Anda di halaman 1dari 10

ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 41

Vol. 3 No. 2 2019

Potensi Perolehan Energi Listrik dalam Proses Pengolahan Limbah Tahu


Melalui Microbial Fuel Cell (MFC)

Ayu Diah Syafaati1*, Diana Rahayuning Wulan2, Irwan Nugraha3


1,3
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2
Bidang Teknologi Lingkungan, Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung
*ayudiahsyafaati17@gmail.com

ABSTRAK
Kebutuhan energi di Indonesia yang semakin meningkat, mendorong
dikembangkannya berbagai penelitian berbasis teknologi terbarukan yang efisien dan ramah
lingkungan. Salah satu teknologi alternatif yang dikembangkan adalah Microbial Fuel Cell
(MFC). Microbial Fuel Cell (MFC) bekerja dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk
mendegradasi senyawa organik sehingga dapat menghasilkan energi listrik.
Beberapa penelitian MFC telah dilakukan pada Single MFC. Pada penelitian ini
dilakukan pengembangan untuk mengetahui pengaruh pengolahan limbah secara Stack
Microbial Fuel Cell (MFC) terhadap kuat arus yang diproduksi. Sistem ini menggunakan
elektroda karbon brush, Proton Exchange Membran (PEM) sebagai penukar kation, limbah
cair tahu sebagai sumber substrat, dan isolat bakteri asli limbah cair tahu sebagai
pendegradasi, sehingga diketahui kemampuan dalam sistem tersebut untuk
menghasilkan energi listrik sekaligus menurunkan nilai Chemical Oxygen Demand
(COD). Nilai Optical Density (OD) diukur untuk mengetahui aktivitas metabolisme
bakteri, dengan panjang gelombang 570 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
Microbial Fuel Cell (MFC) yang berlangsung selama 72 jam menghasilkan potensi kuat arus
listrik sebesar 0,96 mA pada Stack MFC dan Blanko sebesar 0,43 mA. Dibandingkan dengan
Blanko Single Chamber, perolehan kuat arus listrik Stack MFC lebih besar. Sistem
ini juga menurunkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) pada range 28 – 38 %.
Kata Kunci: Chemical Oxygen Demand; Microbial Fuel Cell; Stack MFC; Limbah Tahu,;
Kuat Arus
ABSTRACT
The need of energy in Indonesia was increasing and encouraging to develope some efficient
renewable technology and environmental friendly researches. One of the alternative
energy that can be used is Microbial Fuel Cell (MFC). Microbial Fuel Cell (MFC) works by
using microorganisms to degrade organic compounds that can generate electrical energy.
Several studies have been conducted on Single Chamber MFC. In this study,
conducted to determine the effect of wastewater treatment through Stack Microbial Fuel Cell
(MFC) on current producing. The system used carbon brush electrode, Proton Exchange
Membrane (PEM) as cation exchanger, tofu liquid waste as source of substrate, and bacterial
isolated tofu liquid waste as degrading organic substrate, that has known in system's ability to
generate electrical energy as well as reduce COD value. Optical Density (OD) value was
measured to determine the metabolic activity of bacteria, with wavelength 570 nm. The
research showed that Microbial Fuel Cell (MFC) that lasted for 72 hours resulted potential of
electrical current 0.96 mA at Stack MFC and Blank 0,43 mA. The acquisition of electric
current Stack MFC was greater than Blank Single Chamber. In addition, it also decreased
Chemical Oxygen Demand (COD) value in the range of 28-38%.
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 42
Vol. 3 No. 2 2019

Keywords: Chemical Oxygen Demand; Current; Microbial Fuel Cell; Stack MFC; Tofu
liquid waste

PENDAHULUAN mengantarkan elektron-elektron ke anoda.


