Anda di halaman 1dari 17

Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT JERUK SEBAGAI SUMBER ENERGI


TERBARUKAN DI DESA SELOREJO, KABUPATEN
MALANG: LITERATURE REVIEW
ORANGE PEEL WASTE TREATMENT AS A RENEWABLE ENERGY SOURCE IN
SELOREJO VILLAGE, MALANG REGENCY: LITERATURE REVIEW

Billy Akhbar Nugraha1 dan Talitha Philofia Sopandi2


1
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Jl Veteran, Malang, 65145, Indonesia
2
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl
Veteran, Malang, 65145, Indonesia,
E-mail: billyakbarnugraha@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara penghasil buah jeruk terbesar di Asia Tenggara. Produksi buah
jeruk pada tahun 2019 tercatat sebesar 2,77 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat
3,64% setiap tahunnya. Potensi tersebut mendukung pertumbuhan industri olahan jeruk yang
didominasi oleh industri kecil dan menengah. Salah satu sentra industri olahan buah jeruk di
Indonesia berada di Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dengan kapasitas
produksi 15.080 ton/tahun. Tingginya kapasitas produksi olahan buah jeruk sebanding
dengan rata-rata limbah kulit jeruk yang dihasilkan yaitu sebesar 208 ton/tahun. Limbah
yang dihasilkan dalam volume besar dapat menimbulkan potensi degradasi lingkungan
apabila tidak disertai pengolahan yang tepat. Pengolahan limbah kulit jeruk dapat dilakukan
dengan bantuan Microbial Fuel Cell (MFC). MFC merupakan salah satu teknologi yang
mampu mengahasilkan energi terbarukan dan ramah lingkungan. MFC dapat mengubah
energi kimia yang tersimpan dalam senyawa organik menjadi energi listrik dengan bantuan
mikroorganisme (biokatalis). Tujuan penelitian ini untuk menyajikan alternatif pengolahan
limbah kulit jeruk agar material organik dapat terdegradasi dan menghasilkan sumber energi
terbarukan (bioelectricity). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif
dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelusuran yang digunakan adalah literature review
berupa case report melalui situs jurnal terakreditasi seperti ProQuest, Science Direct dan
Emerald Publishing.

Kata kunci: Energi Terbarukan, Limbah Kulit Jeruk, Microbial Fuel Cell (MFC), Pengolahan
Limbah.

ABSTRACT

Indonesia is the biggest orange producer in the Southeast Asia. The orange production in
2019 was recorded at 2,77 million tons and is expected to continue to increase by 3,64%
annually. This potential supports the orange processing industry growth, which is dominated
by small and medium enterprises. One of the Indonesia’s orange processing industrial center
is in Selorejo Village, Dau District, Malang Regency with a production capacity of 15.080
tons/year. The high production capacity of processed orange is comparable to the average
orange peel waste produced, which is 208 tons/year. Waste generated in large volumes can

1
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

cause potential environmental degradation if it is not accompanied by proper treatment.


Orange peel waste treatment can be done using Microbial Fuel Cell (MFC). MFC is a
technology that can produce renewable and environmentally friendly energy. MFC converts
chemical energy of organic compounds into electricity with the help of microorganisms
(biocatalysts). This study aims to provide an alternative for orange peel waste treatment to
degrade organic matter while producing renewable energy source (bioelectricity). This study
uses qualitative and quantitative methods (descriptive analytical). Literature review is
deployed in the form of case reports through accredited journal sites such as ProQuest,
Science Direct and Emerald Publishing.

Keywords: Microbial Fuel Cell (MFC), Orange Peel Waste, Renewable Energy, Waste
Treatment.

1. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mempunyai kekayaan alam, keanekaragaman
hayati dan berpeluang besar bagi pengembangan budidaya pertanian. Sektor pertanian
berpotensi untuk terus dikembangkan dan memegang peran penting dalam perekonomian
Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah penduduk Indonesia yang hidup dan bekerja
pada sektor tersebut. Penduduk yang bermata pencaharian dari sektor pertanian jumlahnya
sangat besar, begitu pula dengan produk nasional yang berasal dari pertanian (Susilowati,
2016).

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting.
Hortikultura yang menjadi unggulan Indonesia merupakan buah-buahan karena Indonesia
merupakan salah satu negara yang terkenal dengan berbagai macam jenis buah tropisnya.
Didukung oleh alam tropis yang sangat subur, peluang untuk mengembangkan tanaman buah
tropis menjadi besar. Selain itu, potensi untuk mengembangkan buah-buahan tropis di
Indonesia juga didukung oleh peluang pasar yang masih sangat tinggi. Salah satu komoditas
utama buah-buahan adalah jeruk.

Indonesia merupakan negara penghasil buah jeruk terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan
data Food and Agriculture (FAO) tahun 2009 hingga 2019, prospek perkembangan jeruk
Indonesia di kancah ASEAN cukup baik mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas
panen dan produksi terbesar untuk jeruk di ASEAN (Santoso dkk., 2020). Produksi buah
jeruk pada tahun 2019 tercatat sebesar 2,77 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat
3,64% setiap tahunnya (Badan Pusat Statistik, 2019). Potensi tersebut mendukung
pertumbuhan industri olahan jeruk yang didominasi oleh industri kecil dan menengah.

Desa Selorejo yang terletak di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur merupakan
salah satu daerah penghasil jeruk tertinggi di Indonesia. Suhu udara yang rendah dan
kelembaban yang tinggi mendukung untuk pengembangan pertanian khususnya pada buah
jeruk. Pada tahun 2016, Desa Selorejo dapat menghasilkan 788.025 ton/tahun jeruk dan
15.080 diantaranya diolah oleh industri kecil dan menengah menjadi sirup, sabun, es krim
hingga permen (Mutiara dan Nurhantanto, 2017). Tingginya kapasitas produksi olahan buah
jeruk sebanding dengan rata-rata limbah kulit jeruk yang dihasilkan yaitu sebesar 208

2
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

ton/tahun. Kulit jeruk berkontribusi sebesar 40-50% dari total bobot buah (Indrastuti dan
Aminah, 2020). Limbah yang dihasilkan dalam volume besar dapat menimbulkan potensi
degradasi lingkungan apabila tidak disertai pengolahan yang tepat. Akan tetapi, kulit jeruk
merupakan limbah yang sangat berharga dan dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan limbah kulit
jeruk memiliki beberapa keuntungan, selain karena ketersediaannya yang selalu ada dengan
jumlah melimpah, juga merupakan biomassa murah yang dapat diperbaharui.

Pengolahan limbah kulit jeruk dapat dilakukan dengan bantuan Microbial Fuel Cell (MFC).
MFC merupakan teknologi yang dapat dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan sekaligus krisis energi di masa depan. Kemampuan MFC
mendegradasi limbah dan menghasilkan listrik secara simultan menjadikan teknologi ini
sangat berbeda dengan teknik pengolahan limbah lainnya. MFC dapat mengubah energi kimia
menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik dengan bantuan mikroorganisme (Putra dkk.,
2012). Selain permasalahan energi, Indonesia juga dihadapkan dengan permasalahan
pengolahan limbah. Zat organik yang terdapat pada limbah dapat dimanfaatkan sebagai
sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba pada sistem MFC, sehingga banyak keuntungan
yang didapatkan dalam proses MFC.

Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada reaktor memproduksi elektron kemudian
dipindah ke anoda dan dialirkan ke katoda yang disambungkan oleh perangkat konduktivitas
untuk menghasilkan listrik yang dapat menjalankan alat. Sistem MFC ini akan memanfaatkan
hasil dari proses metabolisme mikroorganisme. Mikroorganisme akan melakukan
metabolisme dengan mengurai substrat menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2).

Hidrogen merupakan bahan baku yang digunakan untuk reaksi reduksi dengan oksigen,
sehingga melepaskan elektron pada anoda sebagai sumber arus listrik. Elektron yang
dihasilkan ditransfer melalui sirkuit eksternal dari anoda menuju katoda yang didalamnya
terdapat larutan elektrolit sebagai aseptor elektron sehingga menimbulkan tegangan listrik.
Proton dan elektron pada katoda selanjutnya akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan air
(H2O) (Putra dkk., 2018). Hasil dari sistem kerja MFC menurut Latif dkk. (2020), Chemical
Oxygen Demend (COD) dapat diturunkan nilainya hingga 49,9%, Biological Oxygen Demand
(BOD) dapat diturunkan nilainya hingga 55,91% dan Total Amonia Nitrogen (TAN) dapat
diturunkan nilainya hingga 43,37%. Selain itu, MFC dapat mengubah energi kimia yang
tersimpan dalam senyawa organik menjadi energi listrik melalui reaksi redoks dengan
bantuan mikroorganisme sebagai biokatalis. Arus listrik yang dihasilkan dari MFC hingga
0,302 mA dan tegangan hingga 208 mV.

Tujuan penelitian ini untuk menyajikan alternatif pengolahan limbah kulit jeruk agar material
organik dapat terdegradasi dan menghasilkan sumber energi terbarukan (bioelectricity).
Penjelasan mengenai alternatif disajikan dalam bentuk literature review. Maka dari itu,
makalah ini disusun sebagai berikut: metodologi penelitian dijelaskan di bagian berikutnya,
diikuti penjelasan dan analisis hasil temuan, penerapan MFC di Desa Selorejo dan diakhiri
dengan kesimpulan.

2. METODE PENELITIAN

Metode pada penulisan ini adalah literatur review dan ditujukan untuk melakukan analisis
mengenai literatur berkaitan dengan topik yang dibahas. Literature review dapat diartikan

3
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

sebagai pendekatan secara terstruktur dan komprehensif dalam menelusuri perspektif dan
praktik teoritis melalui literatur pada bidang tertentu (Pratiwi, 2017). Dikarenakan
keterbatasan studi mengenai pengolahan limbah kulit jeruk sebagai sumber energi terbarukan
di Desa Selorejo, Kabupaten Malang, maka pada penulisan ini ditelusuri studi baik terkait
topik secara umum maupun pada sektor lainnya untuk kemudian akan dianalisis potensi
penerapannya.

2.1 Proses Sampling


Proses sampling diawali dengan melakukan pencarian literatur untuk mengumpulkan berbagai
jenis substrat yang dapat diaplikasikan dalam energi terbarukan yang terdapat pada penelitian
terdahulu. Pencarian dilakukan dengan kombinasi beberapa kata kunci untuk mengambil
sampel berupa publikasi ilmiah yang diterbitkan pada jurnal internasional bereputasi. Dalam
konteks penulisan ini, beberapa kata kunci yang dipakai dalam pencarian antara lain
“renewable energy” dan “waste treatment” untuk menelusuri sumber referensi yang berkaitan
dengan pengolahan limbah dan sumber energi terbarukan secara umum. Selain itu, kata kunci
“biomass” dan “bioenergy” digunakan untuk menelusuri penerapan energi baru terbarukan.
Kata kunci seperti “orange peel waste” dan “microbial fuel cell” digunakan untuk menelusuri
pembahasan mengenai metode pengolahan kulit jeruk. Pencarian literatur dilakukan pada
beberapa database online publikasi imliah seperti ScienceDirect, Emerald Publishing dan
ProQuest. Diagram alir proses pencarian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengumpulan
Jurnal
n = 60

Pemeriksaan
Kesesuaian
dengan Topik

Science Emerald Tidak


ProQuest Springer
Direct Publishing Relevan
n=1 n=6
n = 26 n=1 n = 25

Total
Jurnal
n = 34

Membaca
Keseluruhan
Isi

Hasil
untuk
Review

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pencarian Literatur

4
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Berdasarkan proses pencarian literatur yang relevan, diperoleh sebanyak 60 publikasi ilmiah
yang berkaitan. Literatur yang telah dikumpulkan adalah literatur yang relevan dan berpotensi
untuk dijadikan fokus pada ulasan ini. Sumber publikasi ilmiah dari referensi yang diperoleh
di antaranya adalah dari jurnal-jurnal seperti International Journal of Hydrogen Energy,
Bioresource Technology, Biomass and Bioenergy, Science of the Total Environment, Journal
of Power, Water Science and Technology, dan lain-lain. Setelah dilakukan proses seleksi isi
dari artikel yang terkumpul, didapatkan sebanyak 34 artikel ilmiah yang dijadikan sebagai
sampel akhir untuk dianalisis lebih lanjut. Tabel 1 memuat persebaran dari sumber literatur
yang membahas tentang pengelolaan limbah kulit jeruk sebagai sumber energi terbarukan
pada berbagai bidang dan fungsi dengan rentang tahun antara 2008 hingga 2021.
Tabel 1. Sebaran Publikasi Berdasarkan Sumber

Judul Jurnal Jumlah Presentase (%)


International Journal of Hydrogen Energy 6 17
Bioresource Technology 5 14
Biomass and Bioenergy 2 6
Science of the Total Environment 2 6
Journal of Power Sources 2 6
Water Science and Technology 1 3
Biochemical Engineering Journal 1 3
Biomass Conversion and Biorefinery 1 3
Bioprocess and Biosystems Engineering 1 3
Electrochimica Acta 1 3
Chemical Engineering Journal 1 3
Applied Biochemistry and Biotechnology 1 3
Applied Energy 1 3
Energy Procedia 1 3
Water Research 1 3
Energy Sources 1 3
World Journal of Engineering 1 3
Separation Science and Technology 1 3
Applied and Environmental Microbiology 1 3
Environmental Technology dan Innovation 1 3
Bioelectrochemistry 1 3
Materials Today: Proceedings 1 3
Total 34 100

