,15. Kawal 7,1. Teluk Bakau 7,5 dan Malang
dengan bumi, rendahnya nilai kecerahan di Rapat 8,1. Oksigen terlarut (Dissolved
desa Galang Batang dan Kawal sangat erat Oxygen) di masing-masing perairan tergolong
dengan suplai air tawar yang bersal dari sungai baik untuk organisme akuati dalam perairan,
karena di daerah ini terdapat sungai yang dengan demikian pada siang hari kandungan
bermuara kelaut yang membawa partikel- oksigen terlarut akan tinggi hal ini di
partikel tersuspensi. Sementara di Malang karenakan seiringnya tingginya intensitas
Rapat dan Teluk Bakau tingginya tingkat cahaya matahari yang menyinari perairan akan
kecerahan menunjukan bahwa perairan menyebabkan lajunya proses fotosintesis oleh
tersebut sangat sedikit mengandung partikel- tumbuh-tumbuhan terutama jenis fitoplankton
partikel tersuspensi. tingkat kecerahannya yang menghasilkan kandungan oksigen.
100%, Hal ini di karenakan pada saat
pengukuran letak piringan sechidisk 8. Substrat.
menyentuh dasar perairan Tipe tanah/substrat secara tidak
Kecerahan sangat penting karena erat langsung juga menjadi salah satu faktor
kaitanya dengan proses fotosintesis yang penentu kehidupan biota bentos terutama
terjadi diperairan. Dari hasil pengukuran yang Filum Mollusca, dimana tipe suptrat seperti
didapat di Kampung Galang Batang Desa yang kita ketahui, pada substrat yang

13
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

berlumpur pekat dan selalu tergenang air laut hewan mollusca di di zona litoral pesisir timur
menyebabkan tanah kekurangan oksigen dan Pulau Bintan.
mudah menempel sehingga dibutuhkan Zona litoral pesisir timur Pulau Bintan
adaptasi yang tinggi dalam merespon situasi dapat dijadikan sebagai lokasi laboratorium
ini seperti yang terjadi pada jenis-jenis alam dalam mempelajari hewan-hewan
mollusca yang mengembangkan adaptasi mollusca kelas Bivalvia dan Gastropoda.
morfologinya dengan setae ( bulu halus ) untuk
mencegah terjadinya penyumbatan pada TERIMAKASIH
system respirasi. Terimakasih kepada Lembaga Penelitian
Hasil pengukuran substrat di Universitas Maritim Raja Ali Haji yang telah
laboratorium, dengan menggunakan saringan memberikan dana untuk kegiatan penelitian
bertingkat dengan ukuran mesh 2,36mm, studi biologi dan ekologi hewan filum
2,00mm, 1,18mm, 500m(0,5mm), mollusca di zona litoral pesisir timur pulau
250m(0,25mm), 125m(0,125mm), dan bintan
106m(0,106mm), di dapat penggolongan
substrat menurut Wenworth pada subtrat dasar DAFTAR PUSTAKA
perairan Galang Batang cendrung lumpur Bappeda Kabupaten Bintan.2009. Peta Admin
berpasir, Kawal cendrung pasir berlumpur, Kab. Bintan. Bank Data Bappeda
Teluk Bakau berpasir dan Malang Rapat Bintan. Kabupaten Bintan.
berpasir. Bupati Bintan 2007 Keputusan Bupati Bintan
Nomor : 36/VIII/2007 TENTANG
KESIMPULAN DAN SARAN Kawasan Konservasi Laut Daerah
Jenis hewan Filum Mollusca yang di Kabupaten Bintan. KAbupaten Bintan.
temukan di zona litoral pesisir timur Pulau
Bintan adalah dari kelas Bivalvia dan COREMAP.2013.
Gastropoda, hal ini terkait dengan kebiasaan http://www.coremap.or.id/datin/molus
hidup hewan kedua kelas tersebut yang c/
menempel pada substrat, bergerak lambat Irawan, H. 2012. Bahan Ajar Avetebrata Air,
bahkan cenderung menetap. Filum Mollusca. Handout
kulalitas air di di zona litoral pesisir Irawan, H. 2012. Penuntun Praktikum
timur Pulau Bintan mendukung untuk Avertebrata Air, , Filum Mollusca.
kehidupan hewan-hewan tersebut. Ekosistem McKenzie, L. 2007. Undertanding Sediment.
yang ditemukan adalah ekosistem hutan Seagrass Watch.
mangrove, padang lamun dan terumbu karang Nuraini dan Rusliadi. 2009. Buku Ajar
dimana di ketiga ekosistem ini ditemukan Avertebrata Air. PUSBANGDIK
hewan dari kelas Bivalvia dan Gastropoda. UNRI. Pekanbaru.
Keberadaan hewan kelas Bivalvia dan Satker Direktorat Konservasi dan Taman
Gastropoda ini terkait dengan lingkungannya Nasional Laut Direktorat Jenderal
adalah ketersediaan makanan dan kebiasaan Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil
makan dimana dalam kebiasaan makan hewan Departemen Kelautan Dan Perikanan.
kelas Bivalvia dan Gastropoda ini pemakan 2009. Mengenal Kawasan Konservasi
sedimen dan penyaring makanan. Substrat Perairan (Laut) Daerah. Program
pada zona litoral tersebut adalah sedimen pasir rehabilitasi dan pengelolaan terumbu
dan lumpur yang juga di temukan dalam karang (COREMAM II). Direktorat
pencernaan hewan-hewan tersebut. Jenderal Kelautan, Pesisir, Pulau-
Masih ada 3 hewan kelas Gastropoda Pulau Kecil Departemen Kelautan Dan
yang belum ada nama ilmiahnya ketika di Perikanan. Jakarta Selatan. ISBN 978-
rujuk pada bank data dunia World Register of 602-8717-30-4.
Marine Species sehingga hewan-hewan Suginyo.S., Widigdo,B., Wardianto,Y., dan
tersebut berpotensi untuk di daftarkan sebagai Krisanti,M. 2005. Avertebrata Air Jilid
temuan spesies baru. I. Penebar Swadaya. Jakarta
Data dari penelitian ini dapat dijadikan
rujukan untuk penellitian berikutnya dalam World Register of Marine Species. 2013.
keanekaragaman dan struktur komunitas http://www.marinespecies.org

14
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

Tabel 1. Spesies dan tempat ditemukannya hewan filum Mollusca di pesisir timur pulau Bintan
No Gambar dan nama ilmiah Tampat ditemukan
Desa Daerah Desa Desa Desa Desa
gunung kawal malang malang malang Telu
kijang rapat pulau rapat rapat k
pucung tanjung teluk Baka
keling dalam u
1

Anadara antiquata (Linnaeus, 1758)

Isognomon californicum (Conrad, 1837)


3

Isognomon isognomum (Linnaeus, 1758)


4

Isognomon radiatus (Anton, 1838)


5

Pecten maximus (Linnaeus, 1758)


6

Placuna sp

15
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

Barbatia foliata (Forsskl in Niebuhr, 1775)


8

Barbatia novaezealandiae (E. A. Smith,


1915)
9

Pitar albidus (Gmelin, 1791)


10

Coecella chinensis (Deshayes, 1855)


11

Gafrarium sp
12

Fragum unedo (Linnaeus, 1758)


13

16
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

Circe scripta (Linnaeus, 1758)


14

Lioconcha berthaulti (Lamprell dan Healy,


2002)
15

Hippopus porcellanus (Rosewater, 1982)


16

Lima vulgaris (Link, 1807)


17

Atrina (Atrina) vexillum (Born, 1778)


18

Atrina zelandica (Gray, 1835)


19

Atrina chinensis (Deshayes, 1841)

17
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

20

Pinna muricata (Linnaeus, 1758)


21

Corculum cardissa (Linnaeus, 1758)


22

Tridacna crocea (Lamarck, 1819)


23

Tridacna squamosa (Lamarck, 1819)


24

Anomia trigonopsis (Hutton, 1877)


25

Carditopsis smithii (Dall, 1896)

18
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

26

Pedum spondyloideum (Gmelin, 1791)


27

Volema pyrum (Gmelin, 1791)


28

Pugilina cochlidium (Linnaeus, 1758)


29

Gibberulus gibberulus (Linnaeus, 1758)


30

Canarium urceus (Linnaeus, 1758)


31

Canarium mutabile (Swainson, 1821)


32

Laevistrombus turturella (Rding, 1798)

19
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

33

Vasum turbinellus (Linnaeus, 1758)


34

Chicoreus capucinus (Lamarck, 1822)


35

Chicoreus sp
36

Semiricinula fusca (Kster, 1862)


37

Nerita undata (Linnaeus, 1758)


38

Narasius pullus

20
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

39

Cerithidea cingulata (Gmelin, 1791)


40

Cerithium zonatum (Wood, 1828)


41

Thais sp
42

Pictocolumbella ocellata (Link, 1807)


43

Cypraea tigris (Linnaeus, 1758)


44

Mauritia arabica (Linnaeus, 1758)


45

Lambis lambis (Linnaeus, 1758)

21
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

46

Tectus niloticus (Linnaeus, 1767)


47

Trochus maculatus (Linnaeus, 1758)


48

Astralium calcar (Linnaeus, 1758)


49

Cerithium nodulosum (Bruguire, 1792)


50

Turritella terebra (Linnaeus, 1758)


51

Conus tabidus (Reeve, 1844)

22
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

52

Rhinoclavis (Rhinoclavis) sinensis (Gmelin,


1791)
53

Neverita didyma (Rding, 1798)


54

Melo melo (Lightfoot, 1786)


55

Cymbiola nobilis (Lightfoot, 1786)


56

Conus josephinae (Roln, 1980)


57

Canarium labiatum (Rding, 1798)

23
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

58

Turbo haynesi (Preston, 1914)


59

Turbo bruneus (Rding, 1798)


60

Ampullina sp ( Cossman, 1918)


61

Angaria delphinus (Linnaeus, 1758)


62

Ergalatax junionae (Houart, 2008)


63

Planaxis sulcatus (Born, 1778)

24
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

64

Clypeomorus nympha (Houbrick, 1985)


65

Clypeomorus pellucida (Hombron &


Jacquinot, 1852)
66

Batillaria zonalis (Bruguire, 1792)


67

Morula (Morula) nodulosa (C. B. Adams,


1845)
68

Semiricinula tissoti (Petit de la Saussaye,


1852)
69

Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758)

25
Studi Biologi Dan Ekologi. ISSN: 2086-8049
Henky Irawan, Falmi Yandri Dinamika Maritim Volume IV(1) 10- 26

70

Engina menkeana (Dunker,1860)


Jenis hewan Kelas Gastropoda yang belum ada nama ilmiahnya
71

72

73

26
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

KAJIANANALITIK STOK DAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD


(TKG) IKAN SELIKUR (Megalaspis cordyla) DI TEMPAT
PENDARATAN IKAN KOTA TANJUNGPINANG

Winny Retna Melani dan Andi Zulfikar


Jurusan Menejemen Sumberdaya Perairan
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
E-mail: winnyahmad@gmail.com

ABSTRAK

Kajian stok ikan Selikur (Megalaspis cordyla) di Wilayah Perairan Tanjungpinang


merupakan salah-satu upaya kajian stok ikan berbasis spesies dan diharapkan menjadi langkah
awal pendataan untuk terbentuknya basis data perikanan di Wilayah Perairan Propinsi
Kepulauan Riau, baik secara umum (holistik) maupun spesifik (analitik). Persaman regresi
hubungan panjang berat ikan selikur tiap bulannya adalah y = 2.4951x-1.224, R2 = 0.87
dengan persamaan hubungan panjang berat ikan selikur per bulannya adalah W = 0.2941
L2.4951. Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy ikan betina Lt=51.36(1-e[-0,24(t+0,006],
sedangkan untuk ikan jantan Lt=41.59(1-e[-0,9(t+0,05]. Laju pertumbuhan ikan selikur jantan
lebih cepat dibandingkan ikan selikur betina.Ikan selikur betina mempunyai nilai L infiniti
(nilai maksimum panjang yang dapat dicapai) sebesar 51.36 cm, lebih besar dibandingkan
ikan jantan (41.59 cm). Laju mortalitas total (Z) ikan selikur jantan sebesar 2,83, mortalitas
alami (M) dengan rata-rata suhu 28oC sebesar 1,52, laju mortalitas akibat ditangkap nelayan
(F) 1,31 dengan nilai laju eksploitai (E) sebesar 0,46 (0,5) atau telah mencapai laju eksploitasi
optimum. Persamaan regresi y = -2,83x + 9,535 R2 = 0,89.Laju mortalitas total (Z) ikan
selikur betina sebesar 0,931, mortalitas alami (M) dengan rata-rata suhu 28oC sebesar 0,6, laju
mortalitas akibat ditangkap nelayan (F) 0,33 dengan nilai laju eksploitai (E) sebesar 0,35 atau
belum mencapai laju eksploitasi optimum. Persamaan regresi y = -0,931x + 8,137, R2 = 0,81.

Kata Kunci: Pendaratan ikan, selikur, laju pertumbuhan, laju mortalitas

ABSTRACT
Selikur fish (Megalaspis cordyla) stock assessments in Tanjungpinang seawaters area is an
efforts to a species-based fish stock assessment and be expected to become the first step of
establishment fisheries database in Kepulauan Riau Province seawater areas, both in general
(holistic) or specific (analytic). Regression equation length weight relation of selikur fish each
month is y = 2.4951x-1.224, R2 = 0.87 with the weight of the selikur fish length relation
equation per month is W = 0.2941 L2.4951. Von Bertalanffy growth parameters of female fish
Lt=51.36(1-e[-0,24(t+0,006], whereas for male fish Lt = Lt=41.59(1-e[-0,9(t+0,05]. The growth rate of
selikur male fish faster than the selikur female fish. selikur female fish has L infiniti value (
maximum length value that can be achieved) of 51.36 cm, larger than the male (41.59 cm).
total mortality rate (Z) of selikur male fish was 2,83, natural mortality (M) with an average
temperature of 28oC was 1.52, the rate of mortality from fishermen capture (F), 1.31 with
Exploration rate value (E) was 0.46 (0.5) or has reached the rate of optimum exploitation.
regression equation y = -2,83x + 9,535 R2 = 0,892. Total mortality rate of females selikur fish
(Z) was 0.931, natural mortality (M) with an average temperature of 28oC was 0.6, the rate of
mortality from fishermen catch (F) 0.33 with exploitation rate value (E) 0.35 or has not yet
reached the optimum exploitation rate. Regression equation is: y = -0,931x + 8,137, R2 =
0,81.

Keywords: fish landing, selikur fish, growth rate, mortality rate

27
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

PENDAHULUAN kajian-kajian lanjut yang lebih spesifik


Provinsi Kepulauan Riau (berbasis spesies/jenis) serta mendetail
(Kepri) secara geografis terletak pada mengenai kondisi stok ikan di alam, agar
110' LS-510' LU dan 102 50'-10920' potensi tersebut dapat dikelola secara
BT. Luas wilayah Provinsi Kepulauan berkelanjutan. Model alternatif selain
Riau mencapai 425.214,6679 km yang metode diatas adalah model dengan
terdiri dari perairan laut seluas menggunakan metode analitik (kajian
417.005,0594 km (98,05%). Sementara berbasis spesies, panjang, berat dan
itu, luas daratannya mencapai 8.209,605 konversi panjang ke umur ikan dan lain-
km (1,95%) yang terdiri dari gugusan lain).Metode analitik ini dapat
pulau besar dan kecil.ProvinsiKepulauan digunakan sebagai pelengkap dan
memiliki panjang garis pantai 2.367,6 konfirmasi mengenai kondisi stok ikan
km, dengan jumlahpulau-pulau kecil spesies/jenis tertentu (terutama ikan
2.408 buah pulau, yang dihunipenduduk yang secara ekologi sangat penting atau
hanya sekitar 385 pulau. Kondisi secara ekonomi mempengaruhi kondisi
geografis tersebut membuat Provinsi kesejahteraan masyarakat, khususnya
Kepulauan Riau mempunyai potensi masyarakat nelayan yang menangkap
kelautan yang sangat besar, khususnya ikan tersebut).
sektor perikanan tangkap.Secara garis Salah-satu spesies ekonomis
besar, jenis sumber daya ikan yang penting di Kota Tanjungpinang yang
terdapat di perairan laut Kepri adalah: layak dijadikan kajian untuk dianalisis
kelompok sumber daya ikan pelagis dinamika dan kondisi stoknya di alam
(tongkol, tenggiri, kembung, layang, adalah ikan selikur (Megalaspis
teri, selikur dan sebagainya), kelompok cordyla).Ikan selikur merupakan salah-
sumber daya ikan demersal (kakap satu jenis ikan dalam kelompok ikan
merah, kurisi, beloso, bawal, dan lain- pelagis kecil.Ikan selikur hidup di
lain), kelompok sumber daya ikan lingkungan pelagis kisaran kedalaman
karang (kerapu, baronang, napoleon, dan kurang dari 200 m (Satria et
lain-lain), kelompok sumber daya al,2002).Harga ikan selikur dipasaran
moluska (cumi-cumi, sotong, dan lain- Kota Tanjungpinang berkisar antara Rp
lain), dan kelompok sumber daya 30.000,-per kilogram (pada saat musim
krustase (kepiting, rajungan), dan angin sekitar bulan Desember, Januari,
kelompok sumber daya udang. Februari dan Maret) dan Rp.25.000,- per
Kota Tanjungpinang adalah kota kilogram (pada saat musim tenang).
utama dan merupakan ibukota Provinsi Kajian stok ikan didaerah tropis
Kepulauan Riau.Berdasarkan survei dapat dilakukan melalui metode analitik
yang telah dilakukan (Kapal Riset berdasarkan ukuran panjang-berat yang
MV.SEAFDEC, 2006 dan Komisi dikonversi ke dalam kelompok umur
Nasional Pengkajian Jenis yang sama/kohort (Cadima, E.L.,
Ikan/Komnasjiskan, 2011yang 2003).Analisi hubungan panjangberat
ditetapkan dalam Keputusan Menteri ikan merupakan salah satuinformasi
Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) pelengkap yang perlu diketahui dalam
No. KEP.45/MEN/2011)dugaan potensi kaitan pengelolaan sumber
perikanan tangkap disekitar perairan dayaperikanan, misalnya dalam
Kota Tanjungpinang mencapai kisaran penentuan selektifitas alat tangkap agar
166,3-211,41 ton/tahun. Menurut survey ikanikanyang tertangkap hanya yang
tersebut juga dinyatakan bahwa secara berukuran layak tangkap. Analisa
umum sektor penangkapan ikan di hubungan panjangberat jugadapat
Wilayah Kota Tanjungpinang untuk mengestimasi faktor kondisi (index of
semua kelompok ikan telah melebihi plumpness)yang merupakan salah satu
potensi yang ada (overfishing).Survey hal penting dari pertumbuhan untuk
ini menggunakan pendekatan analisis membandingkankondisi atau keadaan
holistik yaitu berdasarkan data berat kesehatan relatif populasi ikan atau
total/tonnase ikan dengan metode Catch individu tertentu(Singh,W., 2009).Aspek
per Unit Effort (CPUE) dan model tingkat kematangan gonad (TKG)
surplus production Schaefer, tidak diperlukan untuk mengetahui
melihat jenis/spesies ikan. perbandingan ikan-ikan yang akan
Fenomena umum ini perlu melakukan reproduksi atau tidak,
mendapat perhatian yang serius dan informasi kapan ikan tersebut akan

28
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

memijah, baru akan memijah, atau sudah September 2013.Interval pengambilan


selesai memijah (Patrick, Ket al.,2009). sampel 7 hari sekali dengan jumlah
sampel variatif.Jumlah sampel bervariasi
Luaran Penelitian disebabkan hasil tangkapan juga
Kondisi geografis Provinsi beragam tergantung kondisi alam.
Kepulauan Riau dimana wilayah Pemeriksaan gonad dilakukan di
perairannya berbatasan dengan beberapa Laboratorium Kelautan dan Perikanan
negara, sehingga perlu adanya riset UMRAH.Pengambilan sampeldilakukan
kajian stok ini dalam lingkup lintas antar secara acak pada nelayan atau
wilayah negara tersebut.Salah-satu hal pengumpul.
yang mendesak adalah pembentukan Pengukuran dilakukan terhadap
jaringan basis data perikanan yang panjang total ikan (dari mulut sampai
melibatkan antar negara, yang tiap ujung ekor), berat basah ikan dan berat
negara dapat dengan bebas dan gonad setelah ikan dibedah.Panjang ikan
terkontrol untuk mengakses data diukur menggunakan penggaris dengan
tersebut untuk keperluan pendidikan ketelitian 1 mm, berat ikan ditimbang
ataupun komersial dalam bentuk menggunakan timbangan analitik
pertukaran data kajian stok berbagai dengan ketelitian 1 gram.Pengambilan
jenis ikan.Pembentukan basis data gonad ikan selikur menggunakan alat
perikanan tersebut memerlukan berbagai bedah, ditimbang dan diamati dibawah
kajian dasar yang mendalam dan terus mikroskop.
menerus berbagai spesies ikan baik
melalui model holistik maupun Model, Tahapan dan Variabel
analitik.Selanjutnya kajian stok dan Pengukuran Penelitian
dinamika populasi ikan memerlukan Kajian stok padapenelitian ini
kajian yang komprehensif dan dilakukan menggunakan model analitik berbasis
dalam runtun waktu yang panjang, panjang-berat.Umur ikan diduga dari
terkait dengan pola musim dan tingkat parameter pertumbuhan Von Bertalanffy
pemanfaatan (penangkapan), agar setelah dilakukan pemisahan kelompok
estimasinya dapat reliable.Kajian yang umur (kohort) dengan metode Density
komprehensif ini hanya dapat dilakukan estimation via Gaussian finite mixture
melalui kolaborasi antar instansi terkait modeling (dikomparasi dengan metode
dengan program dan pendanaan yang Bhattacharya dan Normsep).
kontinyu.
Agar hal tersebut dapat Analisis Data
terealisasi maka pada tahap awal hasil a. Sebaran Frekuensi Panjang
penelitian ini akan dibuat dalam bentuk Berdasarkan data panjang hasil
makalah untuk dapat disampaikan pengukuran, dibuat analisis statistik
kepada instansi terkait yang diantaranya deskriftifnya untuk melihat pola
Badan Perencanaan Daerah Provinsi sebaran data. Kemudian dibuat tabel
Kepri, Dinas Kelautan dan Perikanan frekuensi distribusinya, diplotkan
Provinsi Kepri dan Badan Pengendalian dalam grafik untuk melihat
Dampak Lingkungan Provinsi Kepri pergeseran sebaran kelas
agar dapat menjadi masukan dalam panjangnya.Pergeseran tersebut
pengambilan kebijakan lingkungan. untuk melihat gambaran awal dari
Selain itu juga hasil penelitian ini kelompok umur (kohort).
minimal akan dimuat di Jurnal Dinamika b. Pemisahan Kelompok Umur
Maritim PSPL UMRAH. Kajian ini Identifikasi kelompok umur
dapat memberikan gambaran data dasar (kohort) dilakukan menggunakan
tentang aspek biologi dan dinamika stok metode Density Estimation via
ikan selikur (Megalaspis cordyla). Gaussian Finite Mixture
Modeling(software R paket mclust),
METODE PENELITIAN Bhattacharya dan dipertajam dengan
Lokasi Pengambilan Sampel dan Data metode maximum likelihood function
Ikan yang dijadikan sampel (Normal Separation/NORMSEP).
hanya ikan yang ditangkap di Perairan Metode Bhattacharyamenggunakan
Kota Tanjungpinang.Ikan sampel transformasi distribusi normal
diambil di Pelantar (Pelabuhan) II Kota kedalam suatu persamaan garis lurus,
Tanjungpinang dari tanggal 21 Juni-27 memisahkan suatu distribusi