Elektron mengalir dari anoda melalui
Penggunaan bahan bakar berbasis sebuah kawat ke katoda yang
hidrogen telah banyak digunakan untuk menghasilkan arus listrik (Rabaey et al.,
berbagai keperluan pembangkit energi. 2005). Selain ramah lingkungan, Microbial
Salah satunya adalah digunakan untuk Fuel Cell (MFC) memiliki kelebihan,
membangkitkan listrik melalui fuel cell. dimana energi listrik yang dihasilkan
Fuel Cell merupakan energi alternatif berasal dari pemanfaatan limbah organik.
ramah lingkungan yang telah banyak Salah satu limbah organik yang dapat
dikembangkan. Fuel Cell bersifat ramah dimanfaatkan adalah limbah cair tahu.
lingkungan karena tidak menghasilkan
pencemaran, bahkan dapat digunakan Limbah tahu berasal dari Industri
untuk mengatasi masalah lingkungan tahu, dimana menghasilkan dua macam
dengan cara mendaur ulang limbah limbah tahu, yaitu limbah padat dan limbah
menjadi sumber energi. Fuel cell tersusun cair. Limbah padat berupa ampas tahu
atas dua unit dasar, yaitu anoda dan katoda. yang diperoleh pada saat ekstraksi susu
Anoda berperan sebagai tempat terjadinya kedelai (penyaringan), sedangkan limbah
pemecahan hidrogen menjadi proton dan cair dihasilkan setelah koagulasi protein
elektron. Katoda berperan sebagai tempat susu kedelai dan pada saat proses
terjadinya reaksi penggabungan proton, pengepresan atau pencetakan tahu. Limbah
elektron, dan oksigen untuk membentuk air cair tahu merupakan salah satu limbah
(Shukla et al.,2004). Fuel Cell yang banyak menimbulkan permasalahan
menghasilkan energi dalam bentuk energi lingkungan karena kandungan bahan
listrik dengan cara memproduksi dan organiknya yang tinggi serta mudah
mengendalikan arus elektron. Fuel Cell membusuk sehingga menghasilkan bau
konvensional memperoleh elektron dengan yang tidak sedap. Kandungan bahan
melepaskan atom hidrogen. Untuk organik dalam limbah cair tahu cukup
menghasilkan hidrogen bebas maka tinggi, begitupun dengan kadar COD dan
dibutuhkan katalis yang ditempatkan BOD-nya (Subekti, 2011). Kadar BOD
dalam ruang anoda (Nasruddin, 2009). yang dihasilkan sekitar 6.000-8.000 mg/L
Katalis tersebut dapat berasal dari sel dan kadar COD-nya sebesar 8.000-11.400
hidup seperti mikroba. Fuel Cell jenis ini mg/L, sehingga limbah cair tahu yang
disebut dengan Microbial Fuel Cell dihasilkan oleh industri tahu mempunyai
(MFC). tingkat pencemaran lingkungan yang
cukup tinggi (Hery, 1993). Selain itu
Microbial Fuel Cell (MFC) menjadi belum maksimalnya upaya penanganan
salah satu teknologi alternatif yang dipilih limbah cair tahu pada industri-industri tahu
dikarenakan sifatnya yang ramah menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan mampu mengurangi lingkungan. Untuk mengurangi dampak
dampak pencemaran lingkungan yang yang ditimbulkan, maka dilakukan upaya
dihasilkan limbah organik, serta MFC pemanfaatan limbah cair tahu sebagai
berpotensial menghasilkan energi listrik. substrat pada sistem Microbial Fuel Cell
Microbial Fuel Cell (MFC) memanfaatkan (MFC).
materi organik yang digunakan oleh
mikroba sebagai sumber energi dalam Sistem Microbial Fuel Cell dalam
melakukan aktivitas metabolisme. perkembangannya memiliki berbagai tipe
Microbial Fuel Cell (MFC) bekerja sesuai dengan aplikasinya. Berdasarkan
melalui aksi bakteri yang dapat desain kompartemennya terdapat tiga jenis
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 43
Vol. 3 No. 2 2019

