Anda di halaman 1dari 23

1

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

BIOENGINEERING SUMMIT 2016

ELECTRIC BIOENERGY OF MIDRIB BANANA STEMS:


EKSTENSIFIKASI BIOENERGI LISTRIK DARI LIMBAH PELEPAH
BATANG PISANG MELALUI TEKNOLOGI MICROBIAL FUEL CELLS
(MFC)

Eka Imbia Agus Diartika

140341601668

Mila Indiarini

130331603156

Rezky Gunawan

140611603472

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober 2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................iii
DAFTAR BAGAN..................................................................iii
ABSTRAK............................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................1
1. Latar Belakang................................................................................1
2. Tujuan.............................................................................................3
3. Batasan Produk...............................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................4
1. Pelepah Pisang................................................................................4
2. Microbial Fuel Cell.........................................................................5
BAB 3 PROTOTIPE...............................................................6
1. Alat dan Bahan.........................................................6
2. Cara Pembuatan.......................................................6
3. Desain Gambaran Prototype....................................7
4. Analisis SWOT...........................................................8
4. Kerangka Sitematis..................................................9
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................12
1. Konsep dan Mekanisme Kerja Teknologi Microbial
Fuel Cells (MFC) dengan Memanfaatkan Pelepah
Batang Pisang sebagai Bioenergi Listrik Terbarukan. .10
2. Kelebihan Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC)
dengan Memanfaatkan Pelepah Batang Pisang..........14
3. Teknik Implementasi Teknologi Microbial Fuel Cells
(MFC) dengan Memanfaatkan Pelepah Batang Pisang
sebagai Bioenergi Listrik Terbarukan......................... 15
BAB 5 PENUTUP................................................................16
1. Kesimpulan....................................................................................16
2. Saran..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................17

ii
v

DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

1.
2.
3.
4.
5.

Pelepah Batang Pisang....................................4


Slurry Pelepah Batang Pisang..........................5
Microbial Fuel Cells..........................................5
Desain Prototype.............................................8
Struktur Selulosa.........................................11

DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Sistematis 9
Bagan 2. Integrasi Pelepah Batang Pisang, MFC, dan
Penghasil Energi Listrik.....................................................14

iii

ELECTRIC BIOENERGY OF MIDRIB BANANA STEMS:


EKSTENSIFIKASI BIOENERGI LISTRIK DARI LIMBAH PELEPAH
BATANG PISANG MELALUI TEKNOLOGI MICROBIAL FUEL CELLS
(MFC)
Universitas Negeri Malang
Nama Ketua

Eka

Imbia

Agus

Diartika

(140341601668)
Nama Anggota

: Mila Indiarini (130331603156)


Rezky Gunawan (140611603472)

Abstrak: Ketersediaan energi menjadi salah satu kebutuhan esensial bagi


kehidupan manusia. Salah satu energi yang menjadi kebutuhan primer dalam
kehidupan manusia adalah energi listrik. Namun demikian, tingginya penggunaan
energi listrik menyebabkan terjadinya krisis energi yang berkepanjangan. Herlinda
(2015) dalam Surabayabisnis.com menyatakan bahwa, rasio elektrifikasi Jawa
Timur hanya 82% dan masih ada sekitar 30 desa yang belum dialiri listrik dan
belum bisa diatasi PT PLN (Persero) Jatim. Hal inilah yang mendorong penulis
untuk menciptakan sebuah gagasan dengan memanfaatkan limbah pelepah batang
pisang untuk menghasilkan bioenergi listrik melalui teknologi Microbial Fuel
Cells (MFC). MFC merupakan sel bahan bakar yang memanfaatkan materi
organik untuk digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi aktivitas
metabolismenya. MFC terdiri dari sel elektrokimia, yang memiliki anode dan
katode, serta dihubungkan melalui jembatan garam. Pelepah batang pisang
digunakan karena mengandung banyak selulosa, merupakan bahan organik yang
potensial dikembangkan melalui teknologi MFC. Pelepah pisang busuk
mengandung bakteri selulolitik indigenous yang dapat mendegradasi selulosa
menjadi slurry dan menghasilkan elektron. Elektron akan mengalir ke anode,
kemudian dialirkan melalui sirkuit eksternal, dan bereaksi dengan penerima
elektron di katode, sehingga menghasilkan energi listrik. Variasi penggunaan
dapat ditambahkan dengan bakteri non indigenous untuk mempercepat proses
degradasi selulosa dan memperbesar energi listrik yang dihasilkan. Kelebihan dari

MFC dengan pelepah batang pisang yaitu ramah lingkungan, murah, mudah
diimplementasikan, dan energi yang dihasilkan lebih besar. Implementasi MFC
menggunakan pelepah batang pisang membutuhkan kerjasama dengan berbagai
pihak antara lain Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, ahli
lingkungan dan ahli perancangan alat, pemerintah, dan masyarakat. Hipotesa yang
penulis tawarkan merupakan gagasan yang akan menjadi sebuah terobosan baru
dalam mengatasi krisis listrik, khususnya di Indonesia.
Kata Kunci: pelepah batang pisang, MFC, bioenergi listrik.

iv

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketersediaan energi menjadi salah satu kebutuhan esensial bagi kehidupan
manusia.