29
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

komposit ke dalam suatu kelompok a.Menurunkan kurva hasil


umur terpisah.Sementara NORMSEP tangkapan (C) yang dilinierkan yang
berdasarkan persamaan : dikonversikan ke panjang
L= fiLogpjqijdimana i=1, j =1 C(L1,L2) (L1+L2)
dengan ketentuan : In = c - Z*t
qij = (1/j2)*exp -1/2(xi-j/j)2
Perhitungan menggunakan t(L1,L2) 2
bantuan software FISAT II FAO-
ICLARM Ver1.2.2 - Laju Mortalitas Alami (M)
c. Parameter Pertumbuhan Von menggunakan rumus Pauly untuk
Bertalanffy ikan bergerombol (schooling):
-Parameter pertumbuhan menggunakan M = 0.8*e (-0.0152-0.279*LN (L)
+0.6543*LN (K)+0.463*LN (rata-rata suhu)
persamaan Von Bertalanffy :
L(t) = L * [1 - exp (-K*(t-t )] - Laju Mortalitas Penangkapan F
o
- Pendugaan nilai L, K, to = Z-M
menggunakan metode Ford-Walford - Laju Eksploitasi E = F/Z
K = (-LN b), L= a/(1-b),
- Pendugaan to menggunakan persaman e. Hubungan Panjang Berat
Pauly: Hubungan panjang berat menggunakan
log(-to) = 0,3922 - 0,2752(log L) persamaan :
- 1,038(log K) W = a L b ,linearisasi menggunakan
d. Mortalitas persamaanLN (W) = LN(a) + b LN
Parameter yang diestimasi : (L)Untuk menguji nilai b=3 atau
Mortalitas Total (Z), persamaan b = - b 3 (b>3, pertambahan berat lebih
Z, langkah-langkahnya sebagai cepat dari pada pertambahan
berikut : panjang) atau (b<3, pertambahan
- Mengkonversikan data panjang ke panjang lebih cepat dari pada
data umur dengan menggunakan pertambahan berat) dilakukan ujit
inverse persamaan von (Sparre and Vanema, 1999 dalam
Bertalanffy Pope dan Kruse, 2007), dengan
1 L hipotesis :
H0 : = 3, hubungan panjang dengan
t(L) = t0 - * In 1- berat adalah isometrik
K L H1 : 3, hubungan panjang dengan
berat adalah allometrik b1 adalah
nilai b (hubungan dari panjang berat),
- Menghitung waktu yang b0 adalah 3, dan Sb1 adalah
diperlukan oleh rata-rata ikan simpangan koefisien b.Selanjutnya,
untuk tumbuh dari panjang L1 ke nilai thitung dibandingkan dengan nilai
L2 (perubahan nilai t) ttabel pada selang kepercayaan 95%,
jika thitung> ttabel maka tolak hipotesis
1 (L - L1) nol (H0) dan jika thitung< ttabel maka
t = t (L2) t = * gagal tolak hipotesis nol (H0).
(L1) In
K (L - L2) b1 b0
t hitung =
Sb1
- Menghitung (t+ delta t/2)
1 (L1 + L2) f. Faktor Kondisi
t (L1 + L2) - * 1- Faktor kondisi dihitung
= t0 In berdasarkan ketentuan sebagai
2 K 2L berikut (Sparre and Vanema, 1999
dalam Pope dan Kruse, 2007):
30
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

a) Jika pertumbuhan ikan isometrik (b=3) : Gonad Somatic Index (GSI)


K = W.102 / L3 menunjukkan korelasi yang kuat antara
b) Jika pertumbuhan ikanallometrik(b3) : berat gonad dan GSI (R2 0.91) dan
K = W / aLb
antara panjang total dan berat (R2 0.87).
g. Nisbah Kelamin Sedangkan korelasi antara panjang total
- Indeks Kematangan Gonad (total length) dengan berat tubuh
(IKG) (weight) dan berat gonad (gonad weight)
IK = BG/BT X 100 menunjukkan hubungan yang sedang (R2
IKG = Indeks Kematangan 0.5).Grafik korelasi antara panjang total
Gonad (total length), berat basah tubuh
BG = Berat Gonad (gram) (weight), berat gonad (gonad weight)
BT = Berat Total Ikan dan GSI (Gonad Somatic Index).
(gram)
- Nisbah kelamin digunakan Uji Anova Panjang Total
untuk melihat perbandingan Uji anova dilakukan untuk
ikan jantan dan ikan melihat komparasi sebaran panjang total
Betina, menggunakan rumus ikan selikur apakah ada indikasi
berikut: perbedaan sebaran panjang baik antar
p = n/N X 100% jenis kelamin maupun per bulannya.
p adalah proporsi ikan
(jantan/betina), n adalah Faktor Bulan
jumlah jantan atau betina, dan Uji anova panjang total ikan
Nadalah jumlah total ikan (respon) dengan faktor bulan
(jantan + betina). menunjukkan hasil yang sangat
- Untuk melihat sebaran signifikan diantara 4 faktor Bulan
kelamin ikan dengan tersebut. Uji lanjut Tukey menunjukkan
menggunakan selang pada bulan September merupakan bulan
kepercayaan dengan panjang total rata-rata paling
95% ialah : berbeda dan paling beragam
p-1.64pq/n dibandingkan dengan bulan-bulan yang
p+1.64pq/n lain.
p adalah proporsi betina, q
adalah proporsi jantan, n Faktor Jenis Kelamin
adalah jumlah ikan betina Uji anova Panjang Total
danjantan, dan 1,96 adalah (respon) dengan faktor Jenis Kelamin
nilai z pada selang juga menunjukkan hasil yang sangat
kepercayaan 95%. signifikan. Uji lanjut Tukey
menunjukkan antara Jantan (Male) dan
HASIL DAN PEMBAHASAN Betina (Female) tidak terdapat
Deskripsi Sampel dan Data Penelitian perbedaan, sedangkan untuk ikan yang
Pengambilan data dilakukan tidak dapat teridentifikasi jenis
selama 4 bulan, mulai dari tanggal 21 kelaminnya (NI) berbeda sangat nyata
juni 2013- 27 September 2013 dengan dengan keduanya.
jumlah total sampel ikan 471 ekor, Hubungan Panjang-Berat Ikan
dengan jumlah ikan jantan (M) sebanyak Selikur (Megalaspis cordyla)
219 ekor, ikan betina (F) sebanyak 204 Hubungan panjang-berat
ekor dan tidak teridentifikasi (NI) menunjukkan pola pertumbuhan
sebanyak 48 ekor. Data pengukuran isometric atau allometrik. Hubungan
meliputi ukuran panjang total (Total panjang berat dianalisis menggunakan
Length), berat basah tubuh (Weight) dan persamaan regresi dengan transformasi
Berat Gonad (Gonad Weight). log data panjang total dan berat basah
Korelasi antara panjang total, tubuh ikan tiap bulannya. Uji anova
berat basah tubuh, berat gonad dan dengan p value < 0.05 menunjukkan

31
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

bahwa model regresi ini bisa digunakan modeling dengan bantuan perangkat
untuk memprediksi hubungan panjang- lunak R paket mclust.
berat.
Dari nilai estimasi log panjang Kelompok Umur Ikan Jantan
total diperoleh nilai slope (b) sebesar Hasil pemisahan kelompok
2.4951. Untuk menguji nilai b = 3 atau b umur ikan Selikur Jantan terindikasi ada
3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan 2 kelompok umur dengan nilai rata-rata
hipotesis: panjang sebesar 28.81 cm/jumlah 113
H0 : b = 3, hubungan panjang dengan ekor dan 31.15 cm/jumlah 106 ekor.
berat adalah isometrik.
H1 : b 3, hubungan panjang dengan
berat adalah allometrik, dimana:
1. Allometrik positif, jika b>3
(pertambahan berat lebih cepat
daripada pertambahan panjang)
2. Allometrik negatif, jika b<3
(Pertambahan panjang lebih
cepat daripada pertambahan
berat)
Nilai p value menunjukkan <0.05 yang
berarti ikan selikur mempunyai pola
pertumbuhan allometrik negatif tiap
bulannya (b < 3, pertambahan panjang
lebih cepat daripada pertambahan berat)
atau Ho ditolak.
Dari persaman regresi
didapatkan nilai titik potong (a) sebesar
-1.224, dan nilai kemiringan (b) sebesar Gambar 2.Histogram dan QQ-Plot
2.4951 maka dapat ditentukan Distribusi Kelompok Umur
persamaan hubungan panjang berat ikan Ikan Jantan
selikur per bulannya W = 0.2941 L2.4951
Kelompok Umur Ikan Betina
Hasil pemisahan kelompok
umur ikan selikur betina terindikasi ada
2 kelompok umur dengan nilai rata-rata
panjang sebesar 29.20 cm/jumlah 85
ekor dan 31.69 cm/jumlah 119 ekor.

Gambar 1. Grafik Hubungan Panjang-


Berat Ikan Selikur
(Megalaspis cordyla) Selama
Bulan Penelitian (y =
2.4951x-1.224, R2 = 0.87)

Pemisahan Kelompok Umur (Kohort)


Gambar 3. Histogram dan QQ-Plot
Pemisahan kelompok umur
Distribusi Kelompok Umur
dilakukan menggunakan metode Density
Ikan Betina
estimation via Gaussian finite mixture

32
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

Parameter Pertumbuhan Von Dari nilai K (koefisien


Bertalanffy pertumbuhan per tahun) dan kurva
Ikan Betina pertumbuhan, diketahui bahwa laju
Parameter pertumbuhan Von pertumbuhan ikan selikur jantan (nilai K
Bertalanffy ikan betinaLt=51.36(1-e[- 0,9) lebih cepat dibandingkan ikan
0,24(t+0,006]
selikur betina (nilai K 0,24). Ikan selikur
Parameters: betina mempunyai nilai L infiniti (nilai
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
Linf 5.136e+01 5.373e-02 955.968 <2e-16 ***
maksimum panjang yang dapat dicapai)
K 2.413e-01 6.706e-04 359.826 <2e-16 *** sebesar 51.36 cm, lebih besar
t0 6.678e-03 4.018e-03 1.662
0.0981 dibandingkan ikan jantan (41.59 cm).
Signif.codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1
Residual standard error: 0.01339 on 200 degrees of freedom
Number of iterations to convergence: 2 4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Achieved convergence tolerance: 2.711e-06
Residual sum of squares: 0.0359
Ikan Selikur
Asymptotic confidence interval: Laju mortalitas total (Z) diduga
2.5% 97.5%
Linf 51.25 51.46817888
dengan kurva tangkapan yang
K 0.239 0.24261186 dilinierkan berdasarkan data komposisi
t0 -0.001 0.014 panjang (Sparre dan Venema
1999). Laju mortalitas yang dihitung
adalah mortalitas total (Z), mortalitas
alami (M) atau mortalitas akibat usia
tua, penyakit, predator dan sebagainya,
mortalitas akibat penangkapan (F) atau
kematian akibat ditangkap nelayan, dari
nilai ini kemudian diduga laju
eksploitasinya (E). Laju mortalitas
penangkapan (F) atau laju eksploitasi
optimum menurut Gulland(1971)
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Ikan dalamPauly (1984) adalah:Foptimum =
Selikur Betina(Lt=51.36(1-e[- M dan Eoptimum = 0.5. Perhitungan
0,24(t+0,006]
) menggunakan perangkat lunak FISAT II
Ikan Jantan Ver 1.2.2 FAO-ICLARM .
Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy ikan jantan
Lt=41.59(1-e[-0,9(t+0,05]
4.6.1. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) Ikan Selikur Jantan
Linf 41.59627 0.27062 153.710
<2e-16 ***
Laju mortalitas total (Z) ikan
K 0.90486 0.02478 36.520 selikur jantan sebesar 2,83, mortalitas
t0
<2e-16 ***
-0.04934 0.02018 -2.445 alami (M) dengan rata-rata suhu 28oC
0.0153 * sebesar 1,52, laju mortalitas akibat
Signif.codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1
Residual standard error: 0.2938 on 216 degrees of freedom ditangkap nelayan (F) 1,31 dengan nilai
Number of iterations to convergence: 3 laju eksploitai (E) sebesar 0,46 (0,5)
Achieved convergence tolerance: 3.168e-07
Residual sum of squares: 18.6 atau telah mencapai laju eksploitasi
Asymptotic confidence interval:
2.5% 97.5%
optimum. Persamaan regresi y = -2,83x
Linf 41.06288818 42.129660888 + 9,535 R2 = 0,89.
K 0.85602350 0.953694325
t0 -0.08911795 -0.009567808

Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Ikan Gambar 6. Kurva Tangkapan Berbasis


Selikur Jantan (Lt=41.59(1-e[-0,9(t+0,05]) Data Panjang Total Jantan

33
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan cm/jumlah 113 ekor dan 31.15
Selikur Betina cm/jumlah 106 ekor. Kelompok
Laju mortalitas total (Z) ikan umur ikan belikur betinajuga
selikur betina sebesar 0,931, mortalitas terindikasi ada 2 kelompok
alami (M) dengan rata-rata suhu 28oC umur dengan nilai rata-rata
sebesar 0,6, laju mortalitas akibat panjang sebesar 29.20
ditangkap nelayan (F) 0,33 dengan nilai cm/jumlah 85 ekor dan 31.69
laju eksploitai (E) sebesar 0,35 atau cm/jumlah 119 ekor.
belum mencapai laju eksploitasi 4. Parameter pertumbuhan Von
optimum. Persamaan regresi y = -0,931x Bertalanffy ikan betina
+ 8,137, R2 = 0,81. Lt=51.36(1-e[-0,24(t+0,006],
sedangkan untuk ikan jantan
Lt=41.59(1-e[-0,9(t+0,05]. Laju
pertumbuhan ikan selikur jantan
lebih cepat dibandingkan ikan
selikur betina. Ikan selikur
betina mempunyai nilai L
Gambar 7. Kurva Tangkapan Berbasis infiniti (nilai maksimum
Data Panjang Total panjang yang dapat dicapai)
IkanSelikur sebesar 51.36 cm, lebih besar
dibandingkan ikan jantan (41.59
KESIMPULAN DAN SARAN. cm).
Kesimpulan 5. Laju mortalitas total (Z) ikan
1. Perbandingan panjang total ikan selikur jantan sebesar 2,83,
selikur (Megalaspis cordyla) mortalitas alami (M) dengan
yang didaratkan pada rata-rata suhu 28oC sebesar 1,52,
pendaratan ikan Pelantar II laju mortalitas akibat ditangkap
Tanjungpinang terdapat nelayan (F) 1,31 dengan nilai
perbedaan yang sangat nyata laju eksploitai (E) sebesar 0,46
tiap bulannya berdasarkan jenis (0,5) atau telah mencapai laju
kelamin (jantan, betina dan ikan eksploitasi optimum. Persamaan
yang tidak teridentifikasi). regresi y = -2,83x + 9,535 nilai
Bulan September merupakan R2 = 0,89.
bulan dimana sebaran panjang 6. Laju mortalitas total (Z) ikan
total ikan selikur paling berbeda selikur betina sebesar 0,931,
dengan bulan-bulan lainnya. mortalitas alami (M) dengan
2. Persaman regresi hubungan rata-rata suhu 28oC sebesar 0,6,
panjang berat ikan selikur tiap laju mortalitas akibat ditangkap
bulannya adalah y = 2.4951x- nelayan (F) 0,33 dengan nilai
1.224, R2 = 0.87 dengan laju eksploitai (E) sebesar 0,35
persamaan hubungan panjang atau belum mencapai laju
berat ikan selikur per bulannya eksploitasi optimum. Persamaan
adalah W = 0.2941 L2.4951. Ikan regresi y = -0,931x + 8,137, R2
selikur mempunyai pola = 0,81.
pertumbuhan allometrik negatif Saran
tiap bulannya (b < 3, 1. Eksploitasi untuk ikan selikur
pertambahan panjang lebih jantan telah mencapai tingkat
cepat daripada pertambahan optimum dan ikan betina
berat). mendekati nilai optimum, perlu
3. Kelompok umur ikan selikur dilakukan kajian lanjut yang
jantan terindikasi ada 2 kontinyu oleh instansi terkait
kelompok umur dengan nilai untuk verifikasi hasil tersebut dan
rata-rata panjang sebesar 28.81 untuk formulasi regulasi

34
Kajian Analitik Stok.. ISSN: 2086-8049
Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 27-35

perikanan khususnya untuk ikan Journal of Fisheries


selikur. Management27(3): 936-939.
2. Dari hasil penelitian, pada bulan Satria A. 2002. Desentralisasi
September terjadi perubahan Pengelolaan Wilayah Laut (Belajar
signifikan sebaran panjang total dari PengalamanJepang). Prosiding
ikan selikur yang didaratkan di Lokakarya Regional Pulau
TPI Tanjungpinang (ukuran ikan Sulawesi tentang
didominasi ukuran kecil), perlu DesentralisasiPengelolaan
dikaji dengan periode waktu yang Wilayah Laut. Lembaga Studi dan
lebih lama dan dengan jumlah Pemberdayaan MasyarakatPesisr
yang lebih besar untuk konfirmasi dengan Partnership for Governance
hasil tersebut, untuk mengetahui Reform in Indonesia dan PT.
dinamika perubahan stok ikan PustakaCesindo. Jakarta.
selikur per tahun. Singh, W. 2009.Assessing the status of
fish stock for management:
DAFTAR PUSTAKA thecollection and use of basic
Cadima, E.L.2003. Fish stock fisheries data and
assessment manual. FAO Fisheries statistics.Fisheries \training
Technical Paper.No. 393. Rome, Programme.99 p.
FAO. 2003. 161p. Valdez, R.A. 2008. Animas River
Dinas Kelautan dan Propinsi Kepulauan fisheries database synthesis and
Riau.2011. Laporan Akhir : Studi analysis. Final Report.SWCA,
Identifikasi Potensi Sumberdaya Environmental Consultants,
Kelautan dan Perikanan Provinsi Broomfield, Colorado.
Kepulauan Riau. DKP Kepri dan Ward, T.M and Rogers, P.J. 2007.
Pt. Maton Selaras Consultant.981 Development and evaluation of
hal. egg-based stock assessment
Kolding, J. and Ubal Giordano, W. methods for blue mackerel
2002. Lecture notes. Report of the Megalaspis cordyla in southern
AdriaMed Training Course on Fish Australia.SARDI Aquatic
Population Dynamics and Stock Sciences.Australia .468
Assessment.FAO-MiPAF Scientific
Cooperation to Support
Responsible Fisheries in the
Adriatic
Sea.GCP/RER/010/ITA/TD-
08.AdriaMed Technical
Documents, 8: 143 pp.
Patrick, K et al. 2009. Guide to Fisheries
Science and Stock Assesment.
Atalantic State Marine
Comission.NOOA-USA.74p.
Pope,K..L and C.G. Kruse. 2007.
Analysis and Interpretation of
freshwater fisheries data. Pages
423-471 in C.S. Guy, and M.L.
PBrown (editors).American
Fisheries Society, Bethesda, MD.
Richter, T.J. 2007.Development and
evaluation of standardweight
equations for bridge-lip suckers and
large-scalesuckers.North American

35
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

KAJIAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK


TERHADAP KELIMPAHAN KEONG BAKAU (Telescopium telescopium)
DI PERAIRAN TELUK RIAU TANJUNGPINANG

Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar

Jurusan Menejemen Sumberdaya Perairan


Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
E-mail: winnyahmad@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan organik terhadap
kelimpahan keong bakau (Telescopium telescopium) di perairan Teluk Riau Kota
Tanjungpinang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan
analisis data menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kelimpahan keong bakau di setiap stasiun penelitian yaitu 1 5
ind/m2. Kemudian kandungan organik substrat di setiap stasiun penelitian yaitu 17,75
62,70 %. Berdasarkan hasil analisis keong bakau dengan menggunakan tingkat
kepercayaan 95%, diperoleh nilai koefisien determinasi (R) yaitu 0,655. Artinya
pengaruh kandungan bahan organik terhadap kelimpahan keong bakau diseluruh stasiun
sebesar 65,5% sementara 35,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diketahui.

Kata kunci: kandungan bahan organik, keong bakau, kelimpahan.

ABSTRACT

This research aims to know the influence of organic matter content on bakau snail
abundance (Telescopium telescopium) in the town of Tanjung Pinang of Riau in Gulf
waters. The method used in this research was a survey method and analysis of the data
using simple linear regression. The results of this research shows that bakau shell slug
abundance in every research station that is 1 - 5 ind/m2. Then the content of organic
substrates in each research station that is 17,75% - 62.70%. Based on the results of a
simple linear regression analysis among organic substances with an abundance of slugs
belongkeng, adjust R2 value 0,655. It means the influence of the content of organic matter
abundance of snails throughout the bakau shell station of 65,5% while the remaining
35.5% are influenced by other factors is not known.

