Modul-Pelatihan-Pratugas-Pendamping-Lokal-Desa-PLD-Pendamping-Desa 2016 PDF
Modul-Pelatihan-Pratugas-Pendamping-Lokal-Desa-PLD-Pendamping-Desa 2016 PDF
MODUL
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
PLD
PENDAMPINGAN DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
TIM PENULIS : Ludiro Prajoko, Zaini Mustaqim, Dindin Abdullah Ghozali, Jajang
Koswara, Hasan Rofiqi , Amanulah Fajar Sudrajat, Mohammad Zuhdi.
Diterbitkan oleh :
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Website: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan
Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa.
13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program
Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas
kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Kata Pengantar
(Dirjen PPMD/Menteri DPDTT)
Daftar Isi
Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ...
Kata Pengantar Dirjen PPMD .
Daftar Isi
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ..
Tujuan Pelatihan .
Ruang Lingkup Tugas Pendamping .
Struktur Materi Pelatihan .
Garis-Garis Besar Program Pelatihan ..
BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL
Desa .
SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa
PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa .
SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa .
SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa ..
PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat .
SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa .
SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa ..
SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan
Desa ..
PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan .
SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat
SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih
PB 9 Pendampingan ..
SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan
SPB 9.2 Keterampilan Pendamping .
SPB 9.3 Kinerja Pendamping .
PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa
SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa
SPB 10.2 Membangun Jejaring ...
PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) .
SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL
SPB 11.2 Menyusun RKTL ..
Daftar Pustaka
LATAR BELAKANG
Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak
baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik
tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan
menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan
Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan
sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi
objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih
memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.
Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan
memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang
memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,
menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi
ruang krusial implementasi UU Desa.
intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju
implementasi UU Desa secara optimal.
Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan
pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan
pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.
TUJUAN PELATIHAN
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk
memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan
keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.
Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:
Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016,
ruang lingkup tugas PLD adalah:
Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar
yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1)
Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom
dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:
Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya
berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses
pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Pre Test
1 Bina Suasana 1. Dinamika 1.1. Perkenalan 1 2
dan Orientasi Kelompok dan
Latihan Pengorganisasia 1.2. Pengungkapan Harapan 1
n Peserta peserta
1.3. Tujuan dan Proses 1
Pelatihan
1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Demokratisasi Desa
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
RKTL 11.2. Menyusun RKTL 3
Post Test
Evaluasi
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
1. Bina Suasana dan Setelah mengikuti sesi ini, Peserta dapat: 1.1. Perkenalan Permainan 30
Orientasi peserta memberikan respon mengatasi situasi
Pelatihan bagi situasi yang kondusif keterasingan
untuk proses pelatihan mengatasi hambatan
psikologis/kecanggugan
saling mengenal antar
peserta dan fasilitator
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mengungkapkan 1.2. Pengungkapan Penugasan Lembar 15
peserta mengetahui harapan kebutuhan, manfaat, dll, yang Harapan Perorangan Kerja
yang hendak dicapai selama hendak diperoleh dari Peserta Perorangan
mengikuti pelatihan mengikuti pelatihan ini
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 1.3. Tujuan dan 1. Presentasi Slide 15
peserta memahami tujuan dan tujuan pelatihan Proses 2. Tanya jawab
proses pelatihan ini alur dan kegiatan yang Pelatihan
akan dilakukan selama
mengikuti pelatihan ini
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 1.4. Tata Tertib Diskusi Lembar 30
peserta memberikan respon mengenali situasi yang Peatihan Diskusi
bagi terciptanya situasi yang menggangu proses
tertib selama proses pelatihan pelatihan
menyatakan hal-hal yang
menjamin ketertiban
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
selama proses pelatihan
merumuskan aturan
bersama untuk ditaati
2. Desa dan Visi Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 2.1. Kondisi dan 1. Penugasan Lembar 45
Undang-Undang peserta memahami kondisi dan penyebab ketertinggalan Dinamika Desa perorangan Curah
Desa dinamika Desa pada umumnya Desa 2. Curah Pendapat
pendapat
aspek-aspek ketertinggalan
Desa
dampak dari
ketertinggalan dimaksud
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan 2.2. UU Desa 1. Penugasan Slide 90
peserta: mengemukakan: sebagai Cara peroranga Lembar
mengetahui cara pandang perspektif yang mendasari Pandang dan n Kerja
Sarana Menuju Kelomp
UU Desa UU Desa 2. Presentasi
Keberdayaan ok
memahami amanat UU pengertian azas rekognisi
UU
Desa untuk mengubah dan subsidiaritas Desa 3. Tanya
No.6/2
kondisi/ketertinggalan keterkaitan azas dengan jawab
014
Desa hak asal usul dan 4. Penugasan
kewenangan lokal berskala Kelompok
Desa
hakikat Desa sebagai
organisasi warga yang
berpemerintahan
keleluasaan untuk
mengatur dan mengurus
dirinya sendiri
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
keharusan mengelola Desa
secara demokratis dan
inklusif
penyerahan hak Desa oleh
Negara (DD, ADD)
Tri Matra Desa
3. Tata Kelola Desa Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan 3.1. Kelembagaan 1. Penugasan Lembar 60
peserta mengetahui mengemukakan: dalam Tata peroranga Kerja
kelembagaan dalam tata kelola Pemangku Kepentingan Kelola Desa n Kelompo
k
Desa dalam tata kelola Desa 2. Penugasan Slide
Pelaku dalam Kelompok Presenta
pemerintahan Desa si
kelompok pelaku strategis 3. Presentasi
dalam masyarakat
hubungan antar pelaku
kunci
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 3.2. Musyawarah 1. Penugasan Lembar 60
peserta memahami fungsi hakikat Musyawarah Desa Desa sebagai peroranga Kerja
strategis Musyawarah Desa penyelenggara Basis Tata n Kelompok
sebagai basis tata kelola dan Musyawarah Desa Kelola dan 2. Penugasan
demokratisasi Desa cakupan materi yang harus Penggerak Kelompok
dibahas dalam Demokratisasi
Musyawarah Desa Desa
peserta Musyawarah Desa
kedaulatan peserta
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
Musyawarah Desa
pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 3.3 Prinsip-Prinsip 1. Penugasan Lembar 60
peserta mengetahui prinsip- menyebutkan prinsip- Tata Kelola peroranga Diskusi
prinsip tata kelola Desa prinsip tata kelola Desa n Slide
Present
(partisipatif, transparansi, 2. Diskusi asi
dan akuntabilitas)
mengemukakan pengertian 3. Presentasi
prinsip-prinsip diatas
menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-
prinsip diatas
4. Pembangunan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.1. Sistem 1. Penugasan Lembar 90
Desa peserta mengetahui sistem mengemukakan tujuan Pembangunan perorangan Curah
pembangunan Desa pembangunan Desa Desa Pendap
2. Curah at
menyebutkan pemangku Pendapat Lembar
kepentingan
Kerja
pembangunan Desa 3. Penugasan
Kelomp
mengemukakan pengertian Kelompok
ok
pendekatan Desa 4. Presentasi Slide
Membangun Present
mengemukakan kaidah asi
pembangunan Desa (sesuai
prinsip tata kelola Desa,
mencakup semua aspek
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
kehidupan berdesa,
prakarsa dan keswadayaan
warga, inklusif)
mengemukakan kaitan
pembangunan Desa
dengan keharusan
mengurus dirinya sendiri
mengemukakan
pembangunan Desa
sebagai perwujudan
kewenangan lokal berskala
Desa
mengemukakan
pembangunan sebagai
proses yang sistematis
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.2. Perencanaan 1. Penugasan Lembar 270
peserta: mengemukakan pengertian Pembangunan perorangan Diskusi
mengetahui pokok-pokok perencanaan Desa Lembar
2. Diskusi Penugas
perencanaan pembangunan Desa
an
pembangunan Desa menyebutkan jenis 3. Penugasan
Kelompo
memberikan respon dokumen perencanaan Kelompok
k
terhadap perwujudan pembangunan Desa 4. Presentasi Slide
prinsip-prinsip tata kelola mengemukakan alur
menerapkan pengetahuan proses dan tahapan
untuk memfasilitasi kegiatan penyusunan RPJM
perbaikan perencanaan Desa
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