(Kristin, 2012). Salah satu energi yang penting dalam kehidupan

manusia adalah energi listrik. Beberapa manfaat listrik adalah untuk kemudahan
rumah tangga, pendidikan, produksi (industri), bahkan kesehatan. Di negara
berkembang seperti Indonesia, listrik diperoleh dengan cara pengolahan berbagai
macam sumber daya fosil yang dimiliki. Hasil fosil seperti minyak bumi, gas,
batubara telah dieksplorasi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan
bahan bakar khususnya minyak dan gas. Hal inilah yang memicu terjadinya
kenaikan harga dan terjadinya krisis energi, khususnya listrik di negeri ini (Putra
et al., 2012). Herlinda (2015) dalam Surabayabisnis.com menyatakan bahwa,
rasio elektrifikasi Jawa Timur hanya 82% dan masih ada sekitar 30 desa yang
belum dialiri listrik dan belum bisa diatasi PT PLN (Persero) Jatim.
Krisis energi memicu pengembangan sumber energi alternatif (renewable)
untuk mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber
energi utama bagi masyarakat. Salah satu teknologi yang dapat menghasilkan
energi listrik adalah microbial fuel cell (MFC) (Riyanto et al., 2012). MFC
merupakan sel bahan bakar yang memanfaatkan materi organik untuk digunakan
mikroba sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas metabolisme. Melalui
MFC energi kimia diubah menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik yang
menggunakan mikroba. Penggunaan mikroba dalam MFC menggantikan fungsi
enzim sehingga dihasilkan substrat yang lebih murah (Shukla et al., 2004 dalam
Riyanto et al., 2012). MFC memfasilitasi sebuah lingkungan reduksi oksidasi
yang dapat dikendalikan oleh aliran elektron dan menjadikannya alat yang
ideal untuk mengolah mikroorganisme (Ibrahim et al., 2012).
Sumber energi MFC tidak selalu harus bersumber dari hidrogen atau
karbon murni, melainkan juga dapat bersumber dari bahan organik yang
mengandung hidrogen, karbon, dan menghasilkan elektron (Ibrahim et al., 2012).

Salah satu bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber energi adalah
pelepah batang pisang. Peningkatan jumlah produksi buah pisang setiap tahunnya
memberikan dampak meningkatnya limbah pelepah batang pisang di Indonesia.
Data tahun 2008 menunjukkan bahwa produksi pisang di Indonesia mencapai 5
juta ton (Apriliani, 2013). Pada tahun 2011 di Propinsi Jawa Timur, produksi
pisang mencapai 1.188.724 ton. Menurut Dirjen Hortikultura (2012) data produksi
total buah tahun 2011 sebesar 18.313.507 ton dan meningkat menjadi 18.877.615
ton pada tahun 2012 dengan prosentase sebesar 3,08 %.
Pelepah batang pisang dapat diperoleh dari semua jenis pisang, seperti
pisang kepok, pisang raja, pisang susu, dan pisang ambon yang buahnya telah
dipanen. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pisang yang cepat menjadikan
ketersediaan pelepah batang pisang sangat melimpah. Pelepah batang pisang
banyak dibiarkan begitu saja hingga membusuk dan menimbulkan bau tidak
sedap. Padahal, limbah pelepah batang pisang mengandung bahan organik
(karbon) yang tinggi yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Bahan organik yang dimaksud adalah selulosa. Adanya selulosa pada pelepah
batang pisang menimbulkan kehadiran bakteri selulolitik indigenous yang dapat
mendegradasi selulosa tersebut menjadi bahan yang lebih sederhana, sehingga
pelepah pisang akan membusuk dan terbentuklah slurry.
Melalui proses terbentuknya slurry pelepah batang pisang itulah, maka
akan dihasilkan elektron yang potensial menghasilkan energi listrik. Semakin kuat
ikatan antar karbon pada selulosa pelepah batang pisang, maka semakin banyak
dibutuhkan bakteri pendegradasi agar terbentuk slurry, sehingga mampu
menghasilkan energi listrik yang lebih besar. Namun demikian, pemanfaatan
limbah pelepah batang pisang masih sangat kurang. Oleh karena itu, pelepah
batang pisang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan melalui
teknologi microbial fuel cell (MFC).
Microbial fuel cell secara mekanisme dilakukan dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik pada pelepah batang pisang
dan menghasilkan elektron yang ditransfer ke anode kemudian dialirkan melalui
sirkuit eksternal, sebelum bereaksi dengan penerima elektron di katode, sehingga
mampu menghasilkan energi listrik (Chae et al., 2008 & Pant et al., 2010).

