Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BACTERIA POWER

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Dosen Pengampu:
……………………….

Oleh:
Kelompok …
Nama Anggota Kelompok 1 NPM. ...
Nama Anggota Kelompok 2 NPM. …
Nama Anggota Kelompok 3 NPM. …
Dst.

PROGRAM STUDI
TAHUN …
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak … (nama dosen pengampu
mata kuliah) sebagai dosen pengampu mata kuliah … (nama mata kuliah) yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

….., .. Mei 2023

Penulis…

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...... i


KATA PENGANTAR ………………………………………………..…… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …..………………………………………………………..3
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………4
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….…4

BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………..………………………………16
B. Saran ……………………………………...………………………………..17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bacteri Power adalah bentuk bakteri yang secara langsung mengkonsumsi dan
mengeluarkan elektron pada potensi energi yang berbeda tanpa memerlukan
metabolisme gula atau nutrisi lainnya. Bentuk kehidupan ini tampaknya beradaptasi
secara khusus pada lingkungan rendah oksigen.
Kebutuhan energi di seluruh dunia meningkat pesat namun tak tertandingi
oleh sumber energi berkelanjutan. SDA seperti minyak bumi akan segera menjadi
langka di masa yang akan datang. Dengan demikian, segala macam ide dan
penemuan untuk mengembangkan metode pembangkit energi yang lebih efisien yaitu
dengan bacteria.
Salah satu pendekatan tersebut, yang dianggap memiliki potensi yang luar
biasa, adalah penggunaan mikroba untuk produksi listrik. Laporan pertama bahwa
bakteri dapat menghasilkan listrik muncul hampir seratus tahun yang lalu, oleh
Potter. Namun, karyanya tidak mendapatkan liputan besar pada saat itu. Hanya dalam
beberapa tahun terakhir kemampuan mikroba ini ditemukan kembali. Alasan minat
baru ini, sebagaimana disebutkan di atas, adalah kebutuhan akan sumber daya energi
baru dan pemahaman yang lebih baik tentang sistem mikroba dalam kaitannya
dengan transpor elektron dan akhirnya, pengembangan Sel Bahan Bakar Mikroba
(Arbianti 2008).

4
Microbial Fuel Cell (MFC) mampu menghasilkan listrik secara langsung dari
berbagai macam senyawa organik atau anorganik, dengan menggunakan mikroba
bacteria sebagai katalis. Pada MFC, anoda dan katoda dipisahkan oleh membran
penukar ion, dan larutan yang terdiri dari bahan organik dan mikroba digunakan
sebagai bahan bakar (Inayati 2015).
Namun, efisiensi diturunkan oleh transfer langsung elektron dari mikroba ke
anoda. Oleh karena itu, dalam sel mikroba yang tidak aktif secara elektrokimia,
mediator eksogen seperti thionine, methyl vilogen, humic acid dll digunakan. Ini
bertindak sebagai pengangkutan elektron, yang berdifusi ke anoda, melepaskan
elektron, dan kemudian berdifusi kembali ke sel bakteri. Mediator ini terlalu mahal,
dan juga beracun bagi mikroorganisme (Duu zhuwey 2007). Diperlukan solusi
alternatif.
Teknologi baru yang sudah banyak dikembangkan untuk memproduksi energi
listrik alternatif salah satunya adalah microbial fuel cell (MFC) sebagai dasar aplikasi
teknologi bioelectrochemical system. Microbial fuel cell merupakan salah satu
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan materi
organik (substrat) sebagai sumber energi bakteri dalam melakukan aktivitas
metabolismenya untuk menghasilkan listrik (Bruce, 2008; Singh et al., 2010). MFC
adalah bioreaktor yang mengubah energi kimia dari senyawa organik menjadi energi
listrik melalui reaksi katalitik mikroorganisme dalam kondisi anaerob (Logan, 2007).
Bakteri digunakan dalam sistem MFC untuk menghasilkan energi listrik dan
menguraikan materi organik dari substratnya (Du et al., 2007). Pada sistem MFC
terdiri dari anoda, katoda, dan larutan elektrolit. Mikroba akan melakukan
metabolism pada kompartemen anoda dalam keadaan anaerob mengurai susbtrat
menjadi proton, elektron (e) dan karbondioksida CO2 (Putra et al., 2014)

5
Sistem MFC dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran oleh limbah
tahu (Sari et al., 2016). Penelitian menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus
yang merupakan bakteri penghasil asam laktat dan dapat dimanfaatkan untuk
microbial fuel cell, dengan kondisi ekologis tumbuh pada pH optimal antara 5,5 – 6,2
dan suhu optimum 30-40 0C (Peter et al., 1986). Lactobacillus bulgaricus dengan
substrat glukosa dapat digunakan sebagai nafion Protein Exchange Membrane (PEM)
(Arbianti et al., 2013).
Penelitian Inayati (2014) menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus
dengan substrat glukosa dan limbah tahu dapat menghasilkan potensial listrik yang
berbeda yaitu pada limbah tahu sebesar 25,5 mV, dan glukosa 24,3 mV. Penelitian
MFC dengan substrat whey tahu telah dilakukan oleh Sinaga et al., (2014)
menggunakan bakteri Sacharomyces cerevisiae. Substrat yang sering digunakan pada
penelitian yaitu memiliki kandungan monosakarida dan disakarida, kemampuan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dalam memecah senyawa organik tersebut pada
limbah tahu berpotensi menghasilkan energi listrik.
1.2 Rumusan Masalah
………….
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa itu bacteria power dan
membuktikan bahwa bakteri Lactobacillus bulgaricus dalam mematabolisme limbah
air tahu dan tempe sebagai substrat dalam sistem MFC untuk ternyata dapat
meghasilkan energi listrik.

6
BAB II
PEMBAHASAN
Kebutuhan energi dan terbatasnya pasokan bahan bakar fosil serta dampaknya
terhadap lingkungan menuntut pengembangan sumber energi alternatif. Di antara
sumber energi generasi berikutnya, sel bahan bakar mikroba (MFC) telah muncul
sebagai teknologi yang menjanjikan karena kemampuannya untuk memulihkan energi
dari air limbah dalam bentuk listrik menggunakan mikroorganisme elektroaktif
sebagai katalis.
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja pembangkit listrik di
MFC, efisiensi transfer elektron ekstraseluler (EET) adalah salah satu yang paling
penting. Beberapa enzim, khususnya sitokrom multiheme, telah terlibat dalam proses
ini meskipun organisasi rantai transfer elektron masih harus dipahami sepenuhnya.
Selain itu, MFC memiliki banyak keunggulan dibandingkan sel bahan bakar
konvensional. Pertama, mereka memiliki efisiensi yang lebih tinggi, dan
menghasilkan sedikit polusi. Beberapa MFC bahkan dapat menghasilkan hidrogen
bersama dengan listrik, dengan mudah memecahkan masalah hidrogen juga, dalam
proses yang disebut elektrohidrogenesis. MFC ternyata sangat efektif dibandingkan
dengan baterai konvensional, yang perlu diisi sebelum digunakan, tidak ramah
lingkungan karena kandungan logam berat, dan membutuhkan listrik untuk
menyalakannya.
Serevolusioner apa pun kedengarannya, masih akan ada waktu sebelum MFC
mengambil alih industri sel bahan bakar. Untuk aplikasi skala besar, mereka masih
7
menghadapi keterbatasan penting. Biaya investasi awal untuk seluruh penyiapan
cukup tinggi. Aerasi dan resirkulasi yang dibutuhkan dalam kompartemen katodik
mengkonsumsi listrik yang cukup besar, lebih besar dari energi yang dihasilkan.
Selain itu, sejumlah besar lumpur terbentuk selama konversi anaerobik, yang
memerlukan pengolahan tambahan.
Efisiensi dalam pencernaan anaerobik rendah, karena hidrolisis biofuel hampir
tidak pernah selesai. Dengan mediator, efisiensinya bahkan lebih rendah, dan dalam
kondisi tanpa Mediator, hanya ada sedikit bakteri yang dapat menghantarkan
elektron. MFC, sebagai teknologi hemat energi, mungkin menjauhkan kita dari
sumber minyak yang semakin menipis. Namun ada banyak tantangan teknis yang
harus diatasi sebelum dapat digunakan untuk oleh senyawa toksik, menyebabkan laju
transfer elektron yang lebih rendahprkoeduksi energi terbarukan. Meskipun begitu,
teknologi mungkin membuka pintu ke metode baru untuk produk energi terbarukan
dan berkelanjutan.
Dalam bab ini, kami meninjau secara rinci mekanisme yang mendukung EET
dari mikroorganisme elektroaktif ke anoda di MFC. Kami fokus pada organisme
model Shewanella oneidensis MR-1, karena adanya karakterisasi molekuler yang luas
dari proses EET-nya. Perkembangan terkini dalam karakterisasi sitokrom multiheme
yang terlibat dalam mekanisme ini juga akan ditinjau.
Hasil penelitian produksi biolistrik menggunakan microbial fuell cell (MFC)
dengan perlakuan bakteri Lactobacillus bulgaricus pada substrat limbah tempe dan
tahu menghasilkan bahwa perlakuan tersebut dapat menghasilkan voltase listrik yang
berbeda bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan. MFC yang digunakan
menggunakan sistem dual chamber, dengan pemisahan dua ruang yaitu anoda dan
katoda, dimana anoda limbah tempe dan tahu atau campurannya serta untuk
katodanya menggunakan larutan garam fisiologis. Hasil pengukuran tegangan voltase
8
listrik Pada tahapan ini eksperimen dilakukan pada media; tanpa dan dengan
perlakuan pemberian bakteri Lactobacillus bulgaricus pada limbah pabrik tahu,
tempe dan campuran (limbah tahu ditambahkan tempe).
Pengukuran voltase tegangan (mV) telah dilakukan setiap 1 jam sekali selama
8 jam berturut-turut pada media dengan perlakuan P1 (limbah tahu tanpa perlakuan);
P2 (limbah tempe tanpa perlakuan); P3 (limbah campuran tahu dan tempe); P4
(limbah tahu ditambahkan Lactobacillus bulgaricus); P5 (limbah tempe ditambahkan
Lactobacillus bulgaricus); P6 (limbah campuran tahu dan tempe ditambahkan
Lactobacillus bulgaricus).
Hasil pengukuran voltase (mV). Berdasarkan hasil penelitian pengukuran
voltase (mV) diketahui bahwa voltase tertinggi yaitu pada perlakuan media limbah
tahu dengan panambahan inokulum Lactobacillus bulgaricus dengan nilai voltase 282
mV pada pengukuran jam ke- 5. Pengukuran voltase terendah yaitu pada perlakuan
limbah tempe tanpa bakteri Lactobacillus bulgaricus (P2) sebesar 67 mV pada
pengamatan jam ke -3. Pengukuran beda potensial pada perlakuan campuran limbah
tahu dan tempe ditambah Lactobacillus bulgaricus (P6), menunjukkan hasil
pengamatan yang stabil dari jam ke- 1 sebesar 232 mV sampai dengan jam ke- 8
sebesar 242 mV. Berdasarkan uji ANOVA nilai voltase, pada perlakuan dengan
pemberian inokulum Lactobacillus bulgaricus memberikan hasil dengan nilai Karena
f > fcrit (349,888986 > 3,06029177) maka hasilnya signifikan atau (*). Adanya
perlakuan tersebut dapat meningkatkan jumlah voltase dibandingkan tanpa perlakuan.
Pada perlakuan media limbah panambahan inokulum Lactobacillus
bulgaricus dibandingkan dengan tanpa penambahan inokulum memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap potensial voltase yang dihasilkan. Adanya pemberian
inokulum Lactobacillus bulgaricus memberikan hasil potensial voltase yang
mengalami peningkatan. Inokulum bakteri Lactobacillus bulgaricus dinilai dapat
9
memanfaatkan limbah tahu dan tempe sebagai substrat pertumbuhan dan
menghasilkan potensial energi biolistrik.
Pertumbuhan jumlah sel bakteri Lactobacillus bulgaricus pada media substrat
limbah tahu dan tempe dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan yaitu pH dan suhu.
Bakteri Voltase (mV) Waktu inkubasi (jam), Logaritmik jumlah sel bakteri
(CFU/mL) Waktu inkubasi (jam) P4 P5 P6 Produksi Biolistrik menggunakan
Microbial Fuel Cell
Lactobacillus bulgaricus memiliki pH pertumbuhan optimal yaitu 5,5-6,2 dan
biasanya hidup pada kisaran suhu optimum 30-40 0C (Peter et al., 1986), Pada
penelitian ini selama masa inkubasi 8 jam pH substrat berkisar antara 5-6. Faktor
suhu juga mempengaruhi pertumbuhan saat inkubasi penelitian ini suhu bakteri
Lactobacillus bulgaricus bekisar antara 30 0C, dan suhu tersebut merupakan suhu
optimal untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus (Peter et al., 1986).

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bacteri Power adalah bentuk bakteri yang secara langsung mengkonsumsi dan
mengeluarkan elektron pada potensi energi yang berbeda tanpa memerlukan
metabolisme gula atau nutrisi lainnya. Bentuk kehidupan ini tampaknya beradaptasi
secara khusus pada lingkungan rendah oksigen.
Teknologi baru yang sudah banyak dikembangkan untuk memproduksi energi
listrik alternatif salah satunya adalah microbial fuel cell (MFC) sebagai dasar aplikasi
teknologi bioelectrochemical system. Microbial fuel cell merupakan salah satu
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan materi
organik (substrat) sebagai sumber energi bakteri dalam melakukan aktivitas
metabolismenya untuk menghasilkan listrik.
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja pembangkit listrik di
MFC, efisiensi transfer elektron ekstraseluler (EET) adalah salah satu yang paling
penting. Beberapa enzim, khususnya sitokrom multiheme, telah terlibat dalam proses
ini meskipun organisasi rantai transfer elektron masih harus dipahami sepenuhnya.
Selain itu, MFC memiliki banyak keunggulan dibandingkan sel bahan bakar
konvensional. Pertama, mereka memiliki efisiensi yang lebih tinggi, dan
menghasilkan sedikit polusi. Beberapa MFC bahkan dapat menghasilkan hidrogen
bersama dengan listrik, dengan mudah memecahkan masalah hidrogen juga, dalam
proses yang disebut elektrohidrogenesis.
Hasil penelitian produksi biolistrik menggunakan microbial fuell cell (MFC)
dengan perlakuan bakteri Lactobacillus bulgaricus pada substrat limbah tempe dan
11
tahu menghasilkan bahwa perlakuan tersebut dapat menghasilkan voltase listrik yang
berbeda bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan. MFC.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran agar dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu:
1. Sering melakukan pembaharuan informasi, karena ilmu pengetahuan selalu
berkembang dan mengalami kemajuan.
2. Teori-teori yang ada dalam makalah ini belum mencakup teori dari seluruh
pakar dan para tokoh ahli lainnya. Agar mendapat informasi yang lebih akurat,
pembaca harus mencari informasi dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berbeda.
3. Membagikan ilmu yang pembaca dapatkan dari makalah ini kepada orang lain
agar ilmu yang pembaca dapatkan menjadi ilmu yang berkah sesuai dengan ajaran
agama Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arbianti, R., Utami, T., Hermansyah, H., Novitasari, D., Kristin, E., & Trisnawati, I.,
2013. Performance Optimization of Microbial Fuel Cell Using
Lactobacillus bulgaricus. Makara Journal pf Technology, 17(1), pp. 32-
38.
Bruce, E. L., 2008. Microbial Fuel Cells. John Wiley & Sons
Du., Zhuwei., Li, H., & Gu, T., 2007. A State of the Art Review on Microbial Fuel
Cell : a Promising Technology for Wastewater Treatment and
Bioenergy. Biotechnology Advances, 25, pp. 464- 482. Inayati, N.S.,
Aminin, A.L.N., & Suyati, L., 2015. The Biolelectricity of Tofu Whey in Microbial
Fuel Cell System with Lactobacillus bulgaricus. Jurnal Sains dan
Matematika, 23(1), pp. 32-38
Peter, Sneath, H.A., Mair, N.S., Elisabeth, M., Sharpe, & Holt, J.G.,. 1986. Bergey’s
Manual of Systematic Bacteriology. 2 William & Wilkins.
Putra,A., Nuryanto, R., & Suyati, L., 2014. Lactose Bioelectricity on A Microbial
Fuel Cell System Parallel Circuit using Lactobacillus bulgaricus. Jurnal
Sains dan Matematika, 22(4), pp. 107-111.
Prayogo, F.A., Suprihadi, A., & Raharjo, 2017. Microbial Fuel Cell (MFC)
Menggunakan Bakteri Bacillus subtilis dengan Substrat Limbah Septic
Tank Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Limbah. Jurnal Biologi,
6(2), pp.17-25.

13

Anda mungkin juga menyukai