Keyword : organic content, bakau shell, abundance

PENDAHULAN perairan Teluk Riau. Limbah yang


Perairan Teluk Riau merupakan dihasilkan ada yang besifat organik dan
salah satu perairan estuari yang terdapat anorganik seperti dari kegiatan rumah
di Kota Tanjungpinang. Perairan Teluk tangga dan kegiatan industri.
Riau disusun oleh pantai berlumpur, Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sebagian ditumbuhi oleh vegetasi oleh Melani et al., (2012), bahwa
mangrove dan sebagian juga masih kondisi perairan Kota Tanjungpinang
ditumbuhi vegetasi lamun. Dari yang didalamnya termasuk perairan
aktivitas-aktivitas yang ada akan Teluk Riau tergolong buruk (poor)
menghasilkan limbah akan menggangu dengan nilai CWQI (Canadian Water

36
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

Quality Index) sebesar 30. Jika bahan bahan organik (TOM) terhadap keong
organik melebihi ambang batas yang bakau (Telescopium telescopium).
sewajarnya maka akan bersifat
pencemar, meskipun bahan organik itu Tujuan Penelitian
sendiri merupakan nutrient bagi biota- Tujuan dari penelitian ini adalah
biota perairan. untuk mengetahui pengaruh kandungan
Kandungan bahan organik yang bahan organik terhadap kelimpahan
tinggi akan mempengaruhi tingkat keong bakau (Telescopium telescopium)
keseimbangan perairan. Menurut di perairan Teluk Riau Kota
Zulkifli et.al,, (2009) tingginya Tanjungpinang.
kandungan bahan organik akan
mempengaruhi kelimpahan organisme, Manfaat Penelitian
dimana terdapat organisme-organisme Penelitian ini diharapkan dapat
tertentu yang tahan terhadap tingginya memberikan gambaran mengenai
kandungan bahan organik tersebut, kelimpahan keong bakau (Telescopium
sehingga dominansi oleh spesies tertentu telescopium) serta kandungan bahan
dapat terjadi. Pada penelitian ini organik di perairan Teluk Riau.
parameter kandungan bahan organik Hipotesis
yang diukur adalah Total Organic Matter Adapun hipotesis dari penelitian ini
(TOM), TOM menggambarkan adalah:
kandungan bahan organik total dalam Ho : Kandungan bahan organik
suatu perairan yang terdiri dari bahan (TOM) tidak berpengaruh
organik terlarut, tersuspensi, dan koloid terhadap kelimpahan
(Hariyadi et. al., dalam Hamsiah, 2000). keong bakau (Telescopium
Keong bakau merupakan deposit telescopium).
feeder yang memanfaatkan bahan Ha : Kandungan bahan organik
organik yang mengendap di substrat (TOM) berpengaruh terhadap
dasar perairan sebagai makanannya. kelimpahan keong bakau
Ketersediaan bahan organik akan (Telescopium telescopium).
memberikan variasi kelimpahan
terhadap organisme yang ada. METODE PENELITIAN
Berdasarkan hal tersebut, peneliti Penelitian ini dilakukan pada
tertarik untuk melakukan penelitian bulan Juli sampai Agustus 2013 yang
tentang kajian kandungan bahan organik berlokasi di perairan Teluk Riau
terhadap kelimpahan keong bakau di Kecamatan Tanjungpinang Kota
perairan Teluk Riau. Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan
Berkembangnya aktivitas penelitian laboratorium dilakukan di
masyarakat di perairan pesisir Teluk laboratorium Universitas Maritim Raja
Riau dapat berpengaruh terhadap Ali Haji dan Laboratorium Pembinaan
kualitas perairan karena limbah yang dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
dihasilkan dari aktivitas masyarakat (LPPMHP) Tanjungpinang.
tersebut umumnya dibuang langsung ke
perairan. Salah satu limbah yang akan Alat Dan Bahan
berpengaruh adalah limbah organik yang Adapun alat dan bahan yang digunakan
mempengaruhi jumlah bahan organik dalam penelitian ini dapat dilihat pada
perairan. Jika bahan organik melebihi Tabel 2
ambang batas yang sewajarnya maka NO Parameter Alat dan Bahan
akan bersifat pencemar, meskipun bahan 1 Suhu Mulititest Model
YK-2005WA
organik itu sendiri merupakan nutrien 2 DO Mulititest Model
bagi biota-biota perairan termasuk siput YK-2005WA
belongkeng. Sehingga perlu diketahui 3 pH Mulititest Model
seberapa besar pengaruh kandungan YK-2005WA
4 Kekeruhan Turbidimeter

37
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

5 Arus Current Drouge dilakukan dengan pertimbangan batas


6 Salinitas Salinometer aktifitas yang ada di sekitar lokasi masih
7 COD Labu Erlemeyer,
Gelas Ukur, pipet
memberikan pengaruh terhadap
ukur, K2Cr2O2, perairan.
H2SO4.
8 TOM Oven, Furnace, Perhitungan Kelimpahan Keong
Desikator Bakau
9 pH Tanah Soil tester
Kelimpahan populasi keong
10 Tipe Substrat Ayakan bertingkat
bakau dihitung dengan menggunakan
rumus (Brower et al., 1989 dalam
Metode Penelitian
Pratama, 2013).
Metode dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode survei, yaitu
metode penelitian yang tidak melakukan
perubahan (tidak ada perlakuan khusus) Dimana :
terhadap variabel yang akan diteliti Di = Jumlah individu per satuan
dengan tujuan untuk memperoleh serta luas (individu / m2)
mencari keterangan secara faktual Ni = Jumlah individu dalam transek
tentang objek yang diteliti. Sumber data kuadrat (individu)
dalam penelitian ini merupakan data A = Luas transek kuadrat (meter2)
hasil pengukuran parameter fisika kimia
perairan di lapangan dan di laboratorium Analisis Pengaruh Kandungan Bahan
serta data hasil olahan berupa nilai Organik Terhadap Kelimpahan
kelimpahan dan analisis regresi Keong Bakau
sederhana. Data yang diperoleh tersebut Untuk melihat pengaruh
ditabulasikan untuk selanjutnya dibahas kandungan bahan organik terhadap
secara deskriptif, kemudian untuk kelimpahan keong bakau dilakukan
melihat pengaruh kandungan bahan dengan menggunakan analisis regresi
organik terhadap kelimpahan siput linier sederhana dengan bantuan sistem
belongkeng dilakukan dengan komputerisasi SPSS Ver.17.00. Analisis
menggunakan analisis regresi linier regresi linear sedehana bertujuan untuk
sederhana dengan bantuan SPSS Ver. mengetahui seberapa besar pengaruh
17,00. variabel X (kandungan bahan organik)
terhadap variabel Y (kelimpahan keong
Penentuan Stasiun bakau). Secara matematis persamaan
Penentuan Lokasi stasiun regresi dapat digambarkan sebagai
menggunakan metode purposive berikut (Sudjana, 2002):
sampling yaitu penentuan lokasi y = a + bx
berdasarkan atas adanya tujuan tertentu Dimana:
dan sesuai dengan pertimbangan peneliti y = Kelimpahan Keong Bakau
sendiri sehingga mewakili populasi a = Koefisien
(Arikunto, 2006). Stasiun pengamatan b = Konstanta
tersebut meliputi (Lampiran 2): x = Kandungan Bahan Organik
Prosedur Pengambilan Sampel
Keong Bakau HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan sampel keong Kandungan Total Organik Substrat
bakau dilakukan pada saat surut di setiap (TOM)
stasiun, dimana pada tiap stasiun Berdasarkan hasil pengukuran
terdapat 3 titik sub stasiun yang terdiri nilai rata-rata kandungan total organik
dari 3 transek. Penentuan transek substrat pada setiap stasiun penelitian
dilakukan secara tegak lurus ke arah laut berkisar antara 17,75 62,70 %.
dengan mengguanakan plot yang Kandungan total organik tertinggi
berukuran 1 x 1 m pada setiap transek, terdapat pada Stasiun 2 (Tanjung
dan jarak antar plot 5 m. Hal tersebut Unggat) yaitu sebesar 62,50 %,

38
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

kemudian pada Stasiun 1 (Senggarang) berkisar mulai dari 1 5 ind/m2.


yaitu sebesar 41,77 %, selanjutnya pada Kelimpahan tertinggi ditemukan pada
Stasiun 4 (Kampung Bugis) yaitu Stasiun 2 (Tanjung Unggat) yaitu 5
sebesar 40,77 % dan terendah pada ind/m2, kemudian pada Stasiun 4
Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu sebesar (Kampung Bugis) dengan kelimpahan 4
17,75 %. ind/m2, sedangkan keliimpahan terendah
terdapat pada Stasiun 1 (Senggarang)
80 dan Stasiun 3 (Sei Carang) yaitu 1
60
ind/m2. Hal tersebut dikarenakan pada
TOM (%)

masing-masing stasiun memiliki kondisi


40
habitat yang berbeda-beda sehingga
20 perbedaan tersebut sedikit banyak
0 mempengaruhi kehidupan keong bakau.
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Diduga perbedaan utama yang
1 2 3 4 mempengaruhi keberadaan keong bakau
Dapat dilihat pada gambar 4 bahwa nilai pada setiap stasiun adalah kadar organik
total organik terendah terletak pada substrat yang merupakan tempat hidup
Stasiun 3 (Sei Carang), sedangkan nilai dan mencari makan bagi keong bakau.
tertinggi terletak pada Stasiun 2 Kelimpahan individu keong bakau pada
(Tanjung Unggat). Tingginya setiap stasiun penelitian dapat dilihat
kandungan organik substrat pada Stasiun pada Gambar 4 berikut ini.
2 tersebut diduga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu letak stasiun ini 6
Kelimpahan

yang berada di pemukiman penduduk 4


Ind/m2

dan berseberangan dengan eksosistem


2
mangrove, sehingga mendapat banyak
pasokan bahan organik yang terbawa 0
oleh arus. Kemudian faktor berikutnya
yang turut berpengaruh terhadap
tingginya kandungan organik substrat
pada Stasiun 2 adalah Substrat yang
berupa lumpur (halus), menurut Wood Kelimpahan yang lebih tinggi
(1987) dalam Siddik (2011), pada terdapat pada Stasiun 2 (Tanjung
sedimen yang lebih halus memiliki Unggat) dan Stasiun 4 (Kampung Bugis)
kandungan organik yang lebih banyak dibanding dengan stasiun lainnya diduga
dibandingkan dengan sedimen dengan karena stasiun ini memiliki substrat
butiran yang lebih kasar. dengan kandungan bahan organik yang
Sedangkan kondisi sebaliknya lebih besar di banding stasiun lainnya
terdapat pada Stasiun 3 (Sei Carang) sehingga menjadikan ketersediaan bahan
yang memiliki kandungan total organik makanan pada stasiun tersebut
terendah (17,75%). Kondisi ini diduga melimpah. Kondisi yang demikian
dikarenakan tipe substrat yang dominan dikarenakan pada kedua Stasiun ini
terdiri dari pasir dan butiran yang terdapat banyak pemukiman yang
bertekstur/diameter kasar sehingga menyumbang kandungan bahan-bahan
menyebabkan bahan organik yang organik kedalam perairan, seperti sisa-
berasal dari ekosistem mangrove sisa makanan, sampah organik dan
disekitarnya lebih sulit untuk tinggal dan limbah rumah tangga. Wood dalam
melekat pada substrat. Puspitasari (2012) menjelaskan bahwa
bahan organik yang mengendap di dasar
Kelimpahan Keong Bakau perairan merupakan sumber makanan
Kelimpahan keong bakau di bagi organisme benthik, sehingga
perairan Teluk Riau dapat dikatakan jumlah dan laju pertambahannya dalam
bervariasi pada setiap stasiun yaitu sedimen mempunyai pengaruh terhadap

39
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

populasi organisme dasar. Substrat yang Stasiun Penelitian


Paramet Satuan
kaya akan bahan organik biasanya er 1 2 3 4
didukung oleh melimpahnya fauna Suhu Co
30,1 31,2 31,1 30,5
deposit feeder seperti siput atau Kekeruha NTU 4.23 5,44 6,79 3,38
gastropoda (Odum, 1993). n
Kelimpahan pada Stasiun 1 Arus cm/d 7,23 7,16 8,3 7,03
DO mg/l 7,43 7,1 6,8 7,03
(Senggarang) dan Stasiun 3 (Sei Carang) pH - 7,2 7,9 7,3 7,6
lebih rendah diduga dikarenakan Salinitas 0
/00 32,8 31,2 29,9 31,4
populasi keong bakau pada Stasiun 1 pH -
6,2 5,7 6,8 6,3
telah banyak ditangkap/dimanfaatkan Tanah
COD mg/l 42,3 50,8 26,5 59,4
oleh masyarakat sekitar, karena pada 9 8 8 9
Stasiun ini merupakan tempat TOM % 41,2 62,7 17,7 40,7
bekarang/mencari siput dan sejenisnya 6 0 5 7
bagi masyarakat setempat. Sedangkan Substrat - Lum Lum Pasir Lum
pur pur pur
pada Stasiun 3 (Sei Carang) memiliki
kandungan bahan organik lebih rendah Hasil pengukuran kekeruhan
dibandingkan stasiun yang lain. diseluruh stasiun penelitian berkisar
Sehingga ketersediaan makanan bagi antara 3,38 6,79 NTU. Berdasarkan
keong bakau pada stasiun ini lebih Kepmenlh No. 51 (2004) standar baku
sedikit. Kemudian substrat pada Stasiun mutu kekeruhan untuk biota laut adalah
3 ini tergolong pasir sehingga < 5 NTU. Artinya kisaran nilai
menyebabkan bahan organik yang kekeruhan pada perairan Teluk Riau
berasal dari ekosistem mangrove sudah tidak memenuhi standar baku
disekitarnya lebih sulit untuk tinggal dan mutu yaitu pada Stasiun 2 dan 3
melekat pada substrat.
(Tanjung Unggat dan Sei Carang) yang
Karateristik Fisika Kimia Periaran mencapai 5,44 dan 6,79 NTU.
dan Substrat Sedangkan untuk Stasiun 1 dan 4 masih
Hasil pengukuran parameter tergolong baik karena masih di bawah
fisika kimia perairan dan substrat pada standar baku mutu. Tingginya nilai
setiap stasiun penelitian dapat dilihat kekeruhan pada Stasiun 2 diduga
pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat dipengaruhi oleh aktivitas tambat kapal
dilihat bahwa hasil pengukuran suhu dan lalu lintas kapal pengangkut bauksit,
diseluruh stasiun penelitian yaitu sementara tingginya kekeruhan pada
berkisar antara 30,1 31,2 0C. Stasiun 3 diduga dipengaruhi oleh
Nilai suhu diseluruh stasiun kandungan bahan organik substratnya
penelitian tidak berada dalam kisaran yang tinggi sehingga memudahkan
yang terlalu jauh, hal ini dikarenakan partikel-partikelnya terangkat saat
keadaan cuaca pada saat pengukuran terjadinya pengadukan.
suhu relatif sama sehingga suhu tidak Kecepatan arus yang diukur
mengalami perubahan atau fluktuasi. dalam penelitian ini adalah arus
Secara umum kisaran suhu yang permukaan secara umum yaitu gerakan
diperoleh selama penelitian merupakan massa air laut kearah horizontal.
kisaran yang masih dapat mendukung Kecepatan arus disetiap stasiun
kehidupan makrozoobenthos. Hal ini penelitian berkisar antara 7,03 8,3
disebabkan karena suhu yang diperoleh cm/dtk. Tingginya kecepatan arus pada
berada di bawah batas toleransi tertinggi Stasiun 3 (Sei Carang) dikarenakan
untuk keseimbangan struktur populasi stasiun ini berada pada selat, dengan
hewan benthos yaitu mendekati 320C kondisi demikian menyebabkan setiap
(Adriman dalam Prihatiningsih, 2004). arus yang mengalir akan bergabung
searah dengan arah selat. Menurut

40
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

Wibisono (2005), Kecepatan arus yang Hasil pengukuran derajat


paling besar biasanya berada pada keasaman (pH) disetiap stasiun
perairan selat yang posisinya searah penelitian berkisar antara 6,8 7,9. Nilai
dengan arah arus. Hal ini diduga yang pH terendah terdapat pada Stasiun 1
menyebabkan substrat pada Stasiun 3 ini (Senggarang) dan nilai tertinggi terdapat
pada Stasiun 2 (Tanjung Unggat).
tergolong pasir, sehingga secara tidak
Berdasarkan Kepmenlh No. 51 (2004),
langsung menyebabkan kelimpahan standar baku mutu nilai pH yang
siput belongkeng pada stasiun ini rendah mendukung untuk kehidupan biota laut
yaitu sebesar 1 ind/m2. Kondisi adalah berkisar antara 7 8,5. Sebagian
sebaliknya pada Stasiun 1,2 dan 4 yang besar biota akuatik sangat sensitif
kecepatan arusnya yang lebih rendah terhadap perubahan pH dan menyukai
dibanding Stasiun 3, memiliki substrat nilai pH antara 7 8,5 (Effendi, 2003).
yang tergolong lumpur dan memiliki Dengan demikian dapat dikatakan nilai
kelimpahan siput belongkeng yang lebih pH pada perairan Teluk Riau di semua
tinggi yaitu sebesar 1 5 ind/m2. stasiun penelitian tergolong baik untuk
kehidupan biota laut termasuk siput
Kecepatan arus dapat mempengaruhi
belongkeng. Sedangkan hasil
kelimpahan dan keanekaragaman pengukuran pH tanah disetiap stasiun
makrozoobenthos, karena pengendapan penelitian berkisar antara 5,7 6,8. Nilai
sedimen atau komposisi substrat dasar pH tanah tertinggi terdapat pada Stasiun
yang menjadi salah satu suplai makanan 3 (Sei Carang) yaitu 6,8, dan nilai
untuk makrozoobenthos tergantung pada terendah terdapat pada Stasiun 2
kecepatan arus (Puspitasari, 2012). (Tanjung Unggat) yaitu 5,7. Tingginya
Hasil pengukuran oksigen nilai pH pada Stasiun 3 diduga karena
terlarut di setiap stasiun penelitian rendahnya kandungan organik substrat.
menunjukkan variasi yang tidak begitu Hal tersebut menurut Rinawati et al.,
besar yaitu berkisar antara 6,8 7,4 dalam Puspitasari (2012) bahwa nilai pH
mg/l. Berdasarkan Kepmenlh No. 51 yang normal mengindikasikan jumlah
(2004), standar baku mutu oksigen bahan organik sedikit. Semakin banyak
terlarut untuk kehidupan biota laut jumlah bahan organik yang terlarut
adalah > 5 mg/l. Effendi (2003) maka akan mengakibatkan nilai pH
berpendapat bahwa perairan yang menurun karena konsentrasi CO2
diperuntukkan bagi kepentingan semakin meningkat akibat aktivitas
perikanan sebaiknya memiliki kadar mikroba dalam menguraikan bahan
oksigen yang tidak kurang dari 5 mg/l. organik.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Hasil pengukuran salinitas
konsentrasi oksigen terlarut di perairan disetiap stasiun penelitian berkisar
Teluk Riau tergolong normal dan baik antara 30,8 32,1 0/00. Salinitas tertinggi
bagi kehidupan siput belongkeng. terdapat pada Stasiun 1 (Senggarang)
Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi sedangkan nilai terendah terdapat pada
terletak pada Stasiun 1 (Senggarang) Stasiun 3 (Sei Carang). Berdasarkan
yaitu 7,4 mg/l. Stasiun ini dikarenakan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
nilai kekeruhannya termasuk masih nilai salinitas pada perairan Teluk Riau
dibawah baku mutu yaitu 4,23 NTU. cukup bervariasi, hal ini di karenakan
Konsentrasi okesigen terlarut terendah pada setiap stasiun penelitian memiliki
terletak pada Stasiun 3 (Sei Carang) karakteristik yang cukup berbada.
yaitu 6,8 mg/l. Stasiun ini dicirikan Rendahnya nilai salinitas pada Stasiun 3
dengan tingkat kekeruhan tertinggi yaitu (Sei Carang) yang tergolong payau
6,23 NTU, posisi yang cendrung lebih disebabkan karena lokasi stasiun ini
tertutup dan terdapat aktivitas lalu lintas berada pada muara laut Tanjungpinang
kapal pengangkut bauksit serta dan aliran sungai Sei Carang, sehingga
pelabuhan tambat kapal. terus menerima masukan masa air tawar

41
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

yang cukup banyak. Berbeda dengan 1. Konstanta = 1,983, artinya apabila


Stasiun 3, stasiun lainnya cendrung nilai kandungan bahan organik
memiliki salinitas yang lebih tinggi, hal tetap, maka kelimpahan keong
ini dikarenakan tidak adanya masukan bakau sebesar 1,983.
air tawar yang cukup berarti yang 2. Koefisien kandungan bahan organik
mampu mempengaruhi salinitas. Selain (X) bernilai positif yaitu 0,108.
itu juga stasiun-stasiun ini cendrung Artinya apabila terjadi peningkatan
berada pada kondisi yang lebih terbuka kandungan bahan organik sebasar
dan berhadapan langsung dengan laut 1%, maka kelimpahan akan
terbuka sehingga pengaruh air laut bertambah sebesar 0,108.
dengan salinitas yang tinggi lebih Hasil analisis regresi linier
dominan. Menurut Nontji (2002), sederhana antara kandungan bahan
sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh organik dengan kelimpahan keong
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, bakau dengan menggunakan tingkat
penguapan, curah hujan, dan aliran kepercayaan 95%, diperoleh nilai
sungai. koefisien determinasi (R) di yaitu
Effendi (2003) mengungkapkan 0,655. Artinya pengaruh kandungan
bahwa COD menggambarkan jumlah bahan organik terhadap kelimpahan
total oksigen yang dibutuhkan untuk keong bakau diseluruh stasiun sebesar
mengoksidasi bahan organik secara 65,5% sementara 35,5% sisanya
kimiawi, baik yang dapat didegradasi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
secara biologis (biodegradable) maupun diketahui. Dengan kata lain dapat
yang sukar didegradasi secara biologis disimpulkan bahwa variabel X
(non biodegradable) menjadi CO2 dan (kandungan bahan organik) mampu
H2O. Berdasarkan hasil pengukuran nilai menjelaskan variabel Y (kelimpahan
COD pada setiap stasiun penelitian keong bakau).
berkisar antara 26,58 59,49 mg/l. Nilai
COD terendah terdapat pada Stasiun 3 8
(Sei Carang) yaitu 26,58 mg/l, hal ini 6
Kelimpahan
Individu

disebabkan karena pada stasiun ini 4


diduga dikarenakan sedikitnya limbah- 2
limbah domestik yang masuk ke dalam 0
perairan, selanjutnya nilai tertinggi
-2 0 50 100
terdapat pada Stasiun 4 (Kampung
Bugis) yaitu 59,49 mg/l. Hal ini diduga Kandungan Bahan Organik
disebabkan banyaknya limbah-limbah
domestik yang berasal dari pemukiman Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat
yang berada disekitarnya. bahwa hubungan antara kandungan
bahan organik dengan kelimpahan
Pengaruh Kandungan Bahan Organik keong bakau pada setiap stasiun
Terhadap Kelimpahan Keong Bakau penelitian ini sedang. Hal ini
Dalam menganalisis pengaruh menggambarkan bahwa tingginya
kandungan bahan organik (x) terhadap kandungan bahan organik sedimen
kelimpahan keong bakau (y) dilakukan seimbang dengan kelimpahan keong
dengan menggunakan analisis regresi bakau yang ada.
linier sederhana. Adapun persamaan
regresi yang terbentuk berdasarkan hasil KESIMPULAN DAN SARAN
perhitungan analisis regresi linear Kesimpulan
sederhana adalah sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian dan
Y = 1,983 + 0,108 X analisis data terhadap populasi keong
Berdasarkan persamaan regresi bakau (Telescopium telescopium) di
yang dihasilkan, dapat diketahui bahawa perairan Teluk Riau, dapat disimpulkan
: bahwa:

42
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

1. Kelimpahan keong bakau disetiap moral dan material. Tidak lupa kepada
stasiun penelitian yaitu 1 5 teman-teman MSP 09 atas kerjasama,
ind/m2. Di mana kelimpahan motivasi dan kepeduliannya selama ini
tertinggi terdapat pada Stasiun 2 serta semua pihak yang telah membantu
(Tanjung Unggat) yaitu 5 ind/m2, baik secara langsung maupun tidak
sedangkan kelimpahan terendah langsung dalam pelaksanaan penelitian
terdapat pada Stasiun 3 (Sei Carang) ini yang tidak dapat penulis sebutkan
yaitu 1 ind/m2. Kemudian namanya satu persatu.
kandungan organik substrat disetiap
stasiun penelitian yaitu 17,75 DAFTAR PUSTAKA
62,70 %. Di mana kandungan Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
organik substrat tertinggi terdapat Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
pada Stasiun 2 (Tanjung Unggat) Cipta. Jakarata.
yaitu 62,50 %, sedangkan
kandungan organik substrat terendah Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air
terdapat pada Stasiun 3 (Sei Carang) Bagi Pengelolaan
yaitu 17,75 %. Sumberdaya dan
2. Berdasarkan hasil analisis regresi Lingkungan Perairan. Kanisius.
linier sederhana antara kandungan Yogyakarta.
bahan organik dengan kelimpahan Hadinafta, R. 2009. Analisis Kebutuhan
keong bakau dengan menggunakan Oksigen Untuk Dekomposisi
tingkat kepercayaan 95%, diperoleh Bahan Organik Di Lapisan
nilai koefisien determinasi (R) yaitu Dasar PerairanEstuari Sungai
0,655. Artinya pengaruh kandungan Cisadane, Tangerang.
bahan organik terhadap kelimpahan Skripsi Institut Pertanian
keong bakau diseluruh stasiun Bogor. Bogor.
sebesar 65,5% sementara 35,5% Hamsiah, 2000. Peranan Keong Bakau
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain (Telescopium telescopium)
yang tidak diketahui. Sebagai Biofilter
Limbah Budidaya Tambak
Saran Udang Intensif. Tesis. Program
Penelitian ini hanya mengkaji Pascasarjana Institut
kandungan total organik substrat secara Pertanian Bogor. Bogor.
keseluruhan, diharapkan dilakukan Houbrick R. S. 1991. Systematic review
penelitian lanjutan dengan kandungan and functional morphology
bahan organik yang lebih spesifik seperti of the mangrove snails
C-organik dan N-organik. Serta perlu terebralia and telescopium
dilakukan penelitian dalam jangka (potamididae; prosobranchia).
waktu yang lebih lama. Malacologia 33 (1- 2): 289-
338.
UCAPAN TERIMAKASIH Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Pada kesempatan ini penulis No. 51. 2004. Baku Mutu Air
menyampaikan ungkapan terima kasih Laut Untuk Biota Laut.
kepada Ibu Winny Retna Melani, SP, Jakarta.
M.Sc sebagai Pembimbing I dan Bapak Melani, W.R., et.al., 2012. Indeks
Andi Zulfikar, S.Pi, MP sebagai Kualitas Lingkungan
Pembimbing II, atas segala kritik, saran, Perairan Pesisir Kecamatan
dan masukkannya. Tak lupa pula kepada Tanjungpinang Kota
Ibu Diana Azizah, S.Pi, M.Si atas segala Kepulauan Riau. Laporan Akhir
bimbingan dan motivasinya. Ungkapan Penelitian. Universitas Maritim
terima kasih kepada Ayahanda dan Raja Ali Haji.
Ibunda tercinta, serta keluarga besar Tanjungpinang.
yang telah memberikan doa, dukungan

43
Kajian kandungan bahan organik ISSN: 2086-8049
Tio Perdana, Winny Retna Melani, Andi Zulfikar Dinamika Maritim Volume IV(1) 36-44

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. www.marinespecies.org Klasifikasi


Penerbit Djambatan. Keong Bakau. Diakses pada 31
Jakarta. Januari 2014.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Zulkifli, H., Z. Hanafiah., D. A.
Diterjemahkan Oleh T. Puspitawati. 2009. Struktur
Samingan. Gadjah Mada dan Fungsi Komunitas
Universty Press. Makrozoobenthos di Perairan
Yogyakarta. 574 hal. Sungai Musi Kota Palembang:
Pratama, R. R. 2013. Analisis Tingkat Telaah Indikator Pencemaran
Kepadatan Dan Pola Sebaran Air. Jurusan FMIPA.
SIput Laut Gonggong Di Universitas Sriwijaya.
Perairan Pesisir Pulau Dompak.
Skripsi Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Prihatiningsih, 2004. Struktur
Komunitas
Makrozoobenthos di Perairan
Teluk Jakarta. Skripsi Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Puspitasari, Niken. 2012.
Keanekaragaman
Makrozoobenthos Di Perairan
Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. Skripsi
Universitas Maritim Raja Ali
Haji. Tanjungpinang.
Rahmawati, Gita. 2013. Ekologi Keong
Bakau (Telescopium
telescopium) Pada
Ekosistem Mangrove Pantai
Mayangan Jawa Barat. Skripsi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siddik J. 2011. Sebaran Spasial Dan
Potensi Reproduksi Populasi
Siput laut gonggong
(Strombus Turturela) di Teluk
Klabat Bangka Belitung.
Tesis. Sekolah Pasaca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Standar Nasional Indonesia No. 06-
2412, 1991. Metode
Pengambilan Contoh Uji
Kualitas Air. Badan
Pengendalian Dampak
Lingkungan. Jakarta.
Sudjana, 2002. Metode Statistika. Edisi
Keenam. Tarsito. Bandung.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu
Kelautan, PT. Grasindo, Jakarta.