2.2 Teknik Analisis


Pelaksanaan ulasan sistematik dilakukan dengan cara menganalisis isi pembahasan
pengelolaan limbah kulit jeruk sebagai sumber energi terbarukan dari seluruh literatur yang
digunakan. Analisis isi merupakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mengurangi data
tekstual, beberapa di antaranya dapat melalui frekuensi, korelasi, tren, identifikasi topik dan
elaborasi teori (Pratiwi, 2017). Langkah proses analisis dapat dilihat pada Gambar 2

5
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Kumpulan Referensi
Mengenai Pengolahan
Limbah Kulit Jeruk
sebagai Sumber Energi
Terbarukan

Ulasan Sistematik
Analisis Isi: Analisis
Kemiripan dan Relevansi

Macam-Macam Metode:
Pengolahan Limbah
Kulit Jeruk sebagai
Sumber Energi
Terbarukan

Gambar 2 Langkah Proses Analisis

Seringkali ditemukan beberapa publikasi ilmiah yang membahas konsep energi terbarukan,
namun dengan penggunaan substrat yang berbeda. Analisis isi dalam hal tersebut dapat
membantu dalam mengelompokkan sumber energi terbarukan menjadi beberapa kategori
berdasarkan jenisnya, dengan cara memeriksa kesamaan definisi sumber energi terbarukan
tersebut untuk kemudian menganalisa keterkaitan dalam hal konsep, fungsi dan aktivitas yang
terlibat di dalamnya. Dengan adanya pengelompokan, maka hasil klasifikasi energi terbarukan
dapat menjadi lebih ringkas dan mudah dipahami (Pratiwi, 2017).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses analisis yang telah dilakukan menghasilkan sebanyak 14 kelompok atau jenis substrat
yang dapat digunakan dalam teknologi MFC. Pada ulasan ini, 14 jenis substrat yang berhasil
dikelompokkan antara lain kulit jeruk, selulosa, cheese whey, limbah cair dairy, limbah cair
domestik, limbah cair pengolahan ikan, limbah makanan campuran, limbah kentang, kotoran
ternak, limbah industri kertas, limbah penggilingan beras, sewage sludge, pati dan limbah
industri wine. Penggolongan jenis substrat potensial untuk MFC dilakukan berdasarkan 35
literatur yang telah terkumpul, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Jika berdasarkan pada analisis
frekuensi, limbah makanan campuran (municipal food waste) adalah jenis substrat yang
paling banyak dibahas, yaitu terdapat dalam 7 artikel dan diikuti oleh cheese whey, yaitu
dalam 4 artikel. Namun, keberagaman jumlah artikel yang membahas mengenai jenis substrat
tertentu tidak menentukan tingkat prioritas pemilihan substrat atau bahkan kualitas dari MFC
yang dibuat (kemampuan menghasilkan daya listrik dan mendegradasi material organik).
Melainkan, adanya pengelompokan beberapa artikel merujuk pada penjelasan konsep dan
konteks yang serupa, sehingga analisis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Maka dari itu,
content analysis diperlukan sebagai metode pembahasan sistematik untuk menyempurnakan
hasil yang diperoleh (Dania dkk., 2018).

6
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Tabel 2. Pengelompokan Jenis Substrat dalam Aplikasi Microbial Fuel Cell (MFC)

Volume Penurunan
Jenis Konfigurasi Daya
Elektroda Inokulum COD Referensi
Substrat MFC (mW/m2)
(mL) (COD%)
Sequential
Anode-Cathode (Cheng dkk.,
350 Anaerobic Sludge 650 mW/m2 90
Double- 2020)
Kulit Jeruk
Chamber
358.8 (Miran dkk.,
Dual Chamber 200 Pseudomonas 78.3
mW/m2 2016)
33.19 (Pal dan
Dual Chamber 150 Pichia fermentas -
mW/m2 Sharma, 2020)
Selulosa G. sulfurreducens
(Ren dkk.,
Dual Chamber 310 dan C. 153 mW/m2 -
2008)
cellulolyticum
(Tremouli dkk.,
Dual Chamber 310 Anaerobic Sludge 46 mW/m2 94
2013)
Lactobacillus 288.12 (Ghasemi dkk.,
Dual Chamber 420 95
bulgaricus mW/m2 2017)
Cheese whey Single-Chamber
(Antonopoulou
Four Air– 1943 Lactobacillus sp. 326 mW/m2 76
dkk., 2021)
Cathode
Dual Chamber (Antonopoulou
310 Anaerobic Sludge 18.4 mW/m2 98
H-Type dkk., 2010)
Single Chamber (Choudhury
300 Shewanella algae 50 mW/m2 92.21
Air Cathode dkk., 2021)
Shewanella
Single Chamber oneidensis dan (Marassi dkk.,
Limbah 2800 48 mW/m2 93
Air Cathode Clostridium 2020)
Dairy butyricum
(Mahohar dan
Shewanella
Dual Chamber 300 60 mW/m2 - Mansfeld,
oneidensis
2009)
Membrane-Free
Single 2000
28 Anaerobic Sludge - (Pu dkk., 2017)
Chambered Air- mW/m2
Limbah Cair Cathode
Domestik Dual Chamber 1296 Anaerobic Sludge 16.37 W/m3 99 (Li dkk., 2019)
Nitrosomonas,
Flat-Panel Air- (Park dkk.,
150 Nitratireductor, 6.3 W/m3 85
Cathode 2017)
Acidovorax spp.
Limbah Cair Konsorsium
Aqueous (Bhowmick
Pengolahan 100 bakteri campuran 3.81 W/m3 90
Cathode dkk., 2020)
Ikan dari septic tank
Limbah Limbah Cair (Din dkk.,
Single Chamber 500 14 mW/m2 40
Kentang Kentang 2020)
Kotoran H-Shaped Dual Bubur Kotoran (Sethia dkk.,
650 4.4 mW/m2 -
Ternak Chamber Sapi 2015)
(Chen dkk.,
Limbah Dual Chamber 2100 Anaerobic Sludge 94.5 mW/m2 65.6
2020)
Industri
Enterobacter (Rezaei dkk.,
Kertas U-Tube 30 5.4 mW/m2 -
cloacae 2009)
(Behera dkk.,
Dual Chamber 560 Anaerobic Sludge 174 mW/m2 96.5
Limbah 2010)
Penggilingan (Raychaudhuri
Beras Dual Chamber 400 Anaerobic Sludge 656 mW/m2 85 dan Behera,
2020)
29.96 (Han dkk.,
Pati Dual Chamber 800 Sewage Sludge -
mW/m2 2020)

7
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Volume Penurunan
Jenis Konfigurasi Daya
Elektroda Inokulum COD Referensi
Substrat MFC (mW/m2)
(mL) (COD%)
Limbah Cair
(Collins dkk.,
Dual Chamber 1000 Pengolahan 7.7 mW/m2 -
2021)
Jagung
Limbah Air Limbah
Single Chamber (Das dkk.,
Industri 28 Tangki 262 mW/m2 27
Air-Cathode 2019)
Wine Denitrifikasi

