Anda di halaman 1dari 12

JRL Vol.9 No.1 Hal.

19 - 30
Jakarta, ISSN : 2085.3866
Juni 2016 No.376/AU1/P2MBI/07/2011

PENGARUH PEMANENAN MIKROALGA


(Chlorella sp.) SECARA KONTINYU TERHADAP
PERTUMBUHANNYA DI DALAM
FOTOBIOREAKTOR
Anies Ma’rufatin

Pusat Teknologi Lingkungan,


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Email : anies.marufatin@bppt.go.id

Abstrak

Saat ini, fotobioreaktor (FBR) banyak dikembangkan dan dimanfaatkan untuk


meneliti (mengetahui secara detil) proses metabolisme sel mikroorganisme, seperti
mikroalga. Teknologi FBR MTAP (Multi Tubular Airlift Photobioreactor) merupakan
sistem kontinyu yang tertutup dan dapat dilakukan kontrol pertumbuhannya.
Teknologi tersebut kemudian dilakukan ujicoba pemanenan kontinyu. Pemanenan
kontinyu dilakukan dengan mengurangi volume larutan mikroalga kemudian
menambahkan dengan larutan yang baru dalam sistem FBR MTAP yang
dioperasikan. Indikator pertumbuhan mikroalga yang digunakan yaitu jumlah
kelimpahan sel mikroalga Chlorella sp. yang dipanen dengan dua tahap pemanenan
dari FBR MTAP. Jumlah reaktor dalam FBR MTAP ada 2 yang digunakan yaitu
Reaktor 1 dan Reaktor 2. Mikroalga ditumbuhkan dalam waktu 21 HST (Hari Setelah
Tanam) dan saat HST ke 12 dilakukan pemanenan dengan mengurangi volume
16,7% pada masing-masing reaktor. Berdasarkan hasil penghitungan kelimpahan
sel, pemanenan tahap I pertumbuhan optimum terjadi pada hari ke-7 untuk Reaktor 1
dan Reaktor 2. Sedangkan pemanenan tahap II, pertumbuhan optimumnya pada
HST 16 untuk Reaktor 1 dan HST 19 untuk Reaktor 2. Perbandingan kelimpahan sel
pada kedua reaktor FBR MTAP yang dilakukan ujicoba periode pemanenan
mikroalga Chlorella sp. air tawar pada HST 12 dan HST 21 cukup optimal untuk
dilakukan secara kontinyu tanpa dilakukan pengurasan dan sterilisasi ulang sistem
FBR MTAP.

Kata kunci: Fotobioreaktor, Pemanenan kontinyu, Pertumbuhan mikroalga,


Kelimpahan sel, Chlorella sp.

Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 19


EFFECT OF HARVESTING MICROALGAE
(Chlorella sp.) CONTINUOUSLY
TO ITS GROWTH IN THE FOTOBIOREAKTOR

Abstract

Currently, the photobioreactor (FBR) has been developed and utilized to investigate
(knowing in detail) the metabolic processes of cells of microorganisms, such as
microalgae. FBR technology MTAP (Multi Tubular Photobioreactor Airlift) is a
continuous system that is closed and controled for the growth. Then, this technology
conducted continuous harvesting trial. Continuous harvesting system is cultivated by
reducing of microalgae solution volume then is added by new solution of FBR MTAP
system in operation. The number of reactors in the FBR MTAP are two reactors
were used that Reactor 1 and Reactor 2. Microalgae was grown in 21 DAP (Days
After Planting) and then harvested by reducing the volume 16.7% in each reactor in
DAP 12. Based on the results of cells density, harvesting in the first phase, the
optimum growth occurred at DAP 7 for Reactor 1 and Reactor 2, while harvesting
their optimum growth phase II DAP 16 for Reactor 1 and DAP 19 for Reactor 2.
Comparison of cell density on both reactors FBR MTAP conducted trial period of
harvesting microalgae Chlorella sp. freshwater DAP 12 and DAP 21 are optimal to be
done continuously without dewatering and sterilization performed the FBR system
MTAP.