pembangunan Desa mengemukakan alur
proses dan tahapan
kegiatan penyusunan RKP
Desa
mengemukakan pokok-
pokok materi/isi RKP Desa
mengemukakan alur
proses dan tahapan
kegiatan penyusunan APB
Desa
mengemukakan struktur
APB Desa
Dapat:
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi penyusunan
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
rencana kerja Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi pembaruan
data dan sketsa desa
memfasilitasi kajian potensi
dan masalah desa
memfasilitasi penyusunan
Rancangan RKP Desa
memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan
kemasyarakatan dan
pemberdayaan
memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan
pendapatan dari swadaya
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.3. Pengelolaan 1. Penugasan Lembar 360
peserta: mengemukakan pengertian Keuangan perorangan Kerja
mengetahui pokok-pokok pengelolaan keuangan Desa Perorang
2. Curah an
pengelolaan keuangan Desa Pendapat Lembar
Desa mengemukakan alur
Curah
memberikan respon proses dan tahapan 3. Penugasan
Pendapa
terhadap perwujudan kegiatan pengelolaan Kelompok
t
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa 4. Presentasi Lembar
keuangan Desa mengemukakan ketentuan Kerja
menggunakan pokok pengelolaan Kelompo
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
pengetahuan untuk keuangan Desa k
memfasilitasi perbaikan mengemukakan prinsip- Slide
pengelolaan keuangan prinsip pengelolaan
Desa keuangan Desa
Dapat:
memfasilitasi penyusunan
RAB/RPD
memfasilitasi pengajuan
SPP
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan
kegiatan
memfasilitasi proses
pengadaan barang dan
jasa di Desa
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam
pembentukan pelaksana
kegiatan
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
memfasilitasi pengerjaan
buku kas umum
memfasilitasi penyusunan
laporan realisasi APB Desa
5. Pengembangan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 5.1. Arah dan 1. Penugasan Lembar 45
Ekonomi Desa peserta mengetahui arah dan mengidentifikasi potensi Orientasi peroranga Curah
orientasi pengembangan pengembangan ekonomi Pengembanga n Pendapa
t
ekonomi Desa desa n Ekonomi 2. Curah Slide
menjelaskan peran Desa Desa Pendapa Presenta
dalam penguasaan aset- si
aset strategis di Desa 3. Presentasi
menjelaskan kepemilikan
kolektif atas kegiatan
usaha
ekonomi Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan fungsi dan 5.2. BUM Desa 1. Diskusi Lembar 45
peserta mengetahui fungsi dan peran BUM Desa dalam sebagai Diskusi
2. Presentasi
peran BUM Desa sebagai pengembangan ekonomi desa Penggerak
Slide
penggerak perekonomi Desa perekonomi
Desa
6. Penyusunan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 6.1. Pokok-Pokok 1. Penugasan Lembar 60
Peraturan di Desa peserta mengetahui pokok- mengungkapkan fungsi Penyusunan peroranga Diskusi
pokok penyusunan peraturan peraturan Peraturan di n
di Desa menyebutkan jenis Desa 2. Diskusi
peraturan di Desa
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
mengemukakan kaidah 3. Role Play
penyusunan peraturan
menyusun sistematika
peraturan
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 6.2. Strategi Diskusi Lembar 30
peserta mengetahui strategi mencatat permasalahan Fasilitasi Diskusi
memfasilitasi penyusunan terkait materi peraturan Penyusunan
peraturan di Desa yang disusun Peraturan di
menentukan narasumber Desa
yang terkait permasalahan
dimaksud
menyampaikan
permasalahan dimaksud
kepada narasumber
menyediakan
contoh/rujukan peraturan
yang sesuai
7. Penguatan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 7.1. Pemberdayaan 1. Penugasan Lembar 45
Keberdayaan peserta memahami konsep pemberdayaan sebagai Masyarakat peroranga Diskusi
Masyarakat pemberdayaan masyarakat proses sosial-politik Desa n Kelompo
k
tahapan pemberdayaan 2. Diskusi Slide
masyarakat
Presenta
pemberdayaan bertumpu 3. Presentasi
si
pada hak-hak masyarakat
pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
daya tawar masyarakat
pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian
masyarakat
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 7.2. Strategi 1. Diskusi Lembar 90
peserta mengetahui strategi mengenali Penguatan 2. Role Play Diskusi
penguatan Kader kekurangan/kelemahan Kader
Pemberdayaan Masyarakat KPMD Pemberdayaan
Desa mengenali penyebab Masyarakat
kekurangan/kelemahan Desa
dimaksud
menentukan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
kekurangan/kelemahan
dimaksud
merumuskan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud
Mempraktikkan teknik:
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
bertanya
mendengar
mengapresiasi
mengendalikan forum
9. Pendampingan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 9.1. Konsep dan 1. Penugasan Lembar 45
peserta memahami konsep pengertian pendampingan Kebijakan peroranga Diskusi
pendampingan masyarakat tujuan pendampingan Pendampinga n Kelompok
misi pendampingan n 2. Diskusi
tanggungjawab dan tugas Kelompok
pendamping
klasifikasi dan jenis
pendamping
posisi PLD
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mempraktikkan: 9.2. Keterampilan Praktik 225
peserta teknik mengelola dinamika Pendamping
menerapkan keterampilan kelompok
fasilitasi dalam pelaksanaan teknik membangun
kegiatan pendampingan kesadaran kritis
teknik merumuskan
gagasan bersama
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 9.3. Kinerja 1. Diskusi Lembar 90
peserta memahami evaluasi pengertian kinerja Pendamping Diskusi
2. Presentasi Slide
kinerja PLD ketentuan evaluasi kinerja
mekanisme evaluasi kinerja
aspek-aspek yang
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
dievaluasi
tindak lanjut hasil evaluasi
kinerja
10. Membangun Tim Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelasan: 10.1. Kerjasama 1. Penugasan Lembar 30
Kerja di Desa peserta memahami peta pelaku kunci di Desa Tim di Desa peroranga Diskusi
pemangku kepentingan di fungsi dan peran para n
Desa pelaku 2. Diskusi
hubungan/relasi antar
pelaku
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 10.2. Membangun Diskusi 15
peserta memahami kerjasama kondisi yang mendukung Jejaring
dan jejaring pelaku terjalin kerjasama
manfaat melakukan
kerjasama
bentuk jejaring pelaku di
Desa
pola kerja jaringan pelaku
di Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: Simulasi 45
peserta memahami strategi menentukan
membangun jejaring masalah/kebutuhan yang
dihadapi
menentukan pihak-pihak
yang terkait secara
langsung
mendorong para pihak
Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
mencapai kesepakatan
untuk tindak lanjut terkait
masalah/kebutuhan yang
dihadapi
11. Rencana Kerja Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 11.1. Pokok- Diskusi Lembar 30
Tindak Lanjut peserta memahami rencana fungsi RKTL Pokok RKTL Diskusi
(RKTL) kerja tindak lanjut kaidah penyusunan RKTL
aspek-aspek pokok dalam
RKTL
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyusun RKTL 11.2. Menyusun Penugasan Lembar 60
peserta menggunakan RKTL Perorangan Kerja
pengetahuan untuk menyusun Perorangan
RKTL
Evaluasi Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menilai: 1. Evaluasi Penugasan Lembar 30
peserta mengetahui efektivitas 1. kesesuaian modul Modul Perorangan Evaluasi
pelaksanaan pelatihan pelatihan kapasitas Pelatih
2. Evaluasi
2. efektivitas kerja Pelatih
Penyelenggara
3. Evaluasi Reaksi
PENDAHULUAN
Modul ini secara khusus diperuntukkan bagi pelatih. Tetapi pada dasarnya semua pihak
yang berkepentingan dapat membaca dan menggunakan modul ini
Dan seterusnya
BAB III
RENCANA PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan 1
BINA SUASANA DAN ORIENTASI
PELATIHAN
1.1 Perkenalan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi situasi keterasingan;
2. Mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan;
3. Saling mengenal antar peserta dan fasilitator.
Waktu
30 Menit
Metode
Permainan dan Tanya Jawab
Media
Slide
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop, Infocus dan Metaplan
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan
mengucapkan salam dan selamat datang;
2. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi perkenalan
antara pelatih, panitia dan peserta.
Rencana Pembelajaran
SPB
Pengungkapan Harapan
1.2
Peserta
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengungkapkan
kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan
ini.
Waktu
15 Menit
Metode
Penugasan Perorangan
Media
Lembar Kerja Perorangan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Metaplan, HVS dan Gambar Pohon Harapan
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Penggalian harapan dan kontribusi peserta
(Penugasan Perorangan)
7. Bagikan 2 buah potongan kertas HVS/metaplan kepada masing-
masing peserta;
8. Minta peserta untuk menuliskan 2 harapannya yang paling prioritas
(dalam pikiran mereka) sebelum mereka mengikuti pelatihan ini;
9. Setelah menuliskan harapannya, minta peserta untuk
menempelkannya pada whiteboard atau papan tulis yang tersedia;
10. Minta peserta membacakan harapan yang telah ditulis, sekaligus
langsung melakukan klarifikasi harapan-harapan yang dapat
direalisasikan selama pelatihan;
11. Klasifikasikan harapan peserta;
12. Minta peserta menempelkan seluruh harapan yang mungkin
direalisasikan selama pelatihan pada gambar pohon harapan (Media
Fasilitasi 1.2.1 Slide);
13. Minta peserta untuk berdiri melingkar dan bagikan selembar kertas
metaplan kepada masing-masing;
14. Minta salah seorang peserta untuk mengumpulkan dan mencatat
kelebihan dan kompetensi peserta dengan menggunakan Lembar
Kerja 1.2.1;
15. Mintalah peserta untuk merefleksikan kegiatan tersebut:
Apa yang Anda dapatkan dari kegiatan ini?
Apakah ada temuan baru/potensi baru yang Anda sadari setelah
melakukan kegiatan ini?
Apa yang bisa Anda lakukan terhadap potensi atau tantangan
dalam proses pelatihan?
Dst
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan Pelatihan;
2. Memahami alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti
pelatihan ini.
Waktu
15 Menit
Metode
Presentasi dan Tanya jawab
Media
Slide Presentasi
Alat Bantu
Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Penjelasan Tujuan, Proses dan Hasil (Presentasi)
16. Paparkan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
penyelenggaraan pelatihan pratugas ini. Gunakan Media Fasilitasi
1.3.1 Slide;
17. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan
pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk kelancaran kegiatan
pelatihan;
18. Berikan penegasan Tujuan, Proses dan Hasil Pelatihan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan;
2. Menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses
pelatihan;
3. Merumuskan aturan bersama untuk ditaati.
Waktu
30 Menit
Metode
Diskusi
Media
Lembar Diskusi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 5: Penyusunan Tata Tertib (Diskusi Kelas)
19. Jelaskan pentingnya tata tertib dan aturan main pelatihan yang harus
disepakati;
20. Minta salah satu peserta memimpin perumusan dan penyepakatan
tata tertib;
21. Pastikan dalam kesepakatan tata tertib dan aturan yang disepakati
meliputi:
a. Waktu masuk ruangan pelatihan.
b. Pakaian peserta yang dikenakan.
c. Pemakaian alat komunikasi.
d. Ijin meninggalkan ruangan.
e. Terlambat.
f. Mengantuk.
g. Dll.
Pokok Bahasan 2
DESA DAN VISI UNDANG-UNDANG
DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan penyebab ketertinggalan Desa;
2. Menjelaskan aspek-aspek ketertinggalan Desa;
3. Menjelaskan dampak dari ketertinggalan.
Waktu
45 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
2. Urbanisasi
4. dll
Rencana Pembelajaran
SPB
UU Desa sebagai Cara
2.2
Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perspektif yang mendasari UU Desa;
2. Menjelaskan pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas;
3. Menjelaskan keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa;
4. Menjelaskan hakikat Desa sebagai organisasi warga yang
berpemerintahan;
5. Menjelaskan Desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan
mengurus dirinya sendiri;
6. Menjelaskan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan
inklusif;
7. Menjelaskan penyerahan hak Desa oleh negara (DD, ADD);
8. Menjelaskan Tri Matra Desa.
Waktu
90 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Menyamakan Perspektif (Membaca Cepat dan
Dialog)
a. Desa Lama vs Desa Baru (25 Menit)
5. Minta Peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.1 (10 menit);
6. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.1 (15
menit);
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
8. Berikan penegasan atas dialog tersebut.
1. Kedudukan Tri Matra Desa sebagai program unggulan Kementerian Desa dalam
implementasi UU Desa.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Jaring Komunitas Wiradesa atau JAMU
DESA?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lumbung Ekonomi Desa atau BUMI DESA?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lingkar Budaya Desa atau KARYA DESA?
5. Pelatih dapat meminta peserta untuk membaca dengan cepat (speed/quick reading)
bahan bacaan yang telah disediakan tentang Visi dan Semangat Undang-Undang
Desa.
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengajukan pendapat.
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan.
8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
9. Akhiri sesi belajar bersama UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa dengan mengingat ulang (review) poin-poin penting dalam
aktivitas 1, 2 dan 3.
BB 2.2.1
PB Bahan Bacaan
BB 2.2.2
A. Gambaran Umum
Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang
kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu.
Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian,
ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan
masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.
Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian
melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat
juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa
yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala
desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau mandor
yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan
manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan
administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif
dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah.
Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut
sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya
kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat,
sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak
tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa
kontrol dari masyarakat.
kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan
Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi
titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan
hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan
aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.
Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai republik kecil, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi
lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan
sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,
lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat
sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa
makna penting:
1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis
pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau
negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,
desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,
jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu
bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi
politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga
dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi
arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga.
Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang
mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat
untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset
ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat,
kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber
penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang
identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa
kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao,
desa mau, desa garam, dan lain-lain.
2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan
pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau
otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset
lokal sebagai sumber penghidupan bersama.
3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya
lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak
potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,
termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan
kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),
tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan
anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang
dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa
dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),
tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya
yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan
sumberdaya lokal.
Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan
antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),
dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang
berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum
(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).
Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan
segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya
dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).
Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal
ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah
masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola
hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan
dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan
Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana
diwujudkan melalui Dana Desa.
D. Kewenangan Desa
Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam
pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan
dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19
Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 57
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:
1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-
undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh
untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.
(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran
kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2)
peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran
anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2)
adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa
dalam skala desa.
(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek
budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup
kewenangan yang diserahkan.
(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai
kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan
(Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa)
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih
maksimal.
(5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan
semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan
program pemerintah.
PB Bahan Bacaan
BB 2.2.3
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta
pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan
stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan
budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung
Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian
kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 62
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Pokok Bahasan 3
TATA KELOLA DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Kelembagaan dalam Tata
3.1
Kelola Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa;
2. Menjelaskan pelaku-pelaku dalam pemerintahan Desa;
3. Menjelaskan kelompok pelaku strategis dalam masyarakat;
4. Menjelaskan hubungan antar pelaku kunci.
Waktu
60 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Lembar Kerja dan Media Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
Pelaku
Pemerintah Peran Hubungan
Masyarakat BPD
Desa
Rencana Pembelajaran
SPB
Musyawarah Desa sebagai
3.2
Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;
2. Menjelaskan penyelenggaraan Musyawarah Desa;
3. Menjelaskan cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah
Desa;
4. Menjelaskan tentang peserta Musyawarah Desa;
5. Menjelaskan kedaulatan peserta Musyawarah Desa;
6. Menjelaskan pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa.
Waktu
60 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
7. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
Rencana Pembelajaran
SPB
Prinsip-Prinsip Tata Kelola
3.3
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip tata kelola Desa (partisipatif,
transparansi, dan akuntabilitas);
2. Menjelaskan pengertian prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan
akuntabilitas;
3. Menjelaskan cara mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabilitas.
Waktu
60 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Penugasan Perorangan dan Presentasi
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 5: Pembukaan
11. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 1
MUSYAWARAH DESA
Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang
berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain
dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal
dengan sebutan syuro, rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kata
Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan
keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara
pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.
1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut
urusan keduniawian.
2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi.
Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang
melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan
sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama.
3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan
suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk
mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan
suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih.
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil
keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa
sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan
Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.
Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian
integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis
desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.
Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di
tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.
Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi
dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan
memperkecil munculnya konflik di masyarakat.
Demokratis. Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan
kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait
pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan
representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di
desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan
sosial yang lebih harmonis.
Akuntabel. Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus
dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau
pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat,
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti
musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat
yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan
keluar.
Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan
salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan
penuh keikhlasan.
Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang
berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang
berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut
kepentingan bersama.
6. Adanya kebersamaan
Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter
yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat
hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.
Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan
seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.
Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil
keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.
9. Menghindari celaan
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 2
Pimpinan Musyawarah
Pendamping Desa
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak
ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:
(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak
boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;
(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa
melalui panitia Musyawarah Desa;
(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa;
(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;
(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus
menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Pengaturan Pembicaraan
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap
dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat
meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas
perintah pimpinan Musyawarah Desa.
Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila
terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.
Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)
jam.
(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa
apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin
dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah
Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum
(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup
atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan
meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;
(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh
empat) jam.
Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan
singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk
dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah
Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui
media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh
jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan
catatan tentang:
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 3
Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara
pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.
c. Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah
Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta
yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,
diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:
(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap
menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi
ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)
Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,
pemungutan suara secara rahasia.
Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara
tertulis oleh Kepala Desa.
f. Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan
para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.
Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu
ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat
kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak
dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan
bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak
dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 4
Pengertian
Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan
untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide,
gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah.
Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam
Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk
untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana
diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan
dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari
notulis).
Fungsi Notulen
Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber
informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya;
(4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu.
Karakteristik Notulen
Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak
bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap
pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat
membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan
alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan
lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan
terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut.
Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki,
yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan
yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand;
(5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai
materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9)
Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai
metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12)
Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan
hasil musyawarah.
Kewenangan Notulis
Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat
dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh
dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis.
yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok
masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui
susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta
agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis
diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain
pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar
peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang
dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis
mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar
dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi
pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah
berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah
dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila
musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk
menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang
orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan
melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam;
(9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena
memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu
pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak
memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara
mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah
berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis
untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam.
Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap
serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau
lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa,
luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan
Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau
tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah;
(7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu;
(9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan;
(11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan
musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan
pimpinan musyawarah.
Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan
agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut
ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan
jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan
demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul
8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus
dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap
pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak
disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis
mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan
disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila
perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau
dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya.
Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan pembangunan Desa;
2. Menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa;
3. Memahami pengertian pendekatan Desa Membangun;
4. Memahami kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola
Desa, mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan
keswadayaan warga, inklusif);
5. Mengetahui kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus
dirinya sendiri;
6. Mengetahui pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa;
7. Memahami pembangunan sebagai proses yang sistematis.
Waktu
90 Menit
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Presentasi, Curah pendapat, dan
Penugasan Kelompok
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok, dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian perencanaan pembangunan Desa;
2. Menjelaskan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa;
3. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM
Desa;
4. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa;
5. Menjelaskan pokok-pokok materi/isi RKP Desa;
6. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB
Desa;
7. Menjelaskan struktur APB Desa.
Peserta Dapat:
1. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM
Desa;
2. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa;
3. Memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa;
4. Memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa;
5. Memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa;
6. Memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan
dan pemberdayaan;
7. Memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait
dengan Pendapatan dari swadaya.
Waktu
6 JPL (270 Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi
Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistimatika RKP Desa Bab I .................... Sudah sesuai dengan
Bab II ................... Permendagri No.
Bab III . 114/2015
Dst
Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistematika RKP Desa
2. Format (kelengkapan
dokumen) RKP Desa
1 2 3 6
PENDAPATAN
JUMLAH PENDAPATAN
BELANJA
Alat Tulis Kantor 2.000.000
1 2 3 6
Benda POS 600.000
Pakaian Dinas dan Atribut 5.000.000
Pakaian Dinas
Alat dan Bahan Kebersihan 120.000
Perjalanan Dinas 6.000.000
Pemeliharaan 3.000.000
Air, Listrik,dan Telepon 1.500.000
Honor 7.000.000
Komputer 24.000.000
Meja dan Kursi 8.000.000
Mesin TIK 400.000
Motor 12.000.000
Operasional RT/ RW
Belanja Barang dan Jasa
ATK 6.000.000
Penggadaan 2.500.000
Komsumsi Rapat 4.500.000
Operasional BPD
Belanja Barang dan Jasa
ATK 2.000.000
Penggandaan 1.000.000
Konsumsi Rapat 3.000.000
1 2 3 6
Honor pelatih 12.000.000
Konsumsi 8.000.000
Bahan pelatihan 15.000.000
1 1 2 Hasil Aset
1 1 2 1
1 1 2 2
1 1 2 3
1 1 2 4
1 1 3
1 1 4
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1
1 2 2
1 2 3
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1
1 2 4 2
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
2 1 1 1
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2
2 1 2 3
2 1 3
2 1 3 2
2 1 4
2 1 4 2
2 2 1 3
Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
2 2 2
2 2 2 2
2 2 2 3
2 2 3 Kegiatan
2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
2 3 1
2 3 1 2
2 3 2
2 4 2
2 5 2
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1
3 1 2
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 106
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
3 1 3
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1
3 2 2
JUMLAH ( RP )
Disetujui Oleh,
Kepala Desa ........................
TTD
(...............................)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan Desa;
2. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan
Desa;
3. Menjelaskan ketentuan pokok pengelolaan keuangan Desa;
4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa.
Peserta dapat:
1. Memfasilitasi penyusunan RAB/RPD;
2. Memfasilitasi pengajuan SPP;
3. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan;
4. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa;
5. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan
pelaksana kegiatan;
6. Memfasilitasi pengerjaan buku kas umum;
8. Memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa.
Waktu
8 JPL (360 Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi
Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
28. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Kartu ke 1
PERENCANAAN
Kartu ke 2
PELAKSANAAN
Kartu ke 3
PENATAUSAHAAN
Kartu ke 4
PELAPORAN
Kartu ke 5
PERTANGGUNGJAWABAN
Kartu ke 6
PEMERIKSAAN
Prinsip Makna
Transparan Semua kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak
lain yang berwenang.
Akuntabel Setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan akan pertanggungjawaban.
Menyusun RAB
DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN ................
1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan : ..............................
Rincian Pendanaan :
NO. URAIAN VOLUME HARGA JUMLAH
SATUAN (Rp.)
(Rp.)
1 2 3 4 5
JUMLAH (Rp.)
................., tanggal .
Cara pengisian :
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok
belanja desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan
dalam APBDesa.
3. kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. kolom 2 diisi dengan uraian berupa rincian kebutuhan dalam kegiatan.
5. kolom 3 diisi dengan volume dapat berupa jumlah orang/barang.
6. kolom 4 diisi dengan harga satuan yang merupakan besaran untuk
membayar orang/barang.
7. kolom 5 diisi dengan jumlah perkalian antara kolom 3 dengan kolom 4.
DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN ................
1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan : ..............................
Rincian Pendanaan:
NO. URAIAN PAGU PENCAIRAN PERMINTAAN JUMLAH SISA
ANGGARAN S.D. YG SEKARANG SAMPAI DANA
LALU SAAT INI
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
JUMLAH
................., tanggal .
Petunjuk pengisian:
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja
desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam
APBDesa.
3. Kolom 1 dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan rincian penggunaan dana sesuai rencana kegiatan.
5. Kolom 3 diisi dengan rincian pagu dana sesuai dengan rencana kegiatan.
6. Kolom 4 diisi dengan rincian jumlah anggaran yang telah dibayar sebelumnya.
7. Kolom 5 diisi dengan rincian yang dimintakan untuk dibayar.
8. Kolom 6 diisi dengan jumlah permintaan dana sampai saat ini.
9. Kolom 7 diisi dengan sisa anggaran
Pelaksana Kegiatan
Cara pengisian:
1. Bidang diisi berdasarkan klasifikasi kelompok.
2. Kegiatan diisi sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBDesa.
3. Kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan tanggal transaksi.
5. Kolom 3 diisi dengan uraian transaksi.
6. Kolom 4 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima bendahara.
7. Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima dari masyarakat.
8. Kolom 6 diisi dengan nomor bukti transaksi.
9. Kolom 7 diisi dengan jenis pengeluaran belanja barang dan jasa.
10. Kolom 8 diisi dengan jenis pengeluaran belanja modal.
11. Kolom 9 diisi dengan jumlah rupiah yang dikembalikan kepada bendahara.
12. Kolom 10 diisi dengan jumlah saldo kas dalam rupiah.
JUMLAH SALDO
KODE
No. Tgl. URAIAN PENERIMAAN PENGELUARAN NO BUKTI PENGELUARAN
REKENING
(Rp.) (Rp.) KOMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9
., tanggal
.. .
Cara Pengisian :
Kolom 1diisi dengan nomor urut penerima kas atau pengeluaran kas
Kolom 2 diisi dengan tanggal penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 3 diisi dengan kode rekening penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 4 diisi dengan uraian transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah penerimaan kas
Kolom 6 diisi dengan jumlah rupiah pengeluaran kas
Kolom 7 diisi dengan nomor bukti transaksi
Kolom 8 diisi dengan penjumlahan komulatif pengeluaran kas
Kolom 9 diisi dengan saldo kas.
Catatan :
sebelum ditandatangani Kepala Desa wajib di periksa dan di paraf oleh Sekretaris Desa.
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
2 1 1 Penghasilan Tetap dan
Tunjangan
2 1 1 1 Belanja Pegawai:
- Penghasilan Tetap Kepala
Desa dan Perangkat
- Tunjangan Kepala Desa dan
Perangkat
- Tunjangan BPD
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 118
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst..
2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst .
2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst .
2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst
2 2 3 Kegiatan
2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst
2 3 2 Kegiatan.
2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst
2 4 2 Kegiatan..
2 5 2 Kegiatan
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )
DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA
TTD
(.)
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst..
2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst .
2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst .
2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst
2 2 3 Kegiatan
2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst
2 3 2 Kegiatan.
2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst
2 4 2 Kegiatan..
2 5 2 Kegiatan
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )
DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA
TTD
(.)
Prinsip
Tahapan Kegiatan Tantangan
Transparansi Akuntabilitas
PPD Pembentukan Tim
Penyusunan RKP
PB Bahan Bacaan
4 Pembangunan Desa
Bahan Bacaan 1
Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
2) pembentukan tim penyusun RKP Desa;
3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
Desa;
4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
5) penyusunan rancangan RKP Desa;
6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
7) penetapan RKP Desa;
8) perubahan RKP Desa; dan
9) pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 126
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
1) kepala Desa selaku pembina;
2) sekretaris Desa selaku ketua;
3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan
perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim
penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah
kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan
rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-
bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
rencana pembangunan kawasan perdesaan.
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 130
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
PB Bahan Bacaan
4 Pembangunan Desa
Bahan Bacaan 2
Pengertian
Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban
yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun
2014).
Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud
melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap
tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak
terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa
dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
Transparan
Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada
sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimana melaksanakannya.
Akuntabel
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Partisipatif
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban
PERENCANAAN
PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN
PELAPORAN PENATAUSAHAAN
1. Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP
Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam
satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar
APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan
yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.
3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,
serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)
berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh. Tahap ini merupakan proses
pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.
Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian
terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.
4. Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian
data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan
dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah
Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang
disampaikan kepada Bupati/walikota.
5. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun
anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.
Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus
memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara
sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan
sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara
pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,
peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara
Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD?
Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD?
Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran:
Peran/Keterlibatan Masyarakat
Terkait dengan
Tahap Kegiatan Peran dan Keterlibatan
Asas
Perencanaan Memberikan masukan tentang rancangan APB Partisipatif
Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD
Pelaksanaan Bersama dengan Kasi, menyusun RAB, Partisipatif
memfasilitasi proses pengadaan barang dan Transparan
jasa, mengelola atau melaksanakan
pekerjaan terkait kegiatan yang telah
ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa.
Memberikan masukan terkait perubahan
APB Desa
Penatausahaan Meminta informasi, memberikan masukan, Transparansi
melakukan audit partisipatif Akutabel
Tertib dan disiplin
anggaran
Pelaporan dan Meminta informasi, mencermati materi LPj, Partisipatif
Pertanggung- Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam Transparan
jawaban Musyawarah Desa Akuntabel
Pengantar
Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan
demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas
danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami
dengan benar siapa, apa tugas dan tanggungjawab Pengelola dimaksud, perlu
dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan
Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa.
Etika Pengelola
Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang
menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan
tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah
pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,
tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini
muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,
kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun
dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang
bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang
menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini
menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.
Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika
mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar
etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang
menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar
hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat
penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus pensiun dini karena masuk penjara.
Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan
menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para
Pengelola Keuangan Desa.
Pengantar
Apa saja yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBDes? Dalam menyusun
APBDes, ada beberapa ketentuan yag harus dipatuhi:
a. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional
artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data.
b. Belanja Desa
Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan
penggunaan keuangan desa harus konsisten (sesuai dengan rencana, tepat jumlah,
dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan
harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang
dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.
A. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.
Kelompok
Jenis Pendapatan Rincian Pendapatan
Pendapatan
Pendapatan a. Hasil Usaha Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa
Asli Desa b. Hasil Aset Tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum,
jaringan irigasi
c. Swadaya, partisipasi, gotong Membangun dengan kekuatan
royong sendiri yang melibatkan peran
serta masyarakat berupa tenaga,
barang yang dinilai dengan uang
B. Belanja Desa
Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan Desa.
Belanja Tak
Terduga
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga
a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh
perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%
(empat puluh perseratus);
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).
C. Pembiayaan Desa
Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
yang dipisahkan.
Pengeluaran a. Pembentukan Dana Cadangan Kegiatan yang penyediaan
Pembiayaan b. Penyertaan Modal Desa. dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu
tahun anggaran.
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Perencanaan
Partisipasi Pemerintah Desa membuka Komitmen Kepala Desa untuk
ruang/mengikutsertakan melibatkan masyarakat secara
masyarakat dalam menyusun optimal
RKP Desa maupun Rancangan Warga masyarakat yang
APBDesa memahami ketentuan mauoun
BPD melakukan konsultasi teknis penyusunan APBDesa
dengan masyarakat sebelum Aturan dan mekanisme kerja
membahas Rancangan BPD yang memastikan adanya
APBDesa bersama Pemerintah konsultasi publik
Desa Tata kerja BPD untuk menyerap
Masyarakat memberikan dan menampung aspirasi
masukan kepada Pemerintah masyarakat.
Desa dan/atau BPD
Transparansi Mengumumkan, Sosialisasi dilakukan secara
menginformasikan jadwal, resmi oleh Pemerintah Desa dan
agenda, dan proses BPD
perencanaan, serta hasil Sarana prasarana
perencanaan secara terbuka penyebartahuan informasi
kepada masyarakat Warga peduli informasi
Akuntabel Proses (tahap kegiatan) Mengumumkan,
dilakukan sesuai ketentuan menyosialisasikan ketentuan
Kegiatan dilakukan oleh pihak dan proses peyusunan APBDesa
yang berkompeten Pembahasan Rancangan
Rencana disusun berdasarkan APBDesa dilakukan secara
aspirasi masyarakat dan data terbuka, dalam arti dapat
Rencana disepakati oleh para dihadiri oleh masyarakat
pihak terkait Warga yang peduli pembahasan
APBDesa
Tertib dan Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 146
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Pengantar
Menyetujui SPP
Bendahara Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa
Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum
Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran
1. Penyusunan RAB
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga
barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa
atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk
barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Contoh RAB
RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA
TAHUN ANGGARAN 2015
Total 85.663.200,00
2. Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan
kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi
Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan
suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun
oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan
menjamin:
dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan desa.
Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang
tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian,
memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.
Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan
mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.
Salah satu peraturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13
Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam
Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010
jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa
oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh
kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan
kondisi masyarakat setempat.
3. Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:
4. Pembayaran
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:
Tentang Pajak
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri
dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau
pemungut pajak.
Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)
atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.
Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,
bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara
diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis
PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN
adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.
Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual
atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk
PKP penjual namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli
namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)
dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus
sepuluh persen).
Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku
pembantu kas pajak.
Jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pindahan
Jumlah dari
halaman
sebelumnya
Jumlah
Total Total Pengeluaran
Penerimaan
Total Pengeluaran + Saldo Kas
Desa..
.,Tanggal
Pelaksana Kegiatan
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Pelaksanaan
Partisipasi Masyarakat terlibat dalam: Kasi terkait membentuk tim
1. Survey harga penyusun RAB
2. Menyusun RAB Ada warga yang mengerti
3. Memfasilitasi proses tentang tatacara dan terampil
pengadaan barang dan jasa menghitung RAB
Transparansi Barang dan jasa yang Data harga dan spesifikasi
dibutuhkan diumumkan barang dan jasa yang umum
secara terbuka berlaku di desa setempat
Standar harga hasil survey Warga yang memiliki
diumumkan secara terbuka pengetahuan tentang harga dan
Spesifikasi barang dan jasa spesifikasi barang dan jasa yang
yang dibutuhkan diumumkan dibutuhkan
secara terbuka Warga yang memiliki
(Bila pengadaan melalui kemampuan dan/atau usaha
pelelangan) Penawaran dari penyediaan barang dan jasa
pemenang lelang diumumkan Mengumumkan renvana
secara terbuka pengadaan barang dan jasa
Pengantar
1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan
surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.
Buku Kas
Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan
menggunakan:
JUMLAH SALD
NO
No Tgl KODE URAIA PENERIMA PENGELUAR PENGELUAR O
BUK
. . REKENING N AN AN AN
TI
(Rp.) (Rp.) KUMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9
., tanggal
MENGETAHUI BENDAHARA
DESA,
KEPALA DESA,
JUMLAH
....................tanggal...........................
Mengetahui
Kepala Desa Bendahara Desa
.......................................... ...................................
3) Buku Bank
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).
BULAN :
BANK CABANG :
REK. NO. :
PEMASUKAN PENGELUARAN
TGL
BUN
TRA URAIAN BUKTI
N SETOR GA PENARI PAJ BIAYA SAL
N TRANSA TRANSA
o AN BAN KAN AK ADMINIST DO
SAK KSI KSI
(Rp.) K (Rp.) (Rp.) RASI (Rp.)
SI
(Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
MENGETAHUI
KEPALA DESA BENDAHARA DESA,
..
Bukti Transaksi
Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga
merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti
transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.
Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat
setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu
bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang
memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.
Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang
sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.
Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang
dibayar secara tunai.
Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara
kredit.
Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam
internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,
penghapusan piutang, dll
Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.
Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan
apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan
keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan
secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen
dimaksud adalah tindakan melawan hukum.
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Penatausahaan
Partisipasi Membuka peluang bagi kegiatan Warga yang memiliki
audit partisipatif kemampuan (pengetahuan dan
ketermpilan) untuk meoakukan
audit keuangan dan.atau proses
Transparan Mengumumkan secara terbuka
Laporan Bulanan Bendahara
Akuntabel Laporan bulanan Bendahara
dilakukan secara rutin
Dilakukan rekonsiliasi rekening
setiap bulan
Tertib dan Laporan bulanan Bendahara
Disiplin dilakukan tepat waktu
Anggaran Laporan bulanan Bendahara
memuat semua transaksi dalam
satu bulan laporan
Data keuangan yang
disampaikan konsisten
Setiap transaksi dapat dibuktikan
dengan bukti transaksi yang sah
Pengantar
Pelaporan
Fungsi
Prinsip
Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan
ini, antara lain:
Dokumen
Laporan Pertanggungjawaban
Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap
pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan
dilaksanakan.
Pokok Bahasan 5
PENGEMBANGAN EKONOMI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa;
2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di
Desa;
3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi
Media
Lembar curah pendapat dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta
memimpin menyanyikan lagu DESA karya Iwan Fals secara
bersama-sama. Untuk memudahkan proses, putarkan lagu dan
tayangkan liriknya (Media Fasilitasi 5.1.1);
3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan
topik:
Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini?
Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana
pendapat peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa?
4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat
didayagunakan untuk pengembangan ekonomi desa;
5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan
potensi ekonominya.
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam pengembangan
ekonomi desa;
2. Memahami alur dan tahapan pembentukan BUM Desa.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Diskusi, Curah Pendapat dan Presentasi
Media
Lembar Diskusi dan Slide Presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
12. Minta salah satu peserta bercerita tentang BUM Desa yang pernah
dilihat/diketahui;
13. Minta peserta yang lain menambahkan informasi tentang BUM Desa;
14. Simpulkan fungsi dan peran BUM Desa berdasarkan pemahaman
peserta.
A. PENGANTAR
UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK
dengan menempatkan posisi Desa sebagai kekuatan besar yang akan memberikan
kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas
tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa
tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri,
dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM
Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai
amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:
Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal
politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti
gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan
bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa
kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,
kepercayaan dan aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh
pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi milik Desa.
Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa dapat mendirikan BUM
Desa dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:
Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam
bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:
Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa
dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara
langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di
Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi
Kemasyarakatan).
Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa
memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain
sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk
meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 172
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internal eksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi
selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang
mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi
dapat menjadi masukan untuk:
Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis.
Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/
pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel
dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.
Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan
Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat
bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada
tingkat sederhana yakni:
Pokok Bahasan 6
PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengungkapkan fungsi peraturan;
2. Menyebutkan jenis peraturan di Desa;
3. Mengemukakan kaidah penyusunan peraturan;
4. Menyusun sistematika peraturan.
Waktu
60 Menit
Metode
Sharing, Brainstorming, Pemaparan dan Pleno
Media
Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai bersama dalam sesi pembelajaran saat ini.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menemukenali permasalahan yang dapat diatur dengan peraturan
desa;
2. Menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud;
3. Menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai.
Waktu
30 Menit
Metode
Diskusi, Curah pengalaman
Media
Bahan bacaan, Lembar kerja, Bahan tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan
13. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai dalam sesi ini.
2 Lingkungan hidup
3 Pengelolaan Sumber
Daya Alam
4 Pengembangan
Ekonomi
5 Keamanan dan
Ketertiban
dst Dst.................
Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa
Bahan Bacaan 1
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa
PDTT No 1/2015) meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat
4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa ?
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa ?
Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa
berdasarkan bersekala lokal meliputi :
a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota.
6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa
PDTT No. 1 Tahun 2015 ?
Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan
tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.
26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat
desa?
Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang
hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.
Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,
perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.
27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan
melindungi hak masyarakat ?
Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :
Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan;
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancangan Peraturan Desa;
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Sumber:
Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar
Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa
Bahan Bacaan 2
Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima
dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.
Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip
Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut pemerintahan pada
pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak
sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya.
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan
menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang
tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan
(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang
paling tinggi kedudukannya.
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,
maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan
bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).
Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud
akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-
undangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran
perundang-undangan.
Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji
oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang
berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan
perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu
sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.
Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau
karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di
Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap
penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini
misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu
bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,
menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara
lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk
kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.
Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362
dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan
militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer
yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan
hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut
yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah
ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman
hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat
khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam
persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.
khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum
dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata
berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang
ditentukan menyimpang.
berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,
tujuan maupun maknanya.
Secara Normatif
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan.
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan.
Setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. kejelasan rumusan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan.
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
UUD 1945
TAP MPR
UNDANG-UNDANG/PERPU
PERATURAN PEMERINTAH
PEMERINTAHPEMERINTAH
PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama
Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi
materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat
menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan
desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat
konkrit, individual, dan final.
Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan
Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah
produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa; dan
5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta
gender.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh)
hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut
disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan
Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk
diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan
membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.
Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan
Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada;
dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau
lebih.
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada
kepala Desa.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian
melalui proses hukum.
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan
BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan
kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan
Peraturan Desa.
Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan
yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan
Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.
Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas
kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan
peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.
Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa
dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak
diundangkan.
Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,
Pembatalan
Perdes dengan
keputusan
Bupati/Walikota
Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata
ruang, dan organisasi Pemerintah Desa
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-
Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.
Tahap Penyusunan.
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan
kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat
desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut
diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan
Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak
tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.
Tahap Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-
masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang
memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet
atau pengumuman di tempat strategis.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa
terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan
arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala
Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan
pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif
Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan
hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP
Desa paling sedikit berisi uraian:
1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja
sama antar-Desa dan pihak ketiga;
4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau
unsur masyarakat Desa.
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP
Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan
yang menjadi dasar penetapan APB Desa.
Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi
berdasarkan kewenangan sebagai berikut:
1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.
Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai
bahan penyusunan rancangan APB Desa.
PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa dengan perincian:
1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa; dan
2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk:
a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
b) operasional Pemerintah Desa;
c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.
Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak
disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat
didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.
a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Transparan
a. Peraturan Desa
b. Peraturan Bersama Kepala Desa
c. Peraturan Kepala Desa
a. Landasan Filosofis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-
tengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama.
c. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,
yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk
5. PEMBAHASAN
Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah
Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat.
a. PENAMAAN/JUDUL
b. PEMBUKAAN
c. BATANG TUBUH
d. PENUTUP
e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN)
a. PENAMAAN/JUDUL
Contoh :
Jenis Peraturan Desa :
b. PEMBUKAAN
c. PENJELASAN
seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda
baca.
Contoh :
b. JABATAN
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )
Contoh :
KEPALA DESA KUSUMANEGARA,
c. KONSIDERANS
Konsiderans harus diawali dengan kata Menimbang yang memuat uraian
singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,
pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya
Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa
Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan
huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda
titik koma ( ; )
Contoh :
Menimbang: a. ................................................................................................... ;
b. .................................................................................................. ;
c. .................................................................................................. ;
d. DASAR HUKUM
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang harus memuat dasar
hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula
jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan
keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :
1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa;
dan
2) Landasan yuridis materi yang diatur
FRASA
Contoh :
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)
dan
KEPALA DESA .............................(Nama Desa)
MEMUTUSKAN
Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.
MENETAPKAN
Contoh :
Jenis Keputusan Kepala Desa :
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA.....................(Nama Desa) TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA
BATANG TUBUH
Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan
kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau
diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenis Keputusan
Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.
1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan
Peraturan Kepala Desa memuat:
- Ketentuan Umum
- Materi yang diatur
- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )
- Ketentuan Penutup
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf
kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul
bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang
tidak terletak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
( JUDUL BAB.)
Bagian Kedua
.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan
huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan
huruf kecil
Contoh :
Bagian Kedua
(.. Judul Bagian ..)
Paragraf 1
( Judul Paragraf )
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat.
Contoh :
Pasal 5
Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat
dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak
dapat dipisahkan.
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut
dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu
ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat
Contoh :
Pasal 22
(1) .
(2) .
(3) .
Contoh :
KESATU : ...............................................
KEDUA : ...............................................
Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan
peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit,
individual dan final
PENUTUP
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda
baca koma
Contoh:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma
Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku
Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak
sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )
PENJELASAN
TENTANG
Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;
Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Pasal
BAB
(dan seterusnya)
Pasal . . .
Ditetapkan di
pada tanggal
KEPALA DESA(Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
Diundangkan di
pada tanggal
SEKRETARIS DESA (Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
TENTANG
Menimbang : a. bahwa.................................................................;
b. bahwa.................................................................;
c. dan seterusnya....................................................;
Mengingat : 1. ...........................................................................;
2. ...........................................................................;
3. dan seterusnya...................................................;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
TENTANG
Menimbang : a. bahwa................................................;
b. bahwa................................................;
c. dan seterusnya..................................;
Mengingat : 1. ..........................................................;
2............................................................;
3. dan seterusnya..................................;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
Diundangkan di ...
pada tanggal ...
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)
(Nama)
TENTANG
Mengingat : 1. ............................................................................;
2. ............................................................................;
3. dan seterusnya.....................................................;
Memperhatikan : 1. .....................................................................;
2. .....................................................................;
3. dan seterusnya..............................................;
(jika diperlukan)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU :
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...............
pada tanggal ...................
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
DAFTAR PUSTAKA
Pokok Bahasan 7
PENGUATAN KEBERDAYAAN
MASYARAKAT
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemberdayaan sebagai proses sosial-politik;
2. Menjelaskan tahapan pemberdayaan masyarakat;
3. Menjelaskan pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat;
4. Menjelaskan pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan daya
tawar masyarakat;
5. Menjelaskan pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian
masyarakat.
Waktu
45 Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam dan sampaikan tujuan,
proses dan hasil yang ingin dicapai.
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan KPMD;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Merumuskan cara mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.
Waktu
90 Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan
2.
3.
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan
Desa;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Menjelaskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.
Waktu
90 Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Media tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 10: Pembukaan
21. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
22. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
2.
3.
Dst
Bahan Bacaan
SPB
Pemberdayaan Masyarakat
7.1
Desa
Bahan Bacaan 1
Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan
pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan
desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa
pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan
masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,
demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan
populer.
Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi
struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses
sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan
sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang
developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)
dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,
seperti terlihat dalam tabel 6.
Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan
modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan
institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang
harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara
otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang
dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati
posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah
fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi
dan institusi lokal.
Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses,
masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif
mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan.
Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap
lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses
untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam
masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang
masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga
membutuhkan intervensi dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi
masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas
bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai
fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,
menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya.
Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling
menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-
sama.
ARENA
Pemerintahan Pembangunan
Tugas-Tugas Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah
tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang
luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan
publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif
dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan
yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.
Pada dasarnya orang luar jangan sampai berperan sebagai pembina atau
penyuluh, melainkan sebagai fasilitator terhadap pemberdayaan masyarakat.
Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan
memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu
dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan
advokasi kebijakan.
Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Bahan Bacaan 2
Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa
(selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati
hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari
asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru
pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini
menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya
secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini
menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.
Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri
mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola
desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya
secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi
terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi
peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan
kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.
pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif
dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah
mufakat dalam semangat gotong royong.
PENGERTIAN KADER
Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah
orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki
komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.
Dalam konteks desa, Kader Desa adalah orang kunci yang mengorganisir dan
memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa
terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.
Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga
Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi
Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan
demokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan
Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat. Tindakan
pemberdayaan masyarakat Desa itu dijalankan secara melekat melalui strategi
pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.
KPMD dapat disebut sebagai institusi warga (civil institution), yakni sebuah institusi
kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu
publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah
representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan sebagai jantung strong democracy
hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi
masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya
Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk
memperluas jangkuan kaderisasi Desa.
Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya
gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan
lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra
desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga
masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya).
Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara,
sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu
diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga
masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.
Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis
menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara
dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara
horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah
mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk
melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin
Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam
Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan
bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk
kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan
pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).
Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai
berikut.
KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus
berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting
tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD
harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan
KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan
desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan
hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan
kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik
ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih
demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.
KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi ruang-ruang kosong
baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisi ruang
kosong yang identik dengan membangun jembatan sosial (social bridging) dan
jembatan politik (political bridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikal adalah
kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan
lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal
adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu
kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi
engagement baik antara warga dengan lembaga-lembaga desa maupun pemerintah
desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.
KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh
aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan
pendamping pihak ketiga. Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya
metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping
profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami
keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-
kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat
untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip negara yang padat
(congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan
KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam
secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan secarafasilitatif oleh
pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan
akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan
bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping
profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu
KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan
melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan
menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit
voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa
mengalokasikan insentif untuk para KPMD.
KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual. Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan
mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan
tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.
Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD
tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-
langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.
Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi
yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa
ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan
menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga
kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan
visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah
pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan
kemitraan.
Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus
melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk
membangun kebaikan bersama.
Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa. Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe
kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa
parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa
yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi,
anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa
dikuasai situasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat
pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal.
Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa
atau Pemerintah Desa.
atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan
fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat
pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas
Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik
menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari
program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme
tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan
kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.
PENUTUP
lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang
piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.
Sumber: Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik
Indonesia.
Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Lembaga
7.3
Kemasyarakatan Desa
Bahan Bacaan 3
Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus
siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota
dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah
maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak
bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa
yang akan didirikan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu
terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan
peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar
yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk
bantuan keadilan dan hukum.
Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa
memiliki fungsi:
a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK
merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk:
Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan
penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK; dan
Penutup
Pokok Bahasan 8
PENGEMBANGAN KAPASITAS
MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pelatihan masyarakat;
2. Menjelaskan pendekatan pelatihan masyarakat;
3. Menjelaskan tujuan pelatihan masyarakat;
4. Menjelaskan aspek-aspek kompetensi.
Waktu
45 Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam;
2. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengemukakan keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih
(komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum);
2. Menerapkan teknik: bertanya, mendengar, mengapresiasi,
mengendalikan forum.
Waktu
135 Menit
Metode
Tanya jawab dan Bermain peran
Media
Lembar diskusi dan Lembar praktik
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
6. Buka acara dengan mengucapkan salam;
7. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
Bermain peran:
10. Minta sembilan orang peserta sebagai sukarelawan untuk bermain
peran (perhatikan keterwakilan peserta perempuan);
11. Bagi peran peserta tersebut dengan cara mengundi peran masing-
masing (satu orang sebagai pelatih, tiga orang sebagai penanya, tiga
orang sebagai pemberi tanggapan dan dua orang yang mendominasi
forum/peran antagonis (gunakan Lembar Kerja 8.2.1);
12. Minta peserta bermain peran;
13. Minta peserta yang lain untuk mengamati proses bermain peran dan
memberikan penilaian;
14. Berikan umpan balik.
Tuliskan dalam gulungan kertas, peran-peran di bawah ini dan bagikan secara tertutup
dan acak kepada 9 orang peserta (sukarelawan). Kemudian minta mereka melaksanakan
peran masing-masing dalam praktik pelatihan:
Peran 1: Pelatih
Perintah: Anda bertugas untuk menyampaikan materi tentang Peran
PLD dalam Pembangunan Desa (Waktu 10 menit)
Peran 2: Penanya 1
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan
yang disampaikan pelatih
Peran 2: Penanya 2
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih
Peran 2: Penanya 3
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih
Peran 4: Antagonis 1
Anda bertugas :
Banyak mengajukan pertanyaan
Membantah penyampaian pelatih dan peserta lain
Peran 4: Antagonis 2
Perintah: Anda bertugas menyela pembicaraan orang lain
Pokok Bahasan 9
PENDAMPINGAN
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Pengertian pendampingan;
2. Tujuan pendampingan;
3. Misi pendampingan;
4. Tanggungjawab dan tugas Pendamping;
5. Klasifikasi dan jenis pendamping;
6. Posisi Pendamping Lokal Desa.
Waktu
45 Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Lembar diskusi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan (5 Menit)
1. Antarkan peserta dalam pertemuan ini dengan menjelaskan tujuan
yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengelola dinamika kelompok;
2. Membangun kesadaran kritis;
3. Merumuskan gagasan bersama.
Waktu
5 JPL (225 Menit)
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok, Paparan dan Praktek
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Jelaskan materi yang akan dibahas dan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama kali ini.
2. Longsor
3. Gizi buruk
4. Putus Sekolah
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kinerja;
2. Mengetahui ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;
3. Mengetahui aspek-aspek yang dievaluasi;
4. Mengetahui tindak lanjut hasil evaluasi kineja.
Waktu
2 JPL (90 Menit)
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
23. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.
PB Bahan Bacaan
9 Pendampingan
Bahan Bacaan 1
PENDAMPINGAN DESA
Oleh: Sutoro Eko
Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak
kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan
meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang
diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran
oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.
Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu
sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang
mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas
dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka
sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih
oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.
Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,
pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.
Anti Politik
Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai
perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman
pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyek-
proyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.
Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam
pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti
korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti
masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan
kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara
organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh
signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek
yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.
Propolitik
Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan
Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami
Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada
proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa,
termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa
Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa
pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi
hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing
community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.
Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian
kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa
(SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan
teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun
kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak
dan kepentingan rakyat.
PB Bahan Bacaan
9 Pendampingan
Bahan Bacaan 2
PENDAMPINGAN
A. Pengertian Pendampingan
Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian
dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin
dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)
memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks
pemberdayaan desa.
Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang
serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang
dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat
yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan
hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan
(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya,
politik dan kelembagaan desa.
1
Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for
Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 289
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
B. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses
inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa
adanya intervensi dari luar.
C. Fokus Pendampingan
Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).2
D. Misi Pendampingan
Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah. Penambahan kewenangan dan
anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.
Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,
yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang
pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial
illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah
mengetahui financial liter.
Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang
dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun
kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi
warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan
memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.
2
M. RHIDOPERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuan-
pendampingan.html
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 291
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola desa secara nasional.
UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman
depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki
modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama otonomi asli desa.
Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan
gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek
pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung
pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus
dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang
berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang
justru melumpuhkan prakarsa lokal.
Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa
dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi
Pendamping Desa yaitu:
Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa
sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa
dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha,
ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia
(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa
dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari BUM desa.
Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa
adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.
Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,
migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi
strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber
daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan
kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif
akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi
perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).3
3
Heri Susanto http://www.solopos.com/2016/04/14/gagasan-pendampingan-desa-menuju-desapreneur-
709932/3
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 294
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna.
Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.
Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan
menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para
PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat
penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa
mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari
APBD).
4
https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 297
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa
(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam
implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema
pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan
partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang
berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.
ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan
peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah
kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD
terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta
nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan
PLD dalam pengawasan.[]
Pokok Bahasan 10
MEMBANGUN TIM KERJA DI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Para pelaku kunci di Desa;
2. Fungsi dan peran pelaku;
3. Hubungan/relasi antar pelaku.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Ceramah dan Tanya jawab
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan tujuan pembahasan mengenai sub pokok bahasan yang akan
disampaikan.
Kegunaan dari teknik ini adalah untuk membantu identifikasi para pihak (individu,
kelompok atau lembaga baik internal maupun eksternal) dan pola hubungannya dalam
suatu wilayah tertentu. Indentifikasi interaksi dan hubungan lembaga terhadap
permasalahan tertentu.
Prosesnya: persiapan alat bantu berupa lingkaran karton dengan berbagai ukuran.
Persilahkan peserta menulis individu, kelompok atau lembaga yang ada di Desa.
Tuliskan dalam karton lingkaran berdasarkan pengaruhnya. Lingkaran besar
menunjukkan pengaruh besar dan sebaliknya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja;
2. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak dimaksud.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Paparan
Media
Lembar tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
6. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.
Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa
Bahan Bacaan 1
1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan sub bahasan Pengertian Tim;
Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria
Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.
2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan sub bahasan meliputi: Pengertian
Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;
Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun
Kebanggaan Tim.
3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan sub bahasan meliputi: Pengertian
Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah-
Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.
Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?
Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang
tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka
diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim
dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat
memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.
Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para
anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan bersama.
Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak
jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y.
Chang adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang
merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu
organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam
tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa
memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah,
sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus
dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen
diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua
anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.
2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis
dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam
melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu
mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes
dan kreatif dalam memecahkan masalah.
3. Memfokuskan pada hasil. Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui
kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terus-
menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu produktivitas
optimum merupakan tujuan bersama.
4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.
Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan
mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu
memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan
tuntutan, sasaran dan teknologi.
5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga
menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.
6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga
pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena
itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan
pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim.
7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,
kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang
mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim
dinamis menghargai keunikan setiap individu.
8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara
antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi
(bersinergi).
9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan
terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu
wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan
diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.
10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,
jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi
dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara
timbal balik dan untuk kepentingan bersama.
11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan
pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap
anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok
bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah
ditetapkan.
12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri. Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan
dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah
Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut
(Peter Senge):
Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan
setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu
pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya Membangun Tim yang
Dinamis. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
2. Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.
Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama
dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan
arif dan bijaksana.
4. Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama tim yang kompak, tim akan mencapai puncak dengan mengatasi
semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar
biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya, dilakukan
peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya
berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran
yang telah ada, masih relevan atau tidak.
mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan
setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman
yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang
yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak
memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling
menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya
memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.
Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan
tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak
mengutuk orang lain;
2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang
lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;
3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan
perorangan;
4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.
1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu
keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,
puncak dan dasar suatu masalah;
2. Mengandalkan semua anggota;
3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.
1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul
konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;
2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;
3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan
tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;
4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah
baru.
Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu
juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota
tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan
kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.
Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut.
Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu
membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut:
1. Memotivasi Anggota Tim untuk Berkomitmen. Dalam memotivasi ini terlebih dahulu
tentukan faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi orang tersebut termotivasi
dengan baik. Tanpa mengetahui hal ini proyek besarpun belum tentu merupakan faktor
stimulus. Setiap individu memiliki motif yang berbeda-beda, misalnya ada orang timbul
harga dirinya dengan menghargai kinerjanya, tetapi orang lain belum tentu demikian.
2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki
motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan
berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi
tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3)
libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya
meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang
efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,
mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik
penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.
Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y. Chang), apabila suatu
tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat
(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]
Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa
Bahan Bacaan 2
MEMBANGUN JEJARING
Pendahuluan
Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat
oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan
mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus
dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap
jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu proses-
proses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses
perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan
sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya
bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping
desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU
Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.
Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa
membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik
kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari
pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang
berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa
untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)
Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan
ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam
mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan
sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan
sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat
dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.
Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di
pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:
terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,
keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.
Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah
diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan
kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang
keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk
memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan
sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan
masing-masing Desa.
Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat
memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:
Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai
berikut:
Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan
dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk
membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para
pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:
1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?
Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan
tersebut bagi kelompok?
2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu
keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?
3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang
lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?
4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal
lain, atau sebaliknya?
5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain
(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar
belakang hubungan yang demikian?
6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah
pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?
Mengapa?
7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau
perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau
keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan
perubahan berlangsung? Mengapa?
Mengembangkan Kerjasama
Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan
kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:
Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan
untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:
pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa
terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi net-
benefit yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.
Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa
mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam
proses kerjasama, yakni:
1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti
pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb.
2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan
dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa.
3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi
pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis,
perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi
yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan
pihak ketiga.
4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui
musyawarah desa.
5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing
dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.
Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para
pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai
berikut:
1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh
kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi),
mediasi dan lain-lain.
2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan
sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama.
3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama,
misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari
pendamping desa, Pemda, NGO, dll.
4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu
nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad
hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[]
Pokok Bahasan 11
RENCANA KERJA TINDAK LANJUT
(RKTL)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal penting yang diperoleh selama pelatihan;
2. Menguraikan keterkaitan antara apa yang diperoleh dalam pelatihan
dengan tugas-tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD).
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Merangkum
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memberikan umpan balik kritis dalam penyelenggaran pelatihan;
2. Menuliskan penilaian atas penyelenggaran pelatihan.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 2: Evaluasi
9. Jelaskan mengenai pokok bahasan yang akan disampaikan;
10. Ajak bebarapa peserta untuk secara bersama-sama melakukan
evaluasi, diantaranya:
Memberikan umpan balik kritis terhadap materi/modul pelatihan.
Memberikan umpan balik kritis terhadap Pelatih.
Memberikan umpan balik kritis terkait penyelenggaran pelatihan.
11. Lakukan pembahasan evaluasi materi diatas secara bersama-sama
dan rumuskan secara bersama-sama;
12. Pelatih memberikan penegasan terkait sesi ini;
13. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi hasil-hasil pelatihan yang masih perlu ditingkatkan
lebih lanjut dan strategi yang akan dikembangkan;
2. Menyusun rencana kerja tindak lanjut.
Waktu
1 JPL (45 Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Membuat RKTL
NAMA :
JABATAN :
LOKASI TUGAS :
Waktu
Uraian Target Langkah
No (Tahun Anggaran 2016)
Kegiatan Output Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
YANG MEMBUAT
______________________ _____________________
1. Setiap peserta WAJIB menuliskan RKTL dalam formulir diatas (2 RKTL, yaitu TA.
2016 dan TA. 2017), dan dikumpulkan kepada pelatih untuk ditanda tangani.
2. Pelatih memberikan penegasan terkait RKTL.
3. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.
Daftar Pustaka