44
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI PULAU


DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PROPINSI
KEPULAUAN RIAU

Linda Waty Zen dan Fitria Ulfah

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan


Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
E-mail: lindazen@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat dan nilai ekonomi
ekosistem hutan mangrove di Pulau Dompak, mengkuantifikasi total nilai pemanfaatan (use
value) dan nilai bukan pemanfaatan (non-use value) ekosistem hutan mangrove, serta
merumuskan strategi pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan dengan tetap
memperhatikan aspek fungsi dan peran mangrove. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Metode kuantitif deskriptif serta penjelasan kualitatif untuk menggambarkan
tentang karakteristik ekosistem hutan mangrove. Analisis kuantitatif berdasarkan data angka
menjelaskan tentang Nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove. Hasil penelitian
menemukan bahwa manfaat ekosistem hutan mangrove di Pulau Dompak terdiri dari
manfaat langsung berupa hasil hutan (kayu log) , penangkapan ikan, kepiting, udang dan
siput laut (gonggong) , manfaat tidak langsung berupa penahan abrasi dan manfaat pilihan
berupa nilai keanekaragaman hayati. Nilai manfaat ekonomi total hutan mangrove di Pulau
Dompak adalah sebesar Rp 88.257.253.176,20 per tahun atau sebesar Rp 169.725.486,88
per hektar per tahun yang terdiri nilai manfaat langsung sebesar Rp 53,131,453,176.20 per
tahun ( 60,20 %).Nilai manfaat tidak langsung diperoleh sebesar Rp 35,040,000,000.00 (
39,70 %) dan nilai manfaat pilihan sebesar Rp 85,800,000.00 (0,10 %).
Kata kunci : hutan mangrove, Pulau Dompak, manfaat, nilai ekonomi

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the benefits and economic value of
mangrove forest ecosystems on Dompak island, quantifies the total value of the utilization
(use value) and the value is not use (non-use value) of mangrove forest ecosystems, as well
as formulating strategies of sustainable management of mangrove forests while attention to
aspects of the function and role of mangroves. The method used in this research is
descriptive quantitative method and qualitative explanations to describe the characteristics of
mangrove forest ecosystems. Quantitative analysis based on the data rate describes the
economic value of mangrove forest ecosystems. The study found that the benefits of the
mangrove forest ecosystem on the Dompak island consists of direct benefits such as forest
products (wood logs), catching fish, crabs, shrimp and sea slugs (gonggong), indirect
benefits in the form of retaining abrasion and benefits of options such as biodiversity values.
Total value of the economic benefits of mangrove forests in densely packed island is
Rp 88,257,253,176.20 per year or Rp 169,725,486.88 per hectare per year consisting of
direct benefit value of Rp 53,131,453,176.20 per year (60.20%). Indirect benefits derived
value of Rp 35,040,000,000.00 (39.70%) and the option value of benefits Rp 85,800,000.00
(0.10%).

Keywords : mangrove forest, Dompak island, benefit, economic value.

45
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

PENDAHULUAN mangrove. Oleh sebab itu, begitu mudah


mereka mengkonversi ekosistem
Latar Belakang
alamiah ( hutan mangrove) menjadi
Hutan mangrove merupakan peruntukan lain ( Dahuri, 2003).
salah satu sumberdaya pesisir dan laut Penilaian ekonomi dari
yang sangat bermanfaat dalam ekosistem hutan mangrove di Pulau
mendukung kehidupan penting di Dompak Kota Tanjungpinang perlu
wilayah pesisir dan lautan. Fungsi dilakukan sehingga dapat memberikan
ekologis hutan mangrove diantaranya gambaran tentang nilai ekonomi
adalah penyedia makanan bagi biota ekosistem mangrove di Pulau Dompak
perairan, tempat pemijahan (spawning tersebut, serta dapat dirumuskan strategi
ground) bagi bermacam-macam biota, pengelolaan hutan mangrove yang
pelindung terhadap abrasi , angin taufan berkelanjutan dengan tetap
dan tsunami, penyerab limbah, pencegah memperhatikan aspek fungsi dan peran
intrusi air laut dan sebagainya.Fungsi mangrove.
ekonomis hutan mangrove diantaranya
sebagai penyedia kayu bakar, daun-daun Tujuan penelitian
untuk obat, bahan bakar, alat penangkap Penelitian ini bertujuan untuk :
ikan, bahan baku kertas dan sebagainya. 1. Mengetahui manfaat dan nilai
Pulau Dompak merupakan salah ekonomi ekosistem hutan
satu kategori pulau kecil di Propinsi mangrove di Pulau Dompak
Kepulauan Riau, yang terletak 2. Mengkuantifikasi total nilai
disebelah Selatan Kota Tanjungpinang. pemanfaatan (use value) dan
Pulau Dompak memiliki potensi
nilai bukan pemanfaatan
sumberdaya mangrove yang cukup luas,
dimana dari seluruh total ekosistem (non-use value) ekosistem
mangrove di Kota Tanjungpinang hutan mangrove.
sebanyak 27,6 persen terdapat di Pulau 3. Merumuskan strategi
Dompak. Kegiatan pembangunan yang pengelolaan hutan mangrove
cukup pesat di Kota Tanjungpinang yang berkelanjutan dengan
menjadikan pulau Dompak sebagai salah tetap memperhatikan aspek
satu kawasan pengembangan pusat kota. fungsi dan peran mangrove.
Pulau Dompak dengan luas
lebih kurang 957 ha telah ditetapkan Manfaat Penelitian
menjadi daerah perkantoran dan pusat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
pemerintahan daerah Propinsi Kepulaun sebagai sumber informasi tentang
Riau. Beragam aktifitas pembangunan di kondisi dan potensi sumberdaya
kawasan pulau Dompak menyebabkan mangrove pulau Dompak sehingga
terjadinya penurunan kualitas bermanfaat bagi pemerintah dalam
lingkungan yang dapat merusak merumuskan strategi kebijakan
lingkungan kawasan Perairan di Pulau pengelolaan ekosistem mangrove yang
Dompak. berkelanjutan di Pulau Dompak Kota
Sampai saat ini, kebanyakan Tanjungpinang Propinsi Kepulaun Riau.
manusia khususnya para perencana dan
pengambil keputusan menghargai nilai METODE PENELITIAN
manfaat ekosistem alamiah hanya dari
segi manfaat langsung (direct-use Waktu dan Tempat Penelitian
value), padahal Nilai Ekonomi Total Lokasi dari penelitian ini adalah
suatu ekosistem alamiah terdiri dari nilai kawasan pulau Dompak yang terletak di
penggunaan (use-value) dan nilai bukan daerah administrasi Kota Tanjungpinang
penggunaan (non-use value), sehingga Propinsi Kepulauan Riau. Penelitian
mereka memberikan penilaian yang
rendah terhadap keberadaan ekosistem

46
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

dilaksanakan pada bulan Juni sampai untuk menggambarkan tentang


Oktober 2013. karakteristik ekosistem hutan mangrove.
Metode Pengumpulan Data Analisis kuantitatif berdasarkan data
Data yang dikumpulkan dalam angka menjelaskan tentang Nilai
penelitian ini terdiri dari data primer dan ekonomi ekosistem hutan mangrove.
data sekunder. .Data primer diperoleh Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove
melalui observasi dan wawancara. Data Penilaian ekonomi sumberdaya
tersebut meliputi data variabel valuasi mangrove dilakukan dengan
ekonomi hutan mangrove, profil menggunakan tahap sebagai berikut:
masyarakat, pandangan responden (Bakosurtanal, 2005 & Bann,1998 ) :
terhadap hutan mangrove, interaksi 1. Identifikasi manfaat dan fungsi-
masyarakat dengan hutan fungsi sumberdaya hutan mangrove
mangrove. Sedangkan d Data sekunder 2. Kuantifikasi besarnya dampak
diperoleh dari Kantor Kelurahan 3. Dampak kuantitatif dinyatakan
Dompak, mencakup monografi dalam nilai uang (rupiah)
meliputi data penduduk (KK, jumlah 4. Analisis ekonomi.
jiwa, dll).
Pengumpulan data dan informasi Identifikasi dan Fungsi Sumberdaya
dilakukan melalui wawancara, observasi Hutan Mangrove
lapangan, yang meliputi : Nilai ekonomi sumberdaya mangrove
1. Wawancara langsung dengan dibagi menjadi nilai penggunaan (use-
responden tentang masalah yang value) dan nilai non penggunaan (non-
diteliti dengan menggunakan use value). Nilai penggunaan dibagi
pedoman wawancara berupa daftar menjadi dua yaitu nilai langsung (direct-
pertanyaan use value) dan nilai tidak langsung (
2. Observasi : melakukan pengamatan indirect- use value). Sedangkan nilai
secara langsung pada obyek yang non-penggunaan dibagi menjadi tiga,
diteliti, yaitu pengamatan secara yang meliputi nilai manfaat langsung
langsung tentang kondisi ekologi (option value), nilai manfaat keberadaan
hutan mangrove, serta tingkat (existence value) dan nilai warisan
pemanfaatan langsung terhadap (bequest value) (Fauzi, 2004). Nilai
hutan mangrove. manfaat langsung (direct-use value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai yang
Metode Pemilihan Responden dihasilkan dari pemanfaatan secara
Metode pemilihan sampel/ langsung dari suatu sumberdaya.
responden yang digunakan Manfaat langsung diartikan sebagai
adalah purposive sampling,yaitu metode manfaat yang dapat dikonsumsi.
pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu atau sengaja, Nilai manfaat langsung hutan mangrove
dimana yang menjadi sasaran responden dihitung dengan persamaan :
penelitian adalah masyarakat yang DUV = DUV i
bermukim di Pulau Dompak yang terdiri Keterangan :
dari 193 KK. Responden yang dipilih DUV = Direct Use Value
adalah masyarakat yang sering DUV 1 = manfaat kayu ( Rp/th)
berasosiasi dengan mangrove yang DUV2 = manfaat penangkapan ikan
tinggal di pesisir Pulau Dompak. Jumlah (Rp/th)
responden penelitian ini adalah DUV3 = manfaat penangkapan udang
(Rp/th)
sebanyak 23 orang.
DUV4 = manfaat penangkapan kepiting
(Rp/th)
Analisis Data DUV5= manfaat penangkapan siput laut
Metode Penelitian yang (gonggong) (Rp/th)
digunakan adalah Metode kuantitif
deskriptif serta penjelasan kualitatif

47
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

1) Nilai manfaat tidak langsung yang tidak dijual dipasar, contohnya


(indirect-use value) nilai keberadaan.
Manfaat tidak langsung adalah 4. Nilai Manfaat Ekonomi Total
manfaat dari suatu sumberdaya Teknik perhitungan untuk menilai
(mangrove) yang dimanfaatkan secara ekonomi suatu sumberdaya, mengacu
tidak langsung oleh masyarakat. pada metode valuasi ekonomi atau Total
Manfaat tidak langsung dapat berupa Economi Value (TEV) (Dahuri, 2003).
manfaat fisik yaitu penahan abrasi air Nilai manfaat ekonomi total dari hutan
laut. mangrove merupakan penjumlahan dari
Penilaian hutan mangrove secara fisik seluruh nilai ekonomi dari manfaat
dapat diestimasi dengan fungsi hutan hutan mangrove yang telah diidentifikasi
mangrove sebagai penahan abrasi. dan dikuantifikasikan.
(Rp/th) Secara matematis dapat dirumuskan
2) Nilai manfaat pilihan (option value) dalam persamaan sebagai berikut ;
Manfaat pilihan yaitu nilai ekonomi TEV = DUV + IUV + OV
yang diperoleh dari potensi pemanfaatan Keterangan :
langsung maupun tidak langsung dari TEV = Total Economi Value ( Total Nilai
sebuah sumberdaya/ekosistem di masa Ekonomi)
datang yaitu berupa nilai Biodiversity ( DUV = Direct Use Value ( Nilai
Penggunaan langsung)
Rp/th).
IUV= Indirect-Use Value (Nilai
Penggunaan Tidak langsung)
Menurut Ruitenbeek ( 1992), hutan OV = Option Value ( Nilai pilihan)
mangrove Indonesia mempunyai nilai
biodiversity sebesar US $ 1.500 per
km2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai manfaat pilihan ini diperoleh Kondisi Umum Daerah Penelitian
dengan persamaan : Letak Administratif
OV = US $ 15 per ha x luas hutan
mangrove Kependudukan
Keterangan : Jumlah penduduk kelurahan Dompak
OV = Option Value (nilai pilihan) terbilang cukup sedikit yaitu sekitar
Kuantifikasi Manfaat Ke dalam 2.679 jiwa, terdiri dari penduduk yang
Nilai Uang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
Setelah seluruh manfaat dapat 1.395 jiwa dan penduduk yang berjenis
diidentifikasi, maka selanjutnya adalah kelamin perempuan sebanyak 1.284 jiwa
mengkuantifikasi seluruh manfaat ke sehingga kelurahan Dompak hanya
dalam nilai uang dengan beberapa nilai, memiliki 13 buah Rukun Tetangga dan 4
yaitu : buah Rukun Warga. Pulau Dompak
1. Nilai pasar yang sebagian besar berupa hutan hanya
Pendekatan ini digunakan untuk dihuni sejumlah kecil penduduk. Pulau
menghitung nilai ekonomi dari Dompak didiami oleh 193 KK. .(Pemko
komoditas-komoditas yang langsung Tanjungpinang, 2011).
dapat dimanfaatkan dari sumberday
mangrove Kondisi Umum Perairan Pulau
2. Harga tidak langsung Dompak
Pendekatan ini digunakan untuk menilai Kondisi perairan Pulau Dompak mampu
manfaat tidak langsung dari hutan menunjang kehidupan hutan mangrove.
mangrove. Berdasarkan hasil penelitian Lestari, et
3. Contingent Value Method al (2012) diketahui bahwa suhu
(CVM) perairan di lokasi penelitian rata-rata 29
Pendekatan ini digunakan untuk C. Secara umum kisaran suhu yang
menghitung nilai dari suatu sumberdaya diperoleh merupakan kisaran yang
masih dapat mendukung kehidupan

48
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

mangrove (baku mutu suhu sebesar 28 dihitung dengan menggunakan Metode


32 C). Sedangkan nilai kekeruhan di Meyer ( metode factor kulit kayu) (FAO
Perairan Pulau Dompak cukup tinggi 1994 dalam Kustanti, 2011).
jika dibandingkan dengan nilai ambang Dari hasil survey dilokasi penelitian di
baku mutu untuk kehidupan biota laut dapatkan rata-rata diameter pohon
menurut KepMenLH Nomor 51 Tahun Rhizopora sp adalah 23,73 cm maka
2004 (< 5 NTU). berdasarkan metode Meyer volume total
Kecepatan arus pada lingkungan (termasuk kulit kayu) Rhizopora sp
perairan kawasan mangrove di Pulau dengan rata-rata diameter 25 cm adalah
Dompak berkisar antara 0,104 0,13 0,4989 ( FAO, 1994 dalam Kustanti,
m/s. Jika hutan mangrove masih banyak 2011). Nilai manfaat kayu mongrove di
maka arus perairan semakin kecil Pulau Dompak dapat dilihat pada table
sampai ke pantai, sehingga keberadaan dibawah ini.
hutan mangrove harus selalu dijaga
kelestariannya supaya tidak terjadi Tabel 1. Nilai Manfaat Hutan
abrasi. Mangrove sebagai Kayu Log
Nilai salinitas berkisar antara 30 30,5 Biaya/harga Satuan Nilai
. Menurut baku mutu (KEPMENLH, Harga kayu Rp/m3 150,000.00
2004) bahwa mangrove dapat mangrove
berkembang secara optimum pada Biaya Rp/m3 55,000.00
Operasional
salinitas sampai dengan 34. Oksigen Laba Kotor Rp/m3 95,000.00
terlarut (DO) di perairan Pulau Dompak Produksi m3 536.32
berkisar antara 6,77 8,99 mg/l. Nilai kayu/ha
ini masih dalam kisaran baku mutu Luas hutan ha 520.00
total
menurut MENLH, 2004 ( > 5 mg/l). Produksi total m3 27885.10
Kadar pH di lokasi penelitian berkisar Nilai Kayu Rp 26,494,084,500.00
antara 7,6 7,7. Nilai pH pada lokasi Sumber : data primer setelah diolah
penelitian berada pada nilai optimum
baku mutu menurut MENLH, 2004 (7- Dari table diatas terlihat bahwa
8,5). Hal ini berarti bahwa pH di lokasi dengan memperhitungkan biaya
penelitian berada pada kondisi yang operational untuk penebangan dan
sehingga masih baik untuk menunjang pengangkutan sebesar Rp 55.000/m3
kehidupan hutan mangrove. maka didapatkan nilai ekonomi hutan
mangrove di Pulau Dompak sebagai
Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove produsen kayu log adalah Rp.
Nilai Manfaat Langsung Hutan 26,494,084,500.00.
Mangrove Nilai Ikan
Berdasarkan hasil identifikasi di Manfaat langsung yang dapat dikonsumi
lokasi penelitian, manfaat langsung dari adalah manfaat penangkapan ikan.
ekosistem hutan mangrove yang dapat Penangkapan ikan dilakukan dengan
dihitung nilainya adalah potensi kayu menggunakan peralatan yang tergolong
(nilai kayu log) ,manfaat penangkapan sederhana seperti pancing dan jarring.
hasil perikanan; terdiri dari ikan, Penangkapan ini juga dilakukan dengan
kepiting, udang dan gonggong (siput menggunakan armada penangkapan
laut). yang sederhana berupa perahu
Nilai Kayu Log berukuran kecil/sampan yang
Hutan mangrove di Pulau Dompak dilengkapi dengan mesin kapal
memiliki luas mencapai 520 hektar. berkuatan kecil, sehingga jarak
Nilai manfaat kayu log yang dihasilkan penangkapan (fishing ground) nya pun
hutan mangrove dihitung berdasarkan terbatas di sekitar perairan pulau
volume kayu mangrove per ha tahun Dompak.
dikali dengan harga kayu mangrove.
Untuk menentukan volume kayu total

49
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

Nilai manfaat bersih masyarakat pulau Dompak yang


penangkapan ikan mencapai Rp. melakukan penangkapan udang,
5,956,986,956,52. Untuk lebih jelasnya Masyarakat Pulau Dompak
dapat dilihat pada table berikut ini. menggunakan jaring untuk menangkap
udang di sekitar hutan mangrove Pulau
Tabel 2. Nilai Manfaat Langsung Hasil Dompak. Hasil tangkapan untuk setiap
Penangkapan Ikan kali penangkapan adalah 3,96 kg,
Biaya/harga Satuan Nilai sedangkan frekwensi penangkapan per
Tangkapan Ikan Kg/trip 1,584.13 tahun adalah 274,43 trip.
Hasil perhitungan nilai manfaat
Harga Jual Ikan Rp/kg 25,217.39
langsung dari hasil penangkapan udang
Biaya Operasional Rp/trip 11,086.96
yang dilakukan oleh nelayan di
Frekwensi Trip/thn 325.00
penangkapan
P,Dompak disajikan pada table dibawah
Nilai manfaat ikan Rp/thn 5,956,986,956.5 ini.
2 Tabel 4.Nilai Manfaat Langsung Hasil
Sumber : Data primer setelah diolah Penangkapan Udang
Nilai Kepiting Biaya/harga Satuan Nilai
Manfaat langsung yang dapat dikonsumi Tangkapan udang Kg/trip 1,085.74
dari ekosistem mangrove di Pulau Harga Jual udang Rp/kg 62,173,91
Dompak selain daripada ikan adalah Biaya Operasional Rp/trip 6,540,521.74
penangkapan kepiting bakau (Scylla sp). Frekwensi Trip/thn 274,43
Kepiting bakau yang hidup di ekosistem penangkapan
mangrove ditangkap dengan Nilai manfaat Rp/thn 11,766,076,809.
udang 07
menggunakan peralatan perangkap
Sumber : Data primer setelah diolah
(bubu). Meskipun hasil tangkapan tidak
Hasil perhitungan manfaat
banyak untuk setiap kali melakukan
langsung penangkapan udang diperoleh
penangkapan, tetapi nelayan setempat
nilai manfaat langsung penangkapan
setiap hari melakukan penangkapan
udang di Pulau Dompak adalah sebesar
kepiting.
Rp. 11.766.076.809 per tahun.
Nilai Siput Laut (Gonggong)
Tabel 3. Nilai Manfaat Langsung Hasil
Siput laut (gonggong) Strombus
Penangkapan Kepiting
Biaya/harga Satuan Nilai
sp merupakan salah satu biota khas
Kepulauan Riau. Gonggong termasuk
Tangkapan kepiting Kg/trip 859.30 salah satu jenis moluska Gastropoda
Harga Jual kepiting Rp/kg 35.000.0 yang digemari oleh masyarakat untuk
0 dikonsumsi baik oleh masyarakat
Biaya Operasional Rp/trip 7,134,78 setempat maupun wisatawan. Siput ini
2.61
Frekwensi Trip/thn 288.52 ditangkap mulai dari yang berukuran
penangkapan kecil sampai yang berukuran besar.
Nilai manfaat kepiting Rp/thn 5,666,87
0,128.00
Siput laut ( Gonggong) Strombus sp
Sumber : Data primer setelah diolah hidup pada substrat lumpur dan berpasir.
Pulau Dompak merupakan
Dari hasil perhitungan manfaat salah satu kawasan di Tanjungpinang
hasil penangkapan kepiting di peroleh yang merupakan habitat bagi siput laut
nilai manfaat langsung hail penangkapan Gonggong. Di Pulau ini sekaligus
kepiting adalah sebesar Rp menjadi salah satu daerah penangkapan
5,666,870,128 per tahun. siput laut Gonggong bagi masyarakat
Nilai Udang sekitarnya.
Udang (Peneus sp) merupakan biota Besarnya nilai manfaat langsung
perairan disekitar ekosistim hutan yang dihasilkan dari penangkapan siput
mangrove yang memiliki nilai ekonomis laut (gonggong) di ekosistem hutan
yang tinggi, sehingga ditemukan banyak

50
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

mangrove Pulau Dompak dapat dilihat berdasarkan jenis-jenis manfaatnya serta


pada table berikut. persentase masing-masing nilai manfaat
Tabel 5. Nilai Manfaat Langsung tersebut terhadap total manfaat dapat
hasil penangkapan Siput Laut dilihat pada Tabel dibawah ini.
(Gonggong) Tabel 6. Nilai Manfaat Total Hutan
Biaya/harga Satuan Nilai Mangrove di Pulau Dompak
Jenis Manfaat Nilai Manfaat Persen
Tangkapan ekor /trip 1,385.22
(Rp/tahun) tase
Gonggong
(%)
Harga Jual Rp/100 28,043.48
Gonggong ekor Manfaat Langsung
Biaya Rp/trip 3,365,217.39 Produksi Kayu 26,494,084,500.00 30.02
Operasional
Frekwensi Trip/thn 336.52 Penangkapan 5,956,986,956.52 6.75
penangkapan Ikan
Nilai manfaat Rp/thn 3,247,434,782.61 Penangkapan 5,666,870,128.00 6.42
Gonggong Kepiting
Sumber : Data primer setelah diolah Penangkapan 11,766,076,809.07 13.33
Udang
Manfaat penangkapan siput laut Penangkapan 3,247,434,782.61 3.68
(gonggong) diperoleh sebesar Rp Siput Laut
(gonggong)
3,247,434,782.61 per tahun Manfaat Tidak 35,040,000,000.00 39.70
Langsung
Nilai Manfaat Total Manfaat Pilihan 90,877,800.00 0.10
Nilai Ekonomi Total 88,262,330,976.20 100.00
Nilai manfaat total dari hutan
mangrove merupakan penjumlahan dari Sumber : Data primer setelah diolah
seluruh manfaat hutan mangrove yang
telah diidentifikasi dan dikuantifikasi ke KESIMPULAN DAN SARAN
dalam bentuk nilai uang (rupiah). Jenis Kesimpulan :
manfaat hutan mangrove Pulau Dompak Berdasarkan hasil penelitian Valuasi
terdiri dari manfaat langsung yaitu Ekonomi Hutan Mangrove di Pulau
produksi kayu, penangkapan ikan, Dompak Kota Tanjungpinang dapat
penangkapan kepiting, penangkapan disimpulkan :
udang, dan penangkapan siput laut 1. Manfaat ekosistem hutan mangrove
(gonggong) , manfaat tidak langsung di Pulau Dompak terdiri dari manfaat
sebagai penahan abrasi dan manfaat langsung berupa hasil hutan (kayu log) ,
pilihan. Nilai fungsi dan manfaat penangkapan ikan, kepiting, udang dan
tersebut memberikan gambaran siput laut (gonggong) , manfaat tidak
keseluruhan dari fungi yang dimiliki langsung berupa penahan abrasi dan
oleh kawasan hutan Pulau Dompak. manfaat pilihan berupa nilai
Nilai manfaat (ekonomi) total hutan keanekaragaman hayati.
mangrove Pulau Dompak adalah sebesar 2. Nilai manfaat ekonomi total hutan
Rp 88,262,330,976.20 per tahun atau mangrove di Pulau Dompak adalah
sebesar Rp 169,735,251.88 per hektar sebesar Rp 88.257.253.176,20 per tahun
per tahun. Dari nilai ekonomi total atau sebesar Rp 169.725.486,88 per
tersebut dapat diketahui bahwa manfaat hektar per tahun, terdiri nilai manfaat
langsung memiliki nilai yang paling langsung sebesar Rp 53,131,453,176.20
besar dibandingkan dengan manfaat per tahun ( 60,20 %).Nilai manfaat tidak
lainnya yaitu sebesar Rp langsung diperoleh sebesar Rp
53,131,453,176.20 per tahun ( 60,20 %). 35,040,000,000.00 ( 39,70 %) dan nilai
Nilai manfaat tidak langsung diperoleh manfaat pilihan sebesar Rp
sebesar Rp 35,040,000,000.00 ( 39,70 85,800,000.00 (0,10 %).
%) sedangkan nilai manfaat pilihan 3. Strategi pengelolaan ekosistem
diperoleh sebesar Rp 90,877,800.00 hutan mangrove di Pulau Dompak
(0,10 %). adalah menjaga fungsi dan peranan
Untuk lebih jelasnya tentang besarnya ekosistem mangrove melalui
nilai seluruh manfaat hutan mangrove pengembangan ekowisata mangrove,

51
Valuasi ekonomi hutan mangrove . ISSN: 2086-8049
Linda Wati Zen, Fitria Ulfa Dinamika Maritim Volume IV(1) 45-52

mata pencaharian altenatif bagi nelayan DAFTAR PUSTAKA


atau wanita nelayan, alternatif potensi Astuti, J, M.Nurdin, A.Munir 2008.
pemanfaatan hutan mangrove seperti Valuasi Ekonomi SUmberdaya
pemanfaatan buah mangrove, penerapan Alam dan Lingkungan Pesisir
peraturan tentang pentingnya menjaga kota Bontang Kalimantan
kelestarian ekosistem mangrove, dengan Timur. Analisis vol.5.no.1 Maret
pengawasan yang ketat baik oleh pihak 2008. ISSN 0852-8144. Hal 53-
pengelola maupun dengan partisipasi 64
masyarakat setempat. Bann, Camille,1998. The Economic
Valuation of Mangroves ; A
Saran : Manual for Researchers.Ottawa
Mengingat besarnya nilai manfaat hutan Canada, Special Paper .
mangrove maka saran dari hasil EEPSEA, International
penelitian ini yaitu : Development Research Centre.
1. Dalam perencanaan wilayah Bakosurtanal. 2005. Pedoman
pulau Dompak seharusnya Penyusunan Neraca dan Valuasi
memperhitungkan nilai ekonomis- Ekonomi Sumberdaya Alam
ekologis ekosistem hutan mangrove, Pesisir dan Laut. Pusat Survei
mengingat besarnya potensi ekonomi Sumberdaya Alam Laut
ekositem hutan mangrove yang besar, BAKOSURTANAL.Cibinong.
jika dimanfaatkan dengan baik akan Dahuri , 2003. Keanekaragaman Hayati
memberikan manfaat yang lebih Laut, PT.Gramedia Pustaka
maksimal bagi masyarakat. Utama Jakarta
2. Pengambil kebijakan sepatutnya Fauzi, Ahmad. 2004. Ekonomi
memahami penilaian sumberdaya pesisir Sumberdaya Alam dan
karena pemahaman nilai yang baik dan Lingkungan: Teori dan
utuh terhadap sumberdaya akan Aplikasi, PT. Gramedia
memberikan umpan balik yang positif Pustaka Utama. Jakarta.
bagi pembangunan wilayah. Harahab, Nurdin. 2011. Valuasi
3. Perlu dikaji potensi dan tingkat EKonomi Ekosistem Hutan
pemanfaatan kepiting, udang serta siput mangrove dalam
laut gonggong diperairan Pulau Dompak Perencanaan Wilayah Pesisir.
karena biota tersebut merupakan biota Berkala Penelitian Hayati
laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi Edisi Khusus 7A hal, 59-67.
dan punya peran yang penting dalam Kustanti, Asihing., 2011. Manajemen
kawasan perairan disekitar ekosistem Hutan Mangrove.
hutan mangrove. Potensi ini perlu PT.Penerbit IPB Press.
dikelola secara lestari agar dapat Bogor.
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kordi, M.G.H. 2012. Ekosistem
4. Perlu dikembangkan konsep Mangrove Potensi, Fungsi
ekowisata di Pulau Dompak, mata dan Pengelolaan. PT.Rineka
pencaharian altenatif bagi nelayan atau Cipta. Jakarta
wanita nelayan, alternatif potensi Lestari, F., Linda W.Z & Lily V., 2012.
pemanfaatan hutan mangrove seperti Identifikasi Kondisi
pemanfaatan buah mangrove, penerapan Ekosistem Mangrove dan
peraturan tentang pentingnya menjaga Karakteristik Sosial Ekonomi
kelestarian ekosistem mangrove, dengan Masyarakat di Pulau
pengawasan yang ketat baik oleh pihak Dompak Kota
pengelola maupun dengan partisipasi Tanjungpinang Propinsi
masyarakat setempat. Kepri. Laporan

52
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

KARAKTERISTIK CARBOXYMETHYL CHITOSAN DENGAN


VARIASI KONSENTRASI NaOH
Pipih Suptijah, Uju, Mochammad Jamil Awal Saputra

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,


Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Jl. Agatis, Bogor 16680 Jawa Barat
Telp. (0251) 8622909-8622906, Fax (0251) 8622907
E-mail: suptijah@yahoo.com, jamil.thpipb46@gmail.com

ABSTRAK

Carboxymethyl chitosan (CMCh) merupakan senyawa turunan kitosan yang


diperoleh dengan modifikasi kimia sehingga larut air. Pembuatan CMCh dilakukan
melalui proses alkalisasi dan karboksimetilasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
karakteristik karboksimetil kitosan antara lain kelebihan natrium hidroksida pada proses
alkalisasi kitosan, rasio antara kitosan dan asam monokloroasetat serta suhu
karboksimetilasi kitosan menjadi karboksimetil kitosan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi NaOH terhadap kualitas
carboxymethyl chitosan yang dihasilkan, mempelajari proses pembuatan CMCh,
menetapkan konsentrasi NaOH yang tepat dalam proses pembuatan CMCh, dan
menganalisis karakteristik CMCh yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian, CMCh
terbaik terdapat pada penggunaan konsentrasi NaOH 10 M dengan rendemen berkisar
antara 110,72%-114,22%. Nilai pH berkisar antara 3,74-4,31. Persentase kadar air
sebesar 10,70%-11,42%. Kadar abu dan nitrogen masing-masing berkisar antara 0,49%-
0,50% dan 4,52%-4,81%. Nilai viskositas sebesar 6,50-8,25 cPs, serta kelarutan sebesar
61,61%-91,50%. Gugus fungsi yang berbeda dari kitosan yaitu gugus C O, gugus CH
alkena, gugus C O, dan gugus C O C.
Kata kunci: carboxymethyl chitosan, gugus fungsi, karakteristik CMCh, kelarutan,
kitosan.
ABSTRACT

Carboxymethyl chitosan (CMCh) is chitosan derivative product obtained from


chemical modification. CMCh were made by alkalization process and
carboxymethylation process. Factors that affect CMCh characteristics were excess
sodium hydroxide in alkalization process, ratio between chitosan and monochloroacetic
acid, and carboxymethylation temperature. The objectives of this research were to study
the NaOH effect to CMCh characteristics, to learn process of making CMCh, to set the
proper concentration of NaOH, and to analyze CMCh characteristics. CMCh yields were
110.72%-114.22%. CMCh pH value were 3.74-4.31. The optimum NaOH concentration
to obtain the best CHCh was 10 M. Percentage of CMCh moisture content was 10.70%-
11.42%. Ash content and nitrogen content of CMCh were 0.49%-0.50% and 4.52%-
4.81%. CMCh viscousity was 8.25 cps. Percentage of CMCh solubility was 61.61%-
91.50%. The different functional groups from chitosan which observed in CMCh were
C O group, CH group from alkene functional group, C O group, and C O C group.

Keywords: Carboxymethyl chitosan, chitosan, CMCh characteristics, functional group,


solubility.

PENDAHULUAN Kitosan merupakan biopolimer


turunan kitin yang dapat diperoleh dari

53
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

karapas udang dan kepiting. Miao et al. carboxymethyl chitosan belum


(2008) melaporkan bahwa kitosan diketahui, sehingga diperlukan
merupakan polisakarida kationik yang penelitian mengenai hal tersebut. Tujuan
diperoleh dari deasetilasi basa kitin. dari penelitian ini adalah untuk
Kitosan memiliki tiga tipe gugus mengetahui pengaruh variasi konsentrasi
fungsional yaitu gugus amino/asetamido NaOH terhadap kualitas carboxymethyl
dan gugus hidroksil yang berikatan chitosan yang dihasilkan, mempelajari
secara primer maupun sekunder, proses pembuatan CMCh, menetapkan
masing-masing berada pada C-2 dan C- konsentrasi NaOH yang tepat dalam
3. proses pembuatan CMCh, dan
Mutu kitosan terdiri dari beberapa menganalisis karakteristik CMCh yang
parameter yaitu bobot molekul, kadar dihasilkan.
air, kadar abu, warna, derajat deasetilasi
dan kelarutan. Kelarutan merupakan BAHAN DAN METODE
salah satu karakteristik yang penting Bahan dan Alat
bagi kitosan. Kitosan hanya larut pada Bahan-bahan yang digunakan
sebagian besar larutan asam organik dalam pembuatan CMCh adalah kitosan
dengan pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut yang diperoleh dari CV. Bio Chitosan
pada pH lebih besar dari 6,5. Mourya et Indonesia, asam monokloroasetat
al. (2010) mengungkapkan bahwa produksi Merck, NaOH, isopropil
rendahnya kelarutan kitosan dalam pH alkohol, dan metanol. Bahan-bahan
netral maupun alkali karena adanya digunakan dalam analisis proksimat
struktur kristal yang stabil yang adalah akuades, selenium, H2SO4,
terbentuk dari ikatan kuat hidrogen, oleh NaOH, HCl, dan asam borat (H3BO3).
karena itu aplikasi kitosan menjadi Bahan yang digunakan dalam analisis
terbatas. Berkembangnya ilmu kelarutan dan viskositas adalah akuades.
pengetahuan dan teknologi menjadikan Bahan yang digunakan dalam analisis
kitosan yang ada dapat dimodifikasi pH adalah larutan buffer.
menjadi senyawa-senyawa turunannya Alat yang digunakan untuk
yang memiliki tingkat kelarutan yang pembuatan CMCh adalah beaker glass,
tinggi dalam pH netral dan alkali. Erlenmeyer, corong kaca, kertas saring,
Modifikasi kitosan dapat dilakukan magnetic stirrer merek Yamato,
secara kimiawi maupun melalui proses magnetic bar, batang pengaduk, sudip,
depolimerisasi. Salah satu senyawa termometer, mortar, kertas pH indikator,
turunan kitosan yang dapat larut dalam dan sendok. Alat yang digunakan dalam
pH netral adalah carboxymethyl chitosan analisis rendemen adalah timbangan
(CMCh) (Miranda et al. 2003). digital merek Sartorius TE1520S.
Carboxymethyl chitosan Pengujian pH menggunakan alat pH
merupakan senyawa turunan kitosan meter merek Eutech. Alat yang
yang telah dimodifikasi dengan digunakan untuk analisis proksimat
penambahan gugus hidrofilik sehingga adalah timbangan digital merek
dapat larut dalam air. An et al. (2009) Sartorius TE1520S, desikator merek
mengungkapkan bahwa karboksimetilasi Yamato, oven merek Yamato, cawan
kitosan dapat dilakukan dengan cara porselen, sudip (analisis kadar air);
alkilasi menggunakan reagen asam tabung kjeldahl, destilator, buret, labu
monokloroasetat. Aplikasi CMCh antara ukur, Erlenmeyer (analisis kadar
lain sebagai senyawa pengantar obat, protein); tanur dan desikator (analisis
senyawa pengantar obat yang responsif kadar abu). Alat yang digunakan dalam
terhadap perubahan pH, kosmetik, uji kelarutan adalah oven. Pengujian
senyawa pengantar DNA, dan senyawa viskositas dilakukan dengan alat
peningkat aktivitas penyebaran obat. Viscometer Brookfield tipe LV dengan
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam spindle nomor 1 dan kecepatan 60 rpm.
pembentukan karboksimetil kitosan Alat yang digunakan dalam analisis
adalah tingkat kemurnian kitosan, gugus fungsi adalah Fourier Transform
kelebihan natrium hidroksida pada Infrared (FTIR).
proses alkalisasi kitosan, rasio antara
kitosan dan asam monokloroasetat serta Metode Penelitian
suhu karboksimetilasi kitosan menjadi Penelitian ini dilakukan dalam
karboksimetil kitosan. beberapa tahap yaitu pembuatan
Informasi mengenai pengaruh carboxymethyl chitosan dengan
konsentrasi NaOH terhadap karakteristik perlakuan perbedaan konsentrasi sebesar

54
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

5 M, 10 M, dan 15 M. (Xue et al. 2009 yang digunakan untuk proses


dengan modifikasi), tahap analisis deproteinasi, maka semakin rendah
carboxymethyl chitosan yang terdiri dari kandungan nitrogen pada kitin dan
analisis kadar air (AOAC 2005), analisis kitosan. Faktor lain yang mempengaruhi
kadar abu (AOAC 2005), analisis kadar kadar protein pada kitosan yaitu suhu
nitrogen (AOAC 2005), analisis derajat proses dan konsentrasi NaOH yang
keasaman (pH), analisis viskositas (BSN digunakan pada proses deasetilasi.
1998), analisis kelarutan (Lembono Zahiruddin et al. (2008) melaporkan
1989 dalam Khalil 2007), analisis gugus bahwa protein yang masih terikat setelah
fungsi (Domsay dan Robert 1985). proses deproteinasi akan semakin sedikit
jumlahnya apabila proses deasetilasi
HASIL DAN PEMBAHASAN dilakukan dengan suhu yang semakin
Karakteristik Kitosan Komersil meningkat dan konsentrasi NaOH yang
Kitosan komersil yang digunakan tinggi.
dalam penelitian memiliki kenampakan Derajat deasetilasi kitosan
yang berwarna kuning pucat dengan komersil yang digunakan sebesar 88,5%.
ukuran partikel 20-30 mesh. Kadar air Nilai tersebut lebih tinggi daripada hasil
kitosan komersil yang digunakan dalam penelitian Hargono et al. (2008) dengan
penelitian ini sebesar 8,6% (Tabel 1). nilai sebesar 82,98%. Nilai derajat
Nilai persentase kadar air kitosan yang deasetilasi ini telah memenuhi standar
digunakan lebih tinggi bila yang ditetapkan oleh Protan
dibandingkan dengan hasil penelitian Laboratories. Besarnya nilai derajat
Suptijah (2004) dengan nilai 8,5%. deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi
Kelembaban lingkungan serta lamanya NaOH yang digunakan dalam proses
penyimpanan dapat memberikan deasetilasi. Zahiruddin et al. (2008)
pengaruh terhadap persentase kadar air melaporkan bahwa konsentrasi NaOH
kitosan. Sofia et al. (2010) menyatakan yang cukup tinggi pada saat deasetilasi
bahwa penyimpanan yang lama akan mempermudah pemutusan gugus
memungkinkan terjadinya perubahan asetil.
kadar air, tergantung kondisi
kelembaban lingkungannya. Nilai kadar Rendemen Carboxymethyl Chitosan
air kitosan dipengaruhi juga oleh sifat (CMCh)
higroskopis kitosan. Kurniasih dan Rendemen CMCh dihitung
Kartika (2011) menyatakan bahwa sebagai persentase bobot CMCh yang
selain kelembaban lingkungan, sifat dihasilkan terhadap bobot awal kitosan.
kitosan yang higroskopis menyebabkan Rendemen CMCh yang diperoleh
berikatannya molekul air dengan gugus berkisar antara 110,72%-114,22%.
amina kitosan sehingga memungkinkan Persentase rendemen CMCh yang
terjadinya peningkatan kadar air. dihasilkan lebih besar daripada
Kadar abu kitosan komersil yang persentase rendemen hasil penelitian
diperoleh adalah 0,3% (Tabel 1). Nilai Khalil (2007) yang hanya mencapai
tersebut telah memenuhi standar mutu 91,66%-98,82%. Nilai persentase
kadar abu kitosan menurut Protan rendemen tertinggi terdapat pada
Laboratories yaitu kurang dari sama perlakuan alkalisasi menggunakan 10 M
dengan 2%. Faktor yang dapat NaOH yaitu 114,271,76%, sedangkan
mempengaruhi kadar abu pada kitosan nilai rendemen terendah terdapat pada
adalah efektivitas proses demineralisasi. perlakuan alkalisasi menggunakan 5 M
Menurut Kim (2004) kadar abu NaOH yaitu 110,702,49%.
merupakan indikator keefektivan proses Hasil rendemen yang lebih besar
demineralisasi dalam menghilangkan dari 100% diduga oleh adanya kompetisi
kalsium karbonat. reaksi substitusi ion Cl- dari asam
Kadar protein pada kitosan monokloroasetat dengan NaOH yang
komersil yang digunakan dalam menghasilkan sodium klorida (NaCl)
penelitian ini sebesar 0,5%. Nilai dan sodium glikolat (HOCH2-COONa).
tersebut lebih rendah dari pada kitosan Berikut merupakan rekasi kimia yang
hasil penelitian Kurniasih dan Kartika terjadi pada proses pembuatan CMCh
(2011) yang mencapai 39,98%. menurut Basmal et al. (2005):
Perbedaan nilai kadar protein ini dapat Kitosan-OH + NaOH Kitosan-ONa
disebabkan oleh lamanya waktu Kitosan-ONa + ClCH2COOH Kitosan-
OCH2COONa + NaCl +2H2O
deproteinasi. Poeloengasih et al. (2008) ClCH2COOH + 2NaOH HOCH2-COONa +
melaporkan bahwa semakin lama waktu NaCl + H2O