Key words: photobioreactor, continuous harvesting, microalgae growth, cell


density, Chlorella sp.

20 Ma’rufatin, A., 2016


I. PENDAHULUAN elemen lainnya. Hal ini masih banyak
diperdebatkan tentang nutrisi ideal
Komposisi sampah sangat utuk pertumbuhan mikroalg a
bergantung pada kegiatan s ehari – (Shiddiqui, S., G N Rameshaiah),
hari dari manusia maupun keadaan (Kavya G, 2015 ).
alam sek itarn ya. Kegiatan – kegiatan Pada umumnya dalam metode
yang ada mempengaruhi jumlah FBR terbuat dari material tembus
pandang seperti pipa bening dengan
sampah organik maupun non-organik.
sirkulasi t ertutup. Pipa bening
tersebut akan terisi oleh air, nutrisi
1.1. Latar Belakang dan mikroalga dalam satu sistem.
FBR terdiri atas enam komponen
Fotobioreaktor (FBR)
mayor antara lain sumber
merupakan bioreakt or yang
pencahayan, the optical transmission
memanfaatkan cahaya sebagai
system, fotobiorek ator, gas-exchange
sumber energi untuk melakukan
unit, unit ultrafiltrasi dan sensor
proses metabolisme sel. FBR
untuk memonitoring kondisi tanaman.
mempunyai dua fungsi utama, yaitu
Sistem FBR didisain, dibuat dan
memproduksi biomassa dalam bentuk
diimplementasikan untuk
mikroalga dan menyerap CO 2 untuk
mendapatkan nilai optimum sel alg a
menumbuhkan fotosintesis mikroalga
dalam berfot osintesis (J avanmardian,
(Mehlitz, T.H, 2009). Teknologi FBR
M., B.O. Palsson, 1991)
sistem tertutup dikembangkan
Jenis mikroalga yang digunakan
sebagai upaya untuk mengoptimalkan
untuk kultivasi adalah Chlorella sp.
kultivas i mikroalga karena densitas
dengan media air tawar. Kelebihan
sel rendah, tidak terkontaminasi,
dari mikroalga jenis Chlorella
penguapan dapat diminimalisir, dan
memiliki tingkat reproduksi yang
sesuai dengan keadaan lingkungan
tinggi, setiap sel Chlorella mampu
saat ini dengan efisiensi lahan
berkembang menjadi 10.000 sel
(Gross, M.A., 2013),(Posten, C,
dalam waktu 24 jam, selain itu juga
2009). Dengan sistem FBR dapat
mengandung minyak 28 – 32 %. Fase
dilakukan kontrol pertumbuhan yang
hidup Chlorella antara 11 – 15 hari.
lebih baik seperti asupan CO 2 , jumlah
air, suhu optimal, paparan efis ien Chlorella telah dibudidayakan s ejak
cahaya, kepadat an sel, tingkat pH, 1970-an. Ribuan ton telah terjual tiap
tingkat pasokan gas, sistem tahun selama 40 tahun terakhir
pencampuran dan lainnya(Kavya G, sebagai suplemen makanan. Negara
2015). yang telah melakukan kultur
mikroalga s ecara komers ial
Dengan teknologi FBR untuk
diantaran ya Negara Taiwan, Jepang
melakukan kultivasi mikroalg a
dan Indonesia (Henrikson, R., 2011).
membutuhkan asupan gas CO 2 yang
cukup sebagai sumber karbon dalam Ujicoba kinerja FBR telah
proses pembentukan biomassa. dilakukan oleh Pusat Teknologi
Produktivitas biomass a yang tinggi Lingkungan (PTL) - Badan Pengkajian
bisa lebih mudah dicapai dengan dan Penerapan Teknologi (BPPT) dari
tergantung adanya asupan karbon. tahun 2008. Ujicoba yang telah
Selain itu, diperlukan pula nutrisi lain dilakukan yaitu kultur fitoplankton air
untuk pertumbuhan mikroalga dalam tawar dan air laut pada sebuah FBR
sistem FBR untuk mencapai airlift sistem batch. Pada tahun 2008
produktivitas biomassa yang tinggi. uji coba ini konsentrasi CO2 sekitar
Nutrisi yang diperlukan termasuk 12% dapat diturunkan dalam waktu
makronutrien, vitamin dan berbagai sekitar 7 hari oleh species Chlorella

Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 21


sp., dan sekitar 13 hari oleh species pertumbuhan Chlorella sp. yang
Chaetoc eros (Santos o, A.D., Abdil H. digunakan yaitu kelimpahan sel
S. dan Diyono, 2010). FBR jenis airlift mikroalga. Pemanenan k ontinyu
sistem batch ini bertujuan untuk dilakukan dengan mengurangi volume
meningkatkan pertumbuhan biomass larutan mikroalga k emudian
mikroalga yang ditumbuhkan. Pada menambahkan dengan larutan yang
tahun 2009, uji coba penyerapan gas baru dalam sistem FBR MTAP yang
CO 2 dengan kultur fitoplankton dalam dioperasik an.
FBR dilanjutkan dengan sistem
kontinyu tipe Multi Tubular Airlift 1.2. Tujuan
Photobioreactor (MTAP). MTAP Tujuan penelitian ini untuk
diaplikasik an untuk sektor industri mengetahui perbandingan kelimpahan
pada tahun 2010. CO 2 yang sel pada kedua reakt or FBR MTAP
digunakan berasal dari cerobong agar dapat memprediksi period e
boiler pabrik, yang dialirk an k e pemanenan optimal mikroalg a
MTAP. Sistem MTAP tersebut Chlorella sp. air tawar secara
kemudian disempurnakan tahun 2011, kontinyu tanpa pengurasan dan
khususnya pada persambungan antar sterilis asi ulang sistem FBR MTAP.
tabung. Selain itu sistem pemberian
gas CO 2 yang semula diinjeksikan II. METODE PENELITIAN
langsung ke masing-masing tabung
MTAP, diubah menjadi injeksi hanya 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
ke dalam satu tabung yang disebut Kegiatan ini dilakukan dengan
tabung pencampur nutrisi. Serapan melakukan pengoperasian FBR MTAP
CO 2 pada sistem ini tidak mengalami di depan Gedung Geostech –
peningkatan yang signifik an dan
Kawasan Puspiptek, Serpong –
bahkan biomassa mikroalga turun.
Tangerang Selatan dengan total
Pada tahun 2012 digunakan kembali
kapasitas reaktor yaitu 600 L.
sistem MTAP seperti pada tahun
Pengoperasian dilakukan untuk
2009, yang disempurnakan dengan
kegiatan tahun 2015 pada tanggal 29
sistem sirkulasi air yang lebih baik.
April – 20 Mei 2015.
Hasil ujicoba menunjukkan
peningkatan serapan CO 2 dan
2.2 Tahapan Penelitian
biomassa mikroalga meningkat. Pada
tahun 2013, kinerja FBR ditingkatkan Tahapan kegiatan yang
dengan optimasi sistem dilakukan diantaranya:
pengoperasian FBR. Yang menjadi 1) Mempersiapkan kultivasi di
target optimasi adalah sistem laboratorium untuk menyiapkan
pasokan CO 2 untuk meningkatan stock mikroalga Chlorella sp.
penyerapan CO 2 oleh mikroalga dan Stock mikroalga merupakan
dosis nutrisi yang optimal untuk biakan benih murni mikroalga
meningkatkan produktivitas biomass a yang dibiakkan dalam suatu
dan untuk mengetahui masa panen wadah yang steril dan aseptik
tepat(Kardono, Arif D.S., Muhammad untuk kemudian dipersiapkan
H., Joko P., Dian P., Anies M., Iif untuk sediaan kultur masal
M.I., 2014). Pada tahun 2014 sistem tahapan selanjutnya. Tahapan
ini diinstalasi di depan Gedung kultivas i di laboratorium yang
Geostech – Kawasan Puspiptek, dilakukan diantaranya:
Serpong – Tangerang Selatan a. Menyiapkan benih Chlorella
sebagai display pilot plant. Hal ini sp. yang akan ditumbuhkan
dilakukan untuk terus menguji sistem pada botol Erlenmeyer
yang telah dirancang. Indikator dengan perkiraan volume
22 Ma’rufatin, A., 2016
benih yaitu sekitar 10% menyediak an stock 150 L, maka
volume total Erlenmeyer masing-masing reaktor diberikan
kemudian di top up dengan larutan stock sekit ar 18 L
aquades hingga volume kemudian ditambahkan air tawar
Erlenmeyer tersebut hingga memenuhi kapasitas
terpenuhi. volume reakt or.
b. Menambahkan larutan
nutrisi yaitu menggunakan
nutrisi merk Grow More™
(NPK 32-10-10) sebanyak 2
g/L.
c. Menambahkan komponen
aerasi pada masing-masing
botol Erlenmeyer.
d. Melakukan pengecekan
harian.
e. Setelah sek itar 2 minggu
penanaman di laboratorium,
mikroalga dipindahkan ke Gambar 2. Proses memasukan
FBR MTAP dengan stock larutan mikroalga Chlorella
mensisakkan larutan stock sp. ke dalam bak penampung
mikroalga untuk dikultivasi
kembali di laborat orium.