MFC, yaitu Single Chamber MFC, Dual- sementara kuat arus diperoleh sebesar 7 –
Chamber MFC, dan Stack MFC. Single 7,9 mA.
Chamber merupakan jenis MFC yang
hanya memiliki satu ruang, sementara Pada penelitian ini dilakukan
Dual-Chamber memiliki dua ruang yang pengembangan untuk mengetahui
dipisahkan membran penukar kation atau pengaruh pengolahan limbah dengan
jembatan garam. Serta Stack MFC Microbial Fuel Cell (MFC) terhadap kuat
merupakan rangkaian dari beberapa unit arus yang diproduksi menggunakan isolat
MFC baik dual chamber maupun single bakteri asli pada limbah serta penurunan
chamber yang dirangkai seri atau paralel nilai Chemical Oxygen Demand (COD)
dengan tujuan meningkatkan kapasitas yang diperoleh setelah sistem dilakukan.
daya yang bisa diproduksi.
Kebutuhan Oksigen Kimia atau METODOLOGI PENELITIAN
Chemical Oxygen Demand (COD) Alat dan Bahan
digunakan untuk mengukur kandungan
oksigen yang setara dengan bahan kimia Alat-alat yang digunakan pada
untuk mengoksidasi kandungan bahan penelitian antara lain: reaktor MFC, pH
organik dari limbah. Semakin tinggi meter, botol schott, hot plate, inkubator,
kandungan oksigen setara dengan jumlah furnace, oven, ultrasonic cleaner batch,
limbah yang ada, semakin tinggi oksigen autoklaf, alat sentrifugasi, kertas saring,
COD dan semakin tinggi potensi cawan porselin, desikator, timbangan
pencemaran tersebut. Dalam hal ini bahan analitik, dan alat-alat gelas. Reaktor MFC
buangan organik akan dioksidasi oleh terdiri dari bejana kaca, elektroda, dan
kalium dikromat (K2Cr2O7) yang kabel.
digunakan sebagai sumber oksigen. Reaksi Elektroda yang digunakan pada
tersebut perlu pemanasan dan juga penelitian ini merupakan elektroda karbon
penambahan katalisator perak sulfat Sheet 8x10 cm2. Elektroda terlebih dahulu
(AgSO4) untuk mempercepat reaksi diaktivasi untuk menghilangkan pengotor.
(Sincero, 2002). Pengukuran COD Elektroda karbon yang telah disiapkan,
didasarkan pada kenyataan bahwa hampir direndam dalam asam sulfat (H2SO4) 0,1 N
semua bahan organik dapat dioksidasi dan asam nitrat (HNO3) 0,1 N selama 3
menjadi karbondioksida dan air dengan jam di dalam Ultrasonic Cleaner Batch
bantuan oksidator kuat (kalium dikromat) dengan rasio volume 3:1. Setelah itu
dalam suasana asam. Dengan rendam dalam etanol hingga pH konstan
menggunakan kalium dikromat sebagai dan dikeringkan di dalam oven pada suhu
oksidator, diperkirakan 95 % - 100 % 100 ◦C selama 1 jam. Kemudian disimpan
bahan organik dapat teroksidasi (APHA, di tempat kering hingga pemakaian.
1992).
Prosedur
Novitasari (2011) menganalisis
potensi bakteri Lactobacillus bulgaricus Preparasi Alat dan Bahan
sebagai penghasil listrik dalam sistem
Substrat yang digunakan merupakan
MFC. Diperoleh bahwa potensi bakteri
limbah cair tahu. Limbah cair tahu
dalam menghasilkan energi listrik
disterilisasi ke dalam Autoklaf pada suhu
maksimum sebesar 0,302 mA dan 208 mV
121 °C selama 15 menit. Dan elektroda
selama waktu operasi 100 jam. Heryani
yang digunakan merupakan elektroda
(2012) telah melakukan penelitian dengan
karbon Sheet 8x10 cm2. Elektroda terlebih
menggunakan limbah cair tahu dengan
dahulu diaktivasi untuk menghilangkan
sistem dual chamber MFC. Diperoleh
pengotor. Elektroda karbon yang telah
penurunan kadar COD hingga 49,33%,
disiapkan, direndam dalam asam sulfat
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 44
Vol. 3 No. 2 2019