3.1 Content Analysis: Penerapan MFC dalam Pengolahan Limbah


MFC bekerja dengan memanfaatkan berbagai macam sumber limbah untuk menghasilkan
energi listrik (bioelectricity). MFC juga berperan sebagai alternatif pengolahan limbah
berkelanjutan (sustainable) yang dapat mengatasi kekurangan dari metode pengolahan limbah
konvensional, khususnya dalam hal efisiensi pengurangan kadar bahan organik (% Chemical
Oxygen Demand atau %COD). Pada bagian ini mencakup pembahasan tentang berbagai
macam sumber limbah yang dapat digunakan sebagai substrat MFC, serta penjabaran detail
dari beberapa penelitian terdahulu yang telah ditabulasikan pada Tabel 2.

a. Kulit Jeruk
Dalam proses produksi olahan jeruk, dihasilkan cukup banyak limbah yaitu setara dengan 50-
60% dari bobot buah. Limbah pengolahan tersebut mayoritas berupa kulit jeruk, biji dan
residu membran (Garcia-Castello dkk., 2011; Wilkins dkk., 2007). Hal tersebut membuat
limbah kulit jeruk berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik
(bioelectricity) sekaligus untuk menghindari dihasilkannya polusi dan mengurangi biaya
operasional pada pengolahan konvensional seperti pada produksi etanol dan gas metana
(Miran dkk., 2016). Terdapat beberapa publikasi ilmiah yang menjelaskan mekanisme
pengurangan bahan organik pada limbah kulit jeruk dan bagaimana konstruksi dari MFC yang
dibuat. Miran dkk. (2016) menggunakan kulit jeruk segar (Citrus sinensis) yang dikupas
secara manual untuk digunakan pada MFC. Anaerobic sludge digunakan sebagai inokulum
awal pada anoda. Konstruksi MFC yang digunakan adalah dual chamber skala laboratorium,
di mana memiliki volume sebesar 200 mL. Penelitian ini berhasil memperoleh daya
maksimum sebesar 358.8 ± 15.6 mW/m2. Analisis terhadap aktivitas enzim menunjukkan
bahwa pektinase dan poligalakturonase merupakan yang paling dominan dihasilkan. Hal
tersebut didukung dengan hasil bahwa pektin pada bentuk murni sebagai substrat dapat
menghasilkan arus yang stabil. Cheng dkk. (2020) menggunakan tipe MFC sequential anode-
cathode double-chamber dan mengungkapkan bahwa sistem tersebut dapat secara efektif
menghilagkan nutrien pada limbah. Jeruk pomelo dalam wujud biochar ditambahkan pada
anoda berhasil meningkatkan efisiensi pengurangan beberapa zat seperti sulfamethoxazole,
silfadiazine dan sulfa-methazine masing-masing sebesar 88.15%, 77.53% dan 80.68%. selain
itu, produksi energi listrik dan penurunan COD juga meningkat seiring bertambahnya
konsentrasi biochar.

b. Selulosa
Selulosa dapat dikonversikan menjadi beberapa macam sumber energi seperti etanol dan
biodiesel. Tetapi, jika ditinjau dari ketersediaan energi, MFC dapat digunakan sebagai
alternatif energi yang lebih bersifat terbarukan. Namun, proses konversi pada MFC terhambat
oleh dibutuhkannya sebuah konsorsium bakteri untuk metabolisme selulosa sebagai donor
elektron. Ren dkk. (2008) menggunakan kultur Clostridium cellulolyticum dan Geobacter

8
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

sulfurreducens pada konstruksi MFC dual chamber untuk memperbaiki kemampuan


hidrolisis selulosa dan meningkatkan koversi selulosa menjadi energi listrik. (Pal dan Sharma,
2020) memanfaatkan hidrolisat jerami gandum sebagai substrat MFC dengan 40% kandungan
selulosa. Konfigurasi MFC dan mikroorganisme yang digunakan tersebut dapat meningkatkan
kemampuan degradasi selulosa, dibuktikan dengan tingginya produksi enzim cellulase dan
laccase serta dapat menghasilkan daya maksimum sebesar 33.19 mW/m2.

c. Cheese whey
Kandungan COD pada cheese whey yang mencapai 61% juga mendorong pentingnya sebuah
alternatif pengolahan limbah cheese whey yang produktif dan ramah lingkungan
(Antonopoulou dkk., 2010). Ghasemi dkk. (2017) menggunakan kultur Lactobacillus
bulgaricus dalam konfigurasi MFC dual chamber dan menghasilkan tingkat COD removal
sebesar 95%. Selain menghasilkan energi listrik dan menghilangkan COD, tingkat produksi
asam laktat yang dihasilkan sebesar 19.5 g/L. Antonopoulou dkk. (2010) menggunakan
cheese whey yang telah dilarutkan pada MFC dan memanfaatkan glukosa serta laktosa untuk
proses aklimasi pada ruang anoda. Antonopoulou dkk. (2021) menggunakan cheese whey
dengan perlakuan pendahuluan, yaitu Filter-sterilized raw dan pretreated-acidified diluted
cheese whey untuk mengidentifikasi efek terhadap kinerja MFC. Tremouli dkk. (2013)
mengungkapkan bahwa impedansi rangkaian terbuka pada MFC bergantung pada hambatan
ohmic antara anoda dan katoda serta keseluruhan hambatan polarisasi.

d. Limbah Dairy
Limbah industri dairy memiliki rata-rata konsentrasi COD yang berada pada rentang 2000-
10000 mg/L serta BOD pada 1500-4000 mg/L dan pH antara 5-11 (Marassi dkk., 2020). MFC
hadir sebagai salah satu alternatif pengolahan limbah terpadu dengan memanfaatkan
biodegradabilitas dan konsentrasi nutrien yang tinggi dalam limbah dairy untuk pemulihan
materi dan/atau energi. Choudhury dkk. (2021) menjelaskan bahwa limbah industri dairy
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai substrat untuk menghasilkan energi terbarukan
dengan menggunakan Shewanella algae sebagai biokatalis pada MFC. Selain itu, Marassi
dkk. (2020) mengungkapkan bahwa melalui pengujian toksisitas menggunakan
microcrustacean, Daphnia similis, didapati adanya efek racun (toxic) yang tinggi pada limbah
dairy tanpa perlakuan, namun tidak ditemukan toksisitas pada limbah dairy pada effluent
MFC. Mahohar dan Mansfeld (2009) juga berhasil memperoleh daya listrik sebesar 60
mW/m2 melalui mediator-less MFC dan dengan inokulum Shewanella oneidensis.

