Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FISIKA LINGKUNGAN

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT CAIR (POME) DENGAN FLUIDISASI


MEDIA ZEOLIT TERMODIFIKASI PADA SISTEM BATCH SEBAGAI ENERGI
TERBARUKAN

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD AGUNG SETIAWAN F1051181025

ELSIAULAVITA GRACIA F1051181027

REFKA ALIAN F1051181017

RISKY JANUAR SYAH F1051181030

RIFKY STOVIAN F1051181021

AGUNG GUMELAR F1051181042

MORFIANDI ISJA ANTAHARI F1051181052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2021
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB 2 ISI......................................................................................................................................................7
A. Manfaat Limbah Kelapa Sawit.........................................................................................................7
B. Potensi Penggunaan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat.................................................................10
C. Proses Terbentuknya Biogas..........................................................................................................11
D. FLUIDISASI MEDIA ZEOLIT TERMODIFIKASI....................................................................................13
E. Dampak Bagi Lingkungan...............................................................................................................17
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah fisika lingkungan tentang
pemanfataan limbah kelapa sawit sebagai pembangkt listrik tenaga biogas ini tepat waktu.Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah fisika lingkungan yang
telah memberikan tugas penulisan makalah ini sehingga penulis dapat menambah pengetahuan
tentang pemanfaataan limbah kelapa sawit sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga biogas.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah turut
berpartisipasi dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Lingkungan yang diampu
oleh dosen Dr. Stephanus Sahala S, M.Si. Makalah ini berisi materi tentang pemanfaatan limbah
kelapa sawit sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga biogas yang merupakan salah satu
alternatif energi terbarukan.

Dalam kehidupan di dunia ini kita tahu bahwa tidak ada satu hal pun yang sempurna,
demikian juga dengan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
banyak sekali kekurangan yang mungkin penulis tidak sadari. Penulis sangat mengharapkan
kritik yang membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang-orang yang
membacanya.

Pontianak, 19 April 2021

Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi listrik merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia untuk menjalankan
aktivitasnya. Energi listrik sangat diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan manusia.
Ketergantungan manusia terhadap ketersediaan energi listrik sangatlah tinggi. Seperti yang kita
tahu bahwa pembangkit listrik di Indonesia termasuk di Kalimantan Barat banyak menggunakan
bahan bakar yang tidak terbarukan salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga bahan bakar
fosil. Jika listrik di Indonesia atau di Kalimantan Barat terus-menerus hanya menggunakan bahan
bakar yang tidak terbarukan maka pada suatu waktu saat ketersediaan bahan bakar tersebut habis
ketersediaan listrik juga menurun. Oleh karena itu perlu adanya penggunaan pembangkit listrik
dengan bahan bakar terbarukan, salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga biogas dengan
menggunakan bahan bakar dari limbah kelapa sawit.

Kita tahu bahwa Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit nomor dua terbesar
didunia setelah Malaysia. Salah satu provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia adalah
Kalimantan Barat. Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan lahan perkebunan kelapa sawit
terluas ketiga ditanah air dengan luas perkebunan sekitar 1,4 juta hektar atau setara dengan tiga
kali luas pulau Lombok. Berdasarkan hal ini maka Kalimantan Barat merupakan salah satu
provinsi yang berpotensi untuk dijadikan sebagai daerah pembangkit listrik dengan
memanfaatkan kelapa sawit. Setiap tahunnya prosuksi kelapa sawit terus meningkat, hal ini juga
berarti limbah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Limbah kelapa sawit jika dibiarkan
begitu saja maka akan merusak atau mencemari lingkungan. Oleh karena itu dengan adanya
pembenagkit listrik tenaga biogas yang memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai bahan
bakarnya akan mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah tersebut jika
dibiarkan begitu saja.

