Anda di halaman 1dari 343

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA

PLD
PENDAMPINGAN DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL


DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | i
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ii


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS


PENDAMPING LOKAL DESA
PENDAMPINGAN DESA

Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun


2014 tentang Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iii


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iv


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA


PENDAMPINGAN DESA
Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah


Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB : Ahmad Erani Yustika (Dirjen Pembangunan dan


Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS : Ludiro Prajoko, Zaini Mustaqim, Dindin Abdullah Ghozali, Jajang
Koswara, Hasan Rofiqi , Amanulah Fajar Sudrajat, Mohammad Zuhdi.

REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachri.

COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno, Dindin Abdullah Ghozali.

Cetakan Pertama, Agustus 2016

Diterbitkan oleh :
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Website: www.kemendesa.go.id

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | v


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vi


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Daftar Istilah dan Singkatan

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan
Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vii


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa.
13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program
Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas
kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | viii


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kata Pengantar
(Dirjen PPMD/Menteri DPDTT)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ix


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | x


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Daftar Isi
Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ...
Kata Pengantar Dirjen PPMD .
Daftar Isi
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ..
Tujuan Pelatihan .
Ruang Lingkup Tugas Pendamping .
Struktur Materi Pelatihan .
Garis-Garis Besar Program Pelatihan ..
BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL

BAB III RENCANA PEMBELAJARAN


PB 1 Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan
SPB 1.1 Perkenalan ..
SPB 1.2 Pengungkapan Harapan Peserta
SPB 1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan .
SPB 1.4 Tata Tertib Peatihan .
PB 2 Desa dan Visi Undang-Undang Desa .
SPB 2.1 Kondisi dan Dinamika Desa ..
SPB 2.2 UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan Desa ..
PB 3 Tata Kelola Desa
SPB 3.1 Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa .
SPB 3.2 Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi Desa
SPB 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa ..
PB 4 Pembangunan Desa ..
SPB 4.1 Sistem Pembangunan Desa
SPB 4.2 Perencanaan Pembangunan Desa .
SPB 4.3 Pengelolaan Keuangan Desa .
PB 5 Pengembangan Ekonomi Desa
SPB 5.1 Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xi


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Desa .
SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa
PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa .
SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa .
SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa ..
PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat .
SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa .
SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa ..
SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan
Desa ..
PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan .
SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat
SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih
PB 9 Pendampingan ..
SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan
SPB 9.2 Keterampilan Pendamping .
SPB 9.3 Kinerja Pendamping .
PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa
SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa
SPB 10.2 Membangun Jejaring ...
PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) .
SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL
SPB 11.2 Menyusun RKTL ..

Daftar Pustaka

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xii


BAB I
KURIKULUM PELATIHAN

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |1


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 2


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

LATAR BELAKANG

Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak
baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik
tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan
menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan
Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan
sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi
objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih
memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.
Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan
memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang
memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,
menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi
ruang krusial implementasi UU Desa.

Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan


masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian,
masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di
dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah
peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang
efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan
pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat.

Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan


sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan:

Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa


dan pembangunan Desa;
Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam
pembangunan desa yang pertisipatif;
Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan
Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, Pemerintah dalam


melaksanakan fungsi pendampingan, dapat melimpahkan sebagaian kewenangannya
kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal
128, ayat 2 PP 43). Tenaga ahli profesional dimaksud adalah pendamping desa, tenaga
teknik dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 5 Permendesa No.
3/2015), termasuk diantaranya adalah Pendamping Lokal Desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP
No. 47 Tahun 2015). Dengan demikian, PLD yang akan berhubungan langsung secara

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 3


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju
implementasi UU Desa secara optimal.

Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping,


khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1)
pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan
fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang
baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional.

Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan
pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan
pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.

TUJUAN PELATIHAN

Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk
memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan
keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.

Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:

Memberikan orientasi dan pembekalan kepada Pendamping Lokal Desa sebelum


bertugas di lapangan;
Meningkatkan pemahaman Pendamping Lokal Desa tentang latar belakang, tujuan,
kebijakan, prinsip-prinsip, prosedur dan ketentuan program pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa;
Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi proses
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian program;
Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memahami mekanisme
pendampingan;
Meningkatkan keterampilan dalam membina dan memberi pengarahan kepada
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa;
Menumbuhkan komitmen dan sikap kepedulian Pendamping Lokal Desa terhadap
masyarakat perdesaan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 4


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

RUANG LINGKUP TUGAS PENDAMPING

Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016,
ruang lingkup tugas PLD adalah:

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output


1 Mendampingi Perencanaan dan a) Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6
Desa dalam penganggaran Desa Tahun 2014 tentang Desa dan
perencanaan berjalan sesuai aturan peraturan turunannya;
pembangunan dan ketentuan yang b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang
dan keuangan berlaku partisipatif untuk menyusun RPJM Desa,
Desa
RKP Desa, dan APB Desa;
c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa
tentang kewenangan lokal berskala
Desa dan kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul dan
peraturan lain yang diperlukan.
2 Mendampingi Pelaksanaan a) Adanya koordinasi dengan PD dan
Desa dalam pembangunan Desa pihak terkait mengenai pembangunan
pelaksanaan berjalan sesuai aturan Desa;
pembangunan dan ketentuan yang b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa;
Desa berlaku c) Terfasilitasinya pelaksanaan
pembangunan Desa yang sesuai
dengan prinsip tata kelola yang baik;
d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi
publik terkait pembangunan Desa.
3 Mendampingi Penyelenggaraan Terlaksananya kegiatan peningkatan
masyarakat Desa pemberdayaan kapasitas kader desa, masyarakat dan
dalam kegiatan masyarakat dan Desa kelembagaan Desa.
pemberdayaan dengan melibatkan
masyarakat dan kelompok perempuan,
Desa difabel/berkebutuhan
khusus, kelompok
masyarakat miskin dan
marginal.
4 Mendampingi Proses pelaksanaan a) Terlaksana peningkatan kapasitas
Desa dalam dan evaluasi kegiatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
pemantauan dan pembangunan Desa dalam melakukan pemantauan dan
evaluasi kegiatan berjalan sesuai evaluasi pembangunan Desa;
pembangunan ketentuan yang b) Terlaksananya evaluasi pembangunan
Desa berlaku.
Desa melalui musyawarah Desa;
c) Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan
evaluasi pembangunan Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 5


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

STRUKTUR MATERI PELATIHAN

Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar
yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1)
Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom
dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:

Tabel Ruang Lingkup Materi sesuai Tingkat Kompetensi

K1 (Pengetahuan) K2 (Sikap) K3 (Keterampilan)


1. Mengetahuan; 1. Penerimaan 1. Meniru
2. Memahami; 2. Menanggapi 2. Memanipulasi
3. Mengaplikasikan; 3. Penilaian (valuing) 3. Pengalamiahan
4. Menganalisis; 4. Mengorganisasikan 4. Artikulasi
5. Mensintesis; 5. Karakterisasi
6. Mengevaluasi.

Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya
berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses
pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:

KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Pre Test
1 Bina Suasana 1. Dinamika 1.1. Perkenalan 1 2
dan Orientasi Kelompok dan
Latihan Pengorganisasia 1.2. Pengungkapan Harapan 1
n Peserta peserta
1.3. Tujuan dan Proses 1
Pelatihan
1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2

2 Perspektif dan 2. Desa dan Visi 2.1. Kondisi dan Dinamika 2 3


Kebijakan Undang-Undang Desa
Desa 2.2. UU Desa sebagai Cara 1,2
Pandang dan Sarana
Menuju Keberdayaan
Desa
3. Tata Kelola Desa 3.1. Kelembagaan dalam Tata 1 4
Kelola Desa
3.2. Musyawarah Desa 2
sebagai Basis Tata
Kelola dan Penggerak
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 6
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Demokratisasi Desa

3.3. Prinsip-Prinsip Tata 1


Kelola Desa
3. Penyelenggaraan 4. Pembangunan 4.1. Sistem Pembangunan 1 16
Pemerintahan Desa Desa
dan
1.2. Perencanaan 1,3 2
Pembangunan
Desa Pembangunan Desa
1.3. Pengelolaan Keuangan 1,2 2
Desa
5. Pengembangan 5.1. Arah dan Orientasi 1 2
Ekonomi Desa Pengembangan
Ekonomi Desa
5.2. BUM Desa sebagai 1
Penggerak
perekonomi Desa
6. Penyusunan 6.1. Pokok-Pokok 1 2
Peraturan di Desa Penyusunan Peraturan
di Desa
6.2. Strategi Fasilitasi 1
Penyusunan Peraturan
di Desa
4 Pemberdayaan 7. Penguatan 7.1. Pemberdayaan 2 5
Keberdayaan Masyarakat Desa
Masyarakat
7.2. Strategi Penguatan 1
Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa
7.3. Strategi Penguatan 1
Lembaga
Kemasyarakatan
Desa
8. Peningkatan 8.1. Konsep Pelatihan 1 4
Kapasitas Masyarakat
Masyarakat 8.2. Keterampilan Dasar 2
Melalui Pelatihan Melatih
5 Pendampingan 9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan 2 8
Pendampingan
9.2. Keterampilan 2
Pendamping
9.3. Kinerja Pendamping 2

10. Membangun 10.1. Kerjasama Tim di Desa 2 2


Tim Kerja di Desa 10.3. Membangun Jejaring 2

6 Evaluasi dan 11. RKTL 11.1. Pokok-Pokok RKTL 2 2

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 7


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
RKTL 11.2. Menyusun RKTL 3

Post Test

Evaluasi

Jumlah Jam Pelajaran 50

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 8


GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
1. Bina Suasana dan Setelah mengikuti sesi ini, Peserta dapat: 1.1. Perkenalan Permainan 30
Orientasi peserta memberikan respon mengatasi situasi
Pelatihan bagi situasi yang kondusif keterasingan
untuk proses pelatihan mengatasi hambatan
psikologis/kecanggugan
saling mengenal antar
peserta dan fasilitator
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mengungkapkan 1.2. Pengungkapan Penugasan Lembar 15
peserta mengetahui harapan kebutuhan, manfaat, dll, yang Harapan Perorangan Kerja
yang hendak dicapai selama hendak diperoleh dari Peserta Perorangan
mengikuti pelatihan mengikuti pelatihan ini
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 1.3. Tujuan dan 1. Presentasi Slide 15
peserta memahami tujuan dan tujuan pelatihan Proses 2. Tanya jawab
proses pelatihan ini alur dan kegiatan yang Pelatihan
akan dilakukan selama
mengikuti pelatihan ini
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 1.4. Tata Tertib Diskusi Lembar 30
peserta memberikan respon mengenali situasi yang Peatihan Diskusi
bagi terciptanya situasi yang menggangu proses
tertib selama proses pelatihan pelatihan
menyatakan hal-hal yang
menjamin ketertiban

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi |9


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
selama proses pelatihan
merumuskan aturan
bersama untuk ditaati
2. Desa dan Visi Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 2.1. Kondisi dan 1. Penugasan Lembar 45
Undang-Undang peserta memahami kondisi dan penyebab ketertinggalan Dinamika Desa perorangan Curah
Desa dinamika Desa pada umumnya Desa 2. Curah Pendapat
pendapat
aspek-aspek ketertinggalan
Desa
dampak dari
ketertinggalan dimaksud
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan 2.2. UU Desa 1. Penugasan Slide 90
peserta: mengemukakan: sebagai Cara peroranga Lembar
mengetahui cara pandang perspektif yang mendasari Pandang dan n Kerja
Sarana Menuju Kelomp
UU Desa UU Desa 2. Presentasi
Keberdayaan ok
memahami amanat UU pengertian azas rekognisi
UU
Desa untuk mengubah dan subsidiaritas Desa 3. Tanya
No.6/2
kondisi/ketertinggalan keterkaitan azas dengan jawab
014
Desa hak asal usul dan 4. Penugasan
kewenangan lokal berskala Kelompok
Desa
hakikat Desa sebagai
organisasi warga yang
berpemerintahan
keleluasaan untuk
mengatur dan mengurus
dirinya sendiri

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 10


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
keharusan mengelola Desa
secara demokratis dan
inklusif
penyerahan hak Desa oleh
Negara (DD, ADD)
Tri Matra Desa
3. Tata Kelola Desa Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan dan 3.1. Kelembagaan 1. Penugasan Lembar 60
peserta mengetahui mengemukakan: dalam Tata peroranga Kerja
kelembagaan dalam tata kelola Pemangku Kepentingan Kelola Desa n Kelompo
k
Desa dalam tata kelola Desa 2. Penugasan Slide
Pelaku dalam Kelompok Presenta
pemerintahan Desa si
kelompok pelaku strategis 3. Presentasi
dalam masyarakat
hubungan antar pelaku
kunci

Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 3.2. Musyawarah 1. Penugasan Lembar 60
peserta memahami fungsi hakikat Musyawarah Desa Desa sebagai peroranga Kerja
strategis Musyawarah Desa penyelenggara Basis Tata n Kelompok
sebagai basis tata kelola dan Musyawarah Desa Kelola dan 2. Penugasan
demokratisasi Desa cakupan materi yang harus Penggerak Kelompok
dibahas dalam Demokratisasi
Musyawarah Desa Desa
peserta Musyawarah Desa
kedaulatan peserta

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 11


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
Musyawarah Desa
pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 3.3 Prinsip-Prinsip 1. Penugasan Lembar 60
peserta mengetahui prinsip- menyebutkan prinsip- Tata Kelola peroranga Diskusi
prinsip tata kelola Desa prinsip tata kelola Desa n Slide
Present
(partisipatif, transparansi, 2. Diskusi asi
dan akuntabilitas)
mengemukakan pengertian 3. Presentasi
prinsip-prinsip diatas
menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-
prinsip diatas
4. Pembangunan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.1. Sistem 1. Penugasan Lembar 90
Desa peserta mengetahui sistem mengemukakan tujuan Pembangunan perorangan Curah
pembangunan Desa pembangunan Desa Desa Pendap
2. Curah at
menyebutkan pemangku Pendapat Lembar
kepentingan
Kerja
pembangunan Desa 3. Penugasan
Kelomp
mengemukakan pengertian Kelompok
ok
pendekatan Desa 4. Presentasi Slide
Membangun Present
mengemukakan kaidah asi
pembangunan Desa (sesuai
prinsip tata kelola Desa,
mencakup semua aspek

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 12


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
kehidupan berdesa,
prakarsa dan keswadayaan
warga, inklusif)
mengemukakan kaitan
pembangunan Desa
dengan keharusan
mengurus dirinya sendiri
mengemukakan
pembangunan Desa
sebagai perwujudan
kewenangan lokal berskala
Desa
mengemukakan
pembangunan sebagai
proses yang sistematis
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.2. Perencanaan 1. Penugasan Lembar 270
peserta: mengemukakan pengertian Pembangunan perorangan Diskusi
mengetahui pokok-pokok perencanaan Desa Lembar
2. Diskusi Penugas
perencanaan pembangunan Desa
an
pembangunan Desa menyebutkan jenis 3. Penugasan
Kelompo
memberikan respon dokumen perencanaan Kelompok
k
terhadap perwujudan pembangunan Desa 4. Presentasi Slide
prinsip-prinsip tata kelola mengemukakan alur
menerapkan pengetahuan proses dan tahapan
untuk memfasilitasi kegiatan penyusunan RPJM
perbaikan perencanaan Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 13


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
pembangunan Desa mengemukakan alur
proses dan tahapan
kegiatan penyusunan RKP
Desa
mengemukakan pokok-
pokok materi/isi RKP Desa
mengemukakan alur
proses dan tahapan
kegiatan penyusunan APB
Desa
mengemukakan struktur
APB Desa

Dapat menunjukkan cara


mewujudkan prinsip-prinsip
(partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas) dalam alur
proses dan tahapan kegiatan
perencanaan pembangunan
Desa

Dapat:
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi penyusunan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 14


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
rencana kerja Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi pembaruan
data dan sketsa desa
memfasilitasi kajian potensi
dan masalah desa
memfasilitasi penyusunan
Rancangan RKP Desa
memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan
kemasyarakatan dan
pemberdayaan
memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan
pendapatan dari swadaya
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 4.3. Pengelolaan 1. Penugasan Lembar 360
peserta: mengemukakan pengertian Keuangan perorangan Kerja
mengetahui pokok-pokok pengelolaan keuangan Desa Perorang
2. Curah an
pengelolaan keuangan Desa Pendapat Lembar
Desa mengemukakan alur
Curah
memberikan respon proses dan tahapan 3. Penugasan
Pendapa
terhadap perwujudan kegiatan pengelolaan Kelompok
t
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa 4. Presentasi Lembar
keuangan Desa mengemukakan ketentuan Kerja
menggunakan pokok pengelolaan Kelompo

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 15


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
pengetahuan untuk keuangan Desa k
memfasilitasi perbaikan mengemukakan prinsip- Slide
pengelolaan keuangan prinsip pengelolaan
Desa keuangan Desa

Dapat menunjukkan cara


mewujudkan prinsip-prinsip
pengelolaan keuangan Desa
dalam tahapan kegiatan
pengelolaan keuangan Desa

Dapat:
memfasilitasi penyusunan
RAB/RPD
memfasilitasi pengajuan
SPP
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan
kegiatan
memfasilitasi proses
pengadaan barang dan
jasa di Desa
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam
pembentukan pelaksana
kegiatan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 16


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
memfasilitasi pengerjaan
buku kas umum
memfasilitasi penyusunan
laporan realisasi APB Desa
5. Pengembangan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 5.1. Arah dan 1. Penugasan Lembar 45
Ekonomi Desa peserta mengetahui arah dan mengidentifikasi potensi Orientasi peroranga Curah
orientasi pengembangan pengembangan ekonomi Pengembanga n Pendapa
t
ekonomi Desa desa n Ekonomi 2. Curah Slide
menjelaskan peran Desa Desa Pendapa Presenta
dalam penguasaan aset- si
aset strategis di Desa 3. Presentasi
menjelaskan kepemilikan
kolektif atas kegiatan
usaha
ekonomi Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyebutkan fungsi dan 5.2. BUM Desa 1. Diskusi Lembar 45
peserta mengetahui fungsi dan peran BUM Desa dalam sebagai Diskusi
2. Presentasi
peran BUM Desa sebagai pengembangan ekonomi desa Penggerak
Slide
penggerak perekonomi Desa perekonomi
Desa

6. Penyusunan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 6.1. Pokok-Pokok 1. Penugasan Lembar 60
Peraturan di Desa peserta mengetahui pokok- mengungkapkan fungsi Penyusunan peroranga Diskusi
pokok penyusunan peraturan peraturan Peraturan di n
di Desa menyebutkan jenis Desa 2. Diskusi
peraturan di Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 17


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
mengemukakan kaidah 3. Role Play
penyusunan peraturan
menyusun sistematika
peraturan
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 6.2. Strategi Diskusi Lembar 30
peserta mengetahui strategi mencatat permasalahan Fasilitasi Diskusi
memfasilitasi penyusunan terkait materi peraturan Penyusunan
peraturan di Desa yang disusun Peraturan di
menentukan narasumber Desa
yang terkait permasalahan
dimaksud
menyampaikan
permasalahan dimaksud
kepada narasumber
menyediakan
contoh/rujukan peraturan
yang sesuai
7. Penguatan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 7.1. Pemberdayaan 1. Penugasan Lembar 45
Keberdayaan peserta memahami konsep pemberdayaan sebagai Masyarakat peroranga Diskusi
Masyarakat pemberdayaan masyarakat proses sosial-politik Desa n Kelompo
k
tahapan pemberdayaan 2. Diskusi Slide
masyarakat
Presenta
pemberdayaan bertumpu 3. Presentasi
si
pada hak-hak masyarakat
pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 18


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
daya tawar masyarakat
pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian
masyarakat
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 7.2. Strategi 1. Diskusi Lembar 90
peserta mengetahui strategi mengenali Penguatan 2. Role Play Diskusi
penguatan Kader kekurangan/kelemahan Kader
Pemberdayaan Masyarakat KPMD Pemberdayaan
Desa mengenali penyebab Masyarakat
kekurangan/kelemahan Desa
dimaksud
menentukan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud

Dapat menggunakan teknik


komunikasi inter personal

Diskusi Kelompok Terarah


Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: 7.3. Strategi 1. Diskusi Lembar 90
peserta mengetahui strategi mengidentifikasi Penguatan 2. Role Play Diskusi
penguatan Lembaga kekurangan/kelemahan Lembaga
Kemasyarakatan Desa Lembaga Kemasyarakatan Kemasyarakat
Desa an Desa
menguraikan penyebab

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 19


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
kekurangan/kelemahan
dimaksud
merumuskan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud

Dapat menggunakan teknik


Diskusi Kelompok Terarah
8. Peningkatan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mengemukakan: 8.1 Konsep 1. Penugasan Lembar 45
Kapasitas peserta mengetahui konsep pengertian pelatihan Pelatihan peroranga Curah
Masyarakat pelatihan masyarakat masyarakat Masyarakat n Pendapa
t
Melalui Pelatihan pendekatan pelatihan 2. Curah Slide
masyarakat Pendapat Presenta
tujuan pelatihan si
masyarakat 3. Presentasi
menyebutkan aspek-aspek
kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mengemukakan jenis- 8.2. Keterampilan 1. Diskusi Lembar 135
peserta dapat menerapkan jenis keterampilan dasar yang Dasar Melatih Diskusi
2. Praktik
keterampilan dasar melatih harus dimiliki untuk melatih
Lembar
untuk memfasilitasi pelatihan (komunikasi, mendengar, Praktik
mengapresiasi, dan
mengendalikan forum)

Mempraktikkan teknik:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 20


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
bertanya
mendengar
mengapresiasi
mengendalikan forum
9. Pendampingan Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 9.1. Konsep dan 1. Penugasan Lembar 45
peserta memahami konsep pengertian pendampingan Kebijakan peroranga Diskusi
pendampingan masyarakat tujuan pendampingan Pendampinga n Kelompok
misi pendampingan n 2. Diskusi
tanggungjawab dan tugas Kelompok
pendamping
klasifikasi dan jenis
pendamping
posisi PLD
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat mempraktikkan: 9.2. Keterampilan Praktik 225
peserta teknik mengelola dinamika Pendamping
menerapkan keterampilan kelompok
fasilitasi dalam pelaksanaan teknik membangun
kegiatan pendampingan kesadaran kritis
teknik merumuskan
gagasan bersama

Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 9.3. Kinerja 1. Diskusi Lembar 90
peserta memahami evaluasi pengertian kinerja Pendamping Diskusi
2. Presentasi Slide
kinerja PLD ketentuan evaluasi kinerja
mekanisme evaluasi kinerja
aspek-aspek yang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 21


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
dievaluasi
tindak lanjut hasil evaluasi
kinerja
10. Membangun Tim Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelasan: 10.1. Kerjasama 1. Penugasan Lembar 30
Kerja di Desa peserta memahami peta pelaku kunci di Desa Tim di Desa peroranga Diskusi
pemangku kepentingan di fungsi dan peran para n
Desa pelaku 2. Diskusi
hubungan/relasi antar
pelaku
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 10.2. Membangun Diskusi 15
peserta memahami kerjasama kondisi yang mendukung Jejaring
dan jejaring pelaku terjalin kerjasama
manfaat melakukan
kerjasama
bentuk jejaring pelaku di
Desa
pola kerja jaringan pelaku
di Desa
Setelah mengikuti sesi ini, Dapat: Simulasi 45
peserta memahami strategi menentukan
membangun jejaring masalah/kebutuhan yang
dihadapi
menentukan pihak-pihak
yang terkait secara
langsung
mendorong para pihak

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 22


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sub Pokok
No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
Bahasan
mencapai kesepakatan
untuk tindak lanjut terkait
masalah/kebutuhan yang
dihadapi
11. Rencana Kerja Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menjelaskan: 11.1. Pokok- Diskusi Lembar 30
Tindak Lanjut peserta memahami rencana fungsi RKTL Pokok RKTL Diskusi
(RKTL) kerja tindak lanjut kaidah penyusunan RKTL
aspek-aspek pokok dalam
RKTL

Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menyusun RKTL 11.2. Menyusun Penugasan Lembar 60
peserta menggunakan RKTL Perorangan Kerja
pengetahuan untuk menyusun Perorangan
RKTL
Evaluasi Setelah mengikuti sesi ini, Dapat menilai: 1. Evaluasi Penugasan Lembar 30
peserta mengetahui efektivitas 1. kesesuaian modul Modul Perorangan Evaluasi
pelaksanaan pelatihan pelatihan kapasitas Pelatih
2. Evaluasi
2. efektivitas kerja Pelatih
Penyelenggara
3. Evaluasi Reaksi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 23


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 24


EVALUASI PELATIHAN
Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah
pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan
opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator,
pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah:
- Pre dan Post test
Merupakan evaluasi tertulis untuk melihat sejauhmana peningkatan pengetahuan
peserta sebelum dan setelah pelatihan.
- Evaluasi pencapaian setiap sesi materi
Evaluasi ini dilakukan dengan metode yang sudah disusun dalam modul setiap SPB.
Evaluasi ini untuk melihat sejuhmana indikator keberhasilan dalam setiap SPB dapat
tercapai di setiap akhir sesi atau SPB.
- Refleksi harian
Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi
metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat
dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik
harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik,
dari sisi proses dan outputnya.
- Evaluasi penyelenggaraan akhir pelatihan
Pada hari terakhir pelatihan, dikembangkan proses umpan balik dan evaluasi oleh
peserta. Evaluasi ini bertujuan untuk mengajak peserta menilai sejauhmana
pelatihan baik dari sisi metodologi proses, dukungan logistik, partisipasi peserta,
dan lain-lain, mampu meningkatkan kapasitas peserta. Evaluasi ini dapat
dikembangkan dengan alat partisipatif terbuka, maupun tertutup dengan
mengembangkan sejumlah daftar pertanyaan yang relevan.
- Evaluasi independen manajemen pelatihan secara keseluruhan
Jika ingin mengetahui seluruh rangkaian pelatihan sejak TNA, pengembangan paket
pelatihan, pelaksanaan pelatihan hingga pasca pelatihan, maka perlu dilakukan
evaluasi yang dilakukan oleh pihak independen secara professional. Evaluasi ini
akan sangat membantu bagaimana manajemen pelatihan selanjutnya akan lebih
professional.[]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 25


BAB II
PANDUAN MEMBACA MODUL

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 26


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 27


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PENDAHULUAN

Modul ini secara khusus diperuntukkan bagi pelatih. Tetapi pada dasarnya semua pihak
yang berkepentingan dapat membaca dan menggunakan modul ini
Dan seterusnya

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 28


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 29


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

BAB III
RENCANA PEMBELAJARAN

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 30


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 31


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 1
BINA SUASANA DAN ORIENTASI
PELATIHAN

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 32


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 33


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

1.1 Perkenalan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi situasi keterasingan;
2. Mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan;
3. Saling mengenal antar peserta dan fasilitator.

Waktu
30 Menit

Metode
Permainan dan Tanya Jawab

Media
Slide

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop, Infocus dan Metaplan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 34


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan
mengucapkan salam dan selamat datang;
2. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi perkenalan
antara pelatih, panitia dan peserta.

Kegiatan 2: Perkenalan (Kegiatan Permainan)


3. Pada awal sesi, ajak peserta bersama-sama melakukan perkenalan
dengan metode permainan. Sebagai panduan gunakan metode
permainan dengan memilih salah satu skenario;
4. Setelah pelatih, panitia dan fasilitator saling mengenal, lakukan
refleksi atau menggali makna dari proses tersebut;
5. Buatlah penegasan dengan meminta peserta untuk menjelaskan
tujuan, makna dan manfaat perkenalan;
6. Buatlah kesimpulan dengan merangkum tujuan, makna, dan manfaat
perkenalan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 35


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Pengungkapan Harapan
1.2
Peserta

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengungkapkan
kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan
ini.

Waktu
15 Menit

Metode
Penugasan Perorangan

Media
Lembar Kerja Perorangan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Metaplan, HVS dan Gambar Pohon Harapan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 36


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 3: Penggalian harapan dan kontribusi peserta
(Penugasan Perorangan)
7. Bagikan 2 buah potongan kertas HVS/metaplan kepada masing-
masing peserta;
8. Minta peserta untuk menuliskan 2 harapannya yang paling prioritas
(dalam pikiran mereka) sebelum mereka mengikuti pelatihan ini;
9. Setelah menuliskan harapannya, minta peserta untuk
menempelkannya pada whiteboard atau papan tulis yang tersedia;
10. Minta peserta membacakan harapan yang telah ditulis, sekaligus
langsung melakukan klarifikasi harapan-harapan yang dapat
direalisasikan selama pelatihan;
11. Klasifikasikan harapan peserta;
12. Minta peserta menempelkan seluruh harapan yang mungkin
direalisasikan selama pelatihan pada gambar pohon harapan (Media
Fasilitasi 1.2.1 Slide);
13. Minta peserta untuk berdiri melingkar dan bagikan selembar kertas
metaplan kepada masing-masing;
14. Minta salah seorang peserta untuk mengumpulkan dan mencatat
kelebihan dan kompetensi peserta dengan menggunakan Lembar
Kerja 1.2.1;
15. Mintalah peserta untuk merefleksikan kegiatan tersebut:
Apa yang Anda dapatkan dari kegiatan ini?
Apakah ada temuan baru/potensi baru yang Anda sadari setelah
melakukan kegiatan ini?
Apa yang bisa Anda lakukan terhadap potensi atau tantangan
dalam proses pelatihan?

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 37


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 1.2.1

Kelebihan dan Kompetensi Peserta

No. Kelebihan Kapan bisa digunakan

Dst

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 38


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan Pelatihan;
2. Memahami alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti
pelatihan ini.

Waktu
15 Menit

Metode
Presentasi dan Tanya jawab

Media
Slide Presentasi

Alat Bantu
Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 39


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 4: Penjelasan Tujuan, Proses dan Hasil (Presentasi)
16. Paparkan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
penyelenggaraan pelatihan pratugas ini. Gunakan Media Fasilitasi
1.3.1 Slide;
17. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan
pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk kelancaran kegiatan
pelatihan;
18. Berikan penegasan Tujuan, Proses dan Hasil Pelatihan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 40


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

1.4 Tata Tertib Pelatihan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan;
2. Menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses
pelatihan;
3. Merumuskan aturan bersama untuk ditaati.

Waktu
30 Menit

Metode
Diskusi

Media
Lembar Diskusi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 41


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 5: Penyusunan Tata Tertib (Diskusi Kelas)
19. Jelaskan pentingnya tata tertib dan aturan main pelatihan yang harus
disepakati;
20. Minta salah satu peserta memimpin perumusan dan penyepakatan
tata tertib;
21. Pastikan dalam kesepakatan tata tertib dan aturan yang disepakati
meliputi:
a. Waktu masuk ruangan pelatihan.
b. Pakaian peserta yang dikenakan.
c. Pemakaian alat komunikasi.
d. Ijin meninggalkan ruangan.
e. Terlambat.
f. Mengantuk.
g. Dll.

Kegiatan 6: Menutup Sesi


22. Akhiri kegiatan ini dengan menegaskan:
a. Kemampuan awal peserta, berdasarkan hasil pemetaan potensi
peserta dalam mengikuti pelatihan ini;
b. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kelancaran pelatihan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 42


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 2
DESA DAN VISI UNDANG-UNDANG
DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 43


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 44


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

2.1 Kondisi dan Dinamika Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan penyebab ketertinggalan Desa;
2. Menjelaskan aspek-aspek ketertinggalan Desa;
3. Menjelaskan dampak dari ketertinggalan.

Waktu
45 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 45


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 2: Menggali pemahaman tentang ketertinggalan


(Tanya jawab)
2. Ajak peserta mendiskusikan pertanyaan berikut (lihat Media Fasilitasi
2.1.1);
3. Rumuskan hasil diskusi (gunakan Media Fasilitasi 2.1.2);
4. Berikan penegasan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 46


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 2.1.1.

Diskusikan beberapa tema berikut dengan peserta:

1. Apakah peserta setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa Desa di


Indonesia kebanyakan tertinggal?
2. Kepada peserta yang menjawab setuju, tanyakan bukti-bukti kalau Desa tertinggal?
3. Kepada yang tidak setuju, tanyakan pertanyaan yang sama, apa buktinya kalau Desa
tidak tertinggal?
4. Mengapa banyak penduduk desa memilih meninggalkan Desa untuk pergi ke kota?
5. Apa yang dicari di kota?
6. Mengapa harus dicari di kota? Apakah di Desa benar-benar tidak ada?
7. Jika jawabannya Desa tidak bisa, tanyakan mengapa Desa tidak bisa memenuhi
kebutuhan masyarakatnya?

Media Fasilitasi 2.1.2.

Susun dan tempatkan jawaban-jawaban peserta dalam rangkaian hubungan


sebab akibat, sehingga peserta bisa mengenali akar masalah atau faktor utama
yang menyebabkan Desa tertinggal. Tampilkan dalam contoh tabel berikut:

No. Isu Sebab Akibat


1. Ketertinggalan

2. Urbanisasi

3. Lapangan kerja di Desa

4. dll

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 47


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
UU Desa sebagai Cara
2.2
Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perspektif yang mendasari UU Desa;
2. Menjelaskan pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas;
3. Menjelaskan keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa;
4. Menjelaskan hakikat Desa sebagai organisasi warga yang
berpemerintahan;
5. Menjelaskan Desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan
mengurus dirinya sendiri;
6. Menjelaskan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan
inklusif;
7. Menjelaskan penyerahan hak Desa oleh negara (DD, ADD);
8. Menjelaskan Tri Matra Desa.

Waktu
90 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 48


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 3: Menyamakan Perspektif (Membaca Cepat dan
Dialog)
a. Desa Lama vs Desa Baru (25 Menit)
5. Minta Peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.1 (10 menit);
6. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.1 (15
menit);
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
8. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

b. Azas, Hak dan Kewenangan Lokal Desa (25 Menit)


9. Minta peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.2 (10 menit);
10. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.2 (15
menit);
11. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
12. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

c. Tri Matra Pembangunan Desa (25 Menit)


13. Minta peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.3 (10 menit);
14. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.3 (15
menit);
15. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
16. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

Kegiatan 4: Penegasan (15 Menit)


17. Berikan penegasan tentang visi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa. Gunakan slide (BB 2.2.4).

Kegiatan 5: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 49


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 2.2.1

Diskusikan dengan peserta:

1. Apa yang yang terjadi dengan desa di masa lalu?


2. Bagaimana pengaturan desa di masa lalu?
3. Mengapa lahir Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa?
4. Apa visi dan semangat baru yang dibawa oleh UU Desa?
5. Apa dan bagaimana perbedaan dan perubahan kebijakan dalam UU Desa jika
dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya?

Media Fasilitasi 2.2.2

1. Diskusikan dengan peserta:


Apa artinya hak asal-usul bagi desa?
Hak asal-usul desa meliputi apa saja?
2. Jelaskan bahwa hak asal-usul juga merupakan pengakuan atas keberadaan desa
sebagai komunitas (masyarakat) berpemerintahan (self governing community).
3. Jelaskan arti subsidiaritas sebagai azas otonomi atau pemberian kewenangan.
4. Jelaskan maksud subsidiaritas dalam kaitannya dengan kewenangan lokal berskala
desa (local self government).
5. Jelaskan mengapa ada redistritusi uang dari negara (DD, ADD) kepada Desa?
6. Selanjutnya, jelaskan mengapa harus mengelola Desa dengan cara demokratis dan
inklusif?
7. Jelaskan, seperti apa Desa yang demokratis dan inklusif tersebut?

Media Fasilitasi 2.2.3

Diskusikan dengan peserta:

1. Kedudukan Tri Matra Desa sebagai program unggulan Kementerian Desa dalam
implementasi UU Desa.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Jaring Komunitas Wiradesa atau JAMU
DESA?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lumbung Ekonomi Desa atau BUMI DESA?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lingkar Budaya Desa atau KARYA DESA?

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 50


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

5. Pelatih dapat meminta peserta untuk membaca dengan cepat (speed/quick reading)
bahan bacaan yang telah disediakan tentang Visi dan Semangat Undang-Undang
Desa.
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengajukan pendapat.
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan.
8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
9. Akhiri sesi belajar bersama UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa dengan mengingat ulang (review) poin-poin penting dalam
aktivitas 1, 2 dan 3.

Media Fasilitasi 2.2.4 (slide)

Unsur Desa Lama Desa Baru


Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No. UU No. 6/2014 tentang Desa
72/2005
Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas
Tipe Desa Seragam, dan default Beragam: Desa dan Desa Adat
Kedudukan Pemerintahan yang berada Pemerintahan masyarakat, hybrid
dalam sistem pemerintahan antara self governing community dan
kabupaten/kota (local state local self government.
government)
Kepala desa Sebagai kepanjangan tangan Sebagai pemimpin masyarakat
Posisi dan Kabupaten/kota mempunyai Kabupaten/kota mempunyai
peran kewenangan yang besar dan kewenangan yang terbatas
kabupaten/kota luas
Delivery Target Mandat
Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi Arena: Desa sebagai arena bagi
proyek orang desa
Posisi dalam Obyek Subyek
pembangunan
Model Government driven Village driven development
pembangunan development & community
driven development
Pendekatan Imposisi dan mutilasi sektoral Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 51


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

BB 2.2.1

Unsur Desa Lama Desa Baru


Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 18 ayat
7
Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No. UU No. 6/2014
72/2005
Visi-misi Tidak ada Negara melindungi dan memberdayakan desa
agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan
demokratis sehingga dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas
Kedudukan Desa sebagai organisasi Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid
pemerintahan yang berada antara self governing community dan local self
dalam sistem pemerintahan government
kabupaten/kota (local state
government)
Delivery Target: pemerintah Mandat: negara memberi mandate
kewenangan menentukan target-target kewenangan, prakarsa dan pembangunan
dan program kuantitatif dalam
memnangun desa
Kewenangan Selain kewenangan asal Kewenangan asal-usul (rekognisi) dan
usul, menegaskan tentang kewenangan lokal berskala desa
sebagian urusan (subsidiaritas).
kabupaten/kota yang
diserahkan kepada desa
Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi Arena: Desa sebagai arena bagi orang desa
proyek dari atas untuk menyelenggarakan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Posisi dalam Obyek Subyek
pembangunan
Model Government driven Village driven development
pembangunan development atau
community driven
development
Karakter politik Desa parokhial, dan desa Desa inklusif
korporatis
Demokrasi Demokrasi tidak menjadi Demokrasi menjadi asas, nilai, sistem dan
asas dan nilai, melainkan tatakelola. Membentuk demokrasi inklusif,
menjadi instrumen. deliberatif dan partisipatif
Membentuk demokrasi
elitis dan mobilisasi
partisipasi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 52


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

2 Desa dan Visi UU Desa

BB 2.2.2

KERANGKA PIKIR UUDESA

A. Gambaran Umum

Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang
kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu.
Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian,
ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan
masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.

Perspektif tentang (misalnya) kemiskinan yang dianut seseorang, jelas akan


menunjukkan sikap dan arah tindakan yang bersangkutan dalam upaya
memberdayakan masyarakat. Penganut perspektif Ekonomis akan melihat kemiskinan
sebagai persoalan modal, teknologi produksi, pasar. Seorang Pemberdaya kemudian
menuntun masyarakat pada berbagai kegiatan untuk mengakses - meningkatkan
modal, keterampilan, bantuan mesin pengolah, dst. Sedangkan penganut perspektif
Hak, meyakini kemiskinan terjadi karena tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk
hidup secara layak. Perspektif itu kemudian menuntun pelaku memasuki wilayah
pemenuhuan kewajiban pemerintah hal itu mengantarkan pada persoalan/isu tentang
tugas Negara, dan hubungan antara Negara dengan warga negaranya.

B. Perspektif UU No. 6 Tahun 2014

Bagaimana mengetahui atau memahami kerangka pikir yang mendasari konstruksi


Undang-Undang Desa? kerangka pikir itu tentu tidak dinyatakan secara naratif atau
langsung dapat terbaca dari pasal-demi pasal yang tertera dalam Undang-Undang
Desa, tetapi akan terbaca apabila si pembaca memiliki wawasan/informasi yang
memadai tentang aliran pemikiran atau teori berkenaan dengan isu-isu tertentu
terkait berbagai aspek penting tentang desa, baik dari segi sejarah, budaya, sosiologis,
politik, pemerintahan, maupun hukum.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 53


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Terdapat empat cara pandang terhadap keberadaan desa, sebagimana dipaparkan di


bawah ini:

Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian
melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat
juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa
yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala
desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau mandor
yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan
manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan
administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif
dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah.

Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut
sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya
kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat,
sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak
tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa
kontrol dari masyarakat.

Bagan: Tipologi cara pandang terhadap desa

Cara pandang 3: memandang desa sebagai persekutuan masyarakat (self governing


community). Ada dua aliran dalam cara pandang ini. Pertama, aliran komunitarian klasik
yang memuja komunitas (masyarakat adat), sebuah komunitas yang sangat kuat
memiliki ikatan komunal dan kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya lokal sebagai
property rights mereka. Termasuk memiliki demokrasi komunitarian, yakni demokrasi
yang menolak kebebasan individu dan lebih mengutamakan kebaikan bersama. Kedua,
aliran libertarian, yang memadang desa tidak perlu memiliki pemerintah desa yang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 54


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan
Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi
titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan
hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan
aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.

Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan


komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas
seperti Negara kecil. Konsep Negara Kecil sengaja kami beri tanda petik karena
kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman.

Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai republik kecil, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi
lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan
sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,
lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat
sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa
makna penting:

1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis
pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau
negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,
desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,
jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu
bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi
politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga
dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi
arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga.
Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang
mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat
untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset
ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat,
kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber
penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang
identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa
kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao,
desa mau, desa garam, dan lain-lain.
2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan
pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau
otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset
lokal sebagai sumber penghidupan bersama.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 55


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya
lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak
potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,
termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan
kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),
tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan
anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang
dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa
dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),
tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya
yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan
sumberdaya lokal.

Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan
antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),
dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang
berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum
(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).
Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan
segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya
dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).

Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal
ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah
masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola
hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan
dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan
Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana
diwujudkan melalui Dana Desa.

Perspektif dan konstruksi yang demikian itu, diorientasikan untuk menguatkan


kapasitas Desa menuju Desa yang maju, mandiri, dan demokratis dengan bertumpu
pada nilai-nilai kegotongroyongan serta memulihkan kolektivisme/kebersamaan dan
kepemilikan kolektif atas asset strategis Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 56


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

C. Kebijakan Baru tentang Desa

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya,


menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan
kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan
berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi
dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan
desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas
rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang
ini.

Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60
tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar
terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat 6 (enam)


kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu:

1) Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan


kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2) Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota paling sedikit
10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
3) Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat
dalam penetapan kebijakan desa, yakni merubah nomenklatur Badan Perwakilan
Desa menjadi Badan Permusyawaratan Desa.
4) Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar
tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: (a) melarang
Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, (b) memastikan kedudukan keuangan
kepala desa, dan (c) Kepala Desa bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.
5) Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan
desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa.
6) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang
sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan.

D. Kewenangan Desa

Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam
pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan
dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19
Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 57
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:

1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-
undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh
untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:

1) Sistem organisasi masyarakat desa;


2) Pembinaan kelembagaan masyarakat;
3) Pembinaan tanah kas Desa; dan
4) Pengembangan peran masyarakat desa.

Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas:

1) Pengelolaan tambatan perahu;


2) Pengelolaan pasar desa;
3) Pengelolaan tempat pemandian umum;
4) Pengelolaan jaringan irigasi;
5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa;
6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar;
8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan;
9) Pengelolaan embung desa;
10) Pengelolaan air minum berskala desa; dan
11) Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 58


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program


pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa
pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa)
diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5):
Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa dan Pelaksanaan
program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa.

Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.

Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang


diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut:

(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran
kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2)
peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran
anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2)
adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa
dalam skala desa.
(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek
budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup
kewenangan yang diserahkan.
(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai
kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan
(Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa)
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih
maksimal.
(5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan
semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan
program pemerintah.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 59


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

2 Desa dan Visi UU Desa

BB 2.2.3

MATRA PEMBANGUNAN DESA

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan


menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan
kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan
sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.
Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk
mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa
sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua,
Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan
berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan
partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).
Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan
komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak


kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan
kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah
yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang
ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta
ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus
dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera.
Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar
hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap
kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga
kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra
Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu
mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 60


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta
pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan
stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan
budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).

Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung
Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian
kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.

Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa


mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal
ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif
berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat
Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini,
organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,
pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi,
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau
yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini
haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha
perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan
BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 61
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.

Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.

3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)

Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 62
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas


memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan
kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan
(metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan
menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan
kesejahteraan Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 63


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 3
TATA KELOLA DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 64


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 65


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Kelembagaan dalam Tata
3.1
Kelola Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa;
2. Menjelaskan pelaku-pelaku dalam pemerintahan Desa;
3. Menjelaskan kelompok pelaku strategis dalam masyarakat;
4. Menjelaskan hubungan antar pelaku kunci.

Waktu
60 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media
Lembar Kerja dan Media Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 66


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 2: Mengidentifikasi pemangku kepentingan (Diskusi


kelompok
2. Bagilah peserta menjadi 4 kelompok;
3. Minta setiap kelompok berdiskusi. Gunakan Lembar Kerja 3.1.1 (20
menit);
4. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya (10
menit);
5. Minta kelompok yang lain mengkritisi dan melengkapi (20 menit);
6. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi 3.1.1 (10 menit).

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 67


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 3.1.1

Diskusikan beberapa pertanyaan berikut:

1. Siapa saja pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa?


2. Apa saja peran pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa sebagaimana UU
Desa?
3. Siapa saja kelompok-kelompok strategis di Desa?
4. Bagaimana pola hubungan antara lembaga/pemangku kepentingan/kelompok di
Desa? (Relasi Pemerintah Desa-Badan Permusyawaratan Desa)

Media Fasilitasi 3.1.1

Pelaku
Pemerintah Peran Hubungan
Masyarakat BPD
Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 68


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Musyawarah Desa sebagai
3.2
Basis Tata Kelola dan
Penggerak Demokratisasi
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;
2. Menjelaskan penyelenggaraan Musyawarah Desa;
3. Menjelaskan cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah
Desa;
4. Menjelaskan tentang peserta Musyawarah Desa;
5. Menjelaskan kedaulatan peserta Musyawarah Desa;
6. Menjelaskan pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa.

Waktu
60 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 69


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
7. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 4: Musyawarah Desa (Penugasan perorangan)


8. Minta setiap peserta mengisi lembar kerja (Lembar Kerja 3.2.1);
9. Minta beberapa peserta menyampaikan pengalaman mengikuti
Musyawarah Desa;
10. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 3.2.1).

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 70


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 3.2.1

No. Pertanyaan Uraian


1. Apa hakikat Musyawarah Desa?
2. Siapa saja peserta Musyawarah
Desa?
3. Bagaimana proses penyelenggaraan
Musyawarah Desa?
4. Apa saja materi yang dibahas dalam
Musyawarah Desa?
5. Sejauh ini apakah peserta
Musyawarah Desa berdaulat dalam
mengemukan pendapatnya?
6. Bagaimana mekanisme pengambilan
keputusan dalam Musyawarah Desa?

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 71


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Prinsip-Prinsip Tata Kelola
3.3
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip tata kelola Desa (partisipatif,
transparansi, dan akuntabilitas);
2. Menjelaskan pengertian prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan
akuntabilitas;
3. Menjelaskan cara mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabilitas.

Waktu
60 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Penugasan Perorangan dan Presentasi

Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 72


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 5: Pembukaan
11. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 6: Identifikasi Prinsip (Curah Pendapat)


12. Bagikan metaplan kepada setiap peserta;
13. Minta setiap peserta menuliskan prinsip-prinsip tata kelola Desa;
14. Sepakati prinsip-prinsip tata kelola Desa.

Kegiatan 7: Memahami Prinsip-prinsip (Kerja Kelompok)


15. Bagi peserta menjadi 4 kelompok;
16. Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja 3.3.1;
17. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan
minta kelompok yang lain mengkritisi serta melengkapi;
18. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi 3.3.1.

Kegiatan 8: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 73


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 3.3.1

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa


(Lembar Kerja Kelompok)
No. Pertanyaan Uraian
1. Apa yang dimaksud dengan
partisipatif?
2. Apa yang dimaksud dengan
transparansi?
3. Apa yang dimaksud dengan
akuntabilitas?
4. Bagaimana mewujudkan prinsip-
prinsip partisipatif, transparansi, dan
akuntabilitas di Desa?
5. Kendala apa saja yang dihadapi
dalam mewujudkan prinsip-prinsip
partisipatif, transparansi dan
akuntabilitas di Desa?

Media Fasilitasi 3.3.1

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa


Asas Perwujudannya Mengapa Penting?
Transparan Memudahkan akses publik Memenuhi hak masyarakat
terhadap informasi Menghindari konflik
Penyebartahuan informasi
terkait Pengelolaan Keuangan
Desa
Akuntabel Laporan Pertanggungjawaban Mendapatkan legitimasi
Informasi kepada publik masyarakat
Mendpatkan kepercayaan
publik

Partisipatif Keterlibatan efektif Memenuhi hak masyarakat


masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki
Membuka ruang bagi peran Meningatkan keswadayaan
serta masyarakat masyarakat

Tertib dan Taat hokum Menghindari penyimpangan


Disiplin Tepat waktu, tepat jumlah Meningkatkan prefesionalitas
Anggaran Sesuai prosedur

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 74


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

3 Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 1

MUSYAWARAH DESA

PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA

Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang
berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain
dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal
dengan sebutan syuro, rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kata
Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan
keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara
pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.

Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan


ahli dan literatur, diantaranya:

1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk
memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan
bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut
urusan keduniawian.
2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi.
Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang
melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan
sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama.
3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan
suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk
mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan
suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 75


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

4. Musyawarah adalah pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam


penyelesaian suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
5. Musyawarah merupakan membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu
persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan.

Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil
keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa
sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan
Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.
Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian
integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.

DASAR PEMIKIRAN MUSYAWARAH DESA

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis
desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.
Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di
tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.
Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi
dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan
memperkecil munculnya konflik di masyarakat.

Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti


Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok,
Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu
cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan
lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya:

(1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa


Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan;
(2) Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama;
(3) Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani,
serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan;
(4) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan;
(5) Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan
bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan.

TUJUAN MUSWARAH DESA

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam


pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 76


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui


musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi
seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot
karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta.
Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga
keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta
dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self
governing community (SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA

Partisipatif. Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan


dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang
perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial
(tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi
tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf
e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak
menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan
selama berlangsungnya musyawarah Desa (Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT
No. 2 tahun 2015).

Demokratis. Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan
kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait
pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan
representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di
desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan
sosial yang lebih harmonis.

Transparan. Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung


demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa
yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip
transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan
dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal
materi permusyawaratan.

Akuntabel. Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus
dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau
pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat,
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan


informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 77


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong


swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah
Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses
berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah.
Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut:

a. Karakteristik Musyawarah Desa

Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama, Musyawarah


Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif. Artinya seluruh elemen desa merupakan
asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.
Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa. Kekuatan asosiatif ini
juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan
modal. Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi
untuk semua. Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran,
golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal
startegis di desa.

Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif. Artinya


Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau
musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah
Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat
menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain
yang merugikan desa dan masyarakat.

b. Manfaat Musyawarah Desa

Berikut diuraikan beberapa manfaat musyawarah desa, diantaranya:

1. Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)

Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti
musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat
yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan
keluar.

2. Masalah dapat segera terpecahkan

Musyawarah merupakan cara yang umum digunakan untuk memecahkan masalah


yang dihadapi. Melalui musyawarah diperoleh beberapa alternatif dalam
menyelesai-kan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama.
Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita
sendiri. Oleh karena itu. sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat
dengan orang lain.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 78


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

3. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan

Musyawarah Desa merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan


yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama peserta.
Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di
dalamnya. Sehingga semua peserta dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut
dengan penuh tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan.

4. Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak

Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan
salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan
penuh keikhlasan.

5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda

Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang
berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang
berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut
kepentingan bersama.

6. Adanya kebersamaan

Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter
yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat
hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.

7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar

Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan
seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.
Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil
keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.

8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan

Melalui mekanisme Musyawarah Desa yang benar dapat menemukan kebenaran


atas pangkal masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Seluruh elemen
masyarakat yang hadir bisa mendengarkan berbagai penjelasan dari peserta
lainnya, yang nantinya akan menghindarkan dari berprasangka atau menduga-
duga.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 79


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

9. Menghindari celaan

Dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa, tentunya setiap pemangku


kepentingan akan terhindar dari berbagai macam anggapan dan celaan orang lain.

10. Menciptakan stabilitas emosi

Secara psikologis Musyawarah Desa dapat memberikan bantuan mempermudah


pengendalian diri bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta menemukan
pendapat yang berbeda dari berbagai pihak. Dengan demikian melatih masyarakat
untuk mampu menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah
disampaikan peserta. Pertemuan atau musyawarah dapat membangun stabilitas
emosi yang baik antar sesama komponen masyarakat.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 80


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

3 Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 2

TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA

Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43


Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Desa dan DTT No 2
Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa. Dalam peraturan ini diatur mekanisme Musyawarah Desa
yang akan memandu seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Beberapa
unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta,
undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 81


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pimpinan Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai


dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan Musayawarah:

(1) Pimpinan Musyawarah Desa hanya berbicara selaku pimpinan musyawarah


untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk
persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok
persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah;
(2) Jika Pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta musyawarah,
untuk sementara pimpinan musyawarah diserahkan kepada wakil ketua atau
anggota Badan Permusyawaratan Desa;
(3) Pimpinan yang hendak berbicara selaku peserta Musyawarah Desa disarankan
untuk berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah;
(4) Pimpinan Musyawarah Desa dapat memperpanjang dan menentukan lamanya
perpanjangan waktu peserta yang berbicara;
(5) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang
berbicara untuk mengakhiri pembicaraan apabila melampaui batas waktu yang
telah ditentukan;
(6) Pimpinan Musyawarah Desa tidak dapat memberikan kesempatan kepada
peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan
tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang
dibicarakan;
(7) Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan
pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspirasinya dapat
mengajukan setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa.
(8) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada
pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 82


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

(9) Peserta Musyawarah Desa tidak boleh diganggu selama berbicara


menyampaikan aspirasi.

Pendamping Desa

Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak
ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.

Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:

(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.

Undangan, Peninjau dan Wartawan

Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:

(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.

Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan


Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan
Musyawarah Desa. Undangan disediakan tempat tersendiri. Undangan harus menaati
tata tertib Musyawarah Desa.

Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:

(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak
boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;
(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa
melalui panitia Musyawarah Desa;
(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa;
(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 83


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus
menaati tata tertib Musyawarah Desa.

Pengaturan Pembicaraan

Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok


pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis. Apabila peserta menurut pendapat
pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang
bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya
pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

(1) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan pembicara yang menggunakan


kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban
acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
(2) Pimpinan Musyawarah Desa meminta agar yang bersangkutan menghentikan
perbuatan dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik
kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya.
(3) Dalam hal pembicara memenuhi permintaan pimpinan Musyawarah Desa, kata
yang tidak layak dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam
risalah atau catatan Musyawarah Desa. Dalam hal pembicara tidak memenuhi,
pimpinan Musyawarah Desa melarang pembicara meneruskan pembicaraan
dan perbuatannya.
(4) Dalam hal larangan masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan
Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan
Musyawarah Desa. Bila tidak mengindahkan permintaan, pembicara tersebut
dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah
pimpinan Musyawarah Desa.

Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap
dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat
meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas
perintah pimpinan Musyawarah Desa.

Menutup dan Menunda Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila
terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.
Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)
jam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 84


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa
apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin
dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah
Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum
(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup
atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan
meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;
(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh
empat) jam.

Risalah, Catatan dan Laporan Singkat

Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan
singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk
dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah
Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui
media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh
jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan
catatan tentang:

(1) Hal-hal strategis yang dibahas;


(2) Hari dan tanggal musyawarah desa;
(3) Tempat musyawarah desa;
(4) Acara musyawarah desa;
(5) Waktu pembukaan dan penutupan musyawarah desa;
(6) Pimpinan dan sekretaris musyawarah desa;
(7) Jumlah dan nama peserta musyawarah desa yang menandatangani daftar
hadir; dan
(8) Undangan yang hadir.

Catatan (notulensi) adalah catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan,


dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa serta dilengkapi dengan
risalah musyawarah.

Laporan singkat memuat kesimpulan dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Sekretaris


Musyawarah Desa dengan dibantu tim perumus menyusun catatan (notulensi). Laporan
singkat yang ditandangani pimpinan atau sekretaris atas nama pimpinan Musyawarah
Desa yang bersangkutan. Tim perumus berasal dari peserta Musyawarah Desa yang
dipilih dan disepakati dalam Musyawarah Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 85


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Penutupan Acara Musyawarah Desa

Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah Desa. Penutupan


dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian
catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah
Desa menyampaikan catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.
Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah
Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan sementara diubah
menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.
Catatan tetap dan laporan singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa,
sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah
Desa. Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan Musyawarah Desa, pimpinan
Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 86


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

3 Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 3

MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA

Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara
pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.

a. Keputusan Berdasarkan Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta yang hadir


diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan saran, kemudian
dipandang cukup untuk diterima oleh seluruh peserta musyawarah. Gagasan, pendapat
dan pemikiran tersebut memberikan sumbangan berarti dalam merumuskan
kesepakatan yang bersifat strategis yang sedang dimusyawarahkan. Untuk dapat
mengambil keputusan, pimpinan Musyawarah Desa berhak untuk menyiapkan
rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Musyawarah Desa.
Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa
yang dihadiri oleh peserta sejumlah 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan
sebagai peserta Musyawarah Desa dan/atau disetujui oleh semua peserta yang
hadir.Keputusan berdasarkan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sah
apabila ditetapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa setelah dilakukan penundaan,
dan disetujui oleh semua peserta yang hadir.

b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan


mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian peserta Musyawarah
Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa
yang lain. Pengambilan suara terbanyak dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara terbuka atau
secara rahasia; (2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak apabila
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 87
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

menyangkut kebijakan; (3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara


rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam
Musyawarah Desa.

c. Pemungutan Suara

Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah
Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta
yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,
diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.

Pemungutan suara secara berjenjang, dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan


berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (1) Pemberian suara secara
terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain)
dilakukan oleh peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat
tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah
Desa; (2) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap
peserta Musyawarah Desa; (3) Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara
dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan; (4) Dalam hal hasil
pemungutan suara tidak memenuhi, dilakukan pemungutan suara ulangan yang
pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang
waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam; (5) Dalam hal hasil pemungutan suara
ulangan ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara menjadi batal.
Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis, tanpa mencantumkan nama,
tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat
kerahasiaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:
(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap
menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi
ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)
Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,
pemungutan suara secara rahasia.

d. Berita Acara Penetapan Keputusan

Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai


mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak
yang terkait dalam pengambilan keputusan. Hasil keputusan Musyawarah Desa
dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta
Musyawarah Desa. Berita acara dilampiri catatan tetap dan laporan singkat. Apabila
dalam pembuatan berita acara kesepakatan Ketua Badan Permusyawaratan Desa
berhalangan hadir, maka sebagai pimpinan Musyawarah Desa yang menandatangi
Berita Acara. Demikian halnya, jika Kepala Desa berhalangan hadir dalam Musyawarah

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 88


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara
tertulis oleh Kepala Desa.

e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa

Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya menindaklanjti


hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas kesepakatan yang dibuat.
Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan
hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah
Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Kebijakan Pemerintah Desa
disusun berupa Peraturan Desa yang disusun oleh Kepala Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa harus menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam rangka memastikan keputusan hasil
Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa. Dimana, kedua
kelembagaan berwenang dalam menyusun Peraturan Desa dan harus memastikan
keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa.

Mekanisme penyusunan Peraturan Desa diuraikan sebagai berikut: (1) Rancangan


peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa, dan badan Permusyawaratan Desa
dapat mengusulkan rancangan peraturan Desa kepada pemerintah desa; (2) Rancangan
peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan
masukan; (3) Rancangan peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas
dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa; (4) Rancangan peraturan Desa
yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan
Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan; (5) Rancangan peraturan Desa wajib
ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15
(lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa; (6) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa
dan berita Desa oleh sekretaris Desa; (7) Peraturan Desa yang telah diundangkan
disampaikan kepada bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan; (8) Peraturan Desa wajib
disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

f. Penyelesaian Perselisihan

Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan
para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.
Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu
ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat
kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak
dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan
bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak
dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 89


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

3 Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 4

PANDUAN NOTULENSI MUSYAWARAH DESA

Pengertian

Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan
untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide,
gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah.
Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam
Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk
untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana
diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan
dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari
notulis).

Fungsi Notulen

Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber
informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya;
(4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu.

Karakteristik Notulen

Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak
bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap
pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat
membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan
alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan
lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan
terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 90


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Persyaratan dan Kompetensi Notulis

Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki,
yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan
yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand;
(5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai
materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9)
Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai
metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12)
Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan
hasil musyawarah.

Kewenangan Notulis

Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat
dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh
dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis.
yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok
masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui
susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta
agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis
diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain
pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar
peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang
dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis
mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar
dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi
pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah
berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah
dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila
musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk
menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang
orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan
melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam;
(9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena
memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu
pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak
memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara
mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah
berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis
untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 91


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Garis-Garis Besar Notulensi Musyawarah

Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap
serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau
lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa,
luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan
Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau
tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah;
(7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu;
(9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan;
(11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan
musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan
pimpinan musyawarah.

Susunan Notulen Musyawarah Desa

Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan
agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut
ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan
jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan
demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul
8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus
dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap
pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak
disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis
mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan
disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila
perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau
dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 92


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 93


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 94


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

4.1 Sistem Pembangunan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan pembangunan Desa;
2. Menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa;
3. Memahami pengertian pendekatan Desa Membangun;
4. Memahami kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola
Desa, mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan
keswadayaan warga, inklusif);
5. Mengetahui kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus
dirinya sendiri;
6. Mengetahui pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa;
7. Memahami pembangunan sebagai proses yang sistematis.
Waktu
90 Menit

Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Presentasi, Curah pendapat, dan
Penugasan Kelompok

Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok, dan Slide presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 95


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 2: Hakikat Pembangunan Desa (Sharing)


2. Ajak beberapa peserta untuk berbagi cerita (sharing) tentang
pengalaman atau pengamatan peserta dalam perencanaan
pembangunan. Pertanyaan berikut bisa dijadikan panduan berbagi
cerita:
Apa yang dimaksud dengan pembangunan?
Apa tujuan pembangunan Desa?
Mengapa pembangunan Desa disebut sebagai sebuah sistem?
3. Lanjutkan dengan pemaparan singkat pokok-pokok pikiran tentang
pembangunan desa yang ideal.

Kegiatan 3: Paradigma Membangun Desa dan Desa


Membangun (Brainstorming)
4. Apa yang membedakan konsep desa membangun dan
membangun desa;
5. Minta peserta menyebutkan jenis dan bidang kewenangan Desa;
6. Ajak peserta merefleksikan situasi pembangunan di desa tempat
mereka tinggal;
7. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 4.1.1).

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 96


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Perencanaan Pembangunan
4.2
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian perencanaan pembangunan Desa;
2. Menjelaskan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa;
3. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM
Desa;
4. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa;
5. Menjelaskan pokok-pokok materi/isi RKP Desa;
6. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB
Desa;
7. Menjelaskan struktur APB Desa.

Menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip (partisipasi, transparansi,


dan akuntabilitas) dalam alur proses dan tahapan kegiatan perencanaan
pembangunan Desa;

Peserta Dapat:
1. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM
Desa;
2. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa;
3. Memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa;
4. Memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa;
5. Memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa;
6. Memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan
dan pemberdayaan;
7. Memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait
dengan Pendapatan dari swadaya.

Waktu
6 JPL (270 Menit)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 97


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi

Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 5: Perencanaan Pembangunan Desa (Tanya Jawab dan


Penayangan Video)
9. Tanyakan kepada peserta pengertian perencanaan dan mengapa
perencanaan itu penting;
10. Gali pemahaman peserta tentang dokumen perencanaan
pembangunan desa;
11. Tayangkan video Perencanaan Pembangunan Desa;
12. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RPJM Desa dan
RKP Desa (lakukan penegasan dengan menggunakan Media Fasilitasi
4.2.1).

Kegiatan 6: Strategi Peningkatan Partisipasi Aktif Warga


Miskin, Perempuan, dan Kelompok Rentan (Refleksi
Pengalaman dan Curah Pendapat)
13. Minta peserta menyampaikan pengalamannya dalam meningkatkan
partisipasi warga terutama warga miskin, perempuan dan kelompok
rentan;
14. Tuliskan pokok-pokok penyampaian dari peserta;
15. Ajak peserta merumuskan tips untuk meningkatkan partisipasi warga
miskin, perempuan dan kelompok rentan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 98


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kegiatan 7: Tahapan Penyusunan dan Pokok-pokok Materi RKP


Desa (Kerja Kelompok)
16. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RKP Desa;
17. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Minta setiap kelompok
mengidentifikasi tahapan sesuai Lembar Kerja 4.2.1;
18. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 4.2.2);
19. Bagikan dokumen RKP Desa kepada setiap kelompok;
20. Minta setiap kelompok mencermati isi dokumen RKP Desa (gunakan
Lembar Kerja 4.2.2);
21. Berikan kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasil pencermatannya;
22. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 4.2.3 Naskah Otentik
RKPDesa).

Kegiatan 8: Penyusunan APB Desa (Tanya Jawab dan Penugasan


Perorangan)
23. Minta peserta menjelaskan pengertian APB Desa, struktur dan fungsi
APB Desa;
24. Bagikan form APB Desa kepada setiap peserta (Lembar Kerja 4.2.3);
25. Minta peserta menyusun struktur APB Desa;
26. Ajak peserta memeriksa hasil kerjanya (tayangkan Media Fasilitasi
4.2.3 Naskah Otentik APBDesa);
27. Berikan penegasan terkait APBD Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 99


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 4.2.1

Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistimatika RKP Desa Bab I .................... Sudah sesuai dengan
Bab II ................... Permendagri No.
Bab III . 114/2015
Dst

2. Format RKP Desa Berita Acara..............


(kelengkapan Perdes...............
dokumen) Dst.

3. Isi/Materi RKP Desa Hasil evaluasi RKP


tahun sebelumnya.
Kebijakan Anggaran.
Prioritas kegiatan
Dst.

Lembar Kerja 4.2.1

Tabel Pencermatan Dokumen RKP Desa

Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistematika RKP Desa

2. Format (kelengkapan
dokumen) RKP Desa

3. Isi/Materi RKP Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 100


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 4.2.2

No. Tahap Pelaku Proses Hasil


1. Penyusunan perencanaan BPD Berita acara
pembangunan desa
melalui Musdes
2. Pembentukan tim Kepala desa Tim
penyusunan RKP Desa
3. Pencermatan pagu indikatif
Desa dan penyelarasan
program/kegiatan yang
masuk ke Desa
4. Pencermatan ulang
dokumen RPJM Desa
5. Penyusunan rancangan
RKP Desa dan rancangan
daftar usulan RKP Desa
6. Penyusunan RKP Desa
melalui Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan Desa
(Musrenbang Desa)
7. Penetapan RKP Desa
Catatan: RKP Desa dapat diubah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Slide
Perubahan RKP Desa)

Lembar Kerja 4.2.2

Tahapan Penyusunan RKP Desa

No. Tahap Pelaku Proses Hasil


1. Penyusunan perencanaan
pembangunan desa
melalui Musdes
2. Pembentukan tim
penyusunan RKP Desa
3. Pencermatan pagu
indikatif Desa dan
penyelarasan
program/kegiatan yang
masuk ke Desa
4. Pencermatan ulang
dokumen RPJM Desa
5. Penyusunan rancangan
RKP Desa dan rancangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 101
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

daftar usulan RKP Desa


6. Penyusunan RKP Desa
melalui Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan Desa
(Musrenbang Desa)
7. Penetapan RKP Desa

Lembar Kerja 4.2.3

Form Isian RAPB Desa


Daftar Nomenklatur (Pendapatan, Belanja dan Biaya)

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6
PENDAPATAN

tambatan perahu 11.000.000


pasar desa 7.000.000
tempat pemandian umum 3.000.000
jaringan irigasi 12.000.000

Hasil BUMDes 15.000.000


Tanah Kas Desa 6.000.000

Dana Desa 375.000.000


Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah kabupaten/ 21.000.000
kota
Alokasi Dana Desa 500.000.000
Bantuan Keuangan
Bantuan Provinsi 40.000.000
Bantuan Kabupaten / Kota 15.000.000

Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong 6.000.000


Lain-lain Pendapatan Asli Desa

Pendapatan Lain lain


Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak 60.000.000
mengikat
Lain-lain Pendapatan Desa yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

BELANJA
Alat Tulis Kantor 2.000.000

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 102


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6
Benda POS 600.000
Pakaian Dinas dan Atribut 5.000.000
Pakaian Dinas
Alat dan Bahan Kebersihan 120.000
Perjalanan Dinas 6.000.000
Pemeliharaan 3.000.000
Air, Listrik,dan Telepon 1.500.000
Honor 7.000.000

Komputer 24.000.000
Meja dan Kursi 8.000.000
Mesin TIK 400.000
Motor 12.000.000

Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat 180.000.000


Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat 90.000.000
Tunjangan BPD 80.000.000

Operasional RT/ RW
Belanja Barang dan Jasa
ATK 6.000.000
Penggadaan 2.500.000
Komsumsi Rapat 4.500.000

Operasional BPD
Belanja Barang dan Jasa
ATK 2.000.000
Penggandaan 1.000.000
Konsumsi Rapat 3.000.000

Kegiatan Pembangunan Saluran Drainase


Belanja Barang dan jasa
Upah Kerja 8.000.000
Honor TPK 3.000.000
- Belanja Bahan Material 5.000.000
Belanja Modal 170.000.000

Kegiatan Pengerasan Jalan Lingkungan


Belanja Barang dan Jasa :
Honor 6.000.000
dst..
Belanja Modal: 344.000.000

Kegiatan Pelatihan Tanaman Hidroponik


Belanja Barang dan Jasa:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 103
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6
Honor pelatih 12.000.000
Konsumsi 8.000.000
Bahan pelatihan 15.000.000

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA


PEMERINTAH DESA ...........................

TAHUN ANGGARAN 2016


Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Desa
1 1 1 Hasil Usaha
1 1 1 1
1 1 1 2

1 1 2 Hasil Aset
1 1 2 1
1 1 2 2
1 1 2 3
1 1 2 4

1 1 3
1 1 4

1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1
1 2 2
1 2 3
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1
1 2 4 2

1 3 Pendapatan Lain lain


1 3 1
1 3 2

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

2 1 1 Penghasilan Tetap dan Tunjangan


Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 104
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
2 1 1 1

2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2

2 1 2 3

2 1 3
2 1 3 2

2 1 4
2 1 4 2

2 2 Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa


2 2 1
2 2 1 2

2 2 1 3

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 105


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6

2 2 2
2 2 2 2

2 2 2 3

2 2 3 Kegiatan
2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
2 3 1
2 3 1 2

2 3 2

2 4 Bidang Pemberdayaan Masyarakat


2 4 1
2 4 1 2

2 4 2

2 5 Bidang Tak Terduga


2 5 1
2 5 1 2

2 5 2

JUMLAH BELANJA

SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1
3 1 2
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 106
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kode
Uraian Anggaran (Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
3 1 3
JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1
3 2 2
JUMLAH ( RP )

Disetujui Oleh,
Kepala Desa ........................

TTD
(...............................)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 107


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

4.3 Pengelolaan Keuangan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan Desa;
2. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan
Desa;
3. Menjelaskan ketentuan pokok pengelolaan keuangan Desa;
4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa.

Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan


keuangan Desa dalam tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa.

Peserta dapat:
1. Memfasilitasi penyusunan RAB/RPD;
2. Memfasilitasi pengajuan SPP;
3. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan;
4. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa;
5. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan
pelaksana kegiatan;
6. Memfasilitasi pengerjaan buku kas umum;
8. Memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa.

Waktu
8 JPL (360 Menit)

Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi

Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 108


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
28. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 10: Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan (Tanya


Jawab)
29. Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian keuangan
dan pengelolaan keuangan;
30. Berikan penegasan pengertian keuangan dan pengelolaan keuangan
desa;
31. Minta beberapa orang peserta mengemukakan kegiatan yang
dilakukan dalam pengelolaan keuangan Desa.

Kegiatan 11: Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan


(Penugasan)
32. Minta 3 orang peserta sebagai sukarelawan untuk tampil ke depan
(sekurang-kurangnya ada 1 orang peserta perempuan);
33. Bagikan 1 set Kartu Tahapan Kegiatan (Media Fasilitasi 4.3.1) yang
disusun secara acak kepada setiap peserta dimaksud;
34. Minta setiap sukarelawan dimaksud menempelkan kartu di papan
tulis untuk menunjukan alur kegiatan pengelolaan keuangan Desa
dengan benar (atur jarak antar sukarelawan sehingga tidak bisa saling
melihat urutan kartu yang disusunnya);
35. Minta peserta lain memberikan komentar atas urutan kartu 3
sukarelawan itu.

Kegiatan 12: Ketentuan Pokok dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan


Keuangan (Presentasi)
36. Pelatih menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan desa
(Media Fasilitasi 4.3.2);
37. Pelatih menjelaskan pokok-pokok pengelolaan keuangan desa
(Media Fasilitasi 4.3.3).

Kegiatan 13: Rekening dan Bukti Transaksi (Curah Pendapat)


38. Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa: Rekening Desa dan Bukti
Transaksi;
39. Lakukan curah pendapat:
Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian
Rekening Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 109
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Ulangi langkah di atas untuk menjelaskan tentang Bukti Transaksi.


Beri penegasan tentang Rekening Desa dan Bukti Transaksi.

Kegiatan 14: RAB (Curah Pendapat dan Kerja Kelompok)


40. Selanjutnya, pelatih memfasilitasi topik Rencana Anggaran Biaya
(RAB), dengan curah pendapat:
Siapa yang bertugas/berkewajiban menyusun RAB?
Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Bendahara dalam penyusunan
RAB?
41. Lakukan kerja kelompok, dengan membagi peserta menjadi 5
kelompok. Tujuan dari kerja kelompok ini dilakukan untuk
memastikan peserta dapat menghitung/menyusun RAB:
Bagikan Lembar Kerja Kelompok 4.3.1 kepada setiap kelompok.
Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja dimaksud.
Minta setiap kelompok untuk saling menukar hasil kerjanya dan
memberikan koreksi/catatan.
42. Tayangkan Flip Chart hasil perhitungan RAB dan berikan
penjelasan/penegasan sesuai hasil koreksi/catatan kelompok.

Kegiatan 15: SPP (Curah Pendapat dan Penugasan Perorangan)


43. Pelatih memberikan penjelsan tentang SPP, dan lakukan curah
pendapat tentang SPP, dengan topik:
Siapa yang bertugas/berkewajiban mengajukan SPP?
Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Kepala Seksi dalam pengajuan
SPP?
44. Minta setiap peserta mengerjakan form SPP (Lembar Kerja 4.3.2);
45. Berikan penegasan terkait proses dan tahapan pengajuan SPP.

Kegiatan 15: Buku Kas Pembantu Kegiatan (Curah Pendapat


dan Kerja Kelompok)
46. Minta peserta menjelaskan:
Siapa yang bertugas/berkewajiban mengerjakan Buku Kas
Pembantu Kegiatan?
Apa tugas/kewajiban perangkat desa dalam pengerjaan Buku Kas
Pembantu Kegiatan?
47. Selanjutnya, minta peserta untuk kerja kelompok mempraktikkan
penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dengan tahapan sebagai
berikut:
Bagi peserta membentuk kelompok, sesuai jumlah peserta,
minimal 5 kelompok.
Bagikan Lembar Kerja Kelompok 4.3.3 kepada setiap kelompok
(form Buku Kas Pembantu Kegiatan).
Minta setiap kelompok mengerjakan lembar kerja dimaksud.
Kemudian lakukan pleno penjelasan terkait buku kas pembantu
kegiatan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 110


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kegiatan 16: Pengadaan barang dan jasa di Desa (Speed


Reading Perka LKPP No. 13 Tahun 2013)
48. Minta peserta membaca secara cepat terkait Perka LKPP No. 13/2013
untuk menjawab pertanyaan berikut:
Bagaimana ketentuan dan tatacara pengadaan barang dan jasa di
Desa?
49. Berikan penegasan tentang pengadaan barang dan jasa di Desa.

Kegiatan 17: Buku Kas Umum (Tanya Jawab dan Penugasan


Perorangan)
50. Minta peserta menjelaskan pengertian dan fungsi buku kas umum;
51. Minta setiap peserta mengerjakan buku kas umum (Lembar Kerja
4.3.4);
52. Minta salah seorang peserta mempresentasikan hasil kerjanya;
53. Berikan penegasan.

Kegiatan 18: Laporan Realisasi APB Desa (Presentasi, Tanya


Jawab dan Penugasan Perorangan)
54. Paparkan fungsi, jenis dan waktu penyusunan laporan;
55. Minta setiap peserta mengerjakan laporan realisasi pelaksanaan APB
Desa semester I dan II (Lembar Kerja 4.3.5);
56. Minta peserta melakukan pemeriksaan silang hasil kerjanya;
57. Berikan penegasan dan pembulatan.

Kegiatan 19: Mewujudkan Prinsip Tata Kelola (Diskusi


kelompok)
58. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
59. Minta setiap kelompok berdiskusi (Lembar Kerja 4.3.6);
60. Berikan penegasan.

Kegiatan 20: Menutup Sesi


61. Berikan apresiasi kepada seluruh peserta, dengan tepuk tangan yang
meriah dan tutup sesi ini dengan salam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 111


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 4.3.1

Kartu Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa


(Bagikan secara acak, kemudian minta untuk menyusunnya secara benar sesuai
urutan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa. Hanya 5 dari 6 Kartu yang
harus ditempel sesuai urutan: Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan,
Pelaporan, dan Pertanggungjawaban)

Kartu ke 1

PERENCANAAN
Kartu ke 2

PELAKSANAAN
Kartu ke 3

PENATAUSAHAAN
Kartu ke 4

PELAPORAN
Kartu ke 5

PERTANGGUNGJAWABAN
Kartu ke 6

PEMERIKSAAN

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 112


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 4.3.2

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa

Prinsip Makna
Transparan Semua kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak
lain yang berwenang.
Akuntabel Setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan akan pertanggungjawaban.

Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus


dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari
proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Partisipatif Setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya.

Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan,


pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para
pemangku kepentingan di Desa serta masyarakat luas,
utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat
dari program/kegiatan pembangunan di Desa.
Tertib dan Disiplin Anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan
Anggaran pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip
akuntansi keuangan di desa.

Media Fasilitasi 4.3.3

Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA,


MENCAKUP:
1) Pengertian
2) Dasar Hukum
3) Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Desa
4) Tahapan kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa
5) Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 113


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja Kelompok 4.3.1

Menyusun RAB

RENCANA ANGGARAN BIAYA

DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN ................

1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan : ..............................

Rincian Pendanaan :
NO. URAIAN VOLUME HARGA JUMLAH
SATUAN (Rp.)
(Rp.)
1 2 3 4 5

JUMLAH (Rp.)

................., tanggal .

Disetujui/mengesahkan Pelaksana Kegiatan


Kepala Desa

Cara pengisian :
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok
belanja desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan
dalam APBDesa.
3. kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. kolom 2 diisi dengan uraian berupa rincian kebutuhan dalam kegiatan.
5. kolom 3 diisi dengan volume dapat berupa jumlah orang/barang.
6. kolom 4 diisi dengan harga satuan yang merupakan besaran untuk
membayar orang/barang.
7. kolom 5 diisi dengan jumlah perkalian antara kolom 3 dengan kolom 4.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 114


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 4.3.2

Form Pengajuan SPP

SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN ( SPP )

DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN ................

1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan : ..............................

Rincian Pendanaan:
NO. URAIAN PAGU PENCAIRAN PERMINTAAN JUMLAH SISA
ANGGARAN S.D. YG SEKARANG SAMPAI DANA
LALU SAAT INI
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)

JUMLAH

................., tanggal .

Telah dilakukan verifikasi Pelaksana Kegiatan


Sekretaris Desa

Setujui untuk dibayarkan Telah dibayar lunas


Kepala Desa Bendahara

Petunjuk pengisian:
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja
desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam
APBDesa.
3. Kolom 1 dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan rincian penggunaan dana sesuai rencana kegiatan.
5. Kolom 3 diisi dengan rincian pagu dana sesuai dengan rencana kegiatan.
6. Kolom 4 diisi dengan rincian jumlah anggaran yang telah dibayar sebelumnya.
7. Kolom 5 diisi dengan rincian yang dimintakan untuk dibayar.
8. Kolom 6 diisi dengan jumlah permintaan dana sampai saat ini.
9. Kolom 7 diisi dengan sisa anggaran

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 115


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja Kelompok 4.3.3


BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN
DESA.. KECAMATAN..
TAHUN ANGGARAN.
1. Bidang :
2. Kegiatan :
Penerimaan (Rp.) Pengeluaran(Rp.) Jumlah
Nomor Saldo
No. Tanggal Uraian Dari Swadaya Belanja Barang Belanja Pengembalian
Bukti Kas (Rp.)
Bendahara Masyarakat dan Jasa Modal ke Bendahara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pindahan Jumlah dari
halaman sebelumnya
Jumlah
Total Penerimaan Total Pengeluaran
Total Pengeluaran + Saldo Kas
Desa..
.,Tanggal

Pelaksana Kegiatan
Cara pengisian:
1. Bidang diisi berdasarkan klasifikasi kelompok.
2. Kegiatan diisi sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBDesa.
3. Kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan tanggal transaksi.
5. Kolom 3 diisi dengan uraian transaksi.
6. Kolom 4 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima bendahara.
7. Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima dari masyarakat.
8. Kolom 6 diisi dengan nomor bukti transaksi.
9. Kolom 7 diisi dengan jenis pengeluaran belanja barang dan jasa.
10. Kolom 8 diisi dengan jenis pengeluaran belanja modal.
11. Kolom 9 diisi dengan jumlah rupiah yang dikembalikan kepada bendahara.
12. Kolom 10 diisi dengan jumlah saldo kas dalam rupiah.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 116


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 4.3.4


BUKU KAS UMUM
DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN .......................

JUMLAH SALDO
KODE
No. Tgl. URAIAN PENERIMAAN PENGELUARAN NO BUKTI PENGELUARAN
REKENING
(Rp.) (Rp.) KOMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9

JUMLAH Rp. Rp.

., tanggal

MENGETAHUI BENDAHARA DESA,


KEPALA DESA,

.. .
Cara Pengisian :
Kolom 1diisi dengan nomor urut penerima kas atau pengeluaran kas
Kolom 2 diisi dengan tanggal penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 3 diisi dengan kode rekening penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 4 diisi dengan uraian transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah penerimaan kas
Kolom 6 diisi dengan jumlah rupiah pengeluaran kas
Kolom 7 diisi dengan nomor bukti transaksi
Kolom 8 diisi dengan penjumlahan komulatif pengeluaran kas
Kolom 9 diisi dengan saldo kas.
Catatan :
sebelum ditandatangani Kepala Desa wajib di periksa dan di paraf oleh Sekretaris Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 117


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 4.3.5

LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN


ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
SEMESTER PERTAMA
PEMERINTAH DESA..
TAHUN ANGGARAN.

KODE URAIAN JUMLAH JUMLAH LEBIH/ KET


REKENING ANGGARA REALISA KURAN .
N SI G
(Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 2 3 4
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Desa
1 1 1 Hasil Usaha
1 1 2 Swadaya, Partisipasi dan
Gotong Royong
1 1 3 Lain-lain Pendapatan Asli
Desa yang sah

1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota

1 3 Pendapatan Lain lain


1 3 1 Hibah dan Sumbangan dari
pihak ke-3 yang tidak
mengikat
1 3 2 Lain-lain Pendapatan Desa
yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
2 1 1 Penghasilan Tetap dan
Tunjangan
2 1 1 1 Belanja Pegawai:
- Penghasilan Tetap Kepala
Desa dan Perangkat
- Tunjangan Kepala Desa dan
Perangkat
- Tunjangan BPD
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 118
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

- Alat Tulis Kantor


- Benda POS
- Pakaian Dinas dfan Atribut
- Pakaian Dinas
- Alat dan Bahan Kebersihan
- Perjalanan Dinas
- Pemeliharaan
- Air, Listrik,dasn Telepon
- Honor
- dst..

2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst..

2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst .

2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst .

2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst

2 2 2 Pengaspalan jalan desa


2 2 2 2 Belanja Barang dan Jasa :
- Upah Kerja
- Honor
- dst
..
2 2 2 3 Belanja Modal:
- Aspal
- Pasir
- dst

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 119


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2 2 3 Kegiatan

2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst

2 3 2 Kegiatan.

2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst

2 4 2 Kegiatan..

2 5 Bidang Tak Terduga


2 5 1 Kegiatan Kejadian Luar Biasa
2 5 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor tim
- Konsumsi
- Obat-obatan
- dst

2 5 2 Kegiatan

JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 120


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA

TTD
(.)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 121


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 4.3.5

LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN


DAN BELANJA DESA
SEMESTER AKHIR TAHUN
PEMERINTAH DESA..
TAHUN ANGGARAN.

KODE URAIAN JUMLAH JUMLAH LEBIH/ KET


REKENING ANGGARA REALISA KURAN .
N SI G
(Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 2 3 4
PINDAHAN SALDO
(SEMESTER PERTAMA )
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Desa
1 1 1 Hasil Usaha
1 1 2 Swadaya, Partisipasi dan
Gotong Royong
1 1 3 Lain-lain Pendapatan Asli
Desa yang sah

1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota

1 3 Pendapatan Lain lain


1 3 1 Hibah dan Sumbangan dari
pihak ke-3 yang tidak
mengikat
1 3 2 Lain-lain Pendapatan Desa
yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa

2 1 1 Penghasilan Tetap dan


Tunjangan
2 1 1 1 Belanja Pegawai:
- Penghasilan Tetap Kepala
Desa dan Perangkat
- Tunjangan Kepala Desa dan
Perangkat
- Tunjangan BPD
2 1 2 Operasional Perkantoran
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 122
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa


- Alat Tulis Kantor
- Benda POS
- Pakaian Dinas dfan Atribut
- Pakaian Dinas
- Alat dan Bahan Kebersihan
- Perjalanan Dinas
- Pemeliharaan
- Air, Listrik,dasn Telepon
- Honor
- dst..

2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst..

2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst .
2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst .

2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst

2 2 2 Pengaspalan jalan desa


2 2 2 2 Belanja Barang dan Jasa :
- Upah Kerja
- Honor
- dst
..
2 2 2 3 Belanja Modal:
- Aspal
- Pasir
- dst

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 123


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2 2 3 Kegiatan

2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst
2 3 2 Kegiatan.

2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst

2 4 2 Kegiatan..

2 5 Bidang Tak Terduga


2 5 1 Kegiatan Kejadian Luar Biasa
2 5 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor tim
- Konsumsi
- Obat-obatan
- dst

2 5 2 Kegiatan

JUMLAH BELANJA

SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 124


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA

TTD
(.)

Lembar Kerja 4.3.6

Prinsip
Tahapan Kegiatan Tantangan
Transparansi Akuntabilitas
PPD Pembentukan Tim

Penyusunan RKP

Penyusunan RAPB Desa

PKD Pengadaan barang dan


jasa
pelaksanaan kegiatan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 125


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

4 Pembangunan Desa

Bahan Bacaan 1

RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA

Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
2) pembentukan tim penyusun RKP Desa;
3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
Desa;
4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
5) penyusunan rancangan RKP Desa;
6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
7) penetapan RKP Desa;
8) perubahan RKP Desa; dan
9) pengajuan daftar usulan RKP Desa.

Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 126
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2) menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan


3) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang
dibutuhkan.

Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
1) kepala Desa selaku pembina;
2) sekretaris Desa selaku ketua;
3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.

Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:


1) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
desa;
2) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
3) penyusunan rancangan RKP Desa; dan
4) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.

Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:


a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan
Masuk ke Desa.
Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu
indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan
informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap
tahun berjalan.
Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:
rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
dan
rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.

b. Pencermatan Ulang RPJM Desa


Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan
pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana
tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim
penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 127


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

c. Penyusunan Rancangan RKP Desa


Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:
a. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
b. pagu indikatif Desa;
c. pendapatan asli Desa;
d. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
e. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
f. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
g. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
h. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri
rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para
kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim
verifikasi.
Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan
prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP
Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim
penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara
tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan
RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim
penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.
Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang
didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah
daerah kabupaten/kota.
d. Perubahan RKP Desa
RKP Desa dapat diubah dalam hal:
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 128


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah


daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan
perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya
perubahan mendasar.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan
dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam
penyusunan perubahan APB Desa.
e. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa
Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui
camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun
berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah
perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota.
Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil
pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar
usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya
musyawarah perencanaan pembangunan di kecamatan pada tahun anggaran
berikutnya. Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun
anggaran berikutnya

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA


Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang
meliputi: penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa);
dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa, ditetapkan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa.
RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan.
Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa
Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan
unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan
kabupaten/kota.
Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;
pengkajian keadaan Desa;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 129
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;


penyusunan rancangan RPJM Desa;
penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan
pembangunan Desa; dan
penetapan RPJM Desa.

1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa


Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari:
kepala Desa selaku pembina;
sekretaris Desa selaku ketua;
ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya.

Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan
perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim
penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah
kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan
rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-
bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
rencana pembangunan kawasan perdesaan.

3. Pengkajian Keadaan Desa


Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka
mempertimbangkan kondisi objektif Desa. Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
penyelarasan data Desa;
penggalian gagasan masyarakat; dan
penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.

Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 130
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

4. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa


Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa berdasarkan
laporan hasil pengkajian keadaan desa.Musyawarah Desa, membahas dan menyepakati
sebagai berikut:
laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi
kepala Desa; dan
rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

5. Penyusunan Rancangan RPJM Desa


Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara
sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format
rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil
penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa.
Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada
kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan
berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan
RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka
langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
6. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa.
Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Musyawarah
perencanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. Unsur masyarakat terdiri atas: tokoh
adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani;
perwakilan kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok
perempuan; perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan perwakilan
kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah
perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan
RPJM Desa. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
dituangkan dalam berita acara.

7. Penetapan dan perubahan RPJM Desa


Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan
pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan
Desa tentang RPJM Desa. Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 131


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 132


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

4 Pembangunan Desa

Bahan Bacaan 2

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

A. POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengertian

Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban
yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun
2014).

Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa

Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan


pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar
pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:

1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;


2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa;
3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN;
4. Permendagri No. 113 Tahun 2014.

Peraturan lainnya yang terkait, antara lain:

1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 133


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2. Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa;


3. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam UU No. 6


Tahun 2014 tercantum pada Pasal 71 75 yang mencakup: Pengertian keuangan desa,
Jenis dan sumber-sumber Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa), Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun 2014,
sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemerintah Desa), dan Pasal 90-106.
Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan secara detil/teknis dalam
Permendagri No. 113 Tahun 2014. Dengan demikian, pengelola keuangan desa wajib
menjadikan Permendagri dimaksud sebagai al kitab yang harus selalu dirujuk, agar
terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan kelak di akhirat (Jahanam).

Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud
melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap
tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak
terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa
dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:

Transparan
Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada
sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimana melaksanakannya.

Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi


keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK, SAP,2005).

Akuntabel
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.

Partisipatif
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 134


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat


luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan
pembangunan di Desa.

Tertib dan disiplin anggaran


Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan
pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa.
Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Asas Penunjuk Perwujudannya Mengapa Penting?


Transparan Memudahkan akses publik Memenuhi hak masyarakat
terhadap informasi Menghindari konflik
Penyebartahuan informasi
terkait Pengelolaan Keuangan
Desa
Akuntabel Laporan Pertanggungjawaban Mendapatkan legitimasi
Informasi kepada publik masyarakat
Mendapatkan kepercayaan
public
Partisipatif Keterlibatan efektif masyarakat Memenuhi hak masyarakat
Membuka ruang bagi peran Menumbuhkan rasa memiliki
serta masyarakat Meningatkan keswadayaan
masyarakat
Tertib dan Taat hokum Menghindari penyimpangan
Disiplin Tepat waktu, tepat jumlah Meningkatkan prefesionalitas
Anggaran Sesuai prosedur

TAHAPAN KEGIATAN PENGELOLAAN

Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung dengan


mengikuti siklus:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 135


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PERENCANAAN

PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN

PELAPORAN PENATAUSAHAAN

1. Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP
Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.

RPJM Desa & RKP Desa APB Desa

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam
satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar
APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan
yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

APB Desa RAB SPP

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 136


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.

3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,
serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)
berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh. Tahap ini merupakan proses
pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.
Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian
terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.

4. Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian
data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan
dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah
Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang
disampaikan kepada Bupati/walikota.

5. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun
anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.

Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam PKD


Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa menjadi keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik
masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu, terlihat dari fungsi
pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan tertinggi di desa bagi Kepala
Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat untuk membahas hal-hal
strategis bagi keberadaan dan kepentingan desa.

Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus
memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara
sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan
sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara
pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,
peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 137


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga Masyarakat yang


ada di desa setempat.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena: 1) Menumbuhkan


rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah diputuskan dan
dilaksanakan. 2) Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup
untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (swadaya), dan 3)
Memberikan legitimasi/keabsahan atas segala yang telah diputuskan.

Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD?
Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD?
Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran:

Peran/Keterlibatan Masyarakat
Terkait dengan
Tahap Kegiatan Peran dan Keterlibatan
Asas
Perencanaan Memberikan masukan tentang rancangan APB Partisipatif
Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD
Pelaksanaan Bersama dengan Kasi, menyusun RAB, Partisipatif
memfasilitasi proses pengadaan barang dan Transparan
jasa, mengelola atau melaksanakan
pekerjaan terkait kegiatan yang telah
ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa.
Memberikan masukan terkait perubahan
APB Desa
Penatausahaan Meminta informasi, memberikan masukan, Transparansi
melakukan audit partisipatif Akutabel
Tertib dan disiplin
anggaran
Pelaporan dan Meminta informasi, mencermati materi LPj, Partisipatif
Pertanggung- Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam Transparan
jawaban Musyawarah Desa Akuntabel

B. PENGELOLA KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan
demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas
danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami
dengan benar siapa, apa tugas dan tanggungjawab Pengelola dimaksud, perlu
dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 138


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan
Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa.

1. Struktur Pemerintah Desa


Sekretaris Desa memimpin sekretariat yang membawahi sebanyak-banyaknya 3
Urusan. Setiap Urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur),yang bertanggungjawab
kepada Sekretaris, dan (dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan
dan kemampuan keuangan desa. Salah seorang staf Kaur ditetapkan sebagai
Bendahara. Pelaksana Teknis unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun 2014-
terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 Seksi. Setiap Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi
(Kasi) yang langsung bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa


Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Permendagri No. 113 Tahun 2014.
3. PTPKD
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksanan Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dibentuk oleh Kepala Desa dan
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Dalam PTPKD dimaksud Sekretaris
Desa sebagai koordinator. Kepala Seksi sebagai pelaksana kegiatan sesuai
bidangnya, dan Bendahara, yaitu unsur staf sekretariat desa yang membidangi
administrasi keuangan.

4. Tugas dan tanggungjawab Pengelola


Masing-masing pelaku dalam PTPKD mengemban tugas dan tanggungjawab
sebagaimana dipaparkan dalam bagan di bawah ini.

Matrik Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola

No Pelaku Tugas dan Tanggung Jawab


Kepala Desa Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB
Desa
Mentapkan PTPKD
Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan
penerimaan Desa
Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang
ditetapkan dalam APB Desa
Melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban APBDesa
Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan Desa
dibantu oleh PTPKD
Sekretaris Desa Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
(Koordinator PTPKD) APB Desa
Menyusun rencana Peraturan Desa tentang APB
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 139
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Desa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban


pelaksanaan APB Desa
Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa
Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APB Desa
Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran APB Desa
Kepala Seksi Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya
Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama lembaga
kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan didalam
APB Desa
Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan
atas beban anggaran belanja kegiatan
Mengendalikan pelaksanaan kegiatan
Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan
kepada kepala desa
Menyiapkan dokumen anggaran atas beban
pengeluaran pelaksanaan kegiatan
Bendahara Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar,
Staff di Urusan menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
Keuangan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran
pendapatan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa

Etika Pengelola
Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang
menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan
tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah
pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,
tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini
muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,
kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun
dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang
bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang
menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini
menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.

Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika
mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar
etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang
menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar
hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat
penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus pensiun dini karena masuk penjara.
Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan
menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 140


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para
Pengelola Keuangan Desa.

C. PERENCANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa sebagai rangkaian kegiatan, diawali dengan kegiatan


Perencanaan, yaitu penyusunan APBDesa. Dengan demikian, penting untuk memahami
secara tepat berbagai aspek APBDesa: fungsi, ketentuan, struktur, sampai mekanisme
penyusunannya, sebagaimana diuraikan berikut. Secara umum, pengertian perencanaan
keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja untuk kurun
waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam kaitannya dengan Pengelolaan
Keuangan Desa, perencanaan dimaksud adalah proses penyusunan APBDes.

Fungsi APB Desa

Sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum, APBDesa menjamin kepastian


rencana kegiatan, dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait,
untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan, serta menjamin
tersedianya anggaran dalam jumlah yang tertentu yang pasti, untuk melaksanakan
rencana kegiatan dimaksud. APBDesa menjamin kelayakan sebuah kegiatan dari segi
pendanaan, sehingga dapat dipastikan kelayakan hasil kegiatan secara teknis.

Ketentuan Penyusunan APB Desa

Apa saja yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBDes? Dalam menyusun
APBDes, ada beberapa ketentuan yag harus dipatuhi:

APBDesa disusun berdasarkan RKPDesa yang telah ditetapkan dengan Perdes.


APBDesa disusun untuk masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari
sampai 31 Desember tahun berikutnya.
Rancangan APBDesa harus dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD).
APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan
Perdes, selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun yang sedang dijalani.

Selain itu, secara teknis penyusunan APBDesa juga harus memperhatikan:

a. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional
artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 141


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

b. Belanja Desa
Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan
penggunaan keuangan desa harus konsisten (sesuai dengan rencana, tepat jumlah,
dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan
harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang
dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.

d. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggara)


Dalam menetapkan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu
potensi terjadinya pelampauan realisasi penerimaan desa, terjadinya penghematan
belanja, dan adanya sisa dana yang masih mengendap dalam rekening kas desa
yang belum dapat direalisasikan hingga akhir tahun anggaran sebelumnya.

Mekanisme, Tugas, dan Tanggungjawab Pelaku dalam Penyusunan APB Desa

Membaca Struktur APB Desa

Struktur/susunan APBDes terdiri dari tiga komponen pokok:


A. Pendapatan Desa
B. Belanja Desa
C. Pembiayaan Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 142


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Masing-masing komponen itu diuraikan lebih lanjut, sebagai berikut:

A. Pendapatan Desa

Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.

Kelompok
Jenis Pendapatan Rincian Pendapatan
Pendapatan
Pendapatan a. Hasil Usaha Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa
Asli Desa b. Hasil Aset Tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum,
jaringan irigasi
c. Swadaya, partisipasi, gotong Membangun dengan kekuatan
royong sendiri yang melibatkan peran
serta masyarakat berupa tenaga,
barang yang dinilai dengan uang

d. Lain-lain Pendapatan Asli Hasil pungutan desa


Desa
Transfer a. Dana Desa;
b. Bagian dari Hasil Pajak
Daerah Kabupaten/Kota dan
Retribusi Daerah;
c. Alokasi Dana Desa (ADD);
d. Bantuan Keuangan dari APBD
Provinsi; dan
e. Bantuan Keuangan APBD
Kabupaten/Kota.
Pendapatan a. Hibah dan Sumbangan dari Pemberian berupa uang dari
Lain-lain pihak ketiga yang tidak pihak ketiga
mengikat;
b. Lain-lain pendapatan Desa Hasil kerjasama dengan pihak
yang sah. ketiga atau bantuan perusahaan
yang berlokasi di desa

B. Belanja Desa

Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 143


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kelompok Jenis Kegiatan


Jenis Belanja dan Rincian Belanja
Belanja (Sesuai RKP Desa)
Penyelenggaraan a. Kegiatan Belanja Pegawai
Pemerintahan Pembayaran 1. Pembayaran penghasilan tetap
Desa Penghasilan Kepala Desa (1 org)
Tetap dan Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus, dll
Tunjangan mis. 11 org)
2. Pembayaran tunjangan
Kepala Desa
Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus)
BPD (mis: 5 org)
3. Insentif RT dan RW (mis: 5 RW, 25 RT)
Belanja Barang dan Jasa
b. Kegiatan
ATK, Listrik, Air, Telepon
operasional
Fotocopy/Penggandaan
kantor
Benda Pos
Belanja Modal
Komputer
Mesin Tik
Meja, Kursi, Lemari
Pelaksanaan Kegiatan 1. Belanja Barang dan Jasa
Pembangunan Pembangunan Upah
Desa Jalan Lingkungan Sewa Mobil
(Rabat Beton), dll Minyak Bekesting
(contoh) Paku, Benang
2. Belanja Modal
Marmer Prasasti
Beton Readymix
Kayu
Pasir
Batu
Plastik Cor
Pembinaan Kegiatan 1. Belanja Barang dan Jasa
Kemasyarakatan Penyelenggaraan Honor Pelatih
Desa Keamanan dan Transport Peserta
Ketertiban Konsumsi
Lingkungan Alat Pelatihan
(contoh) dll
2. Belanja Modal
Pemberdayaan Kegiatan Pelatihan 1. Belanja Barang dan Jasa
Masyarakat Desa Kelompok Tani Honor Penyuluh Pertanian
(contoh) Transpor Penyuluh
Konsumsi
Alat Pelatihan
2. Belanja Modal

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 144


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Belanja Tak
Terduga

Komposisi Belanja dalam APBDesa


Pasal 100, PP 43 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan
dengan ketentuan:

a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga

Perhitungan Penghasilan Tetap (Siltap) Aparat Pemerintah Desa


Pasal 81 PP 43 Tahun 2014, Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa
dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. Pengalokasian ADD untuk
penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan
sebagai berikut:

a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh
perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%
(empat puluh perseratus);
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).

C. Pembiayaan Desa

Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Penerimaan a. Sisa lebih perhitungan anggaran Pelampauan penerimaan


Pembiayaan (SiLPA) tahun sebelumnya pendapatan terhadap
b. Pencairan Dana Cadangan belanja
Penghematan belanja
c. Hasil penjualan kekayaan desa
Sisa dana kegiatan lanjutan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 145


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

yang dipisahkan.
Pengeluaran a. Pembentukan Dana Cadangan Kegiatan yang penyediaan
Pembiayaan b. Penyertaan Modal Desa. dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu
tahun anggaran.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Perencanaan


Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan. Bila perencanaan itu dilakukan dengan
tepat dan baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan
kemudian hasil kegiatan. Ketepata perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya
benar-benar mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas Pengelolaan
Keuangan Desa. Bagaimana agar azas-azas itu mewujud dalam proses perencanaan?
Tabel di bawah ini, mencoba memberikan gambaran.

Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Perencanaan
Partisipasi Pemerintah Desa membuka Komitmen Kepala Desa untuk
ruang/mengikutsertakan melibatkan masyarakat secara
masyarakat dalam menyusun optimal
RKP Desa maupun Rancangan Warga masyarakat yang
APBDesa memahami ketentuan mauoun
BPD melakukan konsultasi teknis penyusunan APBDesa
dengan masyarakat sebelum Aturan dan mekanisme kerja
membahas Rancangan BPD yang memastikan adanya
APBDesa bersama Pemerintah konsultasi publik
Desa Tata kerja BPD untuk menyerap
Masyarakat memberikan dan menampung aspirasi
masukan kepada Pemerintah masyarakat.
Desa dan/atau BPD
Transparansi Mengumumkan, Sosialisasi dilakukan secara
menginformasikan jadwal, resmi oleh Pemerintah Desa dan
agenda, dan proses BPD
perencanaan, serta hasil Sarana prasarana
perencanaan secara terbuka penyebartahuan informasi
kepada masyarakat Warga peduli informasi
Akuntabel Proses (tahap kegiatan) Mengumumkan,
dilakukan sesuai ketentuan menyosialisasikan ketentuan
Kegiatan dilakukan oleh pihak dan proses peyusunan APBDesa
yang berkompeten Pembahasan Rancangan
Rencana disusun berdasarkan APBDesa dilakukan secara
aspirasi masyarakat dan data terbuka, dalam arti dapat
Rencana disepakati oleh para dihadiri oleh masyarakat
pihak terkait Warga yang peduli pembahasan
APBDesa
Tertib dan Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 146
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Disiplin dalam jumlah tertentu dalam perencanaan yang membutuhkan


Anggaran APBDesa untuk membiayai dukungan pendanaan secara wajar.
proses perencanaan
Anggaran dimaksud
digunakan secara tepat jumlah
dan hanya untuk kegiatan
perencanaan

D. PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan, dimulailah tahap


Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup: penyusunan RAB, pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan di
lapangan.

Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian kegiatan untuk


melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan APBDesa. Kegiatan pokok
dalam fase pelaksanaan ini pada dasarnya bisa dipilah menjadi dua: 1) Kegiatan yang
berkaitan dengan pengeluaran uang, dan 2) Pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Pengelolaan


Keuangan Desa, adalah:

Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan


desa dilaksanakan melalui rekening kas desa (pasal 24 ayat 1 Permendagri 113
Tahun 2014).
Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah (pasal 24 ayat 3 Permendagri 113 Tahun 2014).
Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
desa(pasal 26 ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014). Pengecualian untuk belanja
pegawai yang bersifat mengikat dan operasional kantor yang sebelumnya telah
ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa.

Tugas dan Tanggungjawab Pelaku

Unsur Pengelola Tugas dan Tanggungjawab

Kepala Seksi (Kasi) Meyusun RAB - Rencana Anggaran Biaya.


Mengajukan SPP surat permohonan pencairan
Memfasilitasi pengadaan Barang dan Jasa
Mengerjakan Buku Kas Pembantu Kegiatsn
Sekretaris Desa: Memverifikasi RAB
Memverifikasi persyaratan pengajuan SPP
Kepala Desa Mengesahkan RAB
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 147
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Menyetujui SPP
Bendahara Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa
Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum
Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran

Rangkaian Kegiatan Pelaksanaan


Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi: 1) Penyusunan RAB. 2)
Pengadaan Barang dan Jasa. 3) Pengajuan SPP. 4) Pembayaran, dan 5) Pengerjaan Buku
Kas Pembantu Kegiatan. Rangkaian kegiatan dimaksud, secara rinci diuraikan sebagai
berikut:

1. Penyusunan RAB
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga
barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa
atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk
barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut:

Pelaksana Kegiatan (Kepala Seksi) menyiapkan RAB untuk semua rencana


kegiatan
Sekretaris Desa memverifikasi RAB dimaksud
Kepala Seksi mengajukan RAB yang sudah diverifikasi kepada Kepala Desa
Kepala Desa menyetujui dan mensahkan Rencana Anggaran Biaya Kegiatan (RAB).

Contoh RAB
RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA
TAHUN ANGGARAN 2015

1. Bidang : Pelaksanaan Pembangunan Desa


2. Kegiatan : Jalan Lingkungan (Rabat Beton)
3. Waktu Pelaksanaan:
Rincian Pendanaan
Harga
Volum Jumlah
No. URAIAN Satuan Satuan
e Rp.
Rp.
1 2 3 4 5
1. Belanja Barang dan Jasa
1.1 Upah Pekerja 137 HOK 40.000 5.480.000
1.2 Upah Tukang 45 HOK 50.000 2.250.000
1.3 Paku 5-10 cm 11 Kg 16.000 176.000
1.4 Minyak Bekesting 4 Ltr 2.000 7.200
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 148
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

1.5 Benang 5 bh 3.000 15.000


1.6 Mobil Pik Up 4 hari 250.000 1.000.000
1.7 Ember 5 glg 5.000 25.000
Sub Total 1) 8.953.200
2. Belanja Modal
2.1 Beton Readymix 86 M3 800.000 68.800.000
2.2 Kayu Bekesting 2 M3 1.100.000 1.760.000
2.3 Pasir Urug 25 M3 110.000 2.706.000
2.4 Plastik cor 757 M2 2.000 1.514.000
2.5 Batu Scroup 11 M3 130.000 1.430.000
2.6 Papan Proyek 1 bh 150.000 150.000
2.7 Prasasti Marmer 1 bh 350.000 350.000
Sub Total 2) 76.710.000

Total 85.663.200,00

Desa Mutiara, tanggal.........


Disetujui/Mensahkan

Kepala Desa Pelaksana Kegiatan

2. Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan
kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi
Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan
suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun
oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan
menjamin:

Penggunaan anggaran secara efisien efisien


Efektifitas pelaksanaan sebuah kegiatan
Jaminan ketersediaan barang dan jasa yang sesuai (tepat jumlah, tepat waktu,
dan sesuai spesifikasi)
Transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan barang/jasa
Peluang yang adil bagi seluruh masyarakat atau pengusaha terutama yang
berada di desa setempat untuk berpartisipasi

Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip


efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong, dan
akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini
dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat berjalan sesuai

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 149


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan desa.

Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang
tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian,
memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.
Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan
mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.

Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di Desa


Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43
tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap Bupati/Wali
Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan
menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa.

Salah satu peraturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13
Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam
Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010
jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa
oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh
kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan
kondisi masyarakat setempat.

3. Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:

Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat Permintaan


Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi dengan Pernyataan
Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi. Ke
Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta lampirannya.
Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi kepada Kepala
Desa
Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran.

4. Pembayaran
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:

Kepala Seksi menyerahkan dokumen SPP yang telah disetujui/disyahkan


Kepala Desa
Bendahara melakukan pembayaran sesuai SPP
Bendahara melakukan pencatatan atas pengeluaran yang terjadi.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 150


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Tentang Pajak
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri
dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau
pemungut pajak.
Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)
atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.
Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,
bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara
diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis
PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN
adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.
Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual
atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk
PKP penjual namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli
namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)
dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus
sepuluh persen).
Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku
pembantu kas pajak.

5. Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan


Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan
mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan didesa. Buku Kas Pembantu Kegiatan ini berfungsi untuk
mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
kegiatan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan.

BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN


DESA.. KECAMATAN..
TAHUN ANGGARAN.
3. Bidang :
4. Kegiatan :
Penerimaan (Rp.) Pengeluaran(Rp.)
Jumlah Saldo
Nomor Belanja
No Tgl Uraian Dari Swadaya Belanja Pengembalian Kas
Bukti Barang
Bendahara Masyarakat Modal ke Bendahara (Rp.)
dan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 151
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pindahan
Jumlah dari
halaman
sebelumnya
Jumlah
Total Total Pengeluaran
Penerimaan
Total Pengeluaran + Saldo Kas

Desa..
.,Tanggal

Pelaksana Kegiatan

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaksanaan


Tahap Pelaksanaan ini adalah tahap yang rawan tindakan dan/atau peristiwa yang
potensial menghambat kelancaran pengerjaan kegiatan di lapangan, antara lain: konflik
diantara pihak-pihak terkait, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan
wewenang, karena pada tahap ini terjadi aliran uang yang nyata. Untuk menghindari
semua itu, ketentuan dan azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa harus diperhatikan
dan diwujudkan secara sungguh-sungguh.

Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Pelaksanaan
Partisipasi Masyarakat terlibat dalam: Kasi terkait membentuk tim
1. Survey harga penyusun RAB
2. Menyusun RAB Ada warga yang mengerti
3. Memfasilitasi proses tentang tatacara dan terampil
pengadaan barang dan jasa menghitung RAB
Transparansi Barang dan jasa yang Data harga dan spesifikasi
dibutuhkan diumumkan barang dan jasa yang umum
secara terbuka berlaku di desa setempat
Standar harga hasil survey Warga yang memiliki
diumumkan secara terbuka pengetahuan tentang harga dan
Spesifikasi barang dan jasa spesifikasi barang dan jasa yang
yang dibutuhkan diumumkan dibutuhkan
secara terbuka Warga yang memiliki
(Bila pengadaan melalui kemampuan dan/atau usaha
pelelangan) Penawaran dari penyediaan barang dan jasa
pemenang lelang diumumkan Mengumumkan renvana
secara terbuka pengadaan barang dan jasa

Akuntabel Kegiatan dilakukan sesuai Mengumumkan,


ketentuan, prosesur, dan menyosialisasikan kegiatan yang
tatacara yang telah ditetapkan akan dilaksanakan
Kegiatan dilakukan oleh pihak Menyosialisasikan ketentuan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 152
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

yang berkompeten dan tatacara pelaksanaan


Setiap kegiatan didukung kegiatan
dan dapat dibuktikan dengan Warga yang memiliki
dokumen yang dipersyaratkan keterampilan melakukan
Menyampaikan laporan pemantauan
perrtanggungjawaban
penggunaan dana secara
bertahap selama rentang
waktu pengerjaan kegiatan
Membuka ruang bagi
masyarakat untuk melakukan
pemantauan
Tertib dan Mencatat/membukukan
Disiplin setiap transaksi pada hari
Anggaran transaksi terjadi.
Data keuangan konsiten
(tepat jumlah dan tepat
penggunaan)

E. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Penatausahaan adalah kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran.


Kegiatan ini berrtupu pada tugas dan tanggungjawab Bendahara. Ketekunan dan
ketelitian menjadi syarat dalam melaksanakan kegiatan ini. Penatausahaan adalah
pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang
dalam satu tahun anggaran.

Ketentuan Pokok Penatausahaan


Pengelola Keuangan Desa, khususnya Bendahara, wajib memahami beberapa hal yang
menjadi ketentuan pokok dalam Penatausahaan, agar kegiatan Penatausahaan
berlangsung secara benar dan tertib. Secara ringkas, ketentuan pokok dimaksud
disajikan pada tabel di bawah ini:

Transaksi/Kegiatan Ketentuan Pokok


Rekening Desa 1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa di bank
Pemerintah atau bank Pemerintah Daerah atas nama
Pemerintah Desa.
2. Spesimen atas nama Kepala Desa dan Bendahara Desa
dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan.
Penerimaan Penerimaan dapat dilakukan dengan cara:
1. Disetorkan oleh bendahara desa
2. Disetor langsung oleh Pemerintah supra desa atau Pihak III
kepada Bank yang sudah ditunjuk
3. Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 153


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke Bank.


Penerimaan oleh bendahara desa harus disetor ke kas desa
paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda
setoran

Pungutan Pungutan dapat dibuktikan dengan:


1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa
2. Surat tanda bukti pembayaran oleh Pihak III
3. Bukti pembayaran lainnya yang sah
Pengeluaran 1. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan
dengan peraturan desa tentang APBDesa atau Peraturan
Desa tentang Perubahan APBDesa
2. Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP)

Tugas, Tanggung jawab, dan Prosedur Penatausahaan

Bendahara Desa wajib melakukan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan


maupu pengeluaran.
Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi
tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada kepala
desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Kepala Seksi, selaku Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan
mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan didesa.

Prosedur penatausahaan penerimaan

a. Prosedur Penerimaan melalui Bendahara Desa


Penyetoran langsung melalui Bendahara Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai
prosedur dan tatacara sebagai berikut:

1) Pihak ketiga/penyetor mengisi Surat Tanda Setoran (STS)/tanda bukti lain.


2) Bendahara Desa menerima uang dan mencocokan dengan STS dan tanda bukti
lainya.
3) Bendahara Desa mencatat semua penerimaan
4) Bendahara Desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa
5) Bukti setoran dan bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib.

b. Prosedur Penerimaan melalui Bank


Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata- cara
sebagai berikut:

1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan
surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 154


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2) Pihak ketiga/penyetor mengisi STS/tanda bukti lain sesuai ketentuan yg berlaku.


3) Dokumen yg digunakan oleh bank meliputi :
STS/Slip setoran
Bukti penerimaan lain yg syah
4) Pihak ketiga/penyetor menyampaikan pemberitahuan penyetoran yg dilakukan
melalui bank kepada bendahara desa dengan dilampiri bukti penyetoran/slip
setoran bank yg syah.
5) Bendahara desa mencatat semua penerimaan yg disetor melalui bank di Buku
Kas Umum dan Buku Pembantu bank berdasarkan bukti penyetoran/slip setoran
bank

Buku Kas
Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan
menggunakan:

1) Buku Kas Umum


Buku Kas Umum ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan
maupun pengeluaran yang berkaitan dengan kas (uang tunai).

BUKU KAS UMUM


DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN .......................

JUMLAH SALD
NO
No Tgl KODE URAIA PENERIMA PENGELUAR PENGELUAR O
BUK
. . REKENING N AN AN AN
TI
(Rp.) (Rp.) KUMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9

JUMLAH Rp. Rp.

., tanggal

MENGETAHUI BENDAHARA
DESA,
KEPALA DESA,

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 155


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2) Buku Kas Pembantu Pajak


Berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran pajak
(khususnya PPh Pasal 21 dan PPn), dalam kaitannya Bendahara Desa sebagai Wajib
Pungut (Wapu).

BUKU KAS PEMBANTU PAJAK


DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN ........
PEMOTONGAN PENYETORAN SALDO
No. TANGGAL URAIAN
(Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5 6

JUMLAH
....................tanggal...........................
Mengetahui
Kepala Desