Isi
Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan salah satu teknologi alternatif yang
dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik
menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme dapat mengubah energi kimia
yang tersimpan di dalam komponen organik menjadi energi listrik selama
diinkubasi dalam Microbial Fuel Cell (MFC), sehingga bakteri di dalam MFC
bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan daya listrik selama mengonsumsi limbah.
Proses degradasi kandungan organik pada limbah cair agar menghasilkan
biolistrik yang tentunya membutuhkan mikroba pengurai. Pemodelan MFC
menggunakan lumpur aktif pada limbah cair perikanan dapat diterapkan untuk
menghasilkan biolistrik. Kandungan mikroba dalam lumpur aktif dapat digunakan
pada sistem MFC untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran
senyawa-senyawa organik (Ibrahim et. al., 2017).
Menurut Rinaldi et. al. (2014), microbial fuel cell (MFC) merupakan
teknologi yang dapat dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan sekaligus krisis energi di masa depan. Kemampuan MFC
mendegradasi limbah dan menghasilkan listrik secara simultan menjadikan
teknologi ini sangat berbeda dengan teknik pengolahan limbah lainnya. Rata-rata
volume limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh setiap orang adalah 150
liter/hari dengan nilai BOD antara 207 mg/L dan 247 mg/L. Umumnya suatu
reaktor MFC terdiri atas ruang anoda dan katoda yang dipisahkan oleh membran
penukar proton. Penggunaan membran penukar proton ini dimaksudkan untuk
mencegah perpindahan oksigen dari ruang katoda ke anoda dan perpindahan
mikroba dari ruang anoda ke katoda. Tapi mahalnya harga membran dan
pengotoran (fouling) yang dapat terjadi pada membran menjadi permasalahan
yang dihadapi pada desain yang menggunakan membran.
Pada pembuatan rangkaian MFC tahap pertama yang harus diperhatikan adalah
penempatan elektroda. Permukaan elektron yang mentransfer elektron disebut
elektroda ditempatkan di bagian bawah sedimen dimana tempat bakteri hidup.
Elektroda ini disebut anoda. Elektroda lain kemudian terhubung ke sirkuit pada
potensi listrik yang lebih positif yang menarik elektron bermuatan negatif.
Elektroda ini disebut katode. Pada elektron katode bereaksi dengan oksigen, yang
merupakan akseptor terminal elektron dalam sistem. Inilah sebabnya mengapa
katode perlu berada di dekat permukaan MFC. Aliran elektron dari anoda ke
katoda adalah listrik dan dapat digunakan untuk perangkat listrik.
Pembuatan rangkaian MFC mengacu pada Holmes et. al. (2004), yaitu
sedimen tambak udang dimasukkan ke dalam sebuah wadah hingga ketinggian 3
cm, kemudian elektroda anoda yang terbuat dari karbon grafit berbentuk silinder
dimensi 50 x 8 mm ditutup dengan sedimen setinggi 2 cm. Air tambak sebanyak
400 mL dimasukkan ke dalam wadah dan didiamkan selama 24 jam untuk
mengendapkan partikel-partikel sedimen tambak udang. Elektroda katoda
ditempatkan 1 cm dari permukaan sedimen tambak pada badan air pada hari
berikutnya. Kabel dari anoda dan katoda dihubungkan dengan resistor yang
memiliki hambatan 560 Ω ± 5%. Kemudian nantinya air yang hilang selama masa
pengamatan karena penguapan akan diganti dengan air yang telah diionisasikan.
Microbial fuel cell dioperasikan pada kondisi gelap (dalam ruang tanpa
pencahayaan) pada suhu sekitar 27°C.
Hubungan antara tegangan dan arus dijelaskan oleh Hukum Ohm dan
tergantung pada resistansi listrik, yang diukur dalam ohm (Ω) dan diwakili oleh R
sesuai dengan persamaan 1. Elektron membawa muatan listrik negatif. Pergerakan
elektron bermuatan negatif ini disebut listrik. Elektron pada Microbial Fuel Cell
(MFC) dilepaskan di anoda sehingga anoda memiliki muatan yang lebih negatif,
juga disebut sebagai potensi listrik, dibandingkan dengan katoda. Perbedaan
antara potensi listrik dari kedua elektroda (anoda dan katoda) disebut sebagai
tegangan, diukur dalam volt (V) dan diwakili oleh V. Semakin besar tegangan
antara elektroda maka semakin besar listrik yang dihasilkan. Pengukuran aliran
listrik disebut arus listrik dan diukur dalam Ampere (A) dan diwakili oleh I.
1. Kekuatan
Teknologi ini sangat mudah dioperasikan sehingga para pemilik tambak
udang dapat mengoperasikan teknologi ini setiap saat. Nantinya data energi pada
teknologi ini akan dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipantau oleh operator
tambak udang.
2. Kelemahan
Energi yang dihasilkan dari teknologi ini masih tidak stabil karena
dipengaruhi beberapa keadaan. Oleh karena itu diperlukan rangkaian eksternal
seperti rangkaian pelipat tegangan, serta rangkaian yang lainnya agar tegangan
dan arus yang dihasilkan teknologi ini dapat stabil.
3. Kesempatan
Kebutuhan tambak udang yang fluktuatif saat ini, mengharuskan para
pemilik udang untuk meminimalisir pengeluaran mereka, salah satunya adalah
dengan menggunakan energi alternatif untuk kebutuhan tambak mereka sehingga
biaya operasi tambak dapat di minimalisir. Oleh karena itu, kesempatan teknologi
ini untuk dapat diterapkan masih terbuka luas.