Gambar 3. Proses menambahkan


larutan nutrisi
Gambar 1. Kultivasi Mikroalga
Chlorella sp. di Laboratorium

2) Melakukan penanaman pada FBR


di halaman Gedung Geostech –
BPPT Kawas an Puspiptek,
Serpong – Tangerang Selatan.
FBR terdiri dari 2 reaktor
masing-masing reaktor
berkapasitas 300 L, seharusnya
diperlukan sekitar 2 x 25 % x 300
L untuk stock larutan yang akan
ditumbuhkan di FBR tersebut. Gambar 4. Proses pengisian
Namun pada kenyataan di kolom – kolom reakt or dengan
lapang, dikarenakan kapasit as sistem pompa
laboratorium belum mampu

Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 23


nutrisi.
Stock mikrolaga yang diberikan
masing-masing 10% dari 50 L dan
ditambahkan air tawar hingga
memenuhi kapasitas volume reaktor.
Nutrisi yng ditambahkan sesuai
dengan takaran 2 g/L untuk
penambahan 50 L.
5) Melakukan pengamatan harian
dan pengambilan sampel.
Fokus dari ujicoba ini yaitu
Gambar 5. Mikroalga telah jumlah kelimpahan sel dari hasil
bersirkulasi di reakt or (HS T 0) pemanenan kontinyu yang
3) Melakukan pemanenan tahap I dilakukan. Sampel yang diambil
Pemanenan dilakukan yaitu larutan mikroalga dari
dengan mengurangi volume tangki penampung dimasukan
larutan mikroalga 50 Liter masing dalam botol sampel antara 10-25
– masing reaktor pada hari ml pada masing-masing reaktor
setelah tanam (HST) 12. Sistem yaitu Reaktor 1 dan Reaktor 2.
yang dilakukan ket ika pemanenan Indikator lain seperti kadar
yaitu dengan mematikan CO 2 menggunakan udara ambien
sementara sistem pompa. Hal ini tidak dilakukan pengambilan
dilakukan agar s aat kran dibuka data. Selain itu indikator suhu
tidak mengganggu sirkulasi dan dan intensitas cahaya tidak
agar menghindari kerusakan dilakukan pengukuran karena
sistem. Setelah dilakukan dianggap kondisinya seperti
pengurangan volume larutan kultivas i mikroalg a di FBR seperti
mikroalga kemudian ditambahkan ujicoba sistem operas i penuh
stock mikroalga yang baru dan seperti sebelumnya. Suhu optimal
sistem dijalank an seperti semula. untuk pertumbuhan mikroalga
o
Sistem ini beda dengan ujicoba jenis Chlorella adalah 20–30 C,
sebelumnya yaitu sistem operas i namun suhu lingkungan ambien
penuh rata-rata 14-21 hari. disekitar Gedung Geostech dari
ujicoba sebelumnya tercat at 26-
o
35 C, sedangkan dalam suhu air
reakt or yang diukur dari bak
penampungan berkisar antara 26-
o
39 C. Kondisi di lingkungan
tersebut memang kurang optimal
untuk melakukan kultivas i
mikroalga tanpa memberikan
perlakuan tambahan seperti
mereduksi panas langsung dari
matahari dengan memberikan
penutup tanpa terlalu
menghalang cahaya yang
Gambar 6. Proses pemanenan I diperlukan untuk pertumbuhan.
(HST 12) Intensitas cahaya tidak dilakukan
4) Melakukan penambahan volume pengukuran dikarenakan faktor
air pada reaktor dengan stock alat. Intensitas cahaya yang
mikroalga dan penambahan cukup untuk mikroalga adalah