Buah kelapa sawit yang selama ini kita kira hanya menghasilkan minyak ternyata telah
menyumbangkan limbah produksinya berupa cangkang kelapa sawit (palm oil shell). Cangkang
kelapa sawit ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil energi listrik. Bahkan tidak hanya
cangkang kelapa sawit saja yang diambil namun serat sawit (palm oil fiber), tandan kosong
(empty fruit bunch) dan juga limbah cair (palm oil mills effluent) juga ikut serta dimanfaatkan
dalam pembangkit listrik tenaga biogas ini. Pada 1 ton kelapa sawit menghasilkan limbah berupa
tandan kosong kelapa sawit sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang sebanyak 6,5% atau 65
kg, sabut 13% atau 130 kg. Biogas dengan bahan bakar kelapa sawit merupakan bahan bakar gas
yang sangat menarik untuk dikembangkan karena dapat diperbaharui dan dapat dibuat sendiri
dengan teknologi yang tidak terlalu rumit.

B. Rumusan Masalah
a. Apa saja manfaat limbah kelapa sawit bagi lingkungan atau bagi manusia ?
b. Berapa besar potensi penggunaan kelapa sawit di Kalimantan Barat ?
c. Bagaimana proses terbentuknya biogas ?
d. Bagaimana pemanfaatan Fluidisasi Media Zeolit Termodifikasi ?
e. Apa dampak biogas bagi lingkungan ?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui manfaat limbah kelapa sawit bagi lingkungan maupun bagi
manusia.
b. Untuk mengetahui seberapa besar potensi penggunaan kelapa sawit di Kalimantan
Barat.
c. Untuk mengetahui proses terbentuknya biogas
d. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan Fluidisasi Media Zeolit Termodifikasi
e. Untuk mengetahui apa saja dampak biogas bagi lingkungan.
BAB 2 ISI
A. Manfaat Limbah Kelapa Sawit
a. Tandan kosong

Tandan kosong kelapa sawit (tangkos) adalah salah satu produk sampingan dari industri
pengolahan kelapa sawit yang memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan. 
Selama ini tangkos telah dimanfaatkan sebagai pupuk, bahan alternatif untuk mengisi rongga jok
mobil dan membuat matras atau kasur, briket, dan bahan baku pembuatan kertas.  Kandungan
unsur hara makro (N, P, K, Mg, Ca) pada limbah tandan kosong sawit cukup tinggi sehingga
bagus untuk digunakan sebagai pupuk organic (kompos). Sebagai bahan pembuatan kompos,
tangkos dapat diproses menjadi kompos dengan menggunakan bioaktivator dalam waktu yang
lebih cepat.  Pupuk organik ini dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi lahan perkebunan kelapa
sawit dengan pola intercropping antara tanaman kelapa sawit yang masih muda dengan tanaman
jagung. Hasil kajian menunjukkan pemberian kompos tangkos  dengan dosis 150 kg/tanaman
untuk kelapa sawit dan 6 t/ha untuk tanaman jagung dengan pola intercropping dapat
meningkatkan tinggi tanaman kelapa sawit 20 cm selama 10 bulan dan memberikan hasil jagung
sebanyak 6,8 t/ ha.

Selain untuk pupuk, serat tangkos juga dapat  dimanfaatkan sebagai material tekstil yang
memiliki karakter khusus dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tandan kosong
kelapa sawit memiliki ciri khas visual seperti kekuatan dan  panjang yang cukup stabil,
kemudahan menyerap warna, dan serat yang dapat diurai menjadi ukuran yang kecil. Untuk itu
maka tandan kosong kelapa sawit berpeluang untuk dikembangkan sebagai struktur produk
untuk aksesoris fashion yang tidak kontak langsung dengan kulit, kalaupun ada kontak langsung
tidak terlalu sering, karena serat tandan kosong kelapa sawit memiliki karakteristik serat yang
keras dan berserabut.  Teknik yang paling optimal untuk pemanfaatan tandan kosong kelapa
sawit yaitu teknik tenun.  Menggunakan teknik tenun dapat menyokong karakteristik serat yang
getas agar dapat lebih kuat karena bantuan benang lusinya. Selain itu, pemanfaatan tandan
kosong juga dapat digunakan sebagai bahan bakar PLTBM (pembangkit listrik tenaga biomassa).