e. Limbah Cair Domestik


MFC dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengolahan limbah cair yang berkelanjutan
(sustainable), salah satunya limbah cair domestik (Park dkk., 2017). Li dkk. (2019)
menerapkan penambahan Potassium monopersulfate (PMS) pada katoda MFC sebagai
akseptor elektron untuk meningkatkan performa dan energi listrik yang dihasilkan. Hasil
menunjukkan bahwa PMS yang telah diaktivasi dengan metode bio-electrochemical dapat
digunakan sebagai akseptor yang efisien pada MFC karena dinilai ramah lingkungan dan
hemat energi. Pu dkk. (2017) menerapkan penambahan carbon-supported inverse spinel
binary transition metal chalcogenide sebagai katalis pada reaksi reduksi dalam MFC. Hasil
yang diperoleh yaitu adanya pengurangan total hambatan pada MFC dan peningkatan
aktivitas kinetik terhadap reaksi reduksi. Park dkk. (2017) merancang MFC yang dapat
mengurangi komponen organik dan nitrogen dalam limbah cair domestik dengan waktu
retensi yang singkat (2.5 jam) melalui flat-panel air-cathode (FA-MFC). Hasil yang diperoleh

9
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

adalah FA-MFC berpotensi sebagai teknik pengolahan limbah cair dan sumber energi
terbarukan, di mana didominasi oleh mekanisme penurunan nitrogen secara biologis.

f. Limbah Cair Pengolahan Ikan


Limbah cair yang berasal dari pasar atau industri pengolahan ikan didominasi oleh hasil
samping dari aktivitas pemotongan, pembilasan dan pencucian ikan yang mengandung
amonia dengan konsentrasi tinggi. Sebagian besar industri pengolahan ikan mengolah
limbahnya dengan menerapkan berbagai tahapan pengolahan yang mengakibatkan tingginya
biaya operasional dan menghasilkan footprint yang tinggi. Bhowmick dkk. (2020) merancang
MFC untuk diterapkan secara in-situ pada pasar ikan mentah. Dengan mengolah limbah cair
tersebut pada ruang anoda, prosedur perawatan mikroorganisme anodik limbah mahal dan
repetitif dapat dihindari dan energi listrik yang dihasilkan juga lebih tinggi karena adanya
kandungan amonia yang tinggi.

g. Limbah Pengolahan Kentang


Berkaitan dengan tingginya bahan makanan yang terkonversi menjadi limbah setiap tahunnya,
limbah kentang khususnya dalam bentuk limbah cair dapat diolah dengan metode bio-
electrochemical menggunakan MFC. Banyak industri pengolahan kentang menggunakan
metode biologis aerobik sebagai upaya untuk menghilangkan bahan yang terendapkan, namun
metode konvensional tersebut memiliki banyak keterbatasan seperti permasalahan biaya,
permasalahan pembuangan dan pembakaran limbah, serta perawatan alat. Din dkk. (2020)
merancang MFC single chamber untuk menghasilkan energi listrik dan juga mengurangi
kadar COD. Dengan menghasilkan daya sebesar 14 mW/m2 dan efisiensi penurunan COD
sebesar 40%, penggunaan limbah cair kentang sebagai substrat MFC dinilai dapat menjadi
alternatif bahan bakar fosil dalam menghasilkan energi listrik sekaligus sebagai metode
pengolahan limbah ramah lingkunan.

h. Kotoran Ternak
Salah satu substrat yang mudah didegradasi secara biologis adalah limbah atau kotoran
ternak. MFC dapat menjadi alternatif untuk metode konservasi energi secara in-situ,
khususnya dengan substrat berupa limbah atau kotoran ternak. Sethia dkk. (2015)
menggunakan bubur kotoran sapi sebagai substrat sekaligus inokulum pada MFC dengan
konfigurasi H-shaped dual chamber. Mikroorganisme berperan sebagai biokatalis pada MFC
ini. Berdasarkan optimasi parameter temperatur, dihasilkan bahwa pada temperatur 37oC
MFC dapat menghasilkan daya listrik maksimum. Tiga jenis bakteri diperoleh dari proses
isolasi substrat dan diteliti mengenai sifat elektrogeniknya secara individual dan di antaranya
CDB-3 ditemukan paling baik dalam kinerjanya.

i. Limbah Industri Kertas


Limbah cair industri kertas terdiri atas beberapa komponen seperti pewarna, fenol, logam
berat, lignin, tanin, asam resin dan komponen aromatik yang bersifat sukar didegradasi secara
biologis dan juga beracun (Chen dkk., 2020). MFC dapat menjadi alternatif pengolahan
limbah cair industri kertas yang efisien dan rendah biaya. Dikarenakan salah satu komponen
limbah cair industri kertas adalah selulosa, Rezaei dkk. (2009) menambahkan konsosrsium
bakteri eksoelektrogen yang dapat memanfaatkan selulosa sebagai donor elektron tunggal.
Dari hasil yang diperoleh, bakteri yang dominan dalam degradasi limbah industri kertas
adalah Enterobacter cloacae dan dapat disimpulkan bahwa dimungkinkan untuk memperoleh
energi listrik dari selulosa menggunakan strain bakteri tunggal tanpa mediator eksogen. Chen

10
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

dkk. (2020) menerapkan reaktor anaerobic moving-bed biofilm pada konfigurasi MFC.
Penambahan ceramsite pada MFC juga menghasilkan daya listrik dan efisiensi penurunan
COD yang lebih tinggi.

j. Limbah Penggilingan Beras


Fasilitas penggilingan beras akan menghasilkan limbah yang memiliki kandungan organik
mapupun anorganik yang dapat menyebabkan eutrofikasi (Raychaudhuri dan Behera, 2020).
Behera dkk. (2010) mengembangkan dua buah MFC yang dibuat masing-masing dari pot
tanah liat dan proton exchange membrane (PEM). Hasil menunjukkan bahwa pengolahan
limbah penggilingan beras dapat dilakukan dengan lebih efektif menggunakan MFC dari pot
tanah liat dibandingkan dengan PEM. Raychaudhuri dan Behera (2020) membandingkan dua
perlakuan terhadap inokulum MFC, yaitu perlakuan panas, ultrasonifikasi dan terekspos
udara. Hasil menunjukkan bahwa adanya perbedaan output yang diperoleh dari beberapa
perlakuan pendahuluan dari substrat yang digunakan.

k. Pati
Pati merupakan salah satu bentuk komponen sederhana penyusun karbohidrat. Beberapa
sumber pati yang telah dibuktikan kemampuannya sebagai substrat dalam MFC antara lain
pati dari limbah bakery dan pati jagung (Collins dkk., 2021; Han dkk., 2020). Sebagai salah
satu limbah bahan makanan yang banyak terdapat di daerah Asia dan Eropa, limbah bakery
dinilai sangat baik sebagai bahan baku produksi biofuel karena kandungan bahan organik
yang tinggi. Sebuah studi telah merancang MFC dari limbah bakery dalam dua tahapan.
Tahap pertama yaitu menggunakan glukoamilase komersil untuk menghidrolisis limbah
bakery sehingga dihasilkan hidrolisat limbah bakery yang mudah larut. Langkah kedua yaitu
menggunakan hidrolisat tersebut untuk substrat MFC dalam menghasilkan energi listrik (Han
dkk., 2020). Collins dkk. (2021) memanfaatkan pati jagung sebagai substrat MFC dual
chamber dengan menggunakan elektroda besi, dan menyimpulkan bahwa MFC berpotensi
menjadi alternatif sumber energi terbarukan.

l. Limbah Industri Wine


Industri wine merupakan salah satu sektor industri pertanian yang paling penting di Italia.
Meskipun tergolong memiliki toksisitas yang rendah, limbah industri wine tetap dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan akibat pH yang asam, tingginya kandungan bahan
organik, polifenol, makronutrien dan logam berat. Dibandingkan dengan MFC, metode
konvensional masih sangat kurang efisien. Sciarria dkk. (2015) memanfaatkan teknologi MFC
single chamber untuk mengolah limbah industri wine dalam bentuk ampas red wine (RWL)
dan white wine (WWL), serta untuk menghasilkan energi listrik. RWL dan WWL
menunjukkan hasil yang berbeda, di mana disebabkan oleh perbedaan konsosrsium bakteri
dari substrat yang berbeda, terutama pada ruang anoda.

3.2 Penerapan MFC dalam Pengolahan Limbah Kulit Jeruk di Desa Selorejo
Salah satu daerah penghasil jeruk tertinggi di Indonesia adalah di Desa Selorejo yang terletak
di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Desa Selorejo tercatat telah
menghasilkan sebanyak 788.025 ton/tahun jeruk siam pada tahun 2016. Tingginya
produktivitas jeruk di daerah tersebut mendorong munculnya industri yang bergerak pada
produksi olahan buah jeruk. Sebanyak 15.080 ton jeruk diolah oleh industri kecil dan
menengah menjadi sirup, sabun, es krim hingga permen (Mutiara dan Nurhantanto, 2017).

11
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Kulit jeruk berkontribusi sebesar 40-50% dari total bobot buah, dan aktivitas pengolahan
jeruk menjadi produk akhir di Desa Selorejo menghasilkan limbah dengan jumlah rata-rata
208 ton/tahun (Indrastuti dan Aminah, 2020). Dominasi industri kecil dan menengah
menimbulkan berbagai permasalahan mengenai pengolahan limbah industri olahan jeruk.
Permasalahan tersebut berkaitan dengan proses pengolahan limbah yang masih sangat
sederhana dan terbatasnya kemampuan industri kecil untuk mengadaptasi teknologi
pengolahan limbah yang kompleks karena biaya yang cukup tinggi.

Ketersediaan limbah kulit jeruk di Desa Selorejo seharusnya menimbulkan sebuah potensi
apabila disertai dengan pengolahan yang tepat. Perlu diupayakan metode alternatif
pengolahan limbah kulit jeruk yang dapat mengatasi keterbatasan metode pengolahan limbah
konvensional dan dapat dijangkau oleh industri kecil. Selain itu, metode konvensional seperti
anaerobic digestion dan insinerasi dinilai kurang efisien karena banyaknya energi yang
diperlukan dan tingginya emisi yang dikeluarkan (Sciarria dkk., 2015). Berdasarkan ulasan
yang sudah dipaparkan sebelumnya, MFC dapat menjadi alternatif solusi pengolahan limbah
yang efisien, rendah biaya dan ramah lingkungan. MFC juga dapat dijadikan sebagai upaya
in-situ pengolahan limbah domestik termasuk pada sentra industri olahan jeruk, sehingga
pengolahan limbah dapat dilakukan dengan lebih efisien (Bhowmick dkk., 2020). Selain
mengurangi kadar bahan organik pada limbah kulit jeruk, MFC juga dapat menghasilkan
produk bernilai tambah yaitu energi listrik (bioelectricity).

Berdasarkan dua ulasan literatur pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa substrat berupa kulit
jeruk dapat menghasilkan daya listrik yang cukup tinggi dibandingkan beberapa substrat
lainnya, yaitu sebesar 650 mW/m2 dan 358.8 mW/m2. Selain itu, efisiensi penurunan COD
yang dihasilkan juga cukup tinggi yaitu sebesar 90% dan 78.3% (Cheng dkk., 2020; Miran
dkk., 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa limbah kulit jeruk sangat potensial untuk
dijadikan sebagai substrat MFC, khususnya dengan memanfaatkan limbah yang didapatkan
dari Desa Selorejo. Pada bagian ini, akan disajikan rancangan MFC dengan substrat kulit
jeruk yang bersifat aplikatif untuk diterapkan pada pengolahan limbah kulit jeruk di Desa
Selorejo. Rancangan MFC dibuat berdasarkan ulasan dari beberapa penelitian terdahulu yang
serupa.

a. Perlakuan Substrat dan Inokulum


Limbah pengolahan jeruk siam (Citrus nobilis var. Microcarpa) yang berasal dari industri
kecil dan menengah di Desa Selorejo digunakan sebagai substrat pada MFC. Kulit jeruk yang
telah terkumpul kemudian dikonversi menjadi fraksi cair dengan cara dihancurkan dan
ditambahkan air deionisasi. Lumpur anaerobik sebagai inokulum pada MFC didapatkan
Instalasi Pengolahan Limbah Komunal (IPAL) SANIMAS, Kabupaten Malang.

b. Konstruksi Microbial Fuel Cell


Konfigurasi MFC single-chamber air-cathode digunakan dalam rancangan ini. Anoda pada
MFC beroperasi dalam kondisi anaerob (Anaerobic Wastewater Anode/OPW), sedangkan
katoda dioperasikan secara aerobik dengan secara langsung terekspos oleh oksigen (air
cathode). Ruang anoda berukuran 15.5 cm × 15.5 cm × 15.5 cm atau setara dengan volume
2.8 L. Elemen anoda terdiri dari kain karbon yang menempel pada busa karbon vitreous
reticulated (15 cm × 15 cm × 10 cm) dan silinder grafit (tinggi 0,5 cm × diameter 0,5 cm)
untuk melengkapi volume anodik. Katoda terdiri dari kain karbon dan melekat pada
membran, yang beroperasi sebagai pemisah dari ruang anoda. Elemen anoda dan ketoda

12
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

dihubungkan oleh kabel tembaga terisolasi dengan hambatan tetap sebesar 500 Ω (Cheng
dkk., 2020; Miran dkk., 2016)

c. Cara Kerja Microbial Fuel Cell


Langkah awal dari pengoperasian MFC adalah substrat diberi perlakuan dengan didiamkan
pada temperatur ruangan (25oC). Seluruh elemen yang digunakan pada MFC perlu
dibersihkan terlebih dulu menggunakan H2O2 (3% v/v) selama 1 jam pada suhu 80oC, diikuti
dengan H2SO4 (0.5 M) dengan waktu dan suhu yang sama. Kemudian, elemen MFC dibilas
dengan air deionisasi. Inokulum berupa lumpur anaerobik digunakan untuk proses aklimasi
pada ruang anoda. Pada pelaksanaannya, ruang anoda diinokulasikan dengan konsorsium
anaerobik (20% v/v) dan substrat berupa larutan kulit jeruk. Kondisi anaerobik dipertahankan
di ruang anoda dengan memasukkan N2 (dalam anolit) ke setiap batch selama 10 menit, dan
mengisi headspace ruang anoda dengan gas N2 menggunakan kantong gas nitrogen murni.
Media di dalam ruang anoda diaduk secara kontinyu dengan stirrer untuk mempertahankan
kondisi homogen. MFC beroperasi dengan sistem batch dalam temperatur yang dipertahankan
pada 30oC selama 10 menit (Cheng dkk., 2020; Miran dkk., 2016)