55
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

Sodium klorida dan sodium Hasil analisis karakteristik kimia


glikolat yang dihasilkan merupakan CMCh pada Tabel 2 menunjukkan nilai
senyawa yang menjadi pengotor pada pH CMCh yang dihasilkan berkisar
CMCh. Hasil penelitian Wijayani et al. antara 3,74 hingga 4,31. Nilai pH CMCh
(2005) menunjukkan bahwa kemurnian yang dihasilkan meningkat seiring
carboxymethyl cellulose meningkat pada peningkatan konsentrasi NaOH, namun
penambahan NaOH tetapi mengalami berdasarkan hasil ANOVA perbedaan
penurunan bila ClCH2COONa semakin konsentrasi NaOH tidak mempengaruhi
naik, penurunan yang terjadi disebabkan pH CMCh (p>0,05). Nilai pH tertinggi
oleh semakin banyaknya NaCl yang terdapat pada konsentrasi NaOH 15 M
dihasilkan. Persentase rendemen CMCh yaitu 4,310,18, sedangkan pH terendah
yang mencapai lebih dari 100% menurut terdapat pada konsentrasi NaOH 5 M
Basmal et al. (2007) disebabkan karena yaitu sebesar 3,740,06.
adanya substitusi H+ pada atom C6 Nilai pH CMCh yang dihasilkan
dengan CH2COO- dari asam lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
monokloroasetat. Hasil perlakuan penelitian Oktavia et al. (2005)
penambahan konsentrasi NaOH yang yang mencapai 3,5-4, namun tidak
berbeda terhadap rendemen CMCh memenuhi nilai pH dari Wuxi Asailuo
disajikan pada Gambar 2. (2013) yang mencapai 7. Rendahnya
Hasil perhitungan rendemen pada nilai pH yang dihasilkan selain
Gambar 2 menunjukkan terjadinya dipengaruhi oleh pencucian yang
kecenderungan peningkatan rendemen dilakukan menggunakan metanol tidak
CMCh yang dihasilkan seiring dengan sampai netral disebabkan pula oleh
peningkatan konsentrasi NaOH yang NaOH yang menyebabkan
digunakan, namun secara statistik tidak mengendapnya larutan. Khalil (2007)
memberikan pengaruh yang berbeda melaporkan bahwa rendahnya nilai pH
nyata (p>0,05). Salah satu faktor yang dapat disebabkan oleh natrium
dapat mempengaruhi persentase hidroksida yang menyebabkan semua
rendemen CMCh yang dihasilkan adalah larutan mengendap sehingga sulit
jumlah asam monokloroasetat yang dipisahkan dan tidak dapat ditarik
ditambahkan. Oktavia et al. (2005) dengan isopropil alkohol.
melaporkan bahwa bila jumlah Persentase kadar air tertinggi
monokloroasetat yang ditambahkan terdapat pada CMCh dengan perlakuan
cukup banyak, rendemen karboksimetil konsentrasi NaOH 10 M yaitu
kitosan juga meningkat. Faktor lain yang 12,600,35%, sedangkan nilai kadar air
mempengaruhi peningkatan rendemen terendah terdapat pada CMCh dengan
CMCh adalah waktu reaksi pada saat perlakuan konsentrasi NaOH sebesar 5
karboksimetilasi, hal ini dibuktikan M yaitu 10,704,57%. Berdasarkan
dalam penelitian An et al. (2009) yang hasil uji ANOVA, peningkatan
melaporkan bahwa terjadinya konsentrasi NaOH tidak mempengaruhi
peningkatan rendemen yang sejalan kadar air CMCh (p>0,05). Kadar air
dengan peningkatan waktu reaksi CMCh yang dihasilkan lebih rendah dari
karboksimetilasi dari 1 hingga 3 jam, pada hasil penelitian Khalil (2007)
namun setelah itu tidak terjadi dengan nilai persentase sebesar 17,12%-
peningkatan rendemen yang signifikan 20,7%, namun nilai tersebut masih lebih
tinggi dibandingkan hasil penelitian
Karakteristik Kimia Carboxymethyl Basmal et al. (2007) dengan nilai
Chitosan (CMCh) 9,75%-9,82%. Perbedaan kadar air yang
Persentase kadar air CMCh yang terkandung dalam CMCh dapat
dihasilkan berkisar antara 10,70% disebabkan oleh banyaknya asam
hingga 12,60%. CMCh yang dihasilkan monokloroasetat yang digunakan.
memiliki nilai persentase kadar abu dan Basmal et al. (2005) melaporkan bahwa
nitrogen masing-masing berkisar antara semakin banyak asam monokloroasetat
0,49%-0,50% dan 4,52%-4,81%. yang digunakan menyebabkan jumlah

56
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

gugus karboksimetil (-CH2COO-) yang kitosan. Wijayani et al. (2005)


berikatan dengan kitosan lebih banyak melaporkan bahwa alkalisasi
sehingga pada saat dikeringkan jumlah menggunakan NaOH bertujuan untuk
air di dalam CMCh yang keluar lebih mengaktifkan gugus-gugus OH dan
sedikit. Kadar air CMCh yang yang berfungsi sebagai pengembang pada
dihasilkan telah memenuhi standar mutu molekul selulosa.
Wuxi Asailuo (2013) yang nilainya
kurang dari 15%. Viskositas Carboxymethyl Chitosan
Nilai kadar abu CMCh yang (CMCh)
diperoleh yaitu 0,49%-0,5%. Kadar abu Nilai viskositas CMCh yang
CMCh yang dihasilkan tidak mengalami diperoleh berkisar antara 6,50-8,25 cPs
perubahan untuk setiap peningkatan (Gambar 3). Nilai viskositas tertinggi
konsentrasi NaOH. Berdasarkan hasil uji terdapat pada konsentrasi NaOH 15 M
ANOVA, perbedaan konsentrasi NaOH yaitu 8,250,35 cPs, sedangkan nilai
yang digunakan tidak mempengaruhi viskositas terendah terdapat pada
kadar abu CMCh yang dihasilkan konsentrasi NaOH 5 M yaitu 6,500,00
(p>0,05). Nilai persentase kadar abu cPs. Hasil ANOVA menunjukkan
yang dihasilkan lebih rendah dari pada bahwa peningkatan konsentrasi NaOH
hasil penelitian Khalil (2007) dengan mempengaruhi nilai viskositas CMCh
nilai persentase sebesar 0,76%-1,24%. (P<0,05). Hasil uji lanjut Duncan
Tidak terpengaruhnya nilai persentase menunjukkan bahwa perlakuan
kadar abu yang dihasilkan diduga karena konsentrasi NaOH menghasilkan
jumlah asam monokloroasetat yang pengaruh yang berbeda nyata terhadap
digunakan sama untuk setiap perlakuan. viskositas CMCh, dimana perlakuan
Basmal et al. (2005) melaporkan bahwa konsentrasi 5 M berbeda nyata dengan
jumlah asam monokloroasetat yang konsentrasi 10 M dan 15 M.
diberikan pada waktu eterifikasi Terjadinya peningkatan nilai
berpengaruh terhadap peningkatan viskositas CMCh seiring dengan
jumlah kadar abu pada CMCh. Nilai peningkatan konsentrasi NaOH diduga
kadar abu CMCh yang dihasilkan telah karena semakin banyak terbentuknya
memenuhi standar mutu dari Wuxi sodium glikolat yang sukar larut dalam
Asailuo (2013) yang nilainya kurang air sehingga meningkatkan sifat tahanan
dari 1%. dari larutan CMCh. Santoso et al. (2012)
Kadar nitrogen CMCh yang melaporkan bahwa sodium glikolat dan
diperoleh yaitu 4,52%-4,81%. sodium klorida memiliki kelarutan yang
Persentase kadar nitrogen tertinggi sangat rendah dalam air dingin.
terdapat pada konsentrasi NaOH 15 M Nilai viskositas CMCh yang
yaitu sebesar 4,810,02%, sedangkan dihasilkan lebih rendah daripada hasil
nilai kadar nitrogen terendah terdapat penelitian Khalil (2007) dengan
pada konsentrasi NaOH sebesar 10 M nilai 123,67-338,33 cPs, namun nilai
yaitu 4,520,17%. Nilai kadar nitrogen viskositas tersebut masih memenuhi
yang dihasilkan lebih tinggi daripada standar mutu Wuxi Asailuo (2013) yang
hasil penelitian Khalil (2007) dengan nilainya sebesar 100 mpa.s.
nilai 3,03%-3,59%. Berdasarkan hasil Miranda et al. (2003) melaporkan bahwa
uji ANOVA, perbedaan konsentrasi viskositas suatu cairan dipengaruhi oleh
NaOH yang digunakan tidak suhu dan tekanan, namun untuk senyawa
mempengaruhi kadar nitrogen CMCh polimer dipengaruhi oleh massa molar,
yang dihasilkan (p>0,05). Kadar struktur polimer, konsentrasi, bahan
nitrogen CMCh yang tidak terpengaruhi tambahan, suhu dan sifat pelarut.
oleh perlakuan yang diberikan Berdasarkan hasil penelitian
disebabkan karena NaOH hanya Basmal et al. (2007) suhu eterifikasi
digunakan sebagai senyawa untuk mempengaruhi viskositas CMCh,
mengaktifkan gugus OH sehingga tidak semakin tinggi suhu nilai viskositas
bereaksi dengan gugus amino pada semakin menurun

57
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

reaksi menyebabkan meningkatnya


Kelarutan Carboxymethyl Chitosan fraksi pada proses karboksimetilasi
(CMCh) sehingga meningkatkan ketidaklarutan
Persentase kelarutan CMCh yang dalam pH yang rendah, sedangkan
diperoleh berkisar antara 61,61%- peningkatan rasio antara air dan
91,50% (Gambar 4). Nilai persen isopropil alkohol sebagai pelarut dapat
kelarutan tertinggi terdapat pada menurunkan fraksi pada proses
konsentrasi NaOH 10 M yaitu karboksimetilasi sehingga meningkatkan
91,500,71%, sedangkan nilai viskositas ketidaklarutan dalam pH yang tinggi.
terendah terdapat pada konsentrasi
NaOH 15 M yaitu 61,619,49%. Hasil Gugus Fungsi Carboxymethyl
ANOVA menunjukkan bahwa Chitosan (CMCh)
peningkatan konsentrasi NaOH Hasil pada Tabel 3 menunjukkan
mempengaruhi persentase kelarutan bahwa gugus fungsi CMCh memiliki
CMCh (P<0,05). Hasil uji lanjut Duncan puncak-puncak spesifik seperti gugus
menunjukkan bahwa perlakuan hidroksil (-OH) pada bilangan
konsentrasi NaOH menghasilkan gelombang 3.394 cm-1 dan 3.364 cm-1,
pengaruh yang berbeda nyata terhadap gugus CH pada bilangan gelombang
persentase kelarutan CMCh yang 2.939 cm-1 dan 2.893 cm-1, gugus C O
dihasilkan, dimana perlakuan pada bilangan gelombang 1.643 cm-1,
konsentrasi 15 M menghasilkan gugus amina (-NH2) pada bilangan
pengaruh berbeda nyata terhadap gelombang 1.535 cm-1, gugus CH dari
perlakuan konsentrasi 5 M dan 10 M. gugus fungsional alkena pada bilangan
Hasil analisis pada Gambar 4 gelombang 1.389 cm-1 dan 1327 cm-1,
menunjukkan terjadinya peningkatan gugus C O pada bilangan gelombang
persentase kelarutan CMCh dari 87,06% 1.250 cm-1 dan 1.149 cm-1, dan gugus
menjadi 91,50% pada perlakuan C O C pada bilangan gelombang
konsentrasi NaOH 5 M menjadi 10 M, 1.080 cm-1. Hasil analisis gugus fungsi
namun mengalami penurunan menjadi yang membandingkan antara gugus
61,61% pada perlakuan konsentrasi fungsi CMCh dengan kitosan komersil
NaOH 15 M. Penurunan persentase disajikan pada Gambar 5.
kelarutan ini diduga karena semakin Hasil analisis gugus fungsi pada
banyak terbentuknya sodium glikolat Gambar 5 menunjukkan adanya
dan sodium klorida dengan perbedaan gugus fungsi yang diperoleh
meningkatnya konsentrasi NaOH yang antara CMCh dengan gugus fungsi
digunakan sehingga substitusi gugus kitosan komersil yang digunakan.
hidroksil dengan gugus karboksil Perbedaan yang didapatkan yaitu
terhambat. Muzzarelli et al. (1982) munculnya gugus C=O, C-O, C-O-C,
dalam Mourya et al. (2010) melaporkan dan gugus CH dari gugus fungsional
bahwa konsentrasi alkali lebih dari 60% alkena pada CMCh yang tidak ada pada
menyebabkan terjadinya reaksi samping kitosan komersil. Adanya vibrasi
antara NaOH dengan asam molekul O-H dan C-O menunjukkan
monokloroasetat sehingga reaksi bahwa kitosan telah berhasil disubstitusi
substitusi menurun. oleh asam monokloroasetat yang
Nilai kelarutan CMCh yang merupakan senyawa dari grup asam
dihasilkan lebih rendah daripada karboksilat. Grup asam karboksilat
penelitian Khalil (2007) dengan nilai memiliki gugus karboksil yang bersifat
95,08%-99,84%. Perbedaan tersebut polar sehingga kitosan yang berhasil
dapat dipengaruhi oleh jumlah asam disubstitusi dapat larut dalam air. Gugus
monokloroasetat yang digunakan, suhu karboksil (-COOH) memiliki sifat polar
dan waktu pada saat proses dan tak terintangi (Fessenden 2006)
karboksimetilasi, serta rasio penggunaan Gugus C-O pada bilangan
air dengan isopropil alkohol. Menurut gelombang 1.250 cm-1 dan 1.149 cm-1
Mourya et al. (2010), peningkatan suhu mewakili senyawa (CH2COOH).

58
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

Zamani et al. (2010) melaporkan bahwa [AOAC] Association of official


puncak pada bilangan gelombang 1.728 Analytical Chemist. 2005. Official
cm-1 mewakili vibrasi peregangan C=O Method of Analysis of the
dan puncak 1.238 cm-1 mewakili vibrasi Association of Official Analytical
peregangan ikatan C-O dari senyawa of Chemist. Virginia (US):
(CH2COOH). Gugus C-O-C pada Published by The Association of
bilangan gelombang 1.080 cm-1 Analytical Chemist, inc.
menunjukkan bahwa karboksimetilasi [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
terdapat pada gugus hidroksil primer 1998. Cara Uji Viskositas
dari kitosan, hal ini sesuai dengan Larutan Karboksimetil Selulosa
pernyataan Xue et al. (2009) yang (CMC). SNI 06-4558-1998.
melaporkan bahwa semakin kuatnya Jakarta: Bandar Standarisasi
vibrasi ikatan ether pada bilangan Nasional.
gelombang 1.076 cm-1, dan tidak Basmal J, Prasetyo A, Fawzya YN.
signifikannya puncak alkohol primer 2005. Pengaruh konsentrasi asam
pada bilangan gelombang 1.031 cm-1 monokloro asetat dalam proses
menunjukkan bahwa karboksimetilasi karboksimetilasi kitosan terhadap
terdapat pada gugus hidroksil primer karboksimetil kitosan yang
dari kitosan. dihasilkan. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. 11(8):1-9.
KESIMPULAN Basmal J, Prasetyo A, Farida Y. 2007.
Perbedaan konsentrasi NaOH Pengaruh suhu eterifikasi
dalam proses alkalisasi mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas
persentase kelarutan serta viskositas kitosan larut air yang dibuat dari
CMCh yang dihasilkan. Hasil CMCh cangkang rajungan. Jurnal
terbaik terdapat pada perlakuan Pascapanen dan Bioteknologi
konsentrasi NaOH sebesar 10 M. Nilai Kelautan dan Perikanan. 2(2):
persentase rendemen pada perlakuan 99-106.
alkalisasi menggunakan 10 M NaOH Central Connecticut State University.
yaitu sebesar 114,271,76%. Nilai pH Table of IR Absorptions.
CMCh pada perlakuan alkalisasi www.ccsu.edu. [17 September
menggunakan 10 M NaOH sebesar 2013]
4,000,28. Nilai kadar air, kadar abu, Domsay TM, Robert. 1985. Evaluation
dan kadar nitrogen CMCh pada of infra red spectroscopic
perlakuan alkalisasi dengan 10 M NaOH techniques for analyzing chitosan.
masing-masing sebesar 12,600,35%, Journal Macromol Chemical.
0,490,00%, dan 4,520,17%. Nilai 186:1671.
viskositas dan kelarutan CMCh pada Fessenden R J, Fessenden J S. 2006.
perlakuan alkalisasi dengan 10 M NaOH Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
masing-masing sebesar 7,690,27 cps Ibrahim B, Suptijah P, Prantommy.
dan 91,500,71%. Spektrum FTIR 2009. Pemanfaatan kitosan pada
CMCh menunjukkan munculnya gugus pengolahan limbah cair industri
C O, C O, C O C, dan gugus CH perikanan. Jurnal Pengolahan
dari gugus fungsional alkena pada Hasil Perikanan. 12(2):154-166.
CMCh yang tidak ada pada kitosan Hargono, Abdullah, Sumantri I. 2008.
komersil. Pembuatan kitosan dari limbah
cangkang udang serta aplikasinya
DAFTAR PUSTAKA dalam mereduksi kolesterol lemak
An TN, Thien DT, Dong NT, Dung PL. kambing. Reaktor. 12(1):53-57.
2009. Water-soluble N- Khalil M. 2007. Kajian pengolahan dan
carboxymethylchitosan toksisitas khitosan larut air
derivatives: preparation, dengan menggunakan tikus putih
characteristics and its application. (Rattus norvegicus) [tesis]. Bogor
Carbohydrate Polymers. 75:489- (ID): Sekolah Pascasarjana
497. Institut Pertanian Bogor.

59
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

Kim SOK. 2004. Physicochemical and baku pembuatan natrium


functional properties of crawfish karboksimetil selulosa. Jurnal
chitosan as affected by different Teknik Kimia Indonesia.
processing protocols [tesis]. Seoul 11(3):124-131.
(KR). Seoul National University. Sofia I, Pirman, Haris Z. 2010.
Kurniasih M, Kartika D. 2011. Sintesis Karakterisasi fisikokimia dan
dan karakterisasi fisika-kimia fungsional kitosan yang diperoleh
kitosan. Jurnal Inovasi. 5(1): 42- dari limbah cangkang udang
48. windu. Jurnal Teknik Kimia
Miao J, Chen G, Gao C, Dong S. 2008. Indonesia. 9(1):11-18.
Preparation and characterization Suptijah P. 2004. Tingkatan kualitas
of N,O-carboxymethyl kitosan hasil modifikasi proses
chitosan/Polysulfone composite produksi. Buletin Teknologi Hasil
nanofiltration membrane Perikanan. 7(1):56-67.
crosslinked with epichlorohydrin. Wijayani A, Ummah K, Tjahjani S.
Desalination. 233:147-156. 2005. Karakterisasi karboksimetil
Miranda ME, Rodrigues CA, Bresolin selulosa (CMC) dari eceng
TMB, Freitas RA, Teixeira E. gondok (Eichornia crassipes
2003. Rheological aspect of n- (Mart) Solms). Indonesia Journal
carboxymethyl chitosan in diluted Chemical. 5(3):228-231.
solutions. Alimentos e Nutrio Wuxi Asailuo. 2013. Carboxymethyl
Araraquara. 14(2):141-147. Chitosan. asl888.en.made-in-
Mourya VK, Inamdar NN, Tiwari A. china.com. [27 Agustus 2013].
2010. Carboxymethyl chitosan Xue X, Li L, He J. 2009. The
and its applications. Advanced performance of carboxymethyl
Materials Letters. 1(1):11-33. chitosan in wash-off reactive
Oktavia DA, Wibowo S, Fawzya YN. dyeing. Carbohydrate Polymers.
2005. Pengaruh jumlah 75:203-207.
monokloro asetat terhadap Zahiruddin W, Ariesta A, Salamah E.
karakteristik karboksimetil 2008. Karakteristik mutu dan
kitosan dari kitosan cangkang dan kelarutan kitosan dari ampas
kaki rajungan. Jurnal Penelitian silase kepala udang windu
Perikanan Indonesia. 11(4):79- (Penaeus monodon). Buletin
88. Teknologi Hasil Perikanan.
Poeloengasih CD, Hernawan, Angwar 11(2):140-151.
M. 2008. Isolation and Zamani A, Henriksson D, Taherzadeh
characterization of chitin and MJ. 2010. A new foaming
chitosan prepared under various technique for production of
processing times. Indonesia superabsorbents from
Journal Chemical. 8(2):189-192. carboxymethyl chitosan.
Santoso PS, Sanjaya N, Ayucitra A, Carbohydrate Polymers. 80:1091-
Antaresti. 2012. Pemanfaatan 1101.
kulit singkong sebagai bahan

LAMPIRAN
Tabel 1 Karakteristik kitosan komersil
Parameter Kitosan Komersila Standar Kitosanb
Kenampakan Kuning Pucat -
Kadar Air 8,6% 10%
Kadar Abu 0,3% 2%
Kadar Protein 0,5% 5%
Ukuran Partikel 20-30 mesh serpihan/bubuk

60
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

Derajat Deasetilasi 88,5% 70%


a b
Sumber: CV. Bio Chitosan Indonesia.; Protan Laboratories diacu dalam Ibrahim et al. (2009)
Tabel 2 Karakteristik kimia carboxymethyl chitosan
Parameter Hasil Khalil (2007) Standarb
5M 10M 15M
pH 3,740,06a 4,000,28a 4,310,18a 4,33-4,57 7,00-9,00
Kadar Air 10,704,57%a 12,600,35a 11,420,35a 17,12-20,7% 15,00%
Kadar Abu 0,500,00%a 0,490,00a 0,500,00a 0,76-1,24% 1,00%
Kadar Nitrogen 4,630,01%a 4,520,17a 4,810,02a 3,03-3,59% -
Sumber:bWuxi Asailuo (2013).
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5%

Tabel 3 Hasil analisis gugus fungsi CMCh.

Daerah Serapan Wilayah Serapan a Puncak Serapan Keterangan


Gugus Fungsional (cm-1) CMCh (cm-1)
Alkana 2.950-2.800 2.939 Peregangan C H
Alkena 1.430-1.290 1.389 dan 1.327 C H in-plane bend
Eter 1.300-100 1.080 Peregangan C O C
Asam Karboksilat 3.400-2.400 3.394 dan 3.364 Peregangan O H
1.320-1.210 1.250 dan 1.149 Peregangan C O
Amida 1.640-1.550 1.535 Ikatan N H
1.680-1.630 1.643 Peregangan C O

Sumber: aCentral Connecticut State University (2013)


10 8,25 b
7,69 b
Viskositas (cps)

8 6,5 a

6
4
2
0
5 10 15
Konsentrasi NaOH (M)

Gambar2 Rendemen carboxymethyl


Gambar 1 Kenampakan fisik chitosan. Hasil yang
carboxymethyl chitosan. diperoleh merupakan basis
kering. aAngka-angka pada
kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%.

