Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN LIMBAH PERIKANAN SEBAGAI ALTERNATIF

SUMBER ENERGI SEBAGAI CONTOH KONTRIBUSI MAHASISWA


GREEN CAMPUS
Oleh : xxxxxx
Pendahuluan
Energi merupakan kebutuhan primer manusia dalam melakukan sebuah
aktivitas. Sumber energi yang sering digunakan berasal dari sektor migas, yaitu
minyak bumi, batu bara dan gas alam. Melihat sisi lain, pertumbuhan manusia yang
semakin meningkat menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan
pasokan sumber energi listrik semakin menipis. Ketersediaan minyak bumi yang selama
ini menjadi sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan hanya tersisa 25% dari
total minyak bumi dunia (KESDM 2012). Hal ini menyebabkan akhir-akhir ini Indonesia
sempat mengalami krisis energi. Selain masalah krisis energi yang ditimbulkan,
penggunaan sumber energi tersebut menyebabkan dampak buruk terhadap kerusakan
lingkungan di sejumlah daerah.
Menyikapi hal tersebut, Allah telah berfirman dan telah menjelaskan
dalam Q.S. Ar-Rum ayat 41 bahwa Allah melarang manusia untuk berbuat
kerusakan di bumi. Kerusakan disini diartikan bahwa manusia tidak dianjurkan
untuk membuat dampak yang buruk terhadap lingkungan. Ibnu Abbas
berpendapat bahwa makna firman Allah: dhaHaral fasaadu fil barri wal bahri
bimaa kasabat aidiin naasi (“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia,”) yaitu kerusakan lingkungan
yang diakibatkan perbuatan tercela yang menyebabkan bencana itu sendiri.
Untuk mencegah hal tersebut, dalam Q.S. Al-Mu’minun ayat 21 telah
dijelaskan “Dan sungguh pada hewan-hewan ternak terdapat suatu pelajaran
bagi kamu. Kami memberi minum kamu dari (air susu) yang ada dalam perutnya
dan padanya juga terdapat banyak manfaat untukmu dan sebagian darinya kamu
makan”. Dari ayat ini mengartikan bahwa sesuatu yang berasal atau ditimbulkan
oleh hewan ternak dapat diambil manfaat oleh manusia.
Mendukung ayat di atas, sektor perikanan di Indonesia sangat potensial
dan mempunyai prospek yang besar, salah satunya adalah usaha budidaya udang
vannamei (Litopenaeus vannamei). Permintaan terhadap udang vannamei cukup
tinggi di pasar lokal maupun internasional. Menurut KKP (2018), Jawa Timur
merupakan provinsi yang memproduksi udang hasil budidaya terbesar setelah
provinsi Sumatera Selatan dan Jawa Barat yaitu sebanyak 50.643 ton. Namun,
pada proses budidaya umumnya meninggalkan sisa residu pakan yang dapat
berdampak pada kualitas air pada masa pemeliharaan. Menurut Huda (2018),
kondisi kualitas air telah diatur oleh peraturan pemerintah dalam PP nomor 82
tahun 2001 bahwa sampel air untuk BOD, COD, DO dan ammonia masuk dalam
kategori tercemar dan membentuk sedimen tambak akibat sisa pakan. Hal ini
berpengaruh terhadap kualitas air dan mengakibatkan kerugian baik dari aspek
ekonomis maupun kualitas tambak.
Dampak yang dihasilkan perlu ditanggulangi dan dimanfaatkan lebih
lanjut untuk menciptakan sebuah inovasi melalui solusi yang tepat. Limbah yang
ditimbulkan umumunya berbentuk limbah cair yang dapat digunakan untuk
pengembangan energi. Pengembangan energi tersebut salah satunya adalah
dengan cara pemanfaatan teknologi microbial. Menurut Samudro (2016),
teknologi ini memanfaatkan mikroba sebagai dekomposer biomassa yang
ditimbulkan dari suatu aktivitas untuk dijadikan sebagai sumber listrik.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin memanfaatkan
hasil residu dari budidaya udang agar tidak berdampak pada kualitas air kolam.
Disini solusi yang akan ditawarkan yaitu sarana pendukung berupa Electricity
from Waste of Prawns Ponds merupakan inovasi dengan memanfaatkan limbah
rumen substrat tambak udang menjadi energi listrik melalui microbial fuel cell.
Teknologi ini bekerja dengan cara substrat dioksidasi oleh bakteri, proses ini
kemudian menghasilkan elektron dan proton. Elektron ditransfer ke anoda lalu
dialirkan ke katoda melalui sirkuit eksternal. Aliran elektron inilah yang
kemudian dapat mengalirkan energi listrik. Implementasi penerapan dilakukan
dimulai dari tahun 2020 hingga 2021. Diharapkan teknologi ini dapat
megembangkan sumber energi terbarukan dapat mencegah krisis energi yang
terjadi di Indonesia.