4. Ancaman
Semakin berkembangnya teknologi dapat menyebabkan teknologi ini
dapat tergantikan oleh pembangkit energi yang lebih efisien dengan teknologi
yang lebih baik. Oleh karena itu teknologi ini perlu dikembangkan dan
dikoneksikan dengan teknologi yang lebih maju.
Dari analisis SWOT yang telah dipaparkan diatas, gagasan Eini
memerlukan beberapa tahapan agar dapat di implementasikan. Tahapan yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan ini membutuhkan sebuah pemikiran yang matang dalam
merencanakan perakitan. Sehingga dibutuhkan teknisi yang benar-benar handal di
bidangnya. Perencanaan pembangunan tidak membutuhkan waktu yang lama,
yaitu 2 bulan. Waktu 2 bulan diharapkan untuk memperoleh pemikiran yang
matang sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu lama.
2. Tahap Kerjasama dan Persiapan
Tahap ini membahas tentang persiapan modal untuk perakitan serta
rencana pemasangan alat. Perencanaan ini melibatkan pemilik tambak udang, dan
perancang. Hasil yang diharapkan dari tahap perencanaan ini adalah tercukupinya
modal yang dibutuhkan dalam perakitan.
3. Tahap Pembangunan dan Operasional
Tahap ini membahas merupakan tahap akhir, yaitu dilakukannya perakitan
dan operasional. Perencanaan ini melibatkan banyak pihak diantaranya adalah
pemilik tambak udang, teknisi yang di bidangnya, dan pegawai di lingkungan
tambak udang. Hasil yang diharapkan dari tahap ini adalah pembelian alat-alat
yang dibutuhkan yang dilakukan oleh pemilik tambak udang. Setelah lulus uji
kelayakan, akan dilakukan pelatihan kepada operator tambak udang tentang
operasional. Kendala terbesar pada tahap akhir ini adalah uji kelayakan sistem. Uji
kelayakan ini sangat penting untuk memastikan bahwa sistem dapat bekerja secara
efisien dalam jangka waktu yang lama serta dapat meminimalisir biaya
operasional tambak udang.
Kesimpulan
Teknologi ini merupakan salah satu inovasi energi alternatif yang dapat
menghasilkan listrik dengan media Microbial Fuel Cell sebagai upaya mencegah
krisis energi. Rencana kedepannya EL-WAPP akan melakukan kerjasama dengan
para pemilik tambak udang di Jawa agar teknologi dapat dinikmati oleh semua
pemilik tambak udang. Kemudian akan dikembangkan dengan desain dan
teknologi pembangkitan energi agar dapat menghasilkan listrik yang stabil dan
efisien sehingga pengeluaran operasional tambak udang dapat diminimalisir.
Sesuai dengan Surat Ar-Rahman ayat 33 : Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu
tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. Ayat tersebut berisi
anjuran bagi siapapun yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
untuk berusaha mengembangkan kemampuan sejauh-jauhnya sampai-sampai
menembus (melintas) penjuru langit dan bumi. Tanpa penguasaan di bidang ilmu
dan teknologi jangan harapkan manusia memperoleh keinginannya untuk
menjelajahi luar angkasa. Oleh karena itu, manusia ditantang dianjurkan untuk
selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan melakukan
penerapan konsep dari teknologi ini akan banyak membantu pemilik tambak
udang serta sebagai upaya untuk mencegah krisis energi. Kerjasama dari berbagai
pihak sangat diperlukan untuk mencapai tingkat suksesnya penjalanan programini,
seperti ahli teknologi, pemilik tambak udang, serta semua elemen yang ada di
lingkungan tambak udang untuk membantu mewujudkan terlaksananya konsep
ini . Selain melakukan hal tersebut, juga perlu diadakannya pengembangan
teknologi agar inovasi ini dapat bertahan lama dan menghasilkan energi listrik
yang lebih efisien. Perlu diadakan sosialisasi kepada operator tambak sebagai
pihak yang mengoperasikan tambak setiap harinya dengan tujuan terlaksananya
dengan baik konsep ini yang telah kami usulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Holmes DE, Bond DR, O’Neil RA, Reimers CE, Tender LM dan Lovley DR.
2004. Microbial community associates with electrodes harvesting electricity
from a variety of aquatic sediments. Journal Microbial Ecology. 48(2):
178-190.
Hong SW, Choi YS, Chung TH, Song JH, Kim HS. 2009b. Assessment of
sediment remediation potential using microbial fuel cell. World Academy of
Science, Engineering and Technology. 54: 683-689.
Hong SW, Kim HS, Chung TH. 2010. Alteration of sediment organic matter in
sediment microbial fuel cells. Journal Environmental Pollution. 158(1):
185-191.
Liu H, Cheng S, Logan BE. 2005. Power generation in fed-batch microbial fuel
cell as a function of ionic strength, temperature and reactor configuration.
Journal Environmental Science Technology. 39(14): 5488-5493.
Ibrahim, P., P. Suptijah dan Z. N. Andjani. 2017. Kinerja microbial fuel cell
penghasil biolistrik dengan perbedaan jenis elektroda pada limbah cair
industri perikanan. JPHPI. 20(2): 296-304.
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VI. Jakarta: Widya
Cahaya. Hal.559.