24 Ma’rufatin, A., 2016


berada pada k isaran 500-5000 juga akan membuat warna sel
lux, dengan siklus 12 jam terang lebih gelap sehingga lebih mudah
dan 12 jam gelap (Kardono, Arif untuk divisualis asikan melalui
D.S., Muhammad H., Joko P., mikroskop. Sebagai mana
Dian P., Anies M., Iif M.I., 2014). tampilan haemocytometer pada
6) Melakukan penghitungan Gambar 7, sampel yang telah
kelimpahan sel. diberi lugol perlu dicampur
Terdapat dua cara untuk (dikocok) agar men yatu antara
mengamati pertumbuhan lugol dengan mikroalga. Sampel
mikroalga yaitu dengan melihat diteteskan secukupnya pada
pertambahan besar ukuran sel counting chamber kemudian
mikroalga atau d engan ditutup dengan cover glass tipis
mengamati pertambahan jumlah (Perez, S., 2006).
sel dalam satuan tertentu. Cara
kedua lebih sering digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan
mikroalga yaitu dengan
penghitungan kelimpahan atau
kepadatan sel mikroalga dari
waktu ke waktu(Prabowo, D.A., (a) (b)
2009). Kelimpahan sel Gambar 7. (a) Sampel Mikroalga;
merupakan jumlah sel dalam (b) Mikroalga yang ditambahkan
media yang dihitung di bawah lugol
mikroskop untuk setiap ml.
Kelimpahan sel menunjukkan
Pada penampang area
pertumbuhan mikroalga dan
counting chamber seperti pada
dapat dijadikan tolak ukur kin erja
Gambar 9, dapat terlihat bah wa
alat.
terdapat luasan dengan serat
Penghitungan kelimpahan
garis yang halus pada tengah
mikroalga yaitu dengan
area. Area tersebutlah yang
menggunakan sedgwich rafter
digunakan untuk menghitung
dan menggunakan
jumlah sel mikroalga. Area
haemocytometer. Penggunaaan
tersebut terdiri dari 5 x 5 kot ak
haemocytometer lebih sering
(1/25 sq. mm) yang di dalamnya
digunakan dibandingkan
terdapat per satuan kot ak
sedgwich rafter untuk menghitung
terdapat 4 x 4 k otak (1/400 sq.
kelimpahan sel mikroalga k arena
mm) yang berukuran lebih kecil
fakt or kemudahannya. Hal yang
(Gambar 10). Ketika menghitung
perlu disiapkan untuk menghitung
jumlah sel yang terdapat pada
jumlah sel dengan
area harus dipastikan apabila
haemocyt ometer yaitu sampel
posisi sel ters ebut berada
larutan mikroalga yang diambil
diantara garis didalam area
harian yang akan dihitung.
penghitungan jangan sampai
Sampel harus diketahui berapa
terjadi penghitungan ganda
jumlah konsentrasi mikroalga
dengan sel yang sama. Sampel
dibandingkan jumlah air (volume
yang diukur agar t erjadi
inokulan dibanding volume total).
keakurat an data harus dilakukan
Dalam pengambilan sampel perlu
penghitungan dengan beberapa
ditambahkan cairan berupa lugol.
kali ulangan, misalnya 3x
Hal ters ebut selain akan
ulangan. Pada setiap
mengawetkan c airan mikroalga
penghitungan area yang
Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 25
digunakan minimal 5 kotak (1/25
sq. mm) yang representative,
misal pada ujung kanan kiri at as
bawah dan kotak ditengah.