Isi

Kegiatan budidaya udang pada umumnya menghasilkan limbah baik yang


berasal dari sisa pakan (uaeaten feed), feses, maupun sisa metabolisme.
Komponen utama limbah budidaya udang adalah nitrogen anorganik karena
komposisi utama pakan udang adalah protein. Nitrogen dalam perairan berada
dalam bentuk TAN, nitrit, nitrat, maupun nitrogen bebas. Namun Budidaya udang
yang dikelola secara semi intensif dan intensif mempunyai permasalahan yang
cukup serius mengenai degradasi kualitas air. Kepadatan penebaran (stocking
density) dan input pakan yang tinggi menyebabkan tingginya limbah yang
dihasilkan baik yang tersuspensi maupun mengendap di dasar kolam. Degradasi
kualitas air selama proses budidaya udang juga disebabkan oleh rendahnya
efisiensi pakan. (Supono, 2017).
Menurut Mangampa dan Hidayat (2010), jika berat kering pakan 90% dan
berat kering udang 25% maka FCR berat kering dengan perhitungan, angka
tersebut memberikan informasi bahwa setiap 5 kg pakan berat kering akan
menghasilkan 1 kg udang berat kering (20%), sedangkan sisanya (80%) terbuang
ke lingkungan budidaya sebagai limbah. Dari hasil perhitungan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa setiap 5 kg pakan berat kering menghasilkan 1 kg
udang berat kering (25 %) sehingga sisanya (75%) terbuang ke lingkungan
sebagai limbah. Dengan perhitungan ini pula, FCR udang rata-rata 1,7
menggambarkan bahwa 16, 3% pakan diasimilasi menjadi daging udang.
Energi diartikan sebagai kemampuan melakukan kerja untuk
menggerakkan sesuatu melawan gerak gaya penahan. Jenis energi yaitu panas,
kimia listrik dan nuklir. Umumnya sumber energi berasal dari minyak bumi, batu
bara dan gas alam. Namun, sumber tersebut semakin lama mengalami kelangkaan
sehingga masyarakat mengalami krisis energi. Hal ini perlu dicarikan sumber
energi alternatif yang baru seperti, bioetanol sebagai pengganti bensin, biodiesel
untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, bahkan
limbah/ sampah organik yang dijadikan sebagai pembangkit listrik. Penggunaan
energi terbarukan yang ramah lingkungan tersebut merupakan usaha untuk
menyelamatkan lingkungan dari dampak buruk energi fosil terhadap kerusakan
lingkungan (Alkusma et. al., 2016).
Menurut Kholiq (2015), konsumsi energi final (termasuk biomasa) pada
kurun waktu 2000-2012 meningkat dari 764 juta SBM pada tahun 2000 menjadi
1.079 juta SBM pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata 2,91% per tahun.
Konsumsi energi final tersebut tidak mempertimbangkan other
petroleumproducts, seperti pelumas, aspal, dan lainnya, di sektor industri. Pada
tahun 2012 pangsa terbesar penggunaan energi adalah sektor industri (34,8%)
diikuti oleh sektor rumah tangga (30,7%), transportasi (28,8%), komersial (3,3%),
dan lainnya (2,4%). Sektor rumah tangga mempunyai pertumbuhan konsumsi
energi yang rendah karena terjadi perubahan penggunaan peralatan dan teknologi
yang lebih efisien serta beralihnya penggunaan kayu bakar digantikan penggunaan
energi komersial seperti LPG dan listrik.

Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan salah satu teknologi alternatif yang
dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik
menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme dapat mengubah energi kimia
yang tersimpan di dalam komponen organik menjadi energi listrik selama
diinkubasi dalam Microbial Fuel Cell (MFC), sehingga bakteri di dalam MFC
bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan daya listrik selama mengonsumsi limbah.
Proses degradasi kandungan organik pada limbah cair agar menghasilkan
biolistrik yang tentunya membutuhkan mikroba pengurai. Pemodelan MFC
menggunakan lumpur aktif pada limbah cair perikanan dapat diterapkan untuk
menghasilkan biolistrik. Kandungan mikroba dalam lumpur aktif dapat digunakan
pada sistem MFC untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran
senyawa-senyawa organik (Ibrahim et. al., 2017).