(H2SO4) 0,1 N dan asam nitrat (HNO3) 0,1 serta 40 % media dan 60 % limbah.
N selama 3 jam di dalam Ultrasonic Dilakukan selama waktu operasi 72 jam,
Cleaner Batch dengan rasio volume 3:1. dan diukur nilai OD dan pH.
Setelah itu rendam dalam etanol hingga pH
konstan dan dikeringkan di dalam oven Running MFC
pada suhu 100 °C selama 1 jam. Running MFC dilakukan dengan
penyusunan reaktor yang akan digunakan
Proton Exchange Membran (PEM)
dalam sistem Stack Microbial Fuel Cell.
yang digunakan adalah membran Nafion.
Stack MFC terdiri dari tiga buah reaktor
Sebelum diaplikasikan terlebih dahulu
single chamber (Reaktor A; SCMFC_A,
dilakukan pre-treatment dengan cara
Reaktor B; SCMFC_B, dan Reaktor C;
dididihkan dalam asam peroksida (H2O2)
SCMFC_C) disusun secara paralel dan
30 % selama 1 jam. Kemudian direbus
digunakan sebuah reaktor single chamber
dengan akuades selama 1 jam, lalu
yang berfungsi sebagai blanko. Didalam
dididihkan dengan asam sulfat (H2SO4) 0,5
ruang anoda dimasukkan substrat berupa
M selama 1 jam. Terakhir dibilas dan
limbah cair tahu yang telah disterilisasi dan
dididihkan kembali dengan akuades selama
inokulum bakteri. Kemudian elektroda
1 jam (Eaktasang et al., 2012). Membran
pada ruang anoda dan katoda dihubungkan
disimpan didalam akuades hingga saat
dengan kabel multimeter. Pada blanko,
akan digunakan. Sebelum diaplikasikan,
kabel dari ruang katoda dihubungkan
membran dikeringkan dengan cara
dengan muatan negatif pada multimeter,
diangin-anginkan (Novitasari, 2011).
sementara kabel dari ruang anoda
Tahap Isolat Bakteri dihubungkan dengan muatan positif pada
multimeter. Sedangkan pada Stack MFC
Tahap isolasi bakteri dilakukan rangkaian paralel, masing-masing kabel
dengan menyiapkan sampel limbah cair antar ruang anoda pada ketiga reaktor
tahu, Dilution Water (DW), dan media saling dihubungkan, begitu pula kabel
agar. Digunakan sampel limbah tahu, serta antar ruang katoda, sehingga rangkaian
DW dan media agar sebagai blanko. yang terbentuk saling berhubungan. Diukur
Metode yang digunakan adalah kuat arus serta OD dan pH pada sistem
pengenceran bertingkat hingga 10-6 dan setiap 6 jam sekali selama waktu operasi
spread plate. Semua metode kerja 72 jam. Dilakukan juga pengukuran
menggunakan prosedur aseptis. Setelah parameter COD setiap 12 jam sekali. Pada
semua sampel telah selesai pada tahap sistem Stack MFC ini juga dilakukan
dimasukkan ke dalam cawan petri, pengadukan selama sistem berlangsung.
kemudian diinkubasi di dalam inkubator
pada suhu 30 °C selama 18 jam, dan dilihat Analisis Chemical Oxygen Demand
koloni bakteri yang tumbuh. Setelah (COD) (SNI 6989.73:2009)
terbentuk adanya koloni bakteri, diisolasi
Pengukuran COD pada penelitian
kembali dengan memasukkan 1 ose isolat
ini menggunakan metode SNI
yang berasal dari cawan petri ke agar NA
6989.73:2009, Air dan air limbah –
miring untuk mendapatkan isolat bakteri
Bagian 73: Cara uji kebutuhan oksigen
asli dari limbah cair tahu.
kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)
Aklimatisasi Bakteri dengan refluks tertutup secara titrimetri.
Pengukuran Chemical Oxygen Demand
Aklimatisasi merupakan proses (COD) dilakukan setiap 12 jam sekali
adaptasi bakteri pendegradasi dengan dimulai dari jam ke-0 hingga jam ke-72.
substrat (limbah tahu). Proses ini dilakukan Sebanyak 5 mL sampel dari hasil
menggunakan sebuah reaktor single pengambilan sampling COD setiap 12 jam
chamber dengan 2 tahap variasi media dan diawetkan dengan larutan Asam Sulfat
limbah, yaitu 70 % media dan 30 % limbah (H2SO4) 1 mL. Kemudian sampel yang
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 45
Vol. 3 No. 2 2019

telah ditambahkan asam sulfat dilakukan Tahap Aklimatisasi


sentrifugasi menggunakan alat sentrifuge
selama 15 menit pada 7000 rpm. Terjadi
pemisahan antara sampel terlarut dengan
analit. Diambil 2 mL sampel terlarut dan
diencerkan dengan akuades hingga volume
50 mL. Dari hasil pengenceran diambil 2
mL larutan sampel dan dimasukkan ke
dalam tabung COD. Ditambahkan 2 mL
larutan K2Cr2O7 0,05 N, 0,5 mL larutan
Ag2SO4, dan 2 mL H2SO4. Tabung COD
ditutup rapat-rapat jangan sampai sedikit
terbuka. Larutan tersebut didestruksi
menggunakan pemanas COD pada suhu
150 °C selama ± 2 jam. Setelah dipanaskan Gambar 1. Nilai Optical Density (OD) Tahap
larutan didinginkan pada suhu kamar. Aklimatisasi 1
Kemudian larutan dipindahkan ke dalam
erlenmeyer hingga benar-benar bersih.
Larutan tersebut dititrasi dengan larutan
baku FAS yang telah diketahui
konsentrasinya hingga berubah warna
menjadi merah bata atau merah cokelat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Karakteristik Limbah Cair Tahu

Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Industri


Tahu saat fresh dan pasca sterilisasi Gambar 2. Nilai Optical Density (OD) Tahap
Aklimatisasi 2
Nilai
Baku
Satua Fresh Pasca
Parameter Mutu
n Sterilis
* Tahap Running MFC
asi
pH - 6,78 5,46 6-9
Pengukuran Energi Listrik
Chemical Mg/L 4191,6 2994 300
Oxigen
Demand
- Kuning Kuning -
Warna Keputi Kecokla
han tan
Sumber: (*) Baku Mutu PerMen Negara
Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2014 Lamp.XVIII

Gambar 3. Pengaruh waktu terhadap kuat arus


yang dihasilkan Stack MFC dan Blanko
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 46
Vol. 3 No. 2 2019