d. Penggandaan Skala dan Aplikasi pada Desa Selorejo


Penggandaan skala (scale up) rancangan MFC didasari pada jumlah limbah yang dihasilkan
serta energi listrik yang dibutuhkan. Berdasarkan data yang ada, rata-rata limbah kulit yang
dihasilkan di sekitar Desa Selorejo adalah sebanyak rata-rata 208 ton/tahun. Kebutuhan akan
energi listrik berkaitan dengan jumlah penduduk di Desa Selorejo, yaitu sebanyak 3762 orang
yang terdiri atas 1214 Kepala Keluarga. Rata-rata konsumsi listrik per orang di Indonesia
menunjukkan angka 1.1 MWh per tahun. Maka, setelah dikalkulasikan, diperoleh estimasi
total kebutuhan energi listrik di Desa Selorejo adalah sebesar 4138.2 MWh per tahun
(Pemerintah Kecamatan Dau, 2017; Statistik, 2020)

Volume rancangan MFC yang telah ada hanya berdasarkan skala laboratorium, yaitu sebesar
2.8 L dan daya listrik maksimum yang dihasilkan sebesar 358.8 mW/m2 setiap batch selama
10 menit. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik secara proporsional dengan jumlah total
sebesar 4138.2 MWh, maka diperlukan scale up berskala besar terhadap struktur MFC yang
digunakan. Jika diasumsikan instrumen MFC bekerja selama 24 jam penuh dengan waktu 10
menit setiap batch-nya, maka total didapatkan sebanyak 144 batch setiap harinya. Jika hasil
daya listrik 1 instrumen MFC yang bekerja selama 24 jam dalam 1 tahun, maka total daya
listrik yang diperoleh adalah 18.816.480 mW/m2 atau setara 19 kW/m2. Kontribusi
masyarakat sekitar terhadap keberhasilan penggandaan skala MFC sangat diperlukan agar
memperoleh hasil yang maksimal. Jika secara proporsional masing-masing Kepala Keluarga
memiliki 1 instrumen MFC dan setiap alat bekerja selama 24 jam dengan total 144 batch,
maka dapat diperoleh total daya listrik sebesar 22.843 kW/m2. Perubahan terhadap struktur
dan konfigurasi MFC diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan ideal daya listrik di Desa
Selorejo. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai penggandaan skala MFC
secara lebih optimal.

4. KESIMPULAN

Microbial Fuel Cell (MFC) memiliki peluang yang sangat besar sebagai metode pengolahan
limbah, dikarenakan oleh kemampuannya dalam mengubah substrat organik menjadi energi
listrik (bioelectricity) melalui praktik yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan

13
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

metode konvensional. Desa Selorejo memiliki potensi alternatif energi terbarukan yang sangat
melimpah, khususnya melalui pemanfaatan limbah industri pengolahan jeruk akibat dari
banyaknya industri kecil dan menengah yang terlibat secara produktif. MFC dapat diterapkan
di Desa Selorejo sebagai solusi metode untuk menurunkan kadar organik pada limbah kulit
jeruk sekaligus untuk menghasilkan produk bernilai tambah, yaitu energi listrik. Penggandaan
skala MFC di Desa Selorejo perlu memperhatikan beberapa aspek seperti kuantitas output
yang dihasilkan serta kelayakan secara ekonomi. Oleh karena itu, terdapat peluang pada
penelitian berikutnya yaitu untuk merumuskan kondisi yang optimal agar penggandaan skala
MFC dengan substrat limbah kulit jeruk dapat memperoleh hasil yang lebih efektif dan
efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Antonopoulou, G., I. Ntaikou, S. Bebelis and G. Lyberatos. (2021). On the evaluation of


filtered and pretreated cheese whey as an electron donor in a single chamber
microbial fuel cell. Biomass Conversion and Biorefinery, 11(2), 633–643.
Antonopoulou, G., K. Stamatelatou, S. Bebelis and G. Lyberatos. (2010). Electricity
generation from synthetic substrate and cheese whey using a two chamber microbial
fuel cell. Biochemical Engineering Journal, 50, 10–15.
Badan Pusat Statistik. (2019). Produksi tanaman buah-buahan 2019.
https://www.bps.go.id/indicator/55/62/2/produksi-tanaman-buah-buahan.html.
diakses 18 November 2021.
Behera, M., P. S. J. Jana, T. T. More and M. M. Ghangrekar. (2010). Rice mill wastewater
treatment in microbial fuel cells fabricated using proton exchange membrane and
earthen pot at different pH. Bioelectrochemistry, 79, 228–233.
Bhowmick, G. D., B. Neethu, M. M. Ghangrekar and R. Banerjee. (2020). Improved
Performance of Microbial Fuel Cell by In Situ Methanogenesis Suppression While
Treating Fish Market Wastewater. Applied Biochemistry and Biotechnology, 192(3),
1060–1075.
Chen, F., S. Zeng, Z. Luo, J. Ma, Q. Zhu and S. Zhang. (2020). A novel MBBR–MFC
integrated system for high-strength pulp/paper wastewater treatment and
bioelectricity generation. Separation Science and Technology, 55(14), 2490–2499.
Cheng, D., H. H. Ngo, W. Guo, S. W. Chang, D. D. Nguyen, J. Li, Q. V. Ly, T. A. H. Nguyen
and V. S. Tran. (2020). Applying a new pomelo peel derived biochar in microbial
fuel cell for enhancing sulfonamide antibiotics removal in swine wastewater.
Bioresource Technology, 318, 1–5.
Choudhury, P., R. N. Ray, T. K. Bandyopadhyay, B. Basak, M. Muthuraj and B. Bhunia.
(2021). Process engineering for stable power recovery from dairy wastewater using
microbial fuel cell. International Journal of Hydrogen Energy, 46, 3171–3182.
Collins, N., G. Solomon, L. Abayomi, K. Sidikat, S. Olusegun, O. Clement, A. Jacob, S.
Abolade and B. Ayoola. (2021). Microbial fuel cell: Bio-energy production from
Nigerian corn starch wastewater using iron electrodes. Materials Today:
Proceedings, 46, 5565–5569.