Menurut Rinaldi et. al. (2014), microbial fuel cell (MFC) merupakan
teknologi yang dapat dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan sekaligus krisis energi di masa depan. Kemampuan MFC
mendegradasi limbah dan menghasilkan listrik secara simultan menjadikan
teknologi ini sangat berbeda dengan teknik pengolahan limbah lainnya. Rata-rata
volume limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh setiap orang adalah 150
liter/hari dengan nilai BOD antara 207 mg/L dan 247 mg/L. Umumnya suatu
reaktor MFC terdiri atas ruang anoda dan katoda yang dipisahkan oleh membran
penukar proton. Penggunaan membran penukar proton ini dimaksudkan untuk
mencegah perpindahan oksigen dari ruang katoda ke anoda dan perpindahan
mikroba dari ruang anoda ke katoda. Tapi mahalnya harga membran dan
pengotoran (fouling) yang dapat terjadi pada membran menjadi permasalahan
yang dihadapi pada desain yang menggunakan membran.

Pada pembuatan rangkaian MFC tahap pertama yang harus diperhatikan adalah
penempatan elektroda. Permukaan elektron yang mentransfer elektron disebut
elektroda ditempatkan di bagian bawah sedimen dimana tempat bakteri hidup.
Elektroda ini disebut anoda. Elektroda lain kemudian terhubung ke sirkuit pada
potensi listrik yang lebih positif yang menarik elektron bermuatan negatif.
Elektroda ini disebut katode. Pada elektron katode bereaksi dengan oksigen, yang
merupakan akseptor terminal elektron dalam sistem. Inilah sebabnya mengapa
katode perlu berada di dekat permukaan MFC. Aliran elektron dari anoda ke
katoda adalah listrik dan dapat digunakan untuk perangkat listrik.
Pembuatan rangkaian MFC mengacu pada Holmes et. al. (2004), yaitu
sedimen tambak udang dimasukkan ke dalam sebuah wadah hingga ketinggian 3
cm, kemudian elektroda anoda yang terbuat dari karbon grafit berbentuk silinder
dimensi 50 x 8 mm ditutup dengan sedimen setinggi 2 cm. Air tambak sebanyak
400 mL dimasukkan ke dalam wadah dan didiamkan selama 24 jam untuk
mengendapkan partikel-partikel sedimen tambak udang. Elektroda katoda
ditempatkan 1 cm dari permukaan sedimen tambak pada badan air pada hari
berikutnya. Kabel dari anoda dan katoda dihubungkan dengan resistor yang
memiliki hambatan 560 Ω ± 5%. Kemudian nantinya air yang hilang selama masa
pengamatan karena penguapan akan diganti dengan air yang telah diionisasikan.
Microbial fuel cell dioperasikan pada kondisi gelap (dalam ruang tanpa
pencahayaan) pada suhu sekitar 27°C.

Hubungan antara tegangan dan arus dijelaskan oleh Hukum Ohm dan
tergantung pada resistansi listrik, yang diukur dalam ohm (Ω) dan diwakili oleh R
sesuai dengan persamaan 1. Elektron membawa muatan listrik negatif. Pergerakan
elektron bermuatan negatif ini disebut listrik. Elektron pada Microbial Fuel Cell
(MFC) dilepaskan di anoda sehingga anoda memiliki muatan yang lebih negatif,
juga disebut sebagai potensi listrik, dibandingkan dengan katoda. Perbedaan
antara potensi listrik dari kedua elektroda (anoda dan katoda) disebut sebagai
tegangan, diukur dalam volt (V) dan diwakili oleh V. Semakin besar tegangan
antara elektroda maka semakin besar listrik yang dihasilkan. Pengukuran aliran
listrik disebut arus listrik dan diukur dalam Ampere (A) dan diwakili oleh I.

Bakteri mentransfer elektron mereka ke elektroda anoda yang berada di


dalam sedimen. Elektron ini memiliki muatan listrik negatif. Ketika elektron ini
ditransfer ke anoda, lingkungan potensial listrik negatif dibuat. Dalam rangka
untuk menghasilkan listrik, elektron bermuatan negatif ini harus mengalir ke
lingkungan potensial listrik yang lebih positif. Oksigen di udara menghasilkan
lingkungan potensi listrik yang sangat positif. Jika elektroda lain (juga disebut
katoda) ditempatkan di permukaan air di mana ia terkena oksigen di udara, dan
kemudian terhubung ke anoda oleh kawat listrik, elektron akan bebas mengalir
dari anoda ke katoda. Aliran elektron ini disebut listrik.