61
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

140 91,5 aKonsentrasi (M)


110,70a 114,27a 112,10a 100 87,06 a
120
Rendemen (%)
61,61 b

Kelarutan (%)
100 80
80 60
60
40
40
20 20
0 0
5 10 15 5 10 15
Konsentrasi NaOH (M) Gambar 4 Diagram hasil analisis kelarutan
Gambar 3 Diagram hasil analisis viskositas carboxymethyl chitosan. Huruf
CMCh. Huruf diatas balok diatas balok yang berbeda
yang berbeda menunjukkan menunjukkan hasil yang
hasil yang berbeda nyata dari berbeda nyata dari uji lanjut
uji lanjut Duncan. Duncan

C=O C-O C-O-C

OH CH

A NH

CH

b
OH CH

NH

Gambar 5 Grafik hasil analisis gugus fungsi CMCh. a) CMCh, b) Kitosan

62
Komponen Bioaktif Buah Pil ISSN: 2086-8049
Lily Viruly Dinamika Maritim Volume IV(1) 63-67

KOMPONEN BIOAKTIF BUAH PIL (Melia azedarach)ASAL


PULAU TAMBELAN SEBAGAI ALTERNATIF OBAT
HIPERTENSI ALAMI
Lily Viruly
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
E-mail: ummufaqih@gmail.com

ABSTRAK

Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang penderita


hipertensinya tertinggi. Hal ini tentu akan menjadi pekerjaan rumah buat pemerintah
Kepri untuk mengurangi penderita hipertensi di provinsi ini. Salah satu cara untuk
mengurangi penderita hipertensi ini yaitu dengan cara mencari natural product atau herbal
yang memiliki fungsi untuk menurunkan atau mengobati penyakit hipertensi. Tanaman
buah pil/Mindi (Melia azedarach) secara empiris dipercayai oleh masyarakat Tambelan
dapat mengurangi hipertensi. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Tambelan maka
Buah pil banyak ditemukan di hutan-hutan di Pulau Tambelan. Tujuan penelitian ini
secara umum adalah : (1) Membuktikan secara empiris penggunaan buah pil untuk obat
hipertensi melalui quisioner kepada penduduk Tambelan yang pernah menderita
hipertensi. (2) Mengidentifikas senyawa bioaktif dari biji buah pil (Melia azedarach).
(3) Menguji toksisitas dari buah pil dengan metode BSLT sehingga aman untuk
dikonsumsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Tambelan umumnya
memakan biji dari buah pil jika sedang menderita hipertensi, mereka langsung
mengunyah buah pil sebanyak 20 biji pagi dan 20 biji sore dan bisa sembuh hanya dalam
waktu 24 jam. Secara kualitatif buah pil mengandung komponen bioaktif alkaloid,
flavonoid, steroid, tannin, saponin dan triterpenoid. Total kandungan bioaktif flavonoid
pada buah pil 0,32% (b/b). Hasil uji toksisitas dari buah pil sebesar 397,022 ppm, ini
menunjukan bahwa buah pil aman untuk dikonsumsi sebagai atrenatif antihipertensi
alami dengan takaran 20 biji pagi hari dan 20 biji sore hari.

Kata kunci: buah pil, Melia azedarach , flavonoid, natural product ,hipertensi

ABSTRACT

Kepulauan Riau is one of the provinces in Indonesia that people with the highest
hypertension. One way to reduce hypertension sufferers this is by way of searching for
natural or herbal product that has a function to reduce or treat hypertension. "Buah pil
/Mindi (Melia azedarach) empirically Tambelan believed by the public to reduce
hypertension. From interviews with the community Tambelan Buah pil are found in the
forests of the island Tambelan. This study aim was: (1) Demonstrate the use of
empirically Buah pil for hypertension drug Tambelans through questionnaires to
residents who had suffered from hypertension. (2) Identify bioactive compounds from the
seeds of "buah pil" (Melia azedarach). (3) Analysis the toxicity of the "buah pil" with
BSLT method that is safe for consumption. The resulted that general people that
consumption buah pil Tambelans if you're suffering from hypertension, they are
immediately chew buah pil as many as 20 seeds in the morning and afternoon and can be
cured in just 24 hours. Qualitatively buah pil contain bioactive components consists of
alkaloids, flavonoids, steroids, tannins, saponins and triterpenoids. The total bioactive
flavonoids buah pil 0.32% (w / w). The toxicity test of buah pil at 397.022 ppm, this
indicates that buah pil are safe for consumption as a natural antihypertension alternatif
with a doses as many as of 20 seeds morning and afternoon.

Keywords: Buah pil, Melia azedarach, flavonoids, natural product, hypertension

63
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

PENDAHULUAN penduduk Tambelan yang pernah


Kepulauan Riau merupakan menderita hipertensi. (2)
salah satu provinsi di Indonesia yang Mengidentifikas senyawa bioaktif
penderita hipertensinya tertinggi. dari biji buah pil (Melia
Salah satu kabupaten di provinsi ini azedarach). (3) Menguji toksisitas
yaitu Kabupaten Natuna sekitar 53,3 dari buah pil dengan metode BSLT
% penduduknya menderita hipertensi sehingga aman untuk dikonsumsi.
(Antara News Kepri: 5/12/13). Hal
ini tentu akan menjadi pekerjaan METODE PENELITIAN
rumah buat pemerintah Kepri untuk Waktu dan Tempat
mengurangi penderita hipertensi di Penelitian ini dilakukan dari
provinsi ini. Salah satu cara untuk bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014,
di Pulau Tambelan-KEPRI dan di
mengurangi penderita hipertensi ini
Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan
yaitu dengan cara mencari natural dan Perikanan, Universitas Maritim Raja
product atau herbal yang memiliki Ali Haji, Universitas Maritim Raja Ali
fungsi untuk menurunkan atau Haji Tanjungpinang serta Laboratorium
mengobati penyakit hipertensi. Biofarmaka, IPB, Bogor.
Secara empiris banyak herbal yang Bahan dan Alat
dipercayai oleh masyarakat terutama Bahan utama yang digunakan
di Provinsi Kepulauan Riau yang dalam penelitian ini adalah biji buah
dapat menyembuhkan penyakit tanaman buah pil (Melia azedarach)
hipertensi. Tanaman buah pil atau yang diambil dari Pulau Tambelan.
nama umunya yaitu pohon Mindi Bahan lain yang digunakan yaitu bahan
untuk analisis komponen bioaktif, bahan
(Melia azedarach) merupakan
analisis Brine Shrimp Lethality Test
tanaman yang tumbuhnya cepat dan (BSLT). Peralatan yang digunakan
berasal dari Cina ini dapat ditemukan dalam penelitian ini diantaranya,
dari dataran rendah sampai timbangan digital, mortar, aerator,
pegunungan dengan ketinggian 1.100 tabung reaksi dan alat untuk analisis
m diatas permukaan laut. Tanaman bioaktif dan Brine Shrimp Lethality Test
buah pil atau Mindi secara empiris (BSLT).
dipercayai oleh masyarakat
Tambelan dapat mengurangi Tahapan Penelitian
hipertensi. Dari hasil wawancara Penelitian ini dilakukan dalam
dengan masyarakat Tambelan maka dua tahapan. Tahap pertama yaitu
Buah pil atau buah Mindi banyak pengambilan dan preparasi biji buah
pil serta pembuktikan secara empiris
ditemukan di hutan-hutan di Pulau
penggunaan buah pil untuk obat
Tambelan. Secara ilmiah penelitian hipertensi melalui quisioner kepada
mengenai fungsi biji tanaman ini penduduk Tambelan yang pernah
sebagai antihipertensi belum perbah menderita hipertensi. Tahap kedua yaitu
dikaji secara komprehensif. Oleh pengujian komponen bioaktif dari biji
karena itu perlu dilakukan penapisan buah pil dan uji toksisitas untuk
awal dari kandungan bioaktif dari keamanan mengkonsumsinya dengan
biji tanaman ini untuk dasar metode BSLT.
pengembangan sebagai obat Penelitian pendahuluan
antihipertensi alami. Tujuan umum Penelitian ini dimulai dengan
penelitian ini adalah: (1) pengambilan buah pil di hutan-hutan
di Pulau Tambelan, Kabupaten Bintan,
Membuktikan secara empiris
Provinsi Kepulauan Riau. Kemudian
penggunaan buah pil untuk obat diambil biji dari buah pil tersebut lalu
hipertensi melalui quisioner kepada

64
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

dikeringkan. Setelah
dikeringkan, kemudian dicobakan
kepada penduduk Tambelan yang
menderita hipertensi dan diobservasi
setelah 24 jam dengan pengisian
kuisioner untuk mengetahui pengaruh
penggunaan buah pil sebagai obat Gambar 1 Buah pil yang sudah
antihipertensi alami. dikeringkan

Penelitian lanjutan Pembuktian Empiris Buah Pil


Penelitian lanjutan yaitu Sebagai Obat Hipertensi
pengujian kandungan bioaktif dari buah Hipertensi merupakan suatu
pil (Harborne 1984) dan uji toksisitas keadaan seseorang ketika terjadi
dengan metode BSLT (Brine Shrimp peningkatan tekanan darah sistolik 140
Lethality Test ) dari Loomis 1978. mmHg atau tekanan darah diastolik 90
Uji toksitologi buah pil dilakukan mmHg, penderita memiliki resiko
dengan metode BSLT (Brine Shrimp penyakit jantung, stroke, dan gagal
Lethality Test ). Sampel dilarutkan di ginjal (Iskandar 2007; Yusuf 2008).
air laut. Kemudian, masing-masing plat Beberapa penyebab munculnya
pengujian dimasukkan 10 ekor larva hipertensi antara lain penyakit gagal
udang dan larutan sampel hingga ginjal, kelainan endokrin, asupan garam
diperoleh konsentrasi 10-1000 ppm. terlalu tinggi, stress atau salah
Larva udang diinkubasi selama 24 jam. pemakaian obat (Iskandar 2007).
Jumlah larva udang yang mati dihitung Tinggi rendahnya tekanan
dan ditentukan jumlah rata-rata yang darah juga dipengaruhi oleh faktor
mati. Dibuat kurva hubungan antara Renin Angiotensin System (RAS), yang
konsentrasi eksrak sebagai sumbu x dan melibatkan pengubahan zat angiotensin I
persen kematian di sumbu y untuk menjadi angiotensin II (Yusuf 2008).
mendapatkan nilai LC50 dengan Angiotensin II berfungsi untuk sekresi
menggunakan Tabel Probit. aldosteron penyebab retensi sodium
yang dapat meningkatkan volume cairan
HASIL DAN PEMBAHASAN ekstraseluler, sehingga mengakibatkan
Tanaman buah pil (sebutan terjadinya hipertensi. Dengan
obat herbal hipertensi oleh penduduk menghambat aktivitas angiotensin
Tambelan) atau nama umumnya dikenal converting enzyme (ACE), maka
sebagai pohon mindi dengan nama angiotensin I tidak diubah menjadi
latinnya Melia azedarach, merupakan angiotensin II, sehingga hipertensi dapat
pohon liar di daerah-daerah dekat pantai dicegah. Metode inhibitor ACE
dan dapat ditemukan dari dataran rendah merupakan metode skrining
sampai pegunungan, tanaman asli dari antihipertensi yang efektif (Wagner et
cina ini dapat tumbuh pada ketinggian al. 1991; Hansen et al. 1995;
1.100 m diatas permukaan laut. Somanadhan et al. 1996). Hasil
Buahnya berjenis buah batu dan jika wawancara dengan penderita hipertensi
masak, warnanya coklat kekuningan, yang sudah pernah berobat dengan
dan biji buah berwarna hitam. mengkonsumsi buah pil maka buah pil
Tumbuhan ini cepat bertumbuh, dalam 2 yang dikonsumsi oleh penderita
tahun, tinggi tumbuhan ini mencapai 4-5 hipertensi dapat menurunkan tekanan
meter (Dalimartha 2007). Buah pil yang darah selama 24 jam setelah
sudah dikeringkan dan dapat digunakan mengkonsumsi buah pil sebanyak 20 biji
sebagai obat hipertensi (Gambar 1.) pagi hari dan 20 biji sore hari. Jika
takaran konsumsi biji buah pil ini
dikurangi menjadi 10 biji pagi dan 10
biji sore hari maka akan memperlambat

65
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

khasiatnya, sehingga baru akan diantaranya:alkaloid, flavonoid, tannin,


mampu menurunkan tekanan darah saponin, steroid dan triterpenoid.
selama 3 hari. Adapun kandungan flavonoid pada buah
pil yang berfungsi untuk menurunkan
Kandungan Bioaktif pada Buah Pil tekanan darah adalah sebesar 0,32%
Komponen bioaktif/metabolit (b/b). Flavonoid merupakan senyawa
sekunder adalah suatu zat yang yang larut dalam air. Flavonoid berupa
dibiosintesis terutama dari banyak senyawa fenol, oleh karena itu warnanya
metabolit-metabolit primer seperti asam berubah bila ditambah basa atau amonia
amino, asetol koenzim-A, asam (Harborne 1987). Flavonoid merupakan
mevalonat, dan zat antara (Intermediate) salah satu golongan fenol alam terbesar
dari alur shikimat (Shikimic acid) yang banyak terdapat dalam tumbuh-
(Herbert 1995). Metabolit sekunder tumbuhan hijau. Flavonoid merupakan
sangat bervariasi jumlah dan jenisnya senyawa antioksidan alami, mencegah
dari setiap organisme. Beberapa dari bergabungnya oksigen dengan zat lain
senyawa tersebut telah diisolasi sebagian sehingga tidak menimbulkan kerusakan
diantaranya memberikan efek fisiologis pada sel-sel tubuh (Liu dan Guo 2006).
dan farmakologis yang lebih dikenal Flavonoid mengandung cincin aromatik
sebagai senyawa kimia aktif (Copriady yang terkonjugasi, oleh karena itu
et al. 2005). menunjukkan pita serapan kuat pada
Makhluk hidup dapat daerah spektrum UV dan spektrum
menghasilkan bahan organik sekunder tampak. Flavonoid terdapat dalam
(metabolit sekunder) atau bahan alami tumbuhan, terikat pada gula sebagai
melalui reaksi sekunder dari bahan glikosida dan aglikon flavonoid.
organik primer (karbohidrat, lemak, Penggolongan jenis flavonoid dalam
protein). Bahan organik sekunder jaringan tumbuhan mula-mula
(metabolit sekunder) ini umumnya didasarkan pada telaah sifat kelarutan
merupakan hasil akhir dari suatu proses dan reaksi warna. Terdapat sekitar
metabolisme. Bahan ini berperan juga sepuluh kelas flavonoid, yaitu
pada proses fisiologi. Bahan organik antosianin, proantosianidin, flavonol,
sekunder itu dapat dibagi menjadi tiga flavon, glikoflavon, biflavon, khalkon,
kelompok besar yaitu : fenolik, alkaloid auron, flavanon, dan isoflavon
dan terpenoid, tetapi pigmen dan (Harborne 1987).
porfirin juga termasuk di dalamnya
(Purwanti 2009). Toksisitas Buah Pil
Zat metabolit sekunder memiliki Hasil analisis toksisitas buah pil
banyak jenis, adapun jenis dari metabolit sebagai obat antihipertensi dengan
sekunder yang dapat kita ketahui antara menggunakan metode BSLT (Brine
lain kumarin (Copriandy et al. 2005), Shrimp Lethality Test ) sebesar 397,022
azadirachtin, salanin, meliatriol, nimbin ppm. Umumnya buah pil (Melia
(Samsudin 2008). Pemanfaatan dari zat Azedarach) memiliki tingkat keracunan
metabolit sekunder sangat banyak. yang tinggi, jika dikonsumsi setiap hari
Metabolit sekunder dapat dimanfaatkan terutama pada bijinya, hal ini dibuktikan
sebagai antioksidan, antibiotik, dengan rasa pahit yang bersangatan pada
antikanker, antikoagulan darah, biji buah pil (Azam, 2013). Dengan
menghambat efek karsinogenik demikian maka konsumsi buah pil
(Copriandy et al. 2005), selain itu selama 24 jam dengan takaran 20 biji
metabolit sekunder juga dapat pagi hari dan 20 biji sore hari sampai
dimanfaatkan sebagai antiagen saat ini bisa aman untuk dijadikan obat
pengendali hama yang ramah antihipertensi alami.
lingkungan (Samsudin 2008).
Hasil analisis fitokimia pada buah
pil menunjukkan bahwa komponen
bioaktif yang terdapat pada buah pil

66
Karakteristik Carboxymethyl Chitosan ISSN: 2086-8049
Pipih Suptijah, Uju dan Mochammad Jamil Awal Saputra Dinamika Maritim Vol IV(1) 53-62

KESIMPULAN Harborne JB. 1984. Metode Fitokimia.


Tanaman buah pil/Mindi Padmawinata K, Soediro I,
(Melia azedarach) secara empiris penerjemah. Bandung: ITB.
dipercayai oleh masyarakat Tambelan Terjemahan dari: Phytochemical
dapat mengurangi hipertensi. Dari hasil Methods.
wawancara dengan masyarakat Herbert R B. 1995. Biosintesis Metabolit
Tambelan maka Buah pil banyak Sekunder. Diterjemahkan:
ditemukan di hutan-hutan di Pulau Srigandono dari, The Biosintesis
Tambelan. of Secondary Metabolites.
Hasil penelitian menunjukan Semarang: IKIP Semarang
bahwa masyarakat Tambelan umumnya Press.
memakan biji dari buah pil jika sedang Liu W, Guo R. 2006. Interaction of
menderita hipertensi, mereka langsung flavonoid, quercetin with
mengunyah buah pil sebanyak 20 biji organized molecular assemblies
pagi dan 20 biji sore dan bisa sembuh of nonionic surfactant. Colloids
hanya dalam waktu 24 jam. Secara and Surfaces A: Physicochem.
kualitatif buah pil mengandung Eng. Aspects. 274:192-199.
komponen bioaktif alkaloid, flavonoid, Loomis TA. 1987. Essential of
steroid, tannin, saponin dan triterpenoid. toxicology.3rd ed. Philadelpia
Total kandungan bioaktif flavonoid pada M.M. Azam et al. 2013.
buah pil 0,32% (b/b). Hasil uji Pharmakological Potentials
toksisitas dari buah pil sebesar 397,022 Melia Azedarach L. Review.
ppm, ini menunjukan bahwa buah pil J.American Biosciences 1(2):44-
aman untuk dikonsumsi sebagai atrenatif 49
antihipertensi alami dengan takaran 20 Purwati E. 2009. Profil komponen
biji pagi hari dan 20 biji sore hari. bioaktif tanaman kava-kava
(Pipermethysticum, Forst, f)
DAFTAR PUSTAKA dengan pelarut etanol dan
Copriady J, Yasmi E, Hidayati . 2005. methanol [skripsi]. Malang:
Isolasi dan karakterisasi Universitas Muhamadiyah
senyawa kumarin dari kulit buah Malang.
jeruk nipis (Citrus hystrix DC). Samsudin. 2008. Azadirachtin Metabolit
Jurnal Biogenesis 2:13-15. Sekunder dari Tanaman Mimba
Copriady J, Yasmi E, Hidayati . 2005. sebagai Bahan Insektisida
Isolasi dan karakterisasi Botani. Lembaga Pertanian
senyawa kumarin dari kulit buah Sehat.
jeruk nipis (Citrus hystrix DC). Somanadhan B. et al. 1996. An
Jurnal Biogenesis 2:13-15. ethnopharmacological survey
Dalimartha, Setiawan. 2005. Atlas for potential angiotensin
Tumbuhan Obat Indonesia. converting enzyme inhibitors
Depok: Puspa Swara. from Indian medicinal plants. J
Iskandar Y. 2007. Tanaman obat yang Ethnopharmacol, 65:103-112.
berkhasiat sebagai antihipertensi Wagner H, Elbl G, Lotter H, Uinea M.
[karya Bandung: Fakultas 1991. Evaluation of natural
Farmasi, Universitas Padjajaran products as inhibitors of
Bandung. angiotensin I-converting enzyme
Hansen K. et al. 1995. In vitro screening (ACE). Pharm Pharmacol Lett
of traditional medicines for 1:15-18.
antihypertensive effect based on Yusuf I. 2008. Hipertensi sekunder.
inhibition of the angiotensin Medicinus, 21:71-79.
converting enzyme (ACE). J.
Ethnopharmacol, 48:43-51.

67
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

KOMPOSISI JENIS DAN SEBARAN EKOSISTEM


MANGROVE DI KAWASAN PESISIR KOTA
TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

Febrianti Lestari

Jurusan Menejemen Sumberdaya Perairan


Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
E-mail: febs_lestary78@yahoo.co.id

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang komposisi dan sebaran ekosistem mangrove di


kawasan pesisir Tanjungpinnag. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui komposisi
jenis dan sebaran ekosistem mangrove di kawasan pesisir Kota Tanjungpinang, serta
mengetahui potensi luas ekosistem mangrove yang terdapat di wilayah Kota
Tanjungpinang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dan pengamatan
langsung (observasi) dengan menggunakan metode transek untuk analisis vegetasi, data
biofisik dianalisis melalui citra dan analisis Geographic Information System (GIS). Hasil
penelitian menemukan komposisi jenis mangrove sejati di kawasan pesisir Tanjungpinang
terdiri dari enam jenis yaitu Rhizophora sp, Bruguiera sp, Sonneratia sp, Avicennia sp,
Ceriopps sp dan Xylocarphus sp dengan sebaran ekosistem mangrove yang paling dominan
ditemukan pada kawasan muara Sungai Dompak. Potensi luas ekosistem mangrove yang
paling besar terdapat pada kawasan mangrove muara Sungai Dompak seluas 305,53 ha
(kerapatan 138 pohon/ha), dan luas terkecil terdapat pada kawasan pesisir Tanjung
Unggat (27,38 ha dengan kerapatan 52 pohon/ha) dibandingkan luas total ekosistem
mangrove yang ditemukan diseluruh kawasan pesisir Kota Tanjungpinang (774,25 ha).

Kata Kunci: Komposisi Jenis Mangrove, Sebaran Ekosistem Mangrove, Kawasan Pesisir
Tanjungpinang

ABSTRACT

A research on the composition and distribution of mangrove ecosystems in coastal areas


of Tanjungpinang. The purpose of this study was to determine the species composition
and distribution of mangrove ecosystems in coastal areas of Tanjungpinang, and to know
the vast potential of mangrove ecosystem located in the Tanjungpinang city. Data
collected through direct observation and measurement using transect method for the
analysis of vegetation, biophysical data were analyzed Citra and analysis Geographic
Information System (GIS). The results found true mangrove species composition in
coastal areas Tanjungpinang consists of six types namely Rhizophora sp, Bruguiera sp,
Sonneratia sp, Avicennia sp, Ceriopps sp and Xylocarphus sp with the distribution of the
most dominant mangrove ecosystems found in the estuary area of densely packed. Vast
potential of mangrove ecosystem found in most large mangrove estuary densely packed
area of 305.53 ha (density of 138 trees / ha), and the smallest area located on the coastal
area of Tanjung Unggat (27.38 ha with a density of 52 trees/ha) compared to extensive
total mangrove ecosystems found throughout the coastal areas Tanjungpinang (774.25
ha).

