PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada masalah krusial yang menyangkut
hajat hidup orang banyak. Pertumbuhan manusia yang semakin meningkat
menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan pasokan sumber
energi listrik semakin menipis. Ketersediaan minyak bumi yang selama ini menjadi
sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan hanya tersisa 25% dari total
minyak bumi dunia (Bustami, 2017). Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Peningkatan kebutuhan listrik tersebut rata - rata adalah 6,5% per tahun hingga tahun
2020 (Rachmad, 2017).
1. Untuk mengetahui proses limbah kulit buah pepaya sehingga dapat menjadi
bahan bakar bagi MFC secara kimia
2. Untuk mengetahui sistem kerja MFC sebagai sumber pembangkit energi
listrik alternatif dan ramah lingkungan berbahan bakar limbah kulit buah
pepaya
3. Untuk mengetahui power density yang dihasilkan MFC dengan menggunakan
limbah kulit buah pepaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah
Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena dapat menurunkan kualitas
lingkungan (Zulkifli, 2014).
Berdasarkan sumber atau asal limbah, maka limbah dapat dibagi kedalam
beberapa golongan yaitu :
1. Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi,
dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif
limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan
berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut, lemak.
2. Limbah nondomestik, yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumber-sumber
lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas pestisida, bahan pupuk dan
lainnya (Kristianto, 2002).
2.2 Pepaya
Pepaya (Carica papaya) merupakan buah yang berasal dari benua Amerika
yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Namun, kebanyakan orang hanya
memanfaatkan daging buahnya saja. Padahal, bagian lain dari pepaya juga
mengandung banyak manfaat, contohnya kulitnya. Pada dasarnya, kulit pepaya
memiliki kandungan gizi yang mirip dengan buahnya. Hanya saja, kulit pepaya
mengandung enzim papain yang lebih dominan terutama pada kulit pepaya muda
karena getahnya yang masih banyak. Pepaya adalah sumber serat yang baik, folat,
vitamin A, karotenoid, lutein, likopen, dan asam amino esensial yang
mempengaruhi fungsi sel yang tepat (Anastasia, 2015).
Pepaya memiliki vitamin E empat kali lebih banyak, 33% vitamin C lebih
banyak, 50% kalium lebih banyak, dan kalori lebih sedikit daripada jeruk. Secara
mendetail, kulit maupun buah pepaya mengandung 46 KKal, protein 0.50 gram,
karbohidrat 12.20 gram, kalsium 23 mg, besi 1.7 mg, vitamin A 365 SI, vitamin
B1 0.04 mg, vitamin C 78.9 mg, dan air 86.7 mg. Lebih dari lima puluh jenis
asam amino terkandung dalam getah buah pepaya muda, antara lain asam
aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin,
leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysine, arginin, triptophan, dan sistein
(Anastasia, 2015).
2.3 Energi Listrik
Energi listrik adalah energi utama yang dibutuhkan bagi peralatan listrik
atau energi yang tersimpan dalam arus listrik dengan satuan amper (A) dan
tegangan listrik dengan satuan Volt (V) dengan ketentuan kebutuhan
konsumsi daya listrik dengan satuan Watt (W)untuk menggerakkan motor,
lampu penerangan, memanaskan, mendinginkan ataupun untuk menggerakkan
kembali suatu peralatan mekanik untuk menghasilkan bentuk energi yang lain.
(Kardiwarman, 2003)
2.4 Fuel Cells
Fase stasioner merupakan saat laju pertumbuhan mikroba sama dengan laju
kematiannya, sehingga jumlah mikroba keseluruhan akan tetap. Keseimbangan
jumlah keseluruhan mikroba ini terjadi karena adanya pengurangan derajat
pembelahan sel. Hal ini disebabkan oleh kadar nutrisi yang berkurang dan terjadi
akumulasi produk toksik sehingga mengganggu pembelahan sel.
Fase stasioner ini dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan
peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan.
(Waluyo, 2004)
Pada tahap ini, reaksi hidrolisis yang terjadi pada sampel kulit buah pepaya
adalah
Sistem yang digunakan dalam MFC ini adalah sistem dua bejana, yang terdiri
atas bejana anoda dan bejana katoda yang dipisahkan oleh Proton Exchange
Membran (PEM) dan mediator metilen blue dengan lama waktu operasi 20 hari.