Mengingat jumlah tangkos yang dihasilkan setiap ton Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa
Sawit yang diolah mencapai sekitar 23%, maka limbah berupa tandan buah kosong ini besar
potensinya dan perlu mendapatkan perhatian kita semua. Pemanfaatan tandan kosong kelapa
sawit ini dapat mengangkat nilai kearifan lokal dan sumber daya alam yang belum terolah secara
optimal, yang tidak hanya mempertimbangkan nilai fungsional, namun juga nilai estetika.

b. Limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mills Effluent/POME)

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau Palm Oil Mill Effluent (POME)
merupakan salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik
yang berasal dari hasil samping proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
menjadi Crude Palm Oil (CPO). Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit ini
cukup besar, berkisar antara 600 - 700 liter/ton tandan buah segar (TBS). Limbah cair kelapa
sawit (POME) ini kemudian dimanfaatkan menjadi tenaga listrik melalui proses anaerob
digestion dengan teknologi covered lagoon atau Continuos Stirred Tank Reactor (CSTR).
POME dari produksi CPO dapat dimanfaatkan menjadi biogas dan listrik. Palm Oil Mill Effluent
(POME) dapat diolah menjadi energi dan dimanfaatkan untuk memasok listrik. Limbah cair
sawit memiliki kandungan organik kemudian difermentasi dengan bakteri untuk menghasilkan
biogas yang mengandung gas methane.

c. Limbah gas

Limbah gas berasal dari gas buangan pabrik kelapa sawit pada proses produksi CPO.
Selain menghasilkan gas Metana sebagai energi, saat ini POME juga dilaporkan dapat
menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi. POME menghasilkan gas hidrogen dengan
menggunakan teknologi elektro koagulasi. Dengan pemanfaatan POME menjadi energi listrik,
Indonesia dapat berkontribusi pada keseimbangan lingkungan hidup serta Sustainable
Development Goals (SDG) sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Tandan kosong
kelapa sawit juga berpotensi dikembangkan sebagai biomassa untuk menghasilkan sekitar 50.000
megawatt (MW). Biogas merupakan sumber energi yang dihasilkan setelah proses pembusukan
tandan kosong selama dua bulan dan dimanfaatkan untuk keperluan memasak.

B. Potensi Penggunaan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat


Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, pada tahun 2016
produksi crude palm oil (CPO) mencapai 33,229 juta ton, dengan luas lahan sekitar 12 juta
hektar [2]. Sedangkan produksi CPO Malaysia pada tahun 2016 mencapai 17,320 juta ton dan
Thailand 2,3 juta ton. Industri perkebunan kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan cair yang
dapat digunakan sebagai sumber energi. Limbah padat tandan kosong sawit (TKS) dan limbah
cair palm oil mill effluent (POME) yang tidak ditangani secara baik merupakan sumber
pencemaran lingkungan. Gas methana yang dihasilkan oleh tandan kosong (TKS) dan POME
akan berpengaruh terhadap pemanasan global dan berpotensi menjadi isu global yang merugikan
industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat pada akhir tahun 2015 telah
mencapai lebih dari 1,4 juta hektar, dengan produksi tandan buah segar (TBS) mencapai lebih
dari 10 juta ton. Budi daya perkebunan kelapa sawit dikembangkan diseluruh Kabupaten yang
ada Propinsi Kalimantan Barat yang memiliki luas daratan sekitar 14,68 juta hektar dengan
jumlah penduduk kurang lebih 5 juta jiwa. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas ESDM
Provinsi Kalimantan Barat, tingkat elektrifikasi mencapai sekitar 78% dan masih tersisa 22%
pemukiman masyarakat yang belum memperoleh pasokan energi listrik. Daerah yang belum
dialiri listrik umumnya adalah pemukiman terpencil yang sulit dijangkau dengan jumlah
penduduk yang tidak banyak. Pemerataan pasokan energi listrik hingga keseluruh pelosok daerah
terpencil memerlukan biaya operasional yang sangat mahal, sehingga permasalahan ini menjadi
pertimbangan utama dalam analisis kelayakan ekonomis.

Dengan melihat kondisi perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Barat dan
kondisi masyarakat yang masih banyak belum memperoleh pasokan listrik maka sangat besar
kemungkinan atau potensi pembangkit listrik tenaga biogas dengan bahan bakar kelapa sawit di
gunakan di daerah Kalimantan Barat. Potensi yang dimiliki daerah Kalbar sangatlah besar karena
peningkatan produksi kelapa sawit yang selalu meningkat setiap tahunnya. Dengan semakin
banyaknya produksi kelapa sawit di Kalimantan Barat pada setiap tahunnya maka secara tidak
langsung juga akan meningkatkan limbah yang dihasilkan sehingga kebutuhan bahan bakar
untuk energi terbarukan seperti Biogas yang dapat digunakan di Kalimantan Barat untuk
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat daerah yang belum mendapatkan listrik akan terpenuhi
dan penyebaran listrik di Kalimantan Barat dapat merata.

C. Proses Terbentuknya Biogas


Salah satu cara mengoptimalkan produksi biogas dengan mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme yang berperan pada proses peruraian anaerobik. Imobilisasi mikroorganisme
merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap mikroorganisme serta memberikan tempat
yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang dengan menempel pada media imobilisasi. Salah
satu media berpori yang kerap digunakan sebagai media imobiliasi adalah zeolit. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk menguji performa zeolit sebagai media imobilisasi
mikroorganisme. Berdasarkan penelitian sebelumnya, keberadaan zeolit dalam proses peruraian
anaerobik dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, zeolit juga mudah
diperoleh. Zeolit dipilih sebagai media imobilisasi mikroorganisme karena kemampuannya
sebagai penukar ion yang dapat membantu proses peruraian anaerobik, khususnya pada substrat
dengan kandungan nitrogen yang cukup tinggi (Montalvo dkk., 2012). Beberapa faktor
mempengaruhi kinerja mikroorganisme dalam proses peruraian anaerobik. Salah satu faktor
adalah penambahan mikronutrien sebagai trace element. Trace element yang umum digunakan
dalam proses peruraian anaerobik adalah Ni2+, Co2+, Mo2+ dan Se. Anaerobic fluidized bed
reactor (AFBR) merupakan reaktor yang ideal untuk proses peruraian anaerobik, khususnya
proses dengan penambahan media imobilisasi. Dalam reaktor ini substrat dan inokulum
tercampur dengan baik. Selain itu, keberadaan media imobilisasi yang terfluidisasi juga
menunjang proses untuk menghasilkan gas metana dibandingkan dengan tanpa fluidisasi.
Adanya fluidisasi dapat menambah luas kontak antara mikroorganisme dan zeolit sebagai media
imobilisasi.

Kandungan trace element di dalam masing-masing reaktor harus dijaga agar tidak
melebihi batas yang menyebabkan penghambatan aktivitas mikroorganisme pada proses
peruraian anaerobik. Tabel 1 menunjukkan jumlah masing-masing trace element yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses peruraian anaerobik.

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengevaluasi pengaruh penambahan trace element
pada zeolit sebagai media imobilisasi dalam proses peruraian anaerobik limbah POME dengan
sistem batch terfluidisasi. Selain itu, juga dipelajari pengaruh fluidisasi media imobilisasi
terhadap pembentukan biogas.
Pemaparan ini diharapkan dapat memberikan alternatif cara untuk meningkatkan
produksi biogas pada proses peruraian anaerobik. Penggunaan media imobilisasi berbasis zeolit
termodifikasi dimaksudkan agar diperoleh media yang sehemat mungkin, karena zeolit
merupakan sumber alam di Indonesia yang murah dan mudah didapat.

Adapun Tahapan Biogas terbentuk seperti berikut :

a. Tahap hidrolis

Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan
bahan ekstraktif seperti protein, karbohidrat dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan
rantai yang lebih pendek. Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim
ekstraselular seperti selulose, amilase, protease dan lipase.

b. Tahap pengasaman

Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang akan berfungsi untuk
mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat (CH3 COOH), H2 dan CO2 .
Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam, yaitu dengan pH
5,5-6,5. Bakteri ini bekerja secara optimum pada temperatur sekitar 30o C Untuk menghasilkan
asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang
terlarut dalam larutan. Untuk terjadinya metabolisme yang merata diperlukan pencampuran yang
baik dengan konsentrasi air > 60%. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang
bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, CO2 , H2 S dan sedikit gas
CH4.

c. Tahap pembentukan gas CH4

Pada tahap pembentukan gas CH4 , bakteri yang berperan adalah bakteri methanogenesis
(bakteri metana). Kelompok bakteri metana, yaitu dari jenis methanobacterium, methanobacillus,
methanosacaria, dan methanococcus. Bakteri ini membutuhkan kondisi digester yang benar-
benar kedap udara dan gelap. Temperatur dimana bakteri ini bekerja secara optimum adalah pada
35o C dan sangat sensitif terhadap26 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan
Pemanfaatan perubahan temperatur sekitar 2-3o C. Kisaran pH adalah 6,5-7,5. Pada akhir
metabolisme dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2 , CO2 dan asam asetat yang dihasilkan pada
tahap pengasaman.

D. FLUIDISASI MEDIA ZEOLIT TERMODIFIKASI


1. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah POME yang diperoleh
dari perkebunan kelapa sawit Kalimantan Barat berupa efluen dari digester
anaerobik yang digunakan untuk mengolah limbah biodiesel dari industri biodiesel .
Media imobilisasi mikroorganisme dalam penelitian ini berupa zeolit alam dengan
ukuran rata-rata sekitar 2-2,38 mm. Trace element yang digunakan berupa kation
Ni2+, Zn2+ , dan Mg2+. Larutan yang digunakan untuk impregnasi adalah Ni2SO4 p.a.
(Merck), ZnSO4 p.a. (Emsure), MgSO4 p.a. (Merck). Pembuatan media imobilisasi
yang ditambahkan dengan trace element dilakukan dengan cara impregnasi ke dalam
zeolit. Sebelum dilakukan impregnasi, zeolit terlebih dulu dihomoionkan dengan cara
direndam di dalam larutan NaCl.
Setelah itu zeolit dicuci menggunakan aquabidestilata lalu dilakukan impregnasi.
Masing-masing reagen trace element dilarutkan dalam aquabidestilata dengan
konsentrasi 200 ppm. Impregnasi dilakukan mengikuti metode yang telah
dipublikasikan oleh Mellyanawaty dkk. (2018). Kandungan Ni2+, Zn2+ dan Mg2+ yang
terimpregnasi pada zeolit dianalisis menggunakan Inductively Coupled Plasma
(ICP). Hasil ICP terhadap zeolit disajikan pada Tabel 3. Jumlah kandungan Ni 2+ pada
zeolitNi adalah 0,05 mg/L. Jumlah ini memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme yaitu antara 0,005 hingga 0,5 mg/L (Irvan dkk., 2018). Kandungan
Zn2+ dan Mg2+ pada zeolit-Zn dan zeolit-Mg memiliki jumlah yang sama yaitu 0,06
mg/L. Jumlah ini juga tidak melebihi batas maksimal kebutuhan mikroorganisme
yaitu kurang dari 5 mg/L (Deublein, 2018). Namun untuk Mg 2+ belum ditemukan
kadar yang diperlukan oleh mikroorganisme. Rasio jumlah zeolit yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 17 g/g sCOD (Setyowati dkk., 2016)
Bahan-bahan yang digunakan sebagai pendukung beberapa analisis antara lain
adalah NaCl p.a (Merck), H2SO4 95-97% p.a (Merck), HCl 37–38% p.a. (Merck),
NaOH pellet p.a. (Merck), AgSO4 p.a. (Merck), HgSO4 p.a. (EMSURE), K2Cr2O7
p.a. (Merck), K2Cr2O7 p.a. (EMSURE). Bahan-bahan tersebut digunakan untuk
analisis sCOD dan VFA.
Biogas terbentuk melalui proses digesterisasi di dalam drum (fermentasi). Biogas
diperoleh dari pemrosesan fermentasi dari limbah organik yang sudah tidak memiliki
kandungan gas yang tidak mudah bisa terbakar. Produk biogas terdiri dari,
karbondioksida (CO2) 25-45 %, metana (CH4) 55-75 %nitrogen (N2) 0-0,3 %,
hidrogen sulfida (H2S) 0-3 %, hidrogen (H2) 1-5 %, uap air dan oksigen (O2) 0,1- 0,5
%. Biogas diproduksi oleh dekomposisi bahan organik tanpa (O2). Ada beberapa cara
yang dapat di peroleh, baik dalam tabung terkontol (biodigester) atau tempat
pembuang akhir saniter. Terbentuknya biogas adalah (CH4) gas metana dan (CO2).
(CH4) konsentrasi biasanya berkisar dari 2% hingga 40%. Bahan kimia lainnya unsur
hadir dalam gas landfill (LFG), nitrogen (N), hidrogen (H), oksigen (O), argon (Ar),
hidrogen sulfat (H2S) dan sulfat (S).
Beberapa tantangan dalam mengolah limbah menggunakan proses ini, salah
satunya adalah produksi biogas yang sedikit dan kualitas limbah pasca pengolahan.
Proses peruraian anaerobik merupakan proses pengolahan yang melibatkan mikro-
organisme tanpa adanya oksigen. Hasil dari proses anaerobik adalah biogas dengan
kandungan 65% metana dan 35% CO2 (Ohimain dkk., 2014). Pada proses peruraian
anaerobik, material organik yang terukur sebagai chemical oxygen demand (COD)
diurai oleh mikroorganisme anaerob menjadi biogas. Biogas merupakan sumber
energi terbarukan yang sedang dikembangkan untuk mengatasi ketersediaan energi
fosil yang menipis (Deublein, 2008). Material organik dalam POME yang terukur
sebagai COD dikonversi oleh mikroorganisme asidogenik menjadi produk antara
yaitu volatile fatty acid (VFA), kemudian VFA tersebut akan dikonversi menjadi gas
metana oleh mikroorganisme metanogenik (Azis dkk., 2018).
2. Cara penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap eksperimen untuk mengevaluasi trace
element yang ditambahkan ke dalam media imobilisasi zeolit. Pada tahap pertama
digunakan reaktor tanpa fluidisasi (Gambar 1) untuk proses pemilihan beberapa trace
element yang memberi pengaruh positif dalam proses peruraian anaerobik POME.
Trace element yang akan diseleksi adalah kation Ni2+, Mg2+ dan Zn2+. Pada tahap
kedua, dua trace element yang memberi pengaruh lebih baik dalam peruraian
anaerobik POME pada tahap sebelumnya, diaplikasikan pada reaktor media
terfluidisasi atau AFBR (Gambar 2). Kedua tahap dilakukan dalam kondisi batch dan
dibandingkan terhadap reaktor kontrol yaitu reaktor dengan zeolit alam tanpa
impregnasi trace element (R-Kontrol dan AFBR-Kontrol). Erlenmeyer 1000 ml
digunakan sebagai reaktor tanpa fluidisasi yang dihubungkan dengan gasometer.
Gasometer berfungsi untuk mengukur volume gas yang dihasilkan. Pada reaktor
AFBR dilengkapi dengan pompa untuk menyirkulasi substrat dan memberi efek
fluidisasi pada zeolit. AFBR juga dihubungkan dengan gasometer sebagai pengukur
volume gas.

Gambar 1. Rangkaian reaktor tanpa fluidasi


Gambar 2. Rangkaian anaerobic fluidized bed reactor
Substrat POME pada eksperimen ini merupakan hasil pengenceran yang
dikondisikan pada konsentrasi 5500 mg/L sCOD. Cairan POME dan efluen digester
aktif dimasukkan ke dalam reaktor yang telah diisi zeolit. Perbandingan substrat
POME dan efluen digester aktif adalah 3:1 (rasio volume). Flushing gas nitrogen ke
dalam reaktor pada awal proses dilakukan untuk membuat kondisi di dalam reaktor
menjadi anaerob. Pengamatan yang dilakukan yaitu volume gas dengan metode
pengukuran oleh Walker (2009), analisis kadar sCOD, VFA, serta kadar metana
setiap 4 hari sekali. Penelitian ini menggunakan 7 buah reaktor yaitu 4 reaktor tanpa
fluidisasi dan 3 reaktor dengan fluidisasi. Penamaan reaktor disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penamaan reaktor

Nama Reaktor Media Imobilitasi Mikroorganisme Proses


R-kontrol Zeolit alam Batch tanpa fluidasi
R-Ni Zeolit alam termodifikasi Ni Batch tanpa fluidasi
R-Zn Zeolit alam termodifikasi Zn Batch tanpa fluidasi
R-Mg Zeolit alam termodifikasi Mg Batch tanpa fluidasi
AFBR-kontrol Zeolit alam Batch dengan fluidasi
AFBR-Ni Zeolit alam termodifikasi Ni Batch dengan fluidasi
AFBR-Zn Zeolit alam termodifikasi Zn Batch dengan fluidasi
BAB 3

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Barat sangat besar sehingga berjalan beriringan
jumlah debit limbah yang dihasilkan dari proses utama pemanfaaan kelapa sawit. Hal tersebut
berdampak bagi lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dengan bijak dan tepat. Satu diantara
solusi pemanfaatan limbah kelapa sawit ialah dengan mengubah limbah tersebut menjadi
pembangkit listrik menggunakan metode fluidisasi media zeolit termodifikasi ini dapat menjadi
sesuatu yang lebih produktif untuk menghasilkan cadangan energi listrik bagi masyarakat Kalbar
dan sekitarnya. Keberadaan trace element Ni dan Zn berpengaruh secara signifikan pada proses
metanogenesis. Dengan demikian selanjutnya dua trace element terseleksi (Ni 2+ dan Zn2+)
diaplikasikan pada reaktor AFBR untuk mengetahui pengaruh fluidisasi terhadap proses
peruraian anaerobik dan produksi metana.Potensi yang besar ini tentunya dapat terlaksana
dengan pakem kerjasama seluruh komponen dilingkungan Kalbar, diantaranya
pemerintah,masyarakat serta stakeholder terkait dengan pengembangan penelitian ini.

B. Saran
Perlu dilakukan kajian lebih dalam terkait dengan penggunaan limbah kelapa sawit
dengan metode yang lebih baru sehingga bisa menjadi lebih memaksimalkan potensi penggunaan
limbah kelapa sawit dengan tepat. Hal- hal yang meliputi ilmu pengetahuan ,kajian ilmiah ,serta
teknologi terkait dengan fludisasi media zeolit pada peningkatan produksi POME juga perlu
lebih dimaksimalkan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Chusna, F. M. A., Mellyanawaty, M., & Nofiyanti, E. (2020). Peningkatan Produksi Biogas dari
Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan Fluidisasi Media Zeolit Termodifikasi pada Sistem
Batch. Jurnal Rekayasa Proses, 14(1). https://doi.org/10.22146/jrekpros.56133

Deublein, D.., 2008, Biogas from Waste and Renewable Resources, Wiley-VCH Verlag GmbH
and Co. KGaA., Germany.

http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/96273/Pemanfaatan-Limbah-Kelapa-Sawit/

Irvan, B., Batubara, F., and Daimon, H., 2018, The minimum requirements for nickel and cobalt
as trace metals in thermophilic biogas fermentation of palm oil mill efuents, Oriental J.
Chem., 34 (3), 1278– 1282.

Irwansyah,W.Y., Danial, Hiendro A. 2017. Potensi Pemanfaatan Palm Oil Mill Effluent (Pome)
Sebagai Bahan Baku Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (Pltbg) Di Pks Pt. Fajar Saudara
Kusuma(Unpublish).

Izzah, N., Aziz, H. A., and Hanafiah, M. M., 2018, Test anaerobic digestion of palm oil mill
effluent (POME) using bio-methane potential (BMP) test, AIP Conference Proceedings,
1940.

Marendra , dkk.2018.Kajian Dampak Lingkungan pada Sistem Produksi Listrik dari Limbah
Buah Menggunakan Life Cycle Assessment. Jurnal Rekayasa Proses ,vol 12 no 2 hal 85-
87.

Mellyanawaty, M., Chusna, F.M.A., Nofiyanti, E. and Budhijanto, W., 2019, proses peruraian
anaerobik palm oil mill effluent dengan media zeolit termodifikasi, Jurnal Rekayasa
Proses, 13 (1), 16–23.

Ohimain, E.I., and Izah, S.C., 2014, Potential of biogas production from palm oil mills' effluent
in Nigeria. Sky J. Soil. Sci. Environ. Manag., 3(5), 50–58.

Setyowati, P.A.H., Halim, L., Mellyanawaty, M., Sudibyo, H., and Budhijanto, W., 2017,
Anaerobic treatment of palm oil mill efuent in batch reactor with digested biodiesel waste
as starter and natural zeolite for microbial immobilization, AIP Conference Proceedings,
1840.

Anda mungkin juga menyukai