Analisis SWOT merupakan cara yang sistematis di dalam


melakukan analisis terhadap wujud ancaman dan kesempatan agar dapat
membedakan keadaan lingkungan yang akan datang sehingga dapat
ditemukan masalah yang ada (Bagus Setiawan, 2014). Perealisasian gagasan ini
sebagai upaya untuk mengembangkan sumber energi alternatif dan mencegah
krisis energi memiliki beberapa tantangan dalam pengimplementasiannya. Oleh
karena itu, diperlukan analisis SWOT yang tepat agar teknologi ini dapat di
implementasikan berdasarkan kekuatan dan daya tarik yang dimiliki, mengatasi
kelemahan yang ada.

1. Kekuatan
Teknologi ini sangat mudah dioperasikan sehingga para pemilik tambak
udang dapat mengoperasikan teknologi ini setiap saat. Nantinya data energi pada
teknologi ini akan dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipantau oleh operator
tambak udang.
2. Kelemahan
Energi yang dihasilkan dari teknologi ini masih tidak stabil karena
dipengaruhi beberapa keadaan. Oleh karena itu diperlukan rangkaian eksternal
seperti rangkaian pelipat tegangan, serta rangkaian yang lainnya agar tegangan
dan arus yang dihasilkan teknologi ini dapat stabil.
3. Kesempatan
Kebutuhan tambak udang yang fluktuatif saat ini, mengharuskan para
pemilik udang untuk meminimalisir pengeluaran mereka, salah satunya adalah
dengan menggunakan energi alternatif untuk kebutuhan tambak mereka sehingga
biaya operasi tambak dapat di minimalisir. Oleh karena itu, kesempatan teknologi
ini untuk dapat diterapkan masih terbuka luas.
4. Ancaman
Semakin berkembangnya teknologi dapat menyebabkan teknologi ini
dapat tergantikan oleh pembangkit energi yang lebih efisien dengan teknologi
yang lebih baik. Oleh karena itu teknologi ini perlu dikembangkan dan
dikoneksikan dengan teknologi yang lebih maju.
Dari analisis SWOT yang telah dipaparkan diatas, gagasan Eini
memerlukan beberapa tahapan agar dapat di implementasikan. Tahapan yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan ini membutuhkan sebuah pemikiran yang matang dalam
merencanakan perakitan. Sehingga dibutuhkan teknisi yang benar-benar handal di
bidangnya. Perencanaan pembangunan tidak membutuhkan waktu yang lama,
yaitu 2 bulan. Waktu 2 bulan diharapkan untuk memperoleh pemikiran yang
matang sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu lama.
2. Tahap Kerjasama dan Persiapan
Tahap ini membahas tentang persiapan modal untuk perakitan serta
rencana pemasangan alat. Perencanaan ini melibatkan pemilik tambak udang, dan
perancang. Hasil yang diharapkan dari tahap perencanaan ini adalah tercukupinya
modal yang dibutuhkan dalam perakitan.
3. Tahap Pembangunan dan Operasional
Tahap ini membahas merupakan tahap akhir, yaitu dilakukannya perakitan
dan operasional. Perencanaan ini melibatkan banyak pihak diantaranya adalah
pemilik tambak udang, teknisi yang di bidangnya, dan pegawai di lingkungan
tambak udang. Hasil yang diharapkan dari tahap ini adalah pembelian alat-alat
yang dibutuhkan yang dilakukan oleh pemilik tambak udang. Setelah lulus uji
kelayakan, akan dilakukan pelatihan kepada operator tambak udang tentang
operasional. Kendala terbesar pada tahap akhir ini adalah uji kelayakan sistem. Uji
kelayakan ini sangat penting untuk memastikan bahwa sistem dapat bekerja secara
efisien dalam jangka waktu yang lama serta dapat meminimalisir biaya
operasional tambak udang.
Kesimpulan
Teknologi ini merupakan salah satu inovasi energi alternatif yang dapat
menghasilkan listrik dengan media Microbial Fuel Cell sebagai upaya mencegah
krisis energi. Rencana kedepannya EL-WAPP akan melakukan kerjasama dengan
para pemilik tambak udang di Jawa agar teknologi dapat dinikmati oleh semua
pemilik tambak udang. Kemudian akan dikembangkan dengan desain dan
teknologi pembangkitan energi agar dapat menghasilkan listrik yang stabil dan
efisien sehingga pengeluaran operasional tambak udang dapat diminimalisir.
Sesuai dengan Surat Ar-Rahman ayat 33 : Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu
tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. Ayat tersebut berisi
anjuran bagi siapapun yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
untuk berusaha mengembangkan kemampuan sejauh-jauhnya sampai-sampai
menembus (melintas) penjuru langit dan bumi. Tanpa penguasaan di bidang ilmu
dan teknologi jangan harapkan manusia memperoleh keinginannya untuk
menjelajahi luar angkasa. Oleh karena itu, manusia ditantang dianjurkan untuk
selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Dengan melakukan
penerapan konsep dari teknologi ini akan banyak membantu pemilik tambak
udang serta sebagai upaya untuk mencegah krisis energi. Kerjasama dari berbagai
pihak sangat diperlukan untuk mencapai tingkat suksesnya penjalanan programini,
seperti ahli teknologi, pemilik tambak udang, serta semua elemen yang ada di
lingkungan tambak udang untuk membantu mewujudkan terlaksananya konsep
ini . Selain melakukan hal tersebut, juga perlu diadakannya pengembangan
teknologi agar inovasi ini dapat bertahan lama dan menghasilkan energi listrik
yang lebih efisien. Perlu diadakan sosialisasi kepada operator tambak sebagai
pihak yang mengoperasikan tambak setiap harinya dengan tujuan terlaksananya
dengan baik konsep ini yang telah kami usulkan.
DAFTAR PUSTAKA