14
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Dania, W. A. P., K. Xing and Y. Amer. (2018). Collaboration behavioural factors for
sustainable agri-food supply chains: A systematic review. Journal of Cleaner
Production, 186, 851–864.
Das, B., S. Thakur, M. S. Chaithanya and P. Biswas. (2019). Batch investigation of
constructed wetland microbial fuel cell with reverse osmosis (RO) concentrate and
wastewater mix as substrate. Biomass and Bioenergy, 122, 231–237.
Din, M. I., M. Iqbal, Z. Hussain and R. Khalid. (2020). Bioelectricity generation from waste
potatoes using single chambered microbial fuel cell. Energy Sources, 01(02), 1–11.
Garcia-Castello, E. M., L. Mayor, S. Chorques, A. Argüelles, D. Vidal-Brotóns and M. L.
Gras. (2011). Reverse osmosis concentration of press liquid from orange juice solid
wastes: Flux decline mechanisms. Journal of Food Engineering, 106(3),
Ghasemi, M., A. Ahmad, T. Jafary, A. K. Azad, S. Kakooei, W. R. W. Daud and M. Sedighi.
(2017). Assessment of immobilized cell reactor and microbial fuel cell for
simultaneous cheese whey treatment and lactic acid/electricity production.
International Journal of Hydrogen Energy, 42, 9107–9115.
Han, W., Y. Liu, X. Xu, H. He, L. Chen, X. Tian, P. Hou and J. Tang. (2020). A novel
combination of enzymatic hydrolisis and microbial fuel cell for electricity production
from bakery waste. Bioresource Technology, 297, 1–4.
Indrastuti, N. A. dan S. A. Aminah. (2020). Potensi limbah kulit jeruk lokal sebagai pangan
fungsional. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan, 122(2), 122–130.
Latif, M., A. D. Fajri dan M. Muharam. (2020). Penerapan sampah buah tropis untuk
microbial fuel cell. Jurnal Rekayasa Elektrika, 16(1), 1–7.
Li, W., R. Ren, Y. Liu, J. Li and Y. Lv. (2019). Improved bioelectricity production using
potassium monopersulfate as cathode electron acceptor by novel bio-electrochemical
activation in microbial fuel cell. Science of the Total Environment, 690, 654–666.
Mahohar, A. K. and F. Mansfeld. (2009). The internal resistance of a microbial fuel cell and
its dependence on cell design and operating conditions. Electrochimica Acta, 54,
1664–1670.
Marassi, R. J., L. G. Queiroz, D. C. V. R. Silva, F. S. dos Santos, G. C. Silva and T. C. B. de
Paiva. (2020). Long-term performance and acute toxicity assessment of scaled-up
air–cathode microbial fuel cell fed by dairy wastewater. Bioprocess and Biosystems
Engineering, 43(9), 1561–1571.
Miran, W., M. Nawaz, J. Jang and D. S. Lee. (2016). Conversion of orange peel waste
biomass to bioelectricity using a mediator-less microbial fuel cell. Science of the
Total Environment, 547, 197–205.
Mutiara, F. and D. A. Nurhantanto. (2017). Efektivitas jalur distribusi penjualan jeruk manis
di kecamatan dau, kabupaten malang. Buana Sains, 16(2), 173–182.
Pal, M. and R. K. Sharma. (2020). Development of wheat straw based catholyte for power
generation in microbial fuel cell. Biomass and Bioenergy, 138, 1–6.

15
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Park, Y., S. Park, V. K. Nguyen, J. Yu, C. I. Torres, B. E. Rittmann and L. Taeho. (2017).
Complete nitrogen removal by simultaneous nitrification and denitrification in flat-
panel air-cathode microbial fuel cells treating domestic wastewater. Chemical
Engineering Journal, 316, 673–679.
Pemerintah Kecamatan Dau. (2017). Profil dan potensi kecamatan dau. Profil Kecamatan
Dau.
Pratiwi, N. I. (2017). Penggunaan Media Video Call dalam Teknologi Komunikasi. Jurnal
Ilmiah DInamika Sosial, 1(2), 202–225.
Pu, L., D. Liu, K. Li, J. Wang, T. Yang, B. Ge and Z. Liu. (2017). Carbon-supported binary
transition metal chalcogenide used as cathode catalyst for oxygen reduction in
microbial fuel cell. International Journal of Hydrogen Energy, 42, 14253–14263.
Putra, F. A., R. Kirom and R. F. Iskandar. (2018). Analisis produksi energi listrik dari
microbial fuel cell dengan pengolahan limbah air. E-Proceeding of Engineering,
5(3), 5610–5618.
Putra, H., D. Permana, A. Putra, Djaenudin and H. Haryadi. (2012). Pemanfaatan sistem
microbial fuel cell dalam menghasilkan listrik pada pengolahan air limbah industri
pangan. Jurnal Kimia Terapan Indonesia, 14(2), 1–9.
Raychaudhuri, A. and M. Behera. (2020). Comparative evaluation of methanogenesis
suppresion methods in microbial fuel cell during rice mill wastewater treatment.
Environmental Technology and Innovation, 17, 1–10.
Ren, Z., L. M. Steinberg and J. M. Regan. (2008). Electricity production and microbial
biofilm characterization in cellulose-fed microbial fuel cells. Water Science and
Technology, 58(3), 617–622.
Rezaei, F., D. Xing, R. Wagner, J. M. Regan, T. L. Richard and B. E. Logan. (2009).
Simultaneous cellulose degradation and electricity production by Enterobacter
cloacae in a microbial fuel cell. Applied and Environmental Microbiology, 75(11),
3673–3678.
Santoso, P. J., Affandi, S. Yulianti and E. Mansyah. (2020). Peluang dan tantangan penerapan
teknologi pada sistem pertanian berkelanjutan: studi kasus pada pengembangan buah
tropis indonesia. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dalam Prespektif
Teknologi, Sosial, Dan Ekonomi, 1(12), 1–16.
Sciarria, T. P., G. Merlino, B. Scaglia, D. Alessandra, B. Mecheri, S. Borin, S. Licoccia and
F. Adani. (2015). Electricity generation using white and red wine lees in air cathode
microbial fuel cells. Journal of Power Sources, 274, 393–399.
Sethia, K., A. Kaushik, S. K. Jadhav and A. Quraishi. (2015). Effect of operational parameters
on cow dung mediated microbial fuel cell. World Journal of Engineering, 12(6),
541–550.
Statistik, B. P. (2020). Konsumsi Listrik per Kapita (MWH/Kapita). Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan.
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1156/sdgs_7/1.
diakses 18 November 2021

16
Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8 (1): 1-17, 2022 p-ISSN : 2461-0437, e-ISSN : 2540-9131

Susilowati, S. H. (2016). Fenomena penuaan petani dan berkurangnya tenaga kerja muda serta
implikasinya bagi kebijakan pembangunan pertanian. Jurnal Agro Ekonomi, 34(1),
35–55.
Tremouli, A., G. Antonopoulou, S. Bebelis and G. Lyberatos. (2013). Operation and
characterization of a microbial fuel cell fed with pretreated cheese whey at diferent
organic loads. Bioresource Technology, 131, 380–389.
Wilkins, M. R., L. Suryawati, N. O. Maness and D. Chrz. (2007). Ethanol production by
Saccharomyces cerevisiae and Kluyveromyces marxianus in the presence of orange-
peel oil. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 23(8), 1161–1168.

17

Anda mungkin juga menyukai