PEM dibutuhkan untuk menghindari difusi aseptor elektron yang beracun seperti
permanganat ke dalam ruang anoda sekaligus untuk memfasilitasi transfer proton
atau kation lainnya ke ruang katoda. Ruang anoda merupakan ruangan yang berisi
substrat dan bakteri tempat terjadinya oksidasi, sementara ruang katoda berisi
larutan elektrolit. Elektroda yang digunakan adalah elektroda grafit karena
memiliki tingkat kestabilan (inert) yang cukup baik. Luas permukaan elektroda
yang digunakan adalah 1,46 x 10-3 m2 (Lisa, 2018). bakteri yang digunakan
bersifat elektrokimia aktif untuk mentransfer elektron ke elektroda, dimana
elektron dibawa langsung dari enzim bakteri ke elektroda. Contoh bakteri yang
bersifat elektrokimia aktif seperti Shewanella putrefaciens dan
Aeromonashydrophila (Li, 2010).
Limbah kulit pepaya yang sudah di inkubasi selama tiga hari, ditempatkan
dalam bejana anoda. Bejana anoda dibuat dalam kondisi anaerob, bejana ditutup
rapat dengan kaca penutup. Dual chamber MFC memiliki dua ruang sehingga
substrat dan larutan elektrolit tidak saling bercampur. Mikroba yang berasal dari
pembusukan limbah kulit pepaya akan mengoksidasi substrat limbah kulit pepaya
dalam bejana anoda untuk menghasilkan elektron, proton beserta karbon dioksida
sebagai produk oksidasi (Ester, 2012).
Reaksi kimia yang terjadi di Anoda (mengalami oksidasi)
Pada reaksi di atas, zat yang mengalami oksidasi merupakan senyawa organik
C6H12O6. Senyawa organik tidak memiliki biloks, tetapi hanya pernyataan
terjadinya reaksi reduksi atau oksidasi. Pada anoda, terjadi respirasi anaerobik
seperti pada gambar 3.2 berikut.
e- energi
Senyawa Anorganik
tereduksi
(Aseptor Elektron)
Gambar 3.2 Respirasi Anaerobik (Winarno, 1993)
Elektron yang dihasilkan ditransfer dengan bantuan dari larutan metilen blue
yang berada di bejana anoda. Metilen blue bertindak sebagai mediator yang
mampu melewati membran sel, yang akan menerima elektron lalu meninggalkan
sel dalam bentuk tereduksi dan kemudian mengeluarkan elektron ke permukaan
elektroda. Metilen blue bersifat oksidator yang akan tereduksi menjadi
leukometilen blue. Metilen blue dalam proses ini mengalami reaksi oksidasi-
reduksi seperti pada gambar 3.3 berikut:
Gambar 3.3 Redoks Metilen Blue (Qian, 2015)
Pada reaksi di atas, zat yang mengalami reduksi adalah atom Oksigen, dimana
biloks O pada O2 adalah 0, sedangkan biloks O pada H2O adalah -2. Suatu proses
reduksi ditandai dengan berkurangnya harga biloks suatu unsur. Reaksi yang
terjadi pada katoda, dengan menggunakan KMnO4 sebagai katodik dalam
lingkungan asam diberikan dibawah ini:
Hubungan power density berbanding lurus dengan hasil perkalian kuat arus
(mA) dengan tegangan listrik (V) dan berbanding terbalik dengan luas permukaan
elektroda yang digunakan (m2). Gambar 3.6 dan gambar 3.7 berturut-turut
menunjukkan nilai dari kuat arus dan tegangan selama 20 hari penelitian.
Pada awal pengukuran, nilai power density cenderung rendah dan menurun.
Hal ini disebabkan karena mikroba sedang berada pada fase lag atau fase
adaptasi, dimana pada fase ini mikroba sedang menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru. Sehingga substrat belum banyak teroksidasi.
Setelah beberapa hari, nilai power density mulai meningkat. Hal ini
menunjukkan mikroba sedang berada pada fase eksponensial, yaitu fase dimana
sel mikroba membelah dengan cepat dan konstan. Nilai power density maksimum
diperoleh pada hari ke-17. Bertambahnya jumlah sel bakteri ini memungkinkan
semakin banyaknya proton dan elektron yang dapat dihasilkan dari proses
metabolisme sehingga kuat arus yang terbaca semakin besar. Pada setelah hari ke-
17 dan seterusnya, nilai power density drastis menurun. Habisnya ketersediaan
bahan bakar substrat dari limbah kulit buah pepaya pada bejana anoda
mengakibatkan nilai power density yang dihasilkan menurun. Proses degradasi
oleh mikroba menjadi berhenti dan tidak ada lagi tranfer elektron dan proton
dalam sel.
Pada jurnal yang penulis bahas ini, power density yang dihasilkan tidak bisa
menghidupkan bola lampu yang dipasang di rangkaian alat MFC karena untuk
menghidupkan lampu LED dibutuhkan tegangan 1,8 V, sedangkan tegangan
maksimum yang diperoleh dari alat ini hanya 1,08 V.
3.4 Kondisi pH
BAB IV
KESIMPULAN