Gambar 8. Penampang
haemocytometer (Perez,2006)
Gambar 10. Posisi sel mikroalga
Untuk melakukan estimasi harus diperhatikan tidak boleh
kelimpahan sel mikroalga dapat double counting
menggunakan rumus sebagai
berikut : Dalam melakukan penghitungan
𝑁1 + 𝑁2 (25 𝑥 104 ) kelimpahan sel dilakukan dengan
𝐷=� 𝑥 � 𝑥 𝐷𝐹
2 𝑛 menggunakan perhitungan
Keterangan: sederhana dalam Microsoft Exc el.
7) Melakukan pemanenan tahap II
D = Jumlah sel/ml Pemanenan dilakukan hanya
N1 = Jumlah sel dalam kotak sampai tahap II yaitu saat HS T
pengamatan ke 1 21. Tahapan pemanenan
N2 = Jumlah sel dalam kotak dilakukan secara total. Hal ini
pengamatan ke 2 disebabkan karena t elah t erjadi
25 = Konstanta penurunan data kelimpahan sel.
x Haemocytometer Hal ini menunjukkan indikasi
104 Neubauer perubahan kondisis yang sudah
N = Jumlah kotak yang tidak lagi optimum yang
diamati disebabkan oleh faktor suhu,
DF = Faktor Dilusi (Volume intensitas cahaya, pH dan
Total/Volume Inokulan) keters ediaan hara serta beberapa
fakt or lain yang saling terkait.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator pertumbuhan
mikroalga yang digunakan yaitu
jumlah kelimpahan sel mikroalg a
Chlorella sp. yang dipanen dari tahap
I dan tahap II pemanenan dari FBR
MTAP. Kultivasi mikroalga Chlorella
sp. dilakukan pada dua reaktor FBR
MTAP. Mikroalga ditumbuhkan dalam
waktu 21 HST dan saat HST ke 12
dilakukan pemanenan dengan
Gambar 9. Area counting mengurangi volume 16,7% pada
chamber Haemocytometer dilihat masing-masing reaktor. Hasil
dengan mikroskop perhitungan jumlah sel mikroalg a
sebagai indikator pertumbuhannya

26 Ma’rufatin, A., 2016


tersaji pada Tabel 1. Jumlah sel pada Fase ketiga adalah fas e
HST 12 dilakukan dua kali, yaitu 12-a penurunan laju pertumbuhan masih
sebelum dilakukan pengurangan terjadi pembelah an sel tapi tidak
volume mikroalga (pemanenan) dan seintensif fas e sebelumnya. Fas e
12-b setelah dilakukan penambahan keempat adalah fas e stasioner yaitu
volume air dan nutrisi. laju reproduksi dan laju k ematian
seimbang. Dan yang terakhir yaitu
Kelimpahan sel mikroalga fas e kematian dengan ditandai laju
digunakan sebagai indikas i kematian yang lebih besar dibanding
pertumbuhan yang menggambarkan laju reproduksinya.
semakin padatnya jumlah sel. Sel
berkembang biak dengan cara
membelah diri. Pertumbuhan
mikroalga yang diamati akan
mengalami beberapa fas e
pertumbuhan, diantaranya fas e la g
(istirah at) dimana mikroalga pad a
fas e ini proses metabolisme sudah
berjalan namun belum terjadi
pembelahan sel sehingga kelimpahan Gambar 11. Kurva pertumbuhan
sel belum meningkat. Fase kedua mikroalga (Isnanset yo, 1995)
yaitu fas e logaritmik (eksponensial)
dimana terjadi pembelahan sel
dengan laju pertumbuhan meningkat
secara intensif dan optimal dalam
waktu 4–6 hari (Isnansetyo, A. dan
Kurniastuty, 1995). Fase
pertumbuhan lag dan logaritmik sulit
untuk ditentukan yaitu terjadi pada
selang 1-5 hari (Prabowo, D.A.,
2009)).
Tabel 1. Jumlah Sel pada
Reaktor 1 dan Reaktor 2 FBR STAP Gambar 12. Grafik perbandingan
Jumlah sel kelimpahan sel pada kedua reakt or
HST
Reaktor 1 Reaktor 2
Pada Gambar 12 terlihat
0 450,000 617,500
perbandingan pertumbuhan mikroalg a
5 4,882,500 4,882,500 dari kelimpahan sel dari k edua
7 11,850,000 9,300,000 reakt or yaitu Reakt or 1 dan Reaktor
2. Pada periode I (masa sebelum
9 9,050,000 7,700,000 pemanenan tahap I) terlihat fase la g
12-a 5,717,500 7,700,000 terjadi pada HS T 0-4 pada kedua
Hari dilakukan pemanenan I reakt or. Kemudian terjadi fas e
selanjutnya yaitu fas e log aritmik
12-b 5,932,500 6,400,000 terjadi s aat HST 5-6 berlaku untuk
14 9,700,000 8,150,000 pada kedua reaktor. Pada HS T 7
16 11,850,000 8,017,500 terjadi fas e stasion er. Reaktor 1
mengalami penurunan laju
19 8,332,500 11,582,500 pertumbuhan yang cukup drastis
21 5,067,500 6,800,000 setelah HST 7 sedangkan pada
Hari dilakukan pemanenan II Reaktor 2 pertumbuhan optimal
Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 27
terjadi pada HS T 7 kemudian optimal untuk dilakukan secara
mengalami penurunan laju kontinyu tanpa dilakukan pengurasan
pertumbuhan pada HST 8-9 dan dan sterilis asi ulang sistem FBR
setelah HST 9 mengalami fas e MTAP. Hal ini terjadi karena s etelah
stasioner. Perbedaan ini disebabkan HST 9 sudah terjadi fas e penurunan
fakt or performa masing-masing laju pertumbuhan yang mengarah
reakt or berbeda sehingga dapat fas e kematian. Performa Reaktor 2
membuat laju pertumbuhan mikroalg a terlihat lebih baik dibanding Reaktor
tidak bersamaan. 1 dari indikator jumlah sel ters ebut.
Pada periode II (s etelah Kondisi pertumbuhan mikroalg a
pemanenan tahap I) terjadi sangat tergantung pada lingkungan
perbedaan waktu fas e untuk Reaktor sekitar s eperti fakt or suhu, intensitas
1 dan Reaktor 2 yang cukup terlihat. cahaya, pH, kadar CO2 akan tet api
Pada Reaktor 1, fas e la g terjadi pad a pada penelitian ini indikator t ers ebut
HST 12-14, fase logaritmik terjadi tidak disertak an sehingga kurang
pada HST 14-16, fase stas ioner pad a optimal ujicoba yang dilakukan. Oleh
HST 16 dan mengalami penurunan karena itu dalam melakukan ujicob a
laju pertumbuhan yang cukup drastis perlu diperhatikan parameter
setelah HST 16. Pada Reakt or 2, fas e lingkungan sehingga analis is yang
lag terjadi pada HS T 12-14, kemudian dilakukan dapat lebih komperehensif.
mengalami stasioner data pad a HS T Selain itu ujicoba reaktor FBR MTAP
14-16. Fase logaritmik terjadi pada dengan jangka waktu penggunaan
HST 16-19 dan pada HST 19 terjadi yang lebih panjang serta tahapan
pertumbuhan optimal. Setelah HS T panen yang lebih banyak juga masih
19 mengalami penurunan laju diperlukan penelitian lebih lanjut.
pertumbuhan yang cukup drastis.
Jika dilihat dari jumlah sel saat
terjadi pemanenan masing-masing DAFTAR PUSTAKA
reakt or kemudian jumlah sel saat
mulai kembali kultivasi mikroalg a Mehlitz, T.H, 2009, Temperature Influence
dengan menambahkan benih baru and Heat Management
tidak terlihat perbedaan yang cukup Requirements f Microalgae
signifikan. Saat HST 12 Reaktor 1 Cultivation in Photobioreactors.,
jumlah sel mikroalga sek itar Thesis Faculty of California
5.717.500 sel setelah dipanen (12-a) Polytechnic State University, San
dan bernilai 5.932.500 sel setelah Luis Obispo
ditambahkan benih mikroalga yang Gross, M.A., 2013, Development and
baru (12-b). Sedangkan pada Reaktor optimization of algal cultivation
2 saat HST 12 jumlah sel mikroalg a systems, Graduate Thesis Master of
sekitar 7.700.000 sel setelah dipanen Science - Food Science and
(12-a) dan bernilai 6.400.000 sel Technology - Iowa State University
setelah ditambahkan benih mikroalg a Posten, C, 2009, Design Principles of
yang baru (12-b). Photo-bioreactors for Cultivation of
Microalgae, Institute of Life Science
IV. KESIMPULAN Engineering Vol. 9, No. 3, P. 165-
177
Perbandingan kelimpahan sel Shiddiqui, S., G N Rameshaiah, Kavya G,
pada kedua reaktor FBR MTAP yang 2015, Development of
dilakukan ujicoba periode pemanenan Photobioreactors for Improvement
mikroalga Chlorella sp. air tawar of Algal Biomass Production,
pada HST 12 dan HST 21 cukup International Journal of Scientific
Research Vol 4 Issue 1, January
28 Ma’rufatin, A., 2016
2015 Penyerapan Emisi Karbondioksida
Javanmardian, M., B.O. Palsson, 1991, secara Biologi, Pusat Teknologi
High-Density Photoautrophic Algal Lingkungan
Cultures: Design, Construction and Prabowo, D.A., 2009, Optimasi
Operation of a Novel Pengembangan Media untuk
Photobioreactor System, Pertumbuhan Chlorella sp. pada
Biotechnology and Bioengineering, Skala Laboratorium, Skripsi
Vol. 38, P.1182-1189 Program Studi Ilmu dan Teknologi
Henrikson, R., 2011, Rediscovery of 3.5 Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Billion Year Old Immortal Life Form. Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
http://www.algaeindustrymagazine Bogor.
.com/special-report-spirulina-part- Perez, S., 2006, Cell Counts using
Improved Neubauer
1-origins-and-biology/ [22 February
Haemocytometer,
2011]
http://weis.science.oregonstate.edu/
Santoso, A.D., Abdil H. S. dan Diyono,
files/weis/Protocols/Symbiodinium/C
2010, Kriteria Desain Fotobioreaktor
ell%20Counts.pdf [23 February
Sistem Airlift Reactor, Jurnal
2011]
Teknologi Lingkungan Vol.11 No.1
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty, 1995,
Hal. 27 – 32, Jakarta, Januari 2010.
Teknik Kultur Phytoplankton dan
Kardono, Arif D.S., Muhammad H., Joko
Zooplanton, Yogyakarta: Kanisius
P., Dian P., Anies M., Iif M.I., 2014,
Fotobioreaktor Teknologi

Pengaruh Pemanenan ... JRL. Vol. 9 No. 1, Juni 2016 : 19 - 30 29


30 Ma’rufatin, A., 2016

Anda mungkin juga menyukai