Anda di halaman 1dari 6

Volume 00, Number 00, 20xx PAGE: xx - xx JURNAL BIOSILAMPARI:

ISSN: Print 2622-4275 – Online 2622-7770


DOI: 10.31540/biosilampari. JURNAL BIOLOGI
https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB
Submitted: Month DD, 20XX; Accepted: Month DD, 20XX

PEMANFAATAN SAMPAH SAYUR PASAR SEBAGAI BIOLISTRIK MELALUI


MICROBIAL FUEL CELL

Author name 1*, Author name2 (Cambria 11pt)


1
Affiliations 1, 2 Affiliations 2 (Cambria 11pt)
*Corresponding author, e-mail: author@email.xx (Cambria 10pt)

ABSTRACT(CAMBRIA 11PT)
Sampah sayur merupakan habitat mikroorganisme yang sangat mengancam kesehatan
masyarakat apabila tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan terhadap sampah sayur
dapat dilakukan melalui microbial fuel cell sekaligus menghasilkan energi alternatif yang
bermanfaat berupa listrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat sampah
sayur pasar sebagai biolistrik melalui microbial fuel cell. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil
penelitian menunjukkan nilai energi listrik tertinggi diperoleh pada perlakuan R3+ yakni
8,93 mV pada rata-rata pH substrat 4,5, suhu awal substrat 32 oC dan suhu akhir substrat
30oC. Berdasarkan uji lanjut Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
penambahan Effective Microorganism 4 sebanyak 50 ml dapat meningkatkan energi
listrik yang dihasilkan pada reaktor. Disimpulkan bahwa sampah sayur dapat
menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan sel elektrokimia berbasis microbial
fuel cell.

Keywords: Sampah sayur, microbial fuel cell, dan effective microorganism 4.

INTRODUCTION (CAMBRIA 12 PT)


Sayur merupakan salah satu tanaman produktif pertanian. Biomassa organik
sayur begitu melimpah. Produksi sayur (primer) di dunia ditaksir oleh FAO (2012)
sebanyak 1.106.133.866 ton per tahun. FAO (2012) dan Badan Pusat Statistik dan
Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) memperkirakan produksi sayur di Indonesia
mencapai 10.507.836 ton per tahun. Melihat kondisi melimpahnya produksi sayur di
Indonesia, hal tersebut juga diiringi dengan potensi produk untuk menjadi sampah.
Hal ini dikarenakan sayur merupakan bahan makanan yang mudah rusak. Salah satu
penyebabnya adalah kandungan air yang tinggi yaitu berkisar 85-95%, sehingga
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan percepatan reaksi metabolisme
(Asgar & Musaddad, 2006).
Meningkatnya jumlah produksi dan konsumsi yang terjadi di masyarakat Kota
Pekanbaru menyebabkan dampak yang tidak asing lagi yaitu sampah. Data dari Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Lubuklinggau pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa jumlah sampah di Kota Lubuklinggau mencapai 450 ton per hari (Aliamin
Tabrani Husain, 2016). Sampah-sampah tersebut terdiri dari berbagai jenis sampah
organik dan anorganik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan
terhadap sampah belum berjalan dengan maksimal, seperti volume sampah yang
terlalu besar, lahan TPA yang semakin sempit, teknologi pengelolaan yang tidak
optimal, serta kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah.
Salah satu jenis sampah organik adalah sampah yang berasal dari produksi
sayur. Sampah-sampah sayur banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional di Kota