Analisa Chemical Oxygen Demand Desain Reaktor Stack Microbial Fuel


(COD) Cell (MFC)
Stack Microbial Fuel Cell (MFC)
merupakan jenis MFC yang didasarkan
pada desain kompartemennya. Stack MFC
adalah jenis MFC yang menggunakan satu
atau lebih reaktor yang disusun secara
paralel maupun seri, yang bertujuan untuk
meningkatkan perolehan tegangan dan kuat
arus listrik. Pada penelitian ini
menggunakan MFC dengan jenis sistem
Stack MFC yang dirangkai secara paralel
dengan satu reaktor (Single Chamber).
Terdapat tiga buah reaktor Single Chamber
yang disusun secara paralel (Gambar 6),
Gambar 4. Pengaruh waktu terhadap nilai
serta sebuah reaktor Single Chamber
COD yang dihasilkan Stack MFC (Stack MFC sebagai blanko (Gambar 5).
A, B, dan C) serta Blanko

Pembahasan
Karakteristik Limbah Cair Tahu
Limbah cair tahu yang telah
disterilisasi kemudian akan digunakan
sebagai substrat pada sistem MFC. Dari
hasil analisis pendahuluan sebagaimana
Tabel 1 dapat diketahui pada limbah cair
tahu fresh (baru diambil dari industri tahu)
diperoleh nilai pH awal berada pada pH
6,78 dan setelah disterilisasi berada pada Gambar 5. Reaktor Blanko MFC
pH 5,46, hal tersebut merupakan kondisi
optimum bagi mikroba untuk melakukan
proses biodegradasi dan bioflokulasi
limbah. Selain itu, nilai pH awal pada
limbah cair tahu tersebut juga berada pada
rentang baku mutu yang telah ditetapkan.
Sementara itu, jika dilihat karakteristik
limbah cair tahu pada Herlambang (2002),
besar nilai COD yang diperoleh dari kedua
jenis limbah cenderung lebih kecil, yaitu
sebesar 2994 dan 4191,6 mg/L.
Diasumsikan bahwa kandungan bahan Gambar 6. Reaktor Stack Microbial Fuel Cell
organik pada limbah cair tahu belum (MFC) (Reaktor A, B, dan C)
terlalu besar, dikarenakan limbah yang
digunakan merupakan limbah cair tahu Reaktor yang digunakan memiliki
yang diambil bagian atasnya setelah volume 1000 mL, terdiri dari 900 mL
terlebih dahulu dilakukan proses limbah dan 100 mL inokulum bakteri.
pengendapan terhadap limbah cair tahu. Sistem ini menggunakan elektroda karbon
brush pada bagian anoda dan katodanya,
yang dipisahkan dengan sebuah membran
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 47
Vol. 3 No. 2 2019

yaitu Proton Exchange Membrane panjang gelombang 560 nm menggunakan


(Membran Nafion) yang biasa digunakan spektrofotometer UV-Vis.
dalam penelitian MFC sebagai membran Gambar 1 menunjukkan bahwa fase
penukar proton. PEM ini digunakan untuk lag terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-
memisahkan kompartemen anoda dan 24, kemudian memasuki fase eksponensial
katoda secara fisik dalam desain MFC pada jam ke-24 sampai jam ke-72 tanpa
untuk memberikan jalur bagi H+ dari menunjukkan fase kematian. Pada fase
kompartemen anoda menuju katoda eksponensial, bakteri secara aktif
sementara elektron tidak dapat berdifusi memproduksi elektron melalui proses
melalui membran ini. Sebelum digunakan, metabolisme dengan memanfaatkan
PEM ditreatment terlebih dahulu, hal nutrien yang tersedia. Selain itu bakteri
tersebut dilakukan untuk membersihkan juga menghasilkan metabolit primer
pori-pori membran dari kontaminan berupa asam asetat. Proses yang
sehingga tidak mengganggu proses berlangsung pada tahap aklimatisasi ini
perpindahan masa yang berlangsung adalah proses anaerobik. Proses anaerobik
selama proses MFC (Chae et al., 2008). terjadi karena aktivitas mikroorganisme
Kabel tembaga digunakan untuk yang dilakukan pada saat tidak terdapat
menghubungkan elektroda ke multimeter. oksigen bebas. Reaksi kimia pada proses
Kemudian setelah instrumen lengkap anaerobik secara keseluruhan dapat
dipasang, eksperimen MFC dijalankan disederhanakan sebagai berikut:
dengan menutup anoda dengan tutup Mikroorganisme
reaktor untuk menjaga kondisi lingkungan Zat Organik Anaerobik
anaerobik. Pada sistem MFC ini dilakukan
pengadukan setiap waktu yang bertujuan CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2S
untuk mengurangi terjadinya pengendapan
pada sistem MFC. Degradasi zat organik secara mikrobiologi
dalam lingkungan anaerobik hanya dapat
Tahap Aklimatisasi dilakukan oleh mikroorganisme yang dapat
menggunakan molekul selain oksigen
Sistem MFC menggunakan sebagai akseptor hidrogen. Dekomposisi
mikroorganisme dalam mendegradasi anaerobik menghasilkan biogas yang
material organik. Pada penelitian ini terdiri atas gas methan (50-70%), CO2 (25-
digunakan mikroorganisme yang berasal 40%) dan sejumlah kecil H2S.
dari bakteri limbah cair tahu yang telah Ada tiga tahapan dasar yang
diisolasi. Setelah diperoleh isolat bakteri termasuk dalam keseluruhan proses
limbah cair tahu, dilakukan aklimatisasi. pengolahan limbah secara oksidasi
Tahap aklimatisasi merupakan tahap anaerobik, yaitu: hidrolisis, fermentasi
pengadaptasian bakteri terhadap substrat. (yang juga dikenal dengan sebutan
Dilakukan 2 kali tahap aklimatisasi. Tahap asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf
aklimatisasi pertama dengan persentase and Eddy, 2003). Selama proses hidrolisis,
antara media dan limbah cair tahu sebesar bakteri merubah materi organik kompleks
70% dan 30%. Sementara persentase yang tidak larut, seperti selulosa, menjadi
antara media dan limbah pada tahap molekul-molekul yang dapat larut, seperti
aklimatisasi kedua sebesar 40% dan 60%. asam lemak, asam amino dan gula. Materi
Setiap tahap berlangsung selama waktu polimer komplek dihidrolisa menjadi
operasi 72 jam dengan dilakukan monomer-monomer, contoh: selulosa
pengukuran OD. Aktivitas bakteri pada menjadi gula atau alkohol. Molekul-
tahap aklimatisasi pertama dapat dilihat molekul monomer ini dapat langsung
melalui kurva pertumbuhan yang dimanfaatkan oleh kelompok bakteri
ditentukan dengan mengukur turbiditas selanjutnya. Hidrolisis molekul kompleks
melalui nilai optical density (OD) pada
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 48
Vol. 3 No. 2 2019

dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler dihubungkan dengan kedua elektroda pada
seperti selulase, protease, dan lipase. reaktor MFC. Anoda dihubungkan dengan
Proses fermentasi (asidogenesis), kutub negatif pada multimeter dan katoda
merubah gula, asam amino, dan asam dihubungkan dengan kutub positif. Arus
lemak menjadi asam-asam organik (asam listrik dihasilkan akibat adanya pergerakan
asetat, propionate, butirat, laktat, format) muatan-muatan dalam sistem, perbedaan
alkohol dan keton (etanol, methanol, potensial redoks pada anoda dan katoda
gliserol dan aseton), asetat, CO2 dan H2 dan perbedaan komposisi serta reaksi
oleh bakteri asidogenik. Produk utama dari kimia dalam sistem MFC. Pengukuran kuat
proses fermentasi ini adalah asetat. Proses arus listrik pada sistem MFC ini dilakukan
metanogenesis dilaksanakan oleh suatu secara Open Circuit Voltage (OCV) yaitu,
kelompok mikroorganisme yang dikenal tanpa adanya penambahan hambatan
sebagai bakteri metanogen. Bakteri eksternal seperti lampu atau resistor.
metanogen yang berada di dalam proses Gambar 3 menunjukkan grafik
anaerobik, yaitu bakteri acetogens, mampu perbandingan antara kuat arus pada blanko
menggunakan CO2 untuk mengoksidasi dan stack MFC. Diperoleh kuat arus listrik
dan membentuk asam asetat, dimana asam maksimum sistem MFC sebesar 0,43 mA
asetat dikonversi menjadi metan. Akan pada blanko dan 1,3 mA pada Stack MFC,
tetapi, selama proses sistem MFC ini tidak masing-masing terjadi pada jam ke-12.
sampai menghasilkan metana, dikarena Berdasarkan perolehan tersebut
reaksi yang terjadi tidak sempurna. menunjukkan bahwa sistem Stack MFC
Tahap aklimatisasi ke-2 dilakukan menghasilkan potensi arus listrik yang
menggunakan reaktor dengan elektroda lebih besar daripada sistem single
karbon sheet. Aktivitas bakteri pada tahap chamber, dalam hal ini dibandingkan
aklimatisasi ke-2 dapat dilihat pada gambar dengan blankonya. Perolehan energi listrik
2. Optical Density (OD) pada chamber baik dilihat dari arus listrik menunjukkan
dengan elektroda karbon sheet bahwa dengan menggunakan isolat bakteri
menunjukkan fase lag pada jam ke-0 asli dari limbah cair tahu pada proses
hingga 24, kemudian fase eksponensial pengolahan limbah cair tahu dengan sistem
pada jam ke-24 hingga 48, dan mengalami stack MFC, dapat menghasilkan energi
fase stasioner pada jam ke 48-60, serta listrik.
mengalami fase kematian pada jam ke-60
hingga 72 ditunjukkan dengan adanya Analisa Chemical Oxygen Demand
penurunan nilai absorbansi. Pada tahap (COD)
aklimatisasi ini mengalami penurunan dan Salah satu parameter pencemaran
berada pada fase menuju kematian di limbah cair yang dilakukan pada penelitian
waktu reaksi akhir. ini adalah Analisis COD. Analisis
Chemical Oxygen Demand (COD)
Tahap Running MFC dilakukan sebagai parameter utama untuk
Pengukuran Energi Listrik menunjukkan bahan organik yang dapat
Usaha peningkatan kinerja MFC dioksidasi oleh mikroorganisme. Dalam
dilakukan dalam rangka meningkatkan analisis ini bertujuan untuk mngetahui
produksi energi listrik. Pada penelitian ini banyaknya kandungan oksigen yang
digunakan sistem Stack Microbial Fuel dibutuhkan untuk menguraikan materi
Cell rangkaian paralel dengan tiga buah organik yang terdapat di dalam sampel
reaktor single chamber dan sebuah single limbah cair tahu secara kimia. Pengukuran
chamber sebagai blanko. Reaktor COD dilakukan setiap 12 jam sekali
rangkaian paralel ini, diharapkan dapat selama waktu operasi 72 jam, dimulai dari
menghasilkan peningkatan arus listrik yang jam ke-0. Sampel COD terlarut yang telah
dihasilkan. Kuat arus ditentukan disentrifugasi ditambahkan dengan kalium
menggunakan multimeter yang dikromat untuk mengoksidasi materi
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 49
Vol. 3 No. 2 2019

organik pada sampel limbah. Ditambahkan organik pada limbah cair tahu belum
asam sulfat pekat dengan katalisator perak berlangsung optimal.
sulfat dan dipanaskan selama 2,5 jam.
Reaksi terhadap limbah cair adalah sebagai KESIMPULAN
berikut : Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
C6H12O6 + 4Cr2O72- + 32H+ → penggunaan isolat bakteri limbah cair tahu
6CO2 + 8Cr3+ + 22H2O terhadap perolehan maksimum energi
listrik yang dihasilkan melalui Stack MFC
Setelah dipanaskan, kalium dikromat yang dibandingkan dengan Blanko Single
berlebih dititrasi dengan larutan fero Chamber setelah proses MFC dilakukan
amunium sulfat (FAS). Reaksi yang adalah menghasilkan kuat arus listrik
berlangsung adalah sebagai berikut : maksimum sebesar 0,43 mA pada blanko
dan 1,3 mA pada Stack MFC, masing-
Cr2O72- + 14H+ + 6Fe2+ → 2Cr3+ + masing terjadi pada jam ke-12.
6Fe3+ + 7H2O Pengolahan limbah cair tahu
melalui Stack Microbial Fuel Cell (MFC)
Kalium dikromat yang terpakai untuk yang dirangkai secara paralel dapat
oksidasi materi organik pada sampel dapat menurunkan kadar Chemical Oxygen
diketahui dan nilai COD dapat dihitung. Demand (COD) dengan range 19 - 37,5 %,
Reaksi COD ini berjalan dengan lambat yaitu pada Blanko terjadi penurunan
sehingga perlu adanya penambahan asam sebesar 38 % (6489,6 mg/L – 3993,6
dan pemanasan serta katalisator untuk mg/L) dan pada Stack MFC terjadi
mempercepat proses reaksi. Penurunan penurunan sebesar 28% (6289,92 – 4492,8
kadar COD pada reaktor single chamber mg/L) pada Reaktor A, 19% (5591,04 –
(blanko) dan stack MFC yang disusun 4492,8 mg/L) pada Reaktor B, dan 37,5%
secara paralel dapat dilihat pada gambar 4. (7188,48 – 4492,8 mg/L) pada Reaktor C.
Nilai Chemical Oxygen Demand Perbedaan penurunan nilai COD antara
(COD) pada tahap Running MFC diperoleh ketiga reaktor dimungkinkan dipengaruhi
adanya penurunan nilai COD, yaitu pada oleh aktivitas bakteri (OD) dalam masing-
Blanko terjadi penurunan sebesar 38 % masing reaktor selama sistem berlangsung.
(6489,6 mg/L – 3993,6 mg/L) dan pada
Stack MFC terjadi penurunan sebesar 28 % UCAPAN TERIMA KASIH
(6289,92 mg/L – 4492,8 mg/L) pada Penulis mengucapkan terima kasih
Reaktor A, 19 % (5591,04 mg/L - 4492,8 kepada Ibu Diana Rahayuning Wulan dan
mg/L) pada Reaktor B, dan 37,5 % Bapak Dani Permana atas arahan dan
(7188,48 mg/L – 4492,8 mg/L) pada bimbingannya selama penelitian di
Reaktor C. Hal ini menunjukkan bahwa Laboratorium Bidang Teknologi
dengan menggunakan isolat bakteri asli Lingkungan, LIPI Bandung.
pada pengolahan limbah cair tahu melalui
sistem Stack Microbial Fuel Cell rangkaian DAFTAR PUSTAKA
paralel selama waktu operasi 72 jam dapat APHA. 1992. Standard Methods for The
menurunkan nilai Chemical Oxygen Examination of Water and
Demand (COD) pada range 19 – 37,5 %. Wastewater 18th Edition. American
Menurut Liu et al., 2004, nilai COD pada Public Health Association.
air limbah setelah proses pengolahan Washington.
menggunakan sistem MFC dapat
berkurang hingga 80 %. Berdasarkan hasil Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI
yang diperoleh, ternyata penurunan COD 6989.73:2009: Air dan air limbah-
belum berlangsung optimal. Ini dapat Bagian 73: Cara uji Kebutuhan
dimungkinkan karena kandungan senyawa Oksigen Kimiawi (Chemical
ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 50
Vol. 3 No. 2 2019

Oxygen Demand/COD) dengan Menggunakan Bakteri


refluks tertutup secara titrimetri. Lactobacillus bulgaricus. Skripsi.
Fakultas Teknik Kimia UI. Depok.
Chae, Kyu Jung. Choi, mijin. Ajayi,
Folusho F. Park, Wooshin. Chang, Permana, Dani., Haryadi, Hari R., Putra,
In Seop. dan Kim, In S. 2008. Mass Herlian Eriska., Juniati, Westy.,
Transport through a Proton Rachman, Saadah D., dan
Exchange Membrane (Nafion) in Ishmayana, Safri. 2013. Evaluasi
Microbial Fuel Cells. Energy & Penggunaan Metilen Biru Sebagai
Fuels (22): 169-176. Mediator Elektron pada Microbial
Fuel Cell dengan Biokatalis
Eaktasang, Numfon., Kim, Dooil., Lee, Jae Acetobacter aceti. Molekul, Vol. 8.
Woo., Park, Ki Young., dan Kim, No. 1 . Mei, 2013: 78-88.
Han S. 2012. Enhancement of
Electron Transfer by Rabaey, Korneel and Willy Verstraete.
Electrochemical Treatment of 2005. Microbial Fuel Cells: Novel
Electrode in The Microbial Fuel Biotechnology for Energy
Cell. International Conference of Generation. ELSEVIER Trends in
Chemical, Environmental Science Biotechnology Vol. 23 No.6 June
and Engineering, Pattaya, Thailand. 2005.

Herlambang, A. 2002. Teknologi Shukla, A.K, Suresh, P., Berchmans, S.,


Pengolahan Limbah Cair Industri Rajendran, A. 2004. Biological
Tahu. Pusat Pengkajian dan Fuel Cell and Their Application.
Penerapan 79 Teknologi Current Science. 87(4): 455-468.
Lingkungan (BPPT) dan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Sincero, A.P., and Sincero, G.A. 2012.
Samarinda. Physical-Chemical Treatment of
Water and Wastewater. IWA
Hery, P. 1993. Abu Terbang dan Publishing. London.
Pemanfaatannya. Makalah Seminar
Nasional Batubara Indonesia. Subekti, Sri. 2011. Pengolahan Limbah
UGM Yogyakarta. Cair Tahu Menjadi Biogas Sebagai
Bahan Bakar Alternatif. Prosiding
Heryani, Hani. 2012. Penentuan Kuat Arus Seminar Nasional Sains dan
Listrik yang dihasilkan dari Sistem Teknologi ke-2 Tahun 2011
Microbial Fuel Cell dengan Fakultas Teknik Universitas Wahid
menggunakan Elektroda Tembaga Hasyim. Semarang. Hal: B61-B66.
pada Limbah Cair Industri Tahu.
Skripsi. FMIPA Unjani, Cimahi.

Nasruddin, Harun. 2009. Pengembangan


Sumber Energi Renewable Sel
Bakar Mikroba Dalam Mengatasi
Limbah Organik Selulotik.
Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.

Novitasari, Deni. 2011. Optimasi Kinerja


Microbial Fuel Cell (MFC) Untuk
Produksi Energi Listrik

Anda mungkin juga menyukai