Holmes DE, Bond DR, O’Neil RA, Reimers CE, Tender LM dan Lovley DR.
2004. Microbial community associates with electrodes harvesting electricity
from a variety of aquatic sediments. Journal Microbial Ecology. 48(2):
178-190.

Hong SW, Choi YS, Chung TH, Song JH, Kim HS. 2009b. Assessment of
sediment remediation potential using microbial fuel cell. World Academy of
Science, Engineering and Technology. 54: 683-689.

Hong SW, Kim HS, Chung TH. 2010. Alteration of sediment organic matter in
sediment microbial fuel cells. Journal Environmental Pollution. 158(1):
185-191.

Liu H, Cheng S, Logan BE. 2005. Power generation in fed-batch microbial fuel
cell as a function of ionic strength, temperature and reactor configuration.
Journal Environmental Science Technology. 39(14): 5488-5493.

Chaudhuri SK, Lovley DR. 2003. Electricity generation by direct oxidation of


glucose in mediatorless microbial fuel cell. Natural Biotechnology. 21(10):
1229-1232.

Watanabe K. 2008. Recent developments in microbial fuel cell technologies for


sustainable bioenergy. Journal Bioscience Bioenginering. 106(6): 528-536.

Alkusma, Y. M., Hermawan dan Hadiyanto. 2016. Pengembangan potensi energi


alternatif dengan pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber
energi baru terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Ilmu
Lingkungan. 14(2): 96-102.

Depag RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Hidayah Surabaya.

Ibrahim, P., P. Suptijah dan Z. N. Andjani. 2017. Kinerja microbial fuel cell
penghasil biolistrik dengan perbedaan jenis elektroda pada limbah cair
industri perikanan. JPHPI. 20(2): 296-304.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VI. Jakarta: Widya
Cahaya. Hal.559.

KESDM [Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral]. 2012. Rencana induk


jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional tahun 2012-2025.
Kepmen No 2700 k/11/ MEM/2012. Jakarta (ID): Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral.

Kholiq, I. 2015. Pemanfaatan energi alternatif sebagai energi terbarukan untuk


mendukung subtitusi BBM. Jurnal IPTEK. 19(2): 75-91.

KKP. 2018. Data Pembudidaya Udang di Jawa Timur.

Makalah Analisis SWOT Online. Diakses melalui


https://www.academia.edu/5029694/Contoh_Makalah_Analisis_SWOT

Mangampa, M. dan H. S. Suwoyo. 2010. Budidaya udang vaname (Litopenaeus


vannamei) teknologi intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset
Akuakultur. 5(3): 351-361.

Rinaldi, W., Y. Nurdin, Syahiddin, W. Windari dan C. P. Agustina. 2014.


Pengolahan limbah cair organik dengan microbial fuel cell. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 10(2): 92-98.

Samudro, G. 2016. Konservasi energi berbasis renewable energy technology


dengan pemanfaatan teknologi microbial. 13(2): 57-65.

Shihab, Q. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati. Hal:525-531.

Supono. 2017. Teknologi Produksi Udang. Yogyakarta: Plantaxia.

Anda mungkin juga menyukai