Keywords: Composition Type Mangrove, Distribution of Mangrove Ecosystems, Coastal


Zone Tanjungpinang

68
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

PENDAHULUAN penting mangrove sebagai pengendali


kerusakan lingkungan di kawasan
Pengembangan suatu kota
pesisir. Terkait dengan upaya tersebut,
berimplikasi terhadap peningkatan
upaya mengatasi laju kerusakan
jumlah penduduk yang cukup signifikan,
lingkungan pesisir, berupa abrasi dan
sehingga mengakibatkan kebutuhan
intrusi air laut dengan pendekatakan
lahan menjadi semakin tinggi. Pada
ekosistem merupakan salah satu aspek
akhirnya dapat memicu peningkatan
keseimbangan yang harus dicapai dan
konversi lahan untuk permukiman,
dipertahankan keberlanjutannya.
kawasan industri, sarana dan prasarana
Sebagai upaya awal untuk
dan kegiatan lainnya. Konversi lahan
mencegah dan menanggulangi
mangrove merupakan salah satu bentuk
kerusakan ekosistem mangrove
konversi lahan yang tidak terelakkan
diperlukan data dan informasi yang
dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
akurat tentang kondisi ekosistem yang
akibat peningkatan pertumbuhan
meliputi identifikasi dan inventrarisasi
penduduk yang tak terkendali pada suatu
kondisi eksisting biofisik mangrove
daerah. Hal ini mendorong terjadinya
ekosistem mangrove di suatu kawasan.
kerusakan sumberdaya pesisir dan laut,
Data yang akurat tentang kondisi aktual
yang nantinya akan berdampak negatif
mangrove di pesisir Tanjungpinang saat
terhadap kehidupan manusia.
ini sangat diperlukan sebagai data dasar
Keberadaan hutan mangrove di
serta acuan program-program
wilayah pesisir barat pulau Bintan
pengelolaan mangrove secara
tepatnya kawasan pesisir wilayah
berkelanjutan.
administrasi Kota Tanjungpinang pada
Penelitian ini bertujuan untuk
kenyataannya terus mengalami
memperoleh data dan informasi yang
kerusakan atau degradasi akibat
akurat tentang komposisi jenis dan
berbagai tekanan dalam pemanfaatan
sebaran ekosistem mangrove di kawasan
dan pengelolaan yang kurang
pesisir Kota Tanjungpinang, serta
memperhatikan aspek kelestarian. Di
potensi luas ekosistem mangrove yang
beberapa kawasan mangrove di Kota
terdapat di wilayah Kota
Tanjungpinang sudah mengalami
Tanjungpinang. Data dan informasi ini
kerusakan yang cukup memprihatinkan
dapat dijadikan landasan dasar bagi
seperti kawasan mangrove pulau
kebijakan program-program pengelolaan
Dompak yang memusnahkan habitat
mangrove untuk kawasan pesisir Kota
mangrove untuk pembangunan struktur
Tanjungpinang.
dan infrastruk pusat kota berupa jalan
dan jembatan serta pendirian gedung-
gedung untuk perkantoran. Pada METODE PENELITIAN
kawasan yang lain terdapat fragmentasi
Penelitian dilakukan pada
habitat mangrove akibat penambangan
kawasan pesisir Kota Tanjungpinang
bouksit pada ekosistem mangrove.
mulai bulan Mei sampai bulan Oktober
mengingat pentingnya keberadaan
2013. Informasi biofisik dikumpulkan
ekosistem mangrove untuk
melalui analisis citra dan analisis
mempertahan fungsi ekologis suatu
Geographic Information System (GIS),
kawasan, maka perlu dilakukan upaya
dan dilanjutkan dengan verifikasi
untuk mempertahankan fungsi ekologis

69
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

melalui survei langsung lapangan Tanjungpinang sangat spesifik terlihat


dengan menggunakan metode transek bahwa proporsi terbesar kehadiran
untuk analisis vegetasi. Data penunjang dijumpai di daerah muara sungai atau
seperti hasil kajian sebelumnya dan data estuari yang dicirikan oleh adanya
dari instansi telah direview sebagai pengaruh aliran sungai. Sebaran jenis-
pembanding kondisi ekosistem jenis mangrove yang ditemukan pada
mangrove terkini (current condition). wilayah pesisir Tanjungpinang secara
Pengumpulan data dilakukan melalui spesifik disajikan pada Tabel 1.
cara pengukuran dan pengamatan
langsung (observasi) dan pengambilan Tabel 1. Komposisi Jenis Mangrove di
sampel. Parameter pengukuran biofisik Kawasan Pesisir
Tanjungpinang
ekosistem mangrove di lapangan terdiri
Kawasan Jenis Jenis Penting
dari (a) jenis mangrove, (b) kerapatan Penyebaran Mangrove Dominan
mangrove, (c) dominansi mangrove, dan Muara Soneratia sp Burguiera sp
Sungai Rhizophora sp (INP =151,9)
(d) penutupan vegetasi. Data yang telah Ular Burguiera sp
dikumpulkan kemudian ditabulasi dan Xylocarpus sp
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Muara Burguiera sp Rhizophora sp
Sungai Rhizophora sp (INP =117,2)
Ladi Ceriopps sp
Sonneratia sp
HASIL DAN PEMBAHASAN
Xylocarphus sp
Komposisi Jenis Mangrove di Muara Avicennia sp Rhizophora sp
Kawasan Pesisir Tanjungpinang Sungai Burguiera sp (INP =168,3)
Carang Xylocarphus sp
Hasil penelitian ditemukan
Rhizophora sp
sebanyak tujuh jenis mangrove sejati di Sonneratia sp
kawasan pesisir Kota Tanjungpinang Sungai Avicennia sp Avicennia sp
yang terdapat pada empat Kecamatan, Tanjung Rhizophora sp (INP =176,7)
Unggat Bruguiera sp
yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, Sonneratia sp
Tanjungpinang Barat, Tanjungpinang Muara Xylocarphus sp Rhizophora sp
Sungai Rhizophora sp (INP =168,3)
Timur, dan Bukit Bestari. Berdasarkan Jang Sonneratia sp
pengamatan pada masing-masing lokasi Bruguiera sp
penelitian menunjukan bahwa komposisi Muara Burguiera sp Rhizophora sp
Sungai Sonneratia sp (INP= 151,8)
vegetasi mangrove sejati di kawasan Dompak Xylocarhus sp
pesisir Tanjungpinang dapat Rhizophora sp
Ceriopps sp
dikategorikan homogen. Hal ini sesuai
dengan karakteritik mangrove di pulau Kerapatan mangrove tertinggi
kecil yang memiliki keragaman jenis ditemukan pada kawasan muara sungai
yang sangat rendah. Namun penyebaran Dompak sebesar 138 pohon/ha,
ekosistem mangrove di wilayah pesisir kerapatan tertinggi berikut terdapat pada
Tanjungpinang ditemukan menyebar kawasan muara sungai Ladi dan sungai
pada kawasan daerah estuari atau muara Ular masing-masing adalah sebesar 102
sungai, diantaranya adalah kawasan pohon/ha dan 101 pohon/ha. Sedangkan
muara Sungai Ular, muara Sungai Ladi, kerapatan mangrove terendah terdapat
muara Sungai Carang, muara Sungai pada kawasan pesisir Tanjung Unggat
Tanjung unggat, muara Sungai Jang dan sebesar 72 pohon/Ha (Tabel 2).
muara Sungai Dompak.
Kehadiran tegakan ekosistem
mangrove pada kawasan pesisir Kota

70
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

Tabel 2. Kerapatan dan Luas di kawasan pesisir Sungai Ular.


Mangrovedi Kawasan Pesisir Selanjutnya kerapatan mangrove yang
Tanjungpinang ditemukan di sungai Ular adalah sebesar
Kerapatan Luas
101 pohon/Ha, dengan luasan mangrove
Kawasan sebesar 140,82 Ha (Gambar 1).
No Mangrove Mangrove
Penyebaran
(Pohon/ha) (Ha) 438000 438600 439200 439800 UTM

1. Muara Sungai Sonneratia sp


PETA SEBARAN MANGROVE

101 140,82 Rhizophora sp N

Ular Burguiera sp

105000

105000
Xylocarphus sp W E

2. Muara Sungai S
102 182,57
Ladi 80 0 80 160 Meters

Skala 1:10001
3. Muara Sungai
87 55,63 Ke r ap a t an Lu a s M a ng r ov e

Carang

104400

104400
(P o ho n / Ha ) (H a )

10 1 50 . 6 6 8

4. Tanjung

r
52 27,38

la
Legenda :

iU
Unggat M ang rov e

a
Sun ga i

ng
Lau t

Su
D ara t

5. Muara Sungai
69 62,32 Sumber :

103800

103800
Citra QuickBird
Jang perekaman tahun 2009

6. Muara Sungai
138 305,53
Dompak 438000 438600 439200 439800

Total Luas Ekosistem Mangrove


774,25 Gambar 1. Sebaran Jenis Mangrove di
Tanjungpinang
Kawasan muara Sungai Ular

Sebaran Ekosistem Mangrove di b. Sebaran Mangrove di Kawasan


Kawasan Pesisir Tanjungpinang Muara Sungai Ladi
Kawasan muara Sungai Ladi
a. Penyebaran Mangrove di Kawasan
berada pada koordinat N:0056'50.03"
Muara Sungai Ular
E: 10427'03,5" dengan kondisi tanah
Kawasan muara Sungai Ular
berlumpur dan tergenangi air. Air
berada pada koordinat N:005621.1 E:
pasang laut selalu menggenangi setiap
1042718.5, merupakan sebuah daerah
hari sehingga mempengaruhi kondisi
yang cukup luas. Hasil pengamatan pada
lumpur di kawasan ini. Warna lumpur
masingmasing transek menunjukan
dan tanah hitam kecoklatan terang
bahwa karakteristik vegetasi mangrove
dengan keadaan pH 5 dan salinitas 17
di kawasan muara Sungai Ular
promil. Zonasi mangrove yang
berkembang pada kondisi kelas
membentuk kawasan ini terdiri dari
genangan yang sama sesuai dengan
Rhizophora sp, Xylocarpus sp, dan
klasifikasinya. Mangrove di Pesisir
Bruguiera sp sebagai mangrove sejati.
Sungai Ular memiliki kondisi tanah
Kawasan mangrove sungai Ladi
yang berlumpur dan tergenangi air. Air
didominasi oleh jenis Rhizophora sp
pasang laut juga mempengaruhi kondisi
yang dapat tumbuh baik karena jenis
lumpur di area ini. Warna lumpur dan
substratnya berupa lumpur sangat
tanah hitam kecoklatan gelap dengan
mendukung pertumbuhan jenis tersebut.
salinitas 5-10%. Kondisi hutan
Hasil perhitungan nilai penting terbesar
mangrove masih baik dengan zona
ditemukan pada jenis Rhizophora sp
terbuka ditempati oleh empat jenis
yaitu sebesar 117,2. Jenis-jenis
mangrove sejati pada tingkat pohon
mangrove sejati yang di temui adalah:
yaitu; Rhizophora sp, Xylocarphus sp,
Bruguiera sp, Rhizophora sp,
Sonneratia sp dan Bruguiera sp.
Sonneratia sp, Xylocarphus sp, dan
Menurut perhitungan Indeks nilai
Ceriopps sp. Kerapatan mangrove yang
penting teridentifikasi bahwa jenis
ditemukan adalah sebesar 102
Burguiera sp merupakan jenis yang
pohon/Ha, sementara luas mangrove
paling dominan untuk tingkat pohon di
yang masih tersisa adalah sebesar
kawasan pesisir Sungai Ular
182,57 Ha (Gambar 2).
(INP=151,9). Hal ini menjelaskan
bahwa jenis Burguiera sp mempunyai
peran penting pada ekosistem mangrove

71
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

439200 440100 441000 441900 442800 UTM tanah hitam gelap dengan salinitas 20
promil.
106200

106200
PETA SEBARAN MANGROVE
Bruguiera sp
N
Rhizophora sp
Sonneratia sp W E Hasil perhitungan nilai penting
Xylocarphus sp
Ceriopps sp
S
terbesar pada tingkat pohon
105300

105300
10 0 0 10 0 200 Me te r s

Skala 1:18380 teridentifikasi bahwa dua jenis


Kerapat an
(Pohon/ Ha)

10 2
Luas Ma ngrove
(Ha )

74 . 4 6 9
mangrove yaitu Avicennia sp (INP =
116,7) dan Rhizophora sp (INP= 168,3)
104400

104400
Legenda :
Ma n g r ov e

di
Sung a i
La u t
Da r at merupakan jenis yang memiliki peranan
La
ai
Su
ng Sumber :
Citra QuickBird perekaman
yang penting untuk ekosistem mangrove
103500

103500
tahun 2009

tingkat pohon di kawasan muara Sungai


Carang. Kerapatan jenis ditemukan
439200 440100 441000 441900 442800

sebesar 88 pohon/Ha, sedangkan luas


Gambar 2. Sebaran Jenis Mangrove di mangrove yang didapat di kawasan
Kawasan Muara Sungai Sungai Carang sebesar 55.63 Ha
Ladi (Gambar 3).
UTM 441900 442800 443700 444600 445500

c. Sebaran Mangrove di Kawasan PETA SEBARAN MANGROVE

Muara Sungai Carang N

104400

104400
W E

Kawasan muara Sungai Carang Avicennia sp


Rhizophora sp
Sonneratia sp
S

merupakan salah satu lokasi yang telah Bruguiera sp


Xylocarphus sp
100 0 100200 Meters

Skala 1:16924
103500

103500
mengalami pengembangan khusus Ke r a p a ta n
(P o h o n /H a )
88
Lu a s M an g r o v e
(Ha)
55 . 8 2 3

pemanfaatan mangrove sebagai wilayah


g
n
a ra
ai C Legenda :
Sung
102600

102600
Man grove

pariwisata. Di kawasan ini ditemukan Su nga i


Lau t
Darat

mangrove trail yang mengitari lingkar Sumber :


Citra QuickBird
perekaman tahun2009

luar atau daerah batas mangrove dengan


101700

101700
perairan Sungai Carang. Kawasan 441900 442800 443700 444600 445500

mangrove Sungai Carang berada pada


koordinat 0055'46.19"N Gambar 3. Sebaran Jenis Mangrove di
10429'18.59"E. Jenis mangrove yang di Kawasan Sungai Carang
temukan pada ketegori pohon adalah
Avicennia sp, Bruguiera sp, d. Sebaran Mangrove di Kawasan
Xylocarphus sp, Rhizophora sp dan Pesisir Tanjung Unggat
Soneratia sp. Dengan kondisi substrat Kawasan pesisir Tanjung Unggat
lumpur terdapat ketebalan mangrove berada pada koordinat N 0055'24.8" E
yang bervariasi antara 50 hingga 100 10428'08.2". Dengan kondisi tanah
meter kemudian dilanjutkan dengan yang berlumpur dan tergenangi air.
tanaman dataran rendah. Warna lumpur dan tanah hitam
Komposisi vegetasi mangrove di kecoklatan gelap dengan salinitas 25
kawasan Sungai Carang dapat dikatakan promil. Kondisi hutan mangrove tampak
homogen. Jenis-jenis mangrove yang mengalami gangguan berupa limbah
menyusun zona terbuka adalah rumah tangga, hal ini disebabkan lokasi
Avicennia sp dan Sonneratia sp, namun mangrove dekat daerah pemukiman
jenis ini hanya ditemukan pada jarak 0- warga sekitar. Zona terbuka ditempati
15 meter dari bibir pantai. Zona tengah jenis Avicennia sp dan Sonneratia sp,
di temukan jenis Rhizophora sp, kemudian zona tengah ditempati jenis
Bruguiera sp, dan Xylocarphus sp. Rhizophora sp.
Secara umum kondisi mangrove di Kondisi substrat berlumpur dalam
kawasan Sungai Carang sudah banyak dan tergenang di kawasan pesisir
mengalami kerusakan berupa Tanjung Unggat merupakan habitat yang
fragmentasi habitat akibat adanya cocok untuk jenis Avicennia sp sehingga
kegiatan penambangan bauksit. Air tumbuh dengan baik di sepanjang pantai.
pasang laut mempengaruhi kondisi Hasil perhitungan nilai penting terbesar
lumpur di area ini. Warna lumpur dan menurut analisis vegetasi teridentifikasi

72
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

jenis Avicennia sp (INP = 176,7), hal ini UTM 440100 441000 441900 442800 443700

menjelaskan bahwa jenis Avicennia sp PETA SEBARAN MANGROVE

100800
100800
Rhizophora sp N

memiliki peran penting pada ekosistem Sonneratia sp


Bruguiera sp
W E

Xylocarphus sp S

mangrove di kawasan Pesisir Tanjung 50 0 50100 Meters

Skala 1:14973

Unggat. Kerapatan mangrove yang

99900
99900
Kerapat an Luas Ma ngrove
(Pohon/ Ha) (Ha )

didapat di Tanjung Unggat sebesar 72 69 62.504

Legenda :
pohon/Ha, sedangkan luasan mangrove Mangr ov e
Sungai
Laut

99000
99000
hanya sebesar 27,38 Ha. Luasan
Dar at

mangrove di Tanjung Unggat memiliki Sun g ai J


an g
Sumber :
Citra QuickBird perekaman
tahun 2009

luasan yang paling sedikit, ini diduga

98100
98100
lahan mangrove telah banyak di 440100 441000 441900 442800 443700

konversi menjadi permukiman,


pelabuhan, hotel dan restoran serta Gambar 5. Sebaran Jenis Mangrove di
industri (Gambar 4). Kawasan Sungai Jang

UTM 440400 441000 441600

Rhizophora sp
PETA SEBARAN MANGROVE f. Sebaran Mangrove di Kawasan
Sonneratia sp
Avicennia sp W
N

E
Muara Sungai Dompak
Pengamatan ekosistem mangrove di
102600
102600

40 0 4080 Meters

Skala 1:9023
kawasan Sungai Dompak berada pada
Ke r ap a t an
(P o ho n / Ha )
Lu a s M a ng r ov e
( Ha )
koordinat N: 053'5.34" E:10427'35.81".
Tanjung Unggat
72 27.383
Jenis substrat di daerah ini lumpur tanah
102000
102000

Leg end a :
Kanal T anjung Unggat
Mangrov e
Laut
Darat
coklat gelap dan selalu tergenang air
Sumber :
Citra Quickbird perekaman
tahun 2009
pasang. Vegetasi mangrove di kawasan
estuari Dompak termasuk mangrove zona
101400
101400

440400 441000 441600 terbuka. Jenis mangrove yang tercatat


berdasarkan pengamatan adalah sebanyak
Gambar 4. Sebaran Jenis Mangrove di
6 jenis mangrove sejati terdiri dari:
Kawasan Tanjung Unggat
Bruguiera sp, Rhizophora sp, Sonneratia
sp, Ceriopps sp dan Xylocarphus sp. Rata-
e. Sebaran Mangrove Kawasan
rata ketebalan vegetasi mangrove 70m
Muara Sungai Jang
diukur dari bibir pantai. Kerapatan
Pengamatan yang dilakukan di
mangrove yang di dapat sebesar 138
kawasan muara Sungai Jang berada pada
pohon/Ha, sedangkan luasan mangrove
koordinat N: 053'51.69" E:10428'14.26".
sebesar 305,53 Ha (Gambar 6).
Jenis substrat di daerah ini lumpur tanah
coklat gelap dan selalu tergenang pasang 440000 442000 444000 446000
UTM

air laut. Mangrove yang ditemukan di PETA SEBARAN MANGROVE


100000
100000

N
Rhizophora sp
kawasan muara Sungai Jang termasuk Xylocarphus sp
Bruguiera sp
W E

mangrove zona payau. Jenis mangrove Ceriopps sp


Sonneratia sp 200 0 200400 Meters
S

Lumnitzera sp
yang tercatat berdasarkan hasil Skala 1:26770
98000
98000

K e ra pa t a n L ua s M a n g ro v e

pengamatan terdapat empat jenis


( P oh on / H a ) (H a)

138 22 9 . 7 9 3

p ak
mangrove sejati pada tingkat pohon S u n g a i Do
m Legenda :
Ma ng rove
Su nga i
Lau t

yaitu: Burguiera sp, Xylocarphus sp, Darat


96000
96000

Sumber :

Rhizophora sp, dan Sonneratia sp. Citra QuickBird perekaman


tahun 2009

Kerapatan mangrove yang didapat di


kawasan Sungai Jang sebesar 69 440000 442000 444000 446000

pohon/Ha, dengan luas mangrove


Gambar 6. Sebaran Jenis Mangrove di
sebesar 62.32 Ha (Gambar 5).
Kawasan Muara Sungai
Dampak

73
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

Potensi Luas Mangrove di Kawasan mangrove yang paling sedikit terdapat


Pesisir Tanjungpinang pada Kecamatan Tanjungpinang Barat
Berdasarkan hasil pengamatan yaitu kawasan pesisir Tanjung unggat
di lapangan dan pengolahan analisis yaitu hanya seluas 27,38 ha. Hal ini
citra diketahui luas total ekosistem disebabkan di kawasan tersebut sudah
mangrove yang terdapat di kawasan banyak kegiatan konversi lahan
pesisir Kota Tanjungpinang adalah mangrove menjadi kawasan
seluas 774,25 hektar. Luas ekosistem pertambangan, permukiman dan
mangrove yang ditemukan dalam kegiatan perkotaan lainnya.
pengamatan membentuk pola
penyebaran yang terdistribusi pada enam
kawasan muara sungai, meliputi luas
KESIMPULAN
mangrove di kawasan muara sungai Ular
dan muara Sungai Ladi yang termasuk 1. Komposisi jenis mangrove di
pada wilayah Kec. Tanjungpinang Kota kawasan pesisir Tanjungpinang
adalah seluas 323,39 ha, luas mangrove terdiri dari enam jenis yaitu
di kawasan muara Sungai Carang yang Rhizophora sp, Bruguiera sp,
merupakan wilayah Kec. Tanjungpinang Sonneratia sp, Avicennia sp, Ceriopps
Timur adalah seluas 55,63 ha, luas sp dan Xylocarphus sp dengan
mangrove di kawasan pesisir Tanjung sebaran ekosistem mangrove yang
unggat yang termasuk ke dalam wilayah paling dominan ditemukan pada
kec. Tanjungpinang barat adalah seluas kawasan muara Sungai Dompak,
27,38 ha, dan luas mangrove di kawasan sedangkan yang paling rendah
muara sungai Jang dan muara sungai terdapat pada kawasan pesisir
Dompak yang termasuk ke dalam Tanjung Unggat.
wilayah administrasi Kecamatan Bukit 2. Potensi luas ekosistem mangrove
Bestari adalah seluas 367,85 ha (Gambar yang paling besar terdapat pada
7). kawasan ekosistem mangrove
muara Sungai Dompak seluas
305,53 ha sekaligus memiliki
kerapatan jenis tertinggi (138
pohon/ha), sedangkan luas kawasan
ekosistem mangrove terendah
terdapat pada kawasan mangrove
Tanjung Unggat hanya seluas 27,38
ha dengan kerapatan 52 pohon/ha
dibandingkan luas total ekosistem
mangrove yang ditemukan
diseluruh kawasan pesisir Kota
Gambar 7. Peta Luas Mangrove di Tanjungpinang (774,25 ha).
Kawasan pesisir Kota Tanjungpinang

Gambar 7 memperlihatkan pada DAFTAR PUSTAKA


masing-masing kawasan muara sungai, Badola R, Barthwal S, Hussain SA.
luas mangrove yang paling besar
2012. Attitudes of local
ditemukan di Muara Sungai Dompak
wilayah kec. Bukit Bestari dengan luas Comunities towards conservation
mangrove 305,53 ha, ini di karenakan of mangrove forest: A case study
kondisi mangrove di kawasan tersebut from the east Coast of India.
relatif masih baik dan belum banyak Estuarine, Coastal and Shelf
mengalami konversi lahan mangrove Science 96: 188-196.
menjadi fungsi lain. Sedangkan luas

74
Komposisi Jenis dan sebaran ISSN: 2086-8049
Febrianti lestari Dinamika Maritim Volume IV(1) 68-75

Bengen DG. 2002. Pedoman Teknis: Kustanti A. 2011. Manajemen Hutan


Pengenalan dan Pengelolaan mangrove. Bogor: PT. Penerbit
Ekosistem Mangrove. Bogor: IPB press.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
Mandal S, Ray S, Ghosh PB. 2012.
dan Lautan. Institut Pertanian Comparative study of mangrove
Bogor. litter nitrogen cycling to the
adjacent estuary through
Ditjen RLPS, 2005. Pedoman
modelling in pristine and
Identifikasi dan Inventarisasi
reclaimed islands of Sundarban
Mangrove Departemen
mangrove ecosystem, India.
Kehutanan Republik Indonesia,
Procedia Environmental Sciences
Jakarta, 2005.
13 : 340 - 362.
Gill AM, Tomlinson PB. 1977. Studies
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut:
on the growth of red mangrove Suatu Pendekatan Ekologis.
(Rhizophora mangle L). The adult Jakarta: PT Gramedia Pustaka
root system. Siotropica 9: 145- Utama.
155 Wilkinson C and Salvat B. 2012.
Kusmana C et al. 2005. Teknik Coastal Resource Degradation in
Rehabilitasi Mangrove. Bogor: the tropics: Does the tragedy of
the commons apply for coral
Fakultas Kehutanan. Institut
reefs, mangrove forest and
Pertanian Bogor. seagrass beds. Marine Pollution
Bulletin 64: 1096-1105.

75

Anda mungkin juga menyukai