Copyright © STKIP PGRI Lubuklinggau


First author, second author, third author

Lubuklinggau. Banyaknya sampah sayur akan berpotensi menimbulkan limbah yang


akan mengganggu berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut dikarenakan sayur
merupakan tanaman yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sangat
mudah bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang.
Pengelolaan terhadap sampah sayur perlu dilakukan untuk menurunkan
parameter pencemar sehingga tidak mencemari lingkungan. Salah satu bentuk
pengelolaan terhadap sampah sayur dapat dilakukan melalui pengolahan anaerob.
Pengelolaan ini memanfaatkan mikroorganisme lokal sampah sayur untuk
menguraikan zat organik pada sampah yang mana pada prosesnya juga akan
menghasilkan energi, dengan begitu sampah sayur dapat lebih berguna bagi
masyarakat.
Di samping itu, meningkatnya kebutuhan energi listrik pada saat ini memicu
adanya pengembangan sumber energi alternatif untuk mensubstitusi penggunaan
minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama bagi masyarakat. Fuel
cell merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi
peningkatan kebutuhan energi. Sistem ini bersifat ramah lingkungan, karena tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, sistem ini dapat menjadi solusi
untuk mengatasi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan limbah (Shukla et
al., 2004).
Salah satu jenis dari fuel cell adalah Microbial Fuel Cell (MFC). Microbial Fuel
Cell merupakan teknologi pembangkit listrik yang memanfaatkan bakteri sebagai
penghasil energi dengan cara memanfaatkan kemampuan metabolisme bakteri (Aulia
dan I Gusti, 2016). Microbial Fuel Cell menggunakan bakteri sebagai katalis untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik, yang mana dari proses oksidasi tersebut
akan mengahasilkan potensial listrik berupa elektron. Penggunaan MFC dalam
memanfaatkan sampah sayur untuk menghasilkan biolistrik dapat dimaksimalkan
dengan cara menambahkan mikroorganisme aktif ke dalam substrat reaktor, salah
satunya bisa didapatkan dari Effective Microorganism 4 (EM4). Penambahan EM4 ke
dalam substrat reaktor MFC akan menyebabkan semakin banyaknya mikroorganisme
yang akan menguraikan material organik dalam substrat, dengan demikian maka
pembentukan elektron yang terjadi akan semakin cepat sehingga potensial listrik
yang dihasilkan juga akan semakin besar (Muhamad Imaduddin dkk, 2014).
Pemanfaatan sampah sayur sebagai biolistrik merupakan salah satu bentuk
dari aplikasi bioteknologi dalam produksi bahan bakar dan energi. Permasalahan
yang terjadi adalah kurangnya bahan ajar pendukung yang memberikan pengetahuan
secara spesifik mengenai materi tersebut. Hal ini mengakibatkan pengetahuan
peserta didik dalam memahami konsep bioteknologi dan produksi energi sangat
terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan energi listrik alternatif dengan
memanfaatkan limbah sayur-sayuran sebagai substrat untuk MFC. Adapun yang
dibahas yang akan dibahas yakni apa itu Microbial Full Cell, bagaimana prosedur kerja
microbial fuel cell, kelebihan dan kekurangan Microbial Full Cell dan jenis sampah
yang cocok untuk Microbial Full Cell.

METHOD (CAMBRIA 12 PT)


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 kali ulangan.
Konsentrasi yang dibuat merupakan rujukan dari penelitian Muhamad Imaduddin
dkk (2014), sedangkan desain reaktor MFC merupakan modifikasi dari rujukan

https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 2
JURNAL BIOSILAMPARI: Volume 00, Number 00, 20XX
ISSN: Print 2622-4275 – Online 2622-7770
JURNAL BIOLOGI

Heryani (2012) dalam M. Irsyad Nur (2016) dengan tipe dual chamber. Sampel dalam
penelitian ini adalah sampah sayur yang ada di Pasar. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara random sampling, yaitu dengan cara mengambil sampah-sampah sayur
dari suatu tumpukan secara acak.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan bubur sampah sayur (slurry) sebagai
substrat kompartemen anoda serta pembuatan larutan elektrolit berupa KCl 1 M
sebagai mediator pada kompartemen katoda reaktor MFC. Menurut Darmawati
(2018) Selanjutnya reaktor MFC dibuat dengan merangkai 2 botol kaca tertutup
menggunakan kabel dan elektroda yang menjadi kutub posistif (anoda) dan kutub
negatif (katoda). Reaktor ini dibuat sebanyak 21 unit sesuai dengan jumlah perlakuan
dan ulangan. Setelah itu, reaktor MFC diisi dengan bubur sampah sayur dan larutan
KCl 1 M yang selanjutnya dioperasikan dalam suhu ruang selama 7 hari. Teknik
analisis data secara statistik menggunakan program SPSS for windows Release versi
24. Analisis yang digunakan adalah uji parametrik Anova one way. Jika terdapat
perbedaan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncans Mulitiple Range Test dengan
taraf kepercayaan 95 %.

RESULTS AND DISCUSSION (CAMBRIA 12 PT)


Dari penelitian Hadiyanto (2014) Sampling sampah sayur dilakukan di Pasar
Peterongan Kota Semarang. Hasil sampel sampah sayur menunjukkan densitas
sampah sayur sebesar 0,4/kg dan kadar air pada kisaran 33,4 – 66,5%. Adapun
komposisi sampah yang diperoleh dari 8 kg sampah sayur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi sampah sayur pasar hasil sampling


No Jenis Sayur Massa (Kg) Persentase
(%)
1 Kubis 4 50.0
2 Labu Siam 2 25.0
3 Sawi 0.8 10.0
4 Sawi Putih 0.7 8.8
5 Wortel 0.3 3.8
6 Cabe 0.1 1.3
7 Tomat 0.1 1.3

Berdasarkan data pada Tabel 2., dibuat fase slurry sampah sayur dengan
komposisi persentase jenis sayur. Fase slurry ini digunakan sebagai substrat pada
kompartemen anode. Mikroorganisme yang berperan pada reaktor MFCs dapat
berasal dari sampah sayur pasar maupun dari air yang digunakan sebagai campuran
bahan untuk membentuk slurry sampah sayur. Mikroorganisme melekat pada anoda
pada kondisi anaerobik. Selanjutnya, akan terjadi proses degradasi sampah sayur
sehingga diperoleh karbondioksida, proton, serta elektron (Yokoyama et al., 2006).
Proses degradasi sampah sayur tersebut termasuk reaksi oksidasi. Christy et al., 2008
menyatakan bahwa proses terbentuknya listrik yaitu dari proses pengubahan
senyawa selulosa melalui proses hidrolisis, fermentasi, dan elektrogenesis. Hasil
dekomposisi bahan organik kompleks yang ada di dalam sampah sayur dapat
digunakan sebagai sumber energi untuk tahap berikutnya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya voltase dan arus listrik yang mengalir
pada masing-masing reaktor. Kenaikan voltase pada reaktor diakibatkan
meningkatnya aktivitas mikroorganisme. Logan (2007) menyatakan bahwa transfer
proton mempengaruhi secara signifikan pada performa MFCs. Ketika substrat yang

The title of article...... 3


First author, second author, third author

berupa sampah sayur terdegradasi, proton diproduksi oleh anoda dan dikonsumsi
oleh katoda. Dalam sistem biologik, mikroorganisme menggunakan substrat sampah
sayur untuk mensintesis bahan seluler baru dan menyediakan energi untuk sintesis.
Dengan adanya substrat sampah sayur sebagai makanan eksogenes mikroorganisme,
sintesis bahan seluler baru akan lebih banyak daripada respirasi endogenes (Jenie &
Rahayu, 1993). Dengan demikian, mikroorganisme akan menjadi lebih berlimpah.

Gambar 3. Mekanisme pertumbuhan mikroorganisme pada reaktor

Pada kompartemen anoda, mikroorganisme akan mengoksidasi material


organik pada kondisi anaerob. Proses inilah yang berperan dalam produksi elektron
atau listrik pada reaktor MFCs (Angenent, et al, 2004; Rabaey & Verstraete, 2005).
Dengan adanya jumlah mikroorganisme yang lebih banyak tentunya proses oksidasi
akan berjalan semakin banyak. Gula sederhana sebagai molekul biodegradable
terdegradasi dapat dituliskan melalui persamaan berikut:

Elektron akan mengalir melalui sirkuit kompartemen anoda. Selanjutnya,


proton akan melewati jembatan garam untuk menstabilkan muatan pada kedua
kompartemen. Pada kondisi ini, terjadi perbedaan potensial antara kompartemen
katoda dan anoda. Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk
mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+ (Guerrero-Rangel.N, 2010). Adanya elektron yang
mengalir pada sistem tiap satuan waktu akan menghasilkan arus listrik.
Bila pertumbuhan mikroorganisme terhenti, mikroorganisme mati dan lisis
melepaskan nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih
hidup. Dengan demikian, ketika nutrien dari sampah sayur semakin sedikit, respirasi
endogenes akan berlangsung lebih banyak dan akan terjadi pengurangan padatan
mikroba (Jenie & Rahayu, 1993). Berkurangnya aktivitas mikroorganisme ini,
menyebabkan proses oksidasi bahan organik menjadi semakin sedikit. Dengan
demikian, jumlah elektron yang mengalir serta proton yang dihasilkan semakin
sedikit.
Menurut Madigan (2011) pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme. Pada proses pengolahan anaerob, pertumbuhan mikroorganisme
lebih baik dalam suasana netral ( pH 7,0 ) atau sedikit basa ( pH 7,2-7,4), tetapi pada
umumnya dapat hidup pada pH 6,6–7,5. Batas pH untuk pertumbuhan
mikroorganisme merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzimatik.

CONCLUSIONS (CAMBRIA 12 PT)


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampah sayur
dapat menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan sel elektrokimia berbasis microbial
fuel cell. Nilai energi listrik tertinggi didapat pada perlakuan R3+ dengan rata-rata energi
listrik yang dihasilkan sebanyak 8,93 mV. Data hasil penelitian ini dapat dikembangkan

https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 4
JURNAL BIOSILAMPARI: Volume 00, Number 00, 20XX
ISSN: Print 2622-4275 – Online 2622-7770
JURNAL BIOLOGI

menjadi handout untuk peserta didik di SMA kelas XII dalam mempelajari penerapan
bioteknologi dan produksi energi.

ACKNOWLEDGEMENTS (optional) (CAMBRIA 12 PT)


Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penambahan terhadap konsentrasi
substrat sampah sayur yang digunakan dalam reaktor microbial fuel cell. Selain itu,
pemilihan jenis elektroda yang lebih bersifat konduktor diharapkan dapat
memperlancar kinerja reaktor microbial fuel cell sehingga mampu memperbesar
jumlah energi listrik yang dihasilkan.

REFERENCES (CAMBRIA 12 PT)


Jenie, B.S.L dan Rahayu, W.P. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Bogor:
Kanisius.

Angenent, L.T., et al. (2004). Production Of Bioenergy and Biochemichals From


Industrial and Agricultural Wastewater. TRENDS In Biotechnology. 22(9).

Logan, B.E. 2007. Microbial Fuel Cells. Wiley-Interscience. ISBN 978-0-47023948-3.

Yokoyama, H., Ohmori, H. Ishida, H.Waki, M. Tanaka, Y. 2006. Treatmentof cow-waste


slurry by a microbial fuel cell and the properties of the treated slurry as liquid
manure, Animal Sci. J.77:634-638.

Madigan, M. T., Martinko, J.M., Stahl, D.A., Clark, D.P. (2011). Brock Biology of
Microorganisms Thirteenth Edition. Benjamin Cummings: the United States of
America.

Guerrero-Rangel, N., J.A. Rodríguez-dela Garza,Y. Garza-García, L.J. RíosGonzález, G.J.


SosaSantillán, I.M. De la Garza-Rodríguez, S.Y. Martínez-Amador, M.M.
RodriguezGarza and J. Rodríguez-Martínez. (2010). Comparative study of three
cathodic electron acceptors on the performance of mediatorless microbial fuel cell.
Int. J. Electric. Power Eng., 4(1): 27-31.

Christy, A.D., Rismani-Yazdi, H., Carver, S., Yu, Z., Touvinen, O.H., Dehorty, B.,
Pashmi, N., Mullin, C. bower, T., & Halim, W. (2008). Cellulose Conversion To
Electricity in Microbial Fuel Cells: Challenges and Constrints. Departement of
Food, Agricultural, and Biological Engineering. Microbial Fuel Cells First
International Symposium.

M. Irsyad Nur. 2016. Isolasi Bakteri Microbial Fuel Cell pada Limbah Cair Tahu sebagai
Sumber Energi Listrik untuk Pengayaan Modul Mikrobiologi Dasar. Skripsi tidak
dipublikasikan. FKIP Universitas Riau. Pekanbaru.

Muhamad Imaduddin, Hermawan dan Hadiyanto. 2014. Pemanfaatan Sampah Sayur Pasar
dalam Produksi Listrik melalui Microbial Fuel Cells (Utilization of Market
Vegetable Waste in Electricity Production Through Microbial Fuel Cells). Media
Elektrika 7(2) : 22-35.

The title of article...... 5


First author, second author, third author

Daryanto dan Aris Dwi Cahyono. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Silabus,
RPP, PHB dan Bahan Ajar). Gava Media. Yogyakarta.

Aulia Cita Siswanti dan I Gusti Made Sanjaya. 2016. Pengaruh Variasi Optical Density
Bakteri Bacillus subtilis Terhadap Efisiensi Listrik Microbial Fuel Cell. Journal of
Chemistry 123-127.

Aliamin Tabrani Husain. 2016. Sistem Pengolahan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Muara Fajar Kota Pekanbaru. JOM FISIP 3 (1) : 1-13.

https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JB 6

Anda mungkin juga menyukai