Penggunaan pelepah pisang yang jumlahnya melimpah di Indonesia sebagai


substrat dalam teknologi microbial fuel cells (MFC) diharapkan dapat mengurangi
limbah pelepah pisang yang masih kurang termanfaatkan dan dapat menghasilkan
energi listrik secara berkelanjutan. MFC bersifat ramah lingkungan dan dapat
menjadi sumber energi di masa depan.
2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai
berikut.
a. Menjelaskan konsep dan mekanisme kerja teknologi microbial fuel cells
(MFC) dengan memanfaatkan pelepah batang pisang.
b. Mengetahui kelebihan teknologi microbial fuel cells (MFC) dengan
memanfaatkan pelepah batang pisang.
c. Mengetahui cara implementasi teknologi microbial fuel cells (MFC) dengan
memanfaatkan pelepah batang pisang.

3. Batasan Produk
Produk yang dihasilkan yaitu berupa rangkaian teknologi microbial fuel
cells (MFC) dengan bahan organik dari pelepah batang pisang yang potensial
menghasilkan arus listrik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pelepah Batang Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman daerah Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Tanaman pisang termasuk terna monokotil tahunan yang
tersusun atas batang semu. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan
pisang yang ditanam pada tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m di atas
permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar
antara 250C-280C dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun.
Pisang memiliki batang semu yaitu bagian yang berdiri tegak menyerupai
batang dan terdiri atas pelepah daun panjang (kelopak daun) yang saling
membungkus. Batang semu inilah yang disebut dengan pelepah batang pisang
merupakan batang semu (Sunarjono, 2002). Pelepah batang pisang (Gambar 2)
bersifat lunak dan banyak mengandung air (Cahyono, 2009). Bagian ini belum
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pelepah batang pisang mengandung
selulosa sekitar 60 - 65%, hemiselulosa 6 - 8%, dan lignin 5 - 10% dan sisanya
adalah zat ekstraktif (Jaya, 2011). Kandungan zat organik tersebut mampu
didegradasi oleh bantuan bakteri selulolitik indigenous. Bakteri pendegradasi
tersebut yang menyebabkan pelepah pisang menjadi busuk, sehingga terbentuk
slurry (Gambar 3).

Gambar 1. Pelepah Batang Pisang


(Sumber: http://bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/blog/penyakit-busukbatang-pisang)
Melalui proses terbentuknya slurry pelepah batang pisang itulah, maka
akan dihasilkan elektron yang potensial menghasilkan energi listrik. Semakin kuat
ikatan antar karbon pada selulosa pelepah batang pisang, maka semakin banyak
dibutuhkan bakteri pendegradasi agar terbentuk slurry, sehingga akan mampu

menghasilkan elektron yang lebih besar, sehingga energi listrik yang dihasilkan
pun juga semakin besar.

Gambar 2. Slurry Pelepah Batang Pisang


(Sumber: http://pupukorganiksumba.blogspot.co.id/2016_04_01_archive.html)
2. Microbial Fuel Cells
MFC (Gambar 4) merupakan jenis utama dari bioelectrochemical system
(BECs) yang mengonversi biomassa secara spontan menjadi listrik melalui
aktivitas metabolisme mikroorganisme (Imadudin et al., 2014). Bakteri bisa
digunakan dalam sistem MFC untuk menghasilkan energi listrik sambil
menyelesaikan proses penghancuran dari material organik. Metode ini merupakan
metode pengembangan energi listrik dari sumber yang dapat terbarukan tanpa
menghasilkan emisi karbondioksida (CO2) dan ramah lingkungan dan telah
dikembangkan oleh para peneliti (Du et al., 2007).
Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada bejana memproduksi
elektron kemudian dipindah ke anode dan dialirkan ke katode yang disambungkan
oleh perangkat konduktivitas untuk menghasilkan listrik yang dapat menjalankan
alat (Logan, 2008). Teknologi pengolahan limbah organik, seperti pelepah pisang
merupakan salah satu cara memelihara kelestarian lingkungan. Apabila
dibandingkan dengan baterai yang hanya mampu mengandung material bahan
bakar yang terbatas, MFC dapat secara kontinu diisi substrat untuk diuraikan oleh
bakteri menjadi bahan bakar (hidrogen).

Gambar 3. Microbial Fuel Cells


(Sumber: https://masticatedscience.wordpress.com/tag/microbial-fuel-cells/)
BAB 3

PROTOTIPE
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah baskom, pisau, pengaduk, lumpang dan alu,
kompartemen berukuran 20 cm x 15 cm x 10 cm, kabel, voltmeter, lampu LED,
termometer, dan pH meter. Bahan yang digunakan berupa pelepah batang pisang
busuk, elektrode karbon grafit ukuran 5 cm x 2 cm x 1 cm, jembatan garam
berupa KCl 1 M dan agar-agar 10%, akuades, dan air deionisasi.

2. Cara Pembuatan
a. Pembuatan Slurry Pelepah Batang Pisang
Pembuatan slurry pelepah batang pisang dilakukan dengan langkah
sebagai berikut.
a) Pelepah batang pisang yang busuk dipotong kecil-kecil.
b) Dicacah menggunakan lumpang dan alu sampai halus.
c) Ditambahkan air secukupnya dan diremas-remas.
d) Diaduk hingga tercampur dan terbentuk slurry.
Pada pelepah batang pisang busuk terkandung bakteri selulolitik
indigenous yang mampu mendegradasi selulosa menjadi bahan yang lebih
sederhana sehingga terbentuk slurry. Melalui proses terbentuknya slurry pelepah
batang pisang dengan bantuan bakteri, maka akan dihasilkan elektron yang
potensial menghasilkan energi listrik. Semakin kuat ikatan antar karbon pada
selulosa pelepah batang pisang, maka semakin banyak dibutuhkan bakteri
pendegradasi agar terbentuk slurry, sehingga akan menghasilkan elektron untuk
produksi energi listrik yang lebih besar.
b. Pembuatan Rangkaian MFC Menggunakan Pelepah Batang Pisang
Pembuatan rangkaian MFC mengacu Holmes et al. (2004), slurry pelepah
batang pisang dimasukkan ke dalam kompartemen hingga ketinggian 3 cm,
kemudian dipasang elektrode yang terbuat dari karbon grafit berbentuk silinder
dimensi 39x7 mm. Elektrolit yang digunakan pada jembatan garam adalah KCl
1M dan agar-agar 10%.

Kabel dari anode dan katode dihubungkan dengan lampu LED. Air yang
hilang selama masa pengamatan karena penguapan diganti dengan air yang telah
diionisasikan.

MFC

dioperasikan

pada

kondisi

gelap

(tanpa

cahaya).

Pengoperasian reaktor dilakukan selama 21 hari pada suhu kamar sekitar 28-29oC.
c. Variabel Terkait
Variabel bebas terdiri dari fraksi fasa slurry pelepah batang pisang yang
digunakan sebagai substrat. Variabel terikat yang terkait dengan parameter
produksi listrik adalah tegangan listrik (voltase) dan arus listrik. Selain itu, diukur
pula pH dan temperature sebagai variabel kontrol.
d. Variasi Penggunaan
Untuk variasi penggunaan bisa ditambahkan berbagai jenis mikroba dari
luar (nonindigenous) yang mampu mendegradasi selulosa, sehingga proses
pembusukan dapat terjadi lebih cepat. Untuk pengembangan penelitian dapat
melakukan pengukuran arus dan tegangan listrik dengan menggunakan multimeter
Masda DT830D. Penentuan lamanya pengukuran didasarkan pada pola
kecenderungan perubahan arus dan tegangan listrik yang dihasilkan dari
penguraian bahan organik oleh mikroorganisme (Holmes et al., 2004).
3. Desain Gambaran Prototype
Microbial fuel cell (MFC) mengubah energi kimia menjadi energi listrik
melalui reaksi katalitik yang menggunakan

mikroorganisme (Ibrahim et al.,

2012). MFC berbasis pelepah batang pisang dapat dirancang melalui beberapa
tahapan. Tahapan ini yang dapat menentukan keberhasilan MFC untuk
menyediakan energi listrik di masa yang akan datang.
Alat yang dibutuhkan antara lain baskom, pisau, pengaduk, lumpang dan
alu, kompartemen berukuran 20 cm x 15 cm x 10 cm, kabel, voltmeter, lampu
LED, termometer, dan pH meter. Sedangkan, bahan yang digunakan berupa
pelepah batang pisang busuk, elektrode karbon grafit ukuran 5 cm x 2 cm x 1 cm,
jembatan garam berupa KCl 1 M dan agar-agar 10%, akuades, dan air deionisasi.
Pengoperasian reaktor dilakukan selama 21 hari pada suhu kamar dengan rata-rata
suhu 28-29oC setiap harinya.
Penjelasan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
MFC yaitu:

1. Kompartemen : sebagai tempat slurry dan elektrode untuk menghasilkan arus


listrik dalam sel volta.
2. Grafit karbon : sebagai elektrode dalam kompartemen
3. Lampu LED : sebagai hambatan
4. Elektrolit KCl 1M dan agar-agar 10% : sebagai jembatan garam untuk
menghantarkan arus listrik
5. Pelepah batang pisang : sebagai substrat pada kompartemen anode
Setelah dilakukan analisa kebutuhan selanjutnya adalah membuat
rancangan prototype.

Gambar 4. Desain Prototype


4. Analisis SWOT
a. Strength

: Produk ini merupakan produk penghasil listrik

terbarukan yang ramah lingkungan karena berasal dari limbah pelepah


pisang.
b. Weakness

: Produk ini belum diuji secara laboratorium

mengenai nilai arus listrik yang dihasilkannya.


c. Opportunities
: Produk ini berpeluang mengatasi krisis energi
listrik di Indonesia karena proses pembuatannya mudah, murah, dan ramah
lingkungan.
d. Threats

: Produk ini belum tentu disetujui oleh pemerintah

untuk diimplementasikan.

5. Kerangka Sistematis

Krisis energi listrik di


Indonesia semakin
meningkat

Energi listrik dapat


dihasilkan melalui
teknologi microbial
fuel cells (MFC)

Limbah pelepah
batang pisang belum
termanfaatkan dan
bisa sebagai sumber
energi listrik

Menghasilkan energi
listrik terbarukan

Stabilisasi muatan
elektron dan proton
pada sel volta MFC

bakteri indigenous
mendegradasi menjadi
slurry dan
menghasilkan elektron

Bagan 1. Kerangka Sistematis

10

BAB 4
PEMBAHASAN
1. Konsep dan Mekanisme Kerja Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC)
dengan Memanfaatkan Pelepah Batang Pisang sebagai Bioenergi Listrik
Terbarukan
Pelepah batang pisang memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Pelepah
batang pisang dapat diperoleh dari semua jenis pisang, seperti pisang kepok,
pisang raja, pisang susu, dan pisang ambon yang buahnya telah dipanen.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pisang yang cepat menjadikan
ketersediaan pelepah batang pisang sangat melimpah. Limbah pelepah batang
pisang mengandung bahan organik (karbon) yang tinggi yang potensial untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Rancangan penelitian ini menggunakan
pelepah batang pisang yang sudah busuk agar terdapat bakteri yang hidup di
dalamnya, sehingga tanpa penambahan bakteri dari luar, sudah terdapat bakteri
langsung karena proses pembusukan pelepah batang pisang. Kandungan zat
organik dalam pelepah batang pisang tersebut mampu didegradasi oleh bantuan
bakteri selulolitik indigenous. Bakteri pendegradasi tersebut yang menyebabkan
pelepah pisang menjadi busuk, sehingga terbentuk slurry.
Melalui proses terbentuknya slurry pelepah batang pisang itulah, maka
akan dihasilkan elektron yang potensial menghasilkan energi listrik. Semakin kuat
ikatan antar karbon pada selulosa pelepah batang pisang, maka semakin banyak
dibutuhkan bakteri pendegradasi agar terbentuk slurry, sehingga diperkirakan
akan mampu menghasilkan elektron yang lebih besar, sehingga energi listrik yang
dihasilkan pun juga semakin besar. Pelepah batang pisang dapat dibuat dalam fase
slurry. Fase slurry ini digunakan sebagai substrat pada kompartemen anode.
Mikroorganisme yang berperan pada reaktor MFC mendapatkan makanan dari
pelepah batang pisang dan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan untuk
membentuk slurry pelepah batang pisang. Mikroorganisme melekat pada anode
pada kondisi anaerobik. Selanjutnya, akan terjadi proses degradasi pelepah batang
pisang, sehingga diperoleh karbondioksida, proton, serta elektron.

11

Proses degradasi pelepah batang pisang tersebut termasuk reaksi oksidasi.


Christy (2008) dalam Imaduddin (2014) menyatakan bahwa proses terbentuknya
listrik yaitu dari proses pengubahan senyawa selulosa melalui proses hidrolisis,
fermentasi, dan elektrogenesis. Hidrolisis selulosa merupakan proses pemutusan
ikatan b-1,4-glikosida pada selulosa (Gambar). Proses hidrolisis ini merupakan
proses penting untuk menghasilkan etanol yang dapat dibuat dari fermentasi
glukosa yang diperoleh dari hasil hidrolisis selulosa. Hasil dekomposisi bahan
organik kompleks yang ada di dalam pelepah batang pisang dapat digunakan
sebagai sumber energi untuk tahap berikutnya.Kenaikan voltase pada reaktor
diakibatkan meningkatnya aktivitas mikroorganisme.

Gambar 5. Struktur Selulosa


(Sumber: https://croisant.wordpress.com/2013/09/16/struktur-dan-fungsimakromolekul-karbohidrat-protein-lipid-dan-asam-nukleat-di-dalam-sel/)
Logan (2007) dalam Imaduddin (2014) menyatakan bahwa transfer proton
mempengaruhi secara signifikan pada performa MFC. Ketika substrat yang
berupa pelepah batang pisang busuk terdegradasi, proton diproduksi oleh anode
dan

dikonsumsi

oleh

katode.

Dalam

sistem

biologik,

mikroorganisme

menggunakan substrat pelepah batang pisang untuk mensintesis bahan seluler


baru dan menyediakan energi untuk sintesis. Dengan adanya substrat pelepah
batang pisang sebagai makanan eksogenes mikroorganisme, sintesis bahan seluler
baru akan lebih banyak daripada respirasi endogenes. Dengan demikian,
mikroorganisme

akan

menjadi

lebih

berlimpah.

Mekanismenya

dapat

digambarkan sebagai berikut.

Pada kompartemen anode, mikroorganisme akan mengoksidasi material


organik pada kondisi anaerob. Proses inilah yang berperan dalam produksi

12

elektron atau listrik pada reaktor MFC. Dengan adanya jumlah mikroorganisme
yang lebih banyak, tentunya proses oksidasi akan berjalan semakin banyak. Gula
sederhana sebagai molekul biodegradable terdegradasi dapat dituliskan melalui
persamaan berikut:

Elektron akan mengalir melalui sirkuit kompartemen anode. Selanjutnya,


proton akan melewati jembatan garam untuk menstabilkan muatan pada kedua
kompartemen. Pada kondisi ini, terjadi perbedaan potensial antara kompartemen
katode dan anode. Proton dan elektron yang berasal dari anode digunakan untuk
mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+. Adanya elektron yang mengalir pada sistem tiap
satuan waktu akan menghasilkan arus listrik. Bila pertumbuhan mikroorganisme
terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan nutrien dari protoplasmanya
untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup. Dengan demikian, ketika nutrien
dari limbah pelepah batang pisang semakin sedikit, respirasi endogenes akan
berlangsung lebih banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba
(Imaduddin, 2014).
Berkurangnya aktivitas mikroorganisme ini, menyebabkan proses oksidasi
bahan organik menjadi semakin sedikit. Dengan demikian, jumlah elektron yang
mengalir serta proton yang dihasilkan semakin sedikit. pH sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Pada proses pengolahan anaerob,
pertumbuhan mikroorganisme lebih baik dalam suasana netral (pH 7,0) atau
sedikit basa (pH 7,2-7,4), tetapi pada umumnya dapat hidup pada pH 6,67,5.
Batas pH untuk pertumbuhan mikroorganisme merupakan suatu gambaran dari
batas pH bagi kegiatan enzimatik. Jumlah substrat yang digunakan oleh bakteri
juga dipengaruhi oleh kondisi pH (Imaduddin, 2014).
Dinyatakan pula bahwa aktivitas biologi dapat mengubah pH substrat.
Penurunan pH disebabkan oleh reaksi oksidasi sulfat, nitrifikasi, oksidasi karbon
organik, sedangkan kenaikan pH di pengaruhi oleh reaksi fotosintesis,
denitrifikasi, pemecahan nitrogen organik, dan reduksi sulfat. Naik turunnya pH
ini mempengaruhi kondisi voltase pada reaktor. Hal ini dikarenakan kondisi pH
mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme. Kondisi voltase yang berubah

13

berdampak pada kerapatan daya dan energi yang dihasilkan pada masing-masing
reaktor (Imaduddin, 2014).
Kemungkinan juga bisa terjadi penurunan kerapatan daya pada reaktor
serta energi yang dihasilkan oleh reaktor. Hal ini dimungkinkan karena
terbentuknya biofilm pada elektrode MFC sehingga terjadi peningkatan hambatan
di permukaan elektrode. Pada proses pengolahan awal, energi yang dihasilkan dari
metabolisme bahan organik sebagian besar digunakan untuk membentuk biofilm.
Sel-sel teradsorpsi dipermukaan media kemudian tumbuh, berkembangbiak dan
menghasilkan extracellular

polymeric

substances (EPS) untuk membentuk

biofilm. Elektrode karbon pada kompartemen anode MFC berperan menjadi


media lekat bagi mikroorganisme untuk membentuk biofilm. Selain sel bakteri
hidup dan sel bakteri yang mati dapat membentuk lapisan pada permukaan anode
semakin bertambah (Imaduddin, 2014).
Apabila permukaan elektrode sudah dipenuhi oleh biofilm, jumlah
elektron yang ditransfer

ke elektrode semakin sedikit

sehingga

terjadi

penurunan arus listrik. Dengan demikian, kerapatan daya dan energi listrik yang
dihasilkan MFC juga menurun. Adanya biofilm memungkinkan terhambatnya
transfer massa, seperti transfer oksigen atau substrat melalui lapisan EPS dapat
menghambat pertumbuhan mikrobiologi di dasar biofilm. Mikroba memerlukan
waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan bereproduksi agar
terbentuk korsorsium mirkroba yang stabil. Biofilm yang berkembang seiring
berjalannya waktu dapat menutupi elektrode sehingga memperkecil luas
permukaan elektrode yang dapat mengalirkan arus akibatnya meningkatkan
penurunan arus listrik serta mempengaruhi produksi energi listrik. Keberadaan air
pada reaktor MFC berperan dalam mekanisme degradasi limbah pelepah batang
pisang. Terdapat kecenderungan naiknya energi listrik yang dihasilkan pada awal
pengoperasian reaktor yang menunjukkan adanya peningkatan sintesis seluler
mikroorganisme. Selanjutnya, terdapat penurunan energi yang dipengaruhi pH
lingkungan hidup mikroorganisme serta proses terbentuknya biofilm pada
elektrode (Imaduddin, 2014).
Penjelasan di atas merupakan konsep dari MFC dengan pelepah batang
pisang busuk sebagai substratnya, sehingga dapat menyalakan lampu LED. Dari

14

konsep tersebut, dapat diketahui bahwa bahan organik seperti pelepah batang
pisang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik, sehingga dapat
meminimalisir krisis energi listrik di Indonesia. Secara ringkas, integrasi antara
pelepah batang pisang, MFC, dan penghasil energi sebagai berikut.

Proses pembentukan
slurry
(menghasilkan
elek
Pelepah batang pisang busuk mengandung
bakteri selulolitik
Penambahan
indigenous
air untuk

Proton melewati jembatan garam untuk menstabilkan


perbedaan potensial antara kompartemen katode dan anode
Elektron m

Proses degradasi selulosa pada


pelepah
pisang lebih
sulit.
ENERGI
LISTRIK
Mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+
Dengan demikian, elektron
yang dihasilkan lebih besar,
sehingga energi listik yang
dihasilkan pun lebih besar.

Bagan 2. Integrasi Pelepah Batang Pisang, MFC, dan Penghasil Energi Listrik
2. Kelebihan Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) dengan Memanfaatkan
Pelepah Batang Pisang
Kelebihan MFC dengan memanfaatkan pelepah batang pisang yaitu
sebagai berikut.
a. Ramah Lingkungan
MFC menggunakan limbah pelepah pisang dapat mengurangi jumlah limbah
pelepah pisang yang kurang termanfaatkan. Penggunaan teknologi MFC tidak
akan berdampak buruk bagi lingkungan.
b. Murah
Substrat yang digunakan untuk MFC sangat murah, yaitu dengan
memanfaatkan bahan yang masih belum termanfaatkan, yaitu limbah pelepah
pisang.
c. Mudah diimplementasikan

15

Pelepah pisang mudah didapatkan, mengingat Indonesia merupakan produsen


pisang yang cukup tinggi. Alat, bahan, serta cara kerja MFC mudah dilakukan
oleh berbagai pihak, tanpa biaya mahal. Dengan demikian, bisa didapatkan
hasil maksimal dari aplikasi MFC menggunakan pelepah pisang ini, yaitu
energi listrik yang lebih besar.
d. Energi yang dihasilkan lebih besar
Pelepah pisang mengandung kandungan selulosa yang cukup tinggi. Dengan
demikian, membutuhkan energi yang lebih besar dari bakteri selulolitik
indigenous untuk bisa terbentuk slurry. Hal ini akan berdampak pada
meningkatnya angka loncatan elektron pada elektrode dan bisa menghasilkan
energi listrik yang lebih besar.
3. Teknik Implementasi Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC) dengan
Memanfaatkan Pelepah Batang Pisang sebagai Bioenergi Listrik
Terbarukan
Pihak-pihak yang dapat

membantu mengimplementasikan Teknologi

Microbial Fuel Cells (MFC) dengan Memanfaatkan Pelepah Batang Pisang


sebagai Bioenergi Listrik Terbarukan antara lain sebagai berikut.
a. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Berperan dalam membuat peraturan mengenai pentingnya menjaga lingkungan,
termasuk sosialisasi pemanfaatan limbah pelepah batang pisang dan produksi
energi listrik secara massal yang ramah lingkungan.
b. Ahli lingkungan dan ahli perancangan alat
Ahli lingkungan dan ahli perancangan alat membantu dalam perancangan
perangkat MFC berbasis pelepah batang pisang sebagai penghasil energi listrik
terbarukan.
c. Pemerintah
Pemerintah dapat berperan aktif dalam melegalkan, mensosialisasikan, serta
memberikan dana untuk mengimplementasikan MFC berbasis pelepah batang
pisang sebagai penghasil energi listrik terbarukan.
d. Masyarakat

16

Masyarakat berperan dalam merealisasikan teknologi MFC dalam kehidupan


sehari-hari, terutama untuk daerah yang kekurangan energi listrik.

BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut.
a. Mirobial fuel cells (MFC) menggunakan pelepah batang pisang
merupakan suatu teknologi untuk menghasilkan energi listrik
dengan bahan organik sebagai substratnya dan melalui
serangkaian alat sel volta.
b. Kelebihan dari MFC menggunakan pelepah batang pisang yaitu
ramah lingkungan, murah, mudah diimplementasikan, dan
energi yang dihasilkan lebih besar.
c. Implementasi MFC menggunakan pelepah batang pisang
membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak antara lain
Kementerian

Lingkungan

Hidup

Republik

Indonesia,

ahli

lingkungan dan ahli perancangan alat, pemerintah, dan


masyarakat.

2. Saran
Saran yang diberikan sebagai berikut.
a. MFC menggunakan pelepah batang pisang dapat diaplikasikan
pada daerah yang mengalami krisis energi listrik di Indonesia.
b. Penelitian MFC sebagai penghasil energi listrik menggunakan
bahan organik perlu dikembangkan lagi dalam ranah yang
lebih luas.

17

DAFTAR RUJUKAN
Apriliani S., Asteria dan Franky Agustinus, 2013. Pembuatan Etanol dari Kulit
Pisang Secara Fermentasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik
:Universitas Diponegoro. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri:Vol.2, No. 2.
Cahyono, Bambang. 2009. Pisang, Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen.
Jogjakarta: Penerbit KANISIUS.
Chae KJ, Choi M, Ajayi FF, Park W, Chang IS, Kim IS. 2008. Mass Transport
trhough A Proton Exchange Membrane (Nafion) in Microbial Fuel Cells.
Journal Energy Fuel 22 (1): 169-176.
Direktorat Jenderal Hortikultura,. 2013. Angka Tetap Komoditas Hortikultura
Tahun 2012. Direktorat Jenderal Hortikultura: Jakarta.
Ditjen Hortikultura 2012.
Du Z, Li H, Gu T. 2007. A State Art Review on Microbial Fuel Cells: A Promising
Technology for Waste Water Treatment and Bioenergy. Biotechnology
Advances 25: 464-482.
Ibrahim , Bustami, Pipih Suptijah, & Syeila Rosmalawati. 2014. Kinerja
Rangkaian Seri Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari
Limbah Cair Perikanan. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 1.
Imaduddin, Muhamad, Hermawan, & Hadiyanto. 2014. Pemanfaatan Sampah
Sayur Pasar dalam Produksi Listrik melalui Microbial Fuel Cells. J. Sains
Dasar 2014 3 (2) 196 204.
Kristin, Ester. 2012. Produksi Energi Listrik melalui Microbial Fuel Cell
Menggunakan Limbah Industri Tempe. Depok: UI.

18

Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cell. United States of America: A John Wiley &
Sons Inc.
Putra, Luki Swandiri, Tri Wahono, Titok Limas Maulana, & Deny Abdul Azis.
2012. Sumber Energi Listrik melalui Metode Microbial Fuel Cells dengan
Menggunakan Bio Slurry sebagai Penerangan Kehidupan Manusia.
Riyanto, Bambang, Akhiruddin Maddu, & Yayan Firmansyah. 2012. Degradasi
Bahan Organik dan Pemanfaatan Arus Listrik pada Sedimen Tambak Udang
Tradisional melalui Microbial Fuel Cell. JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 3.
Sunarjono. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tjitrosoepomo, G. 2000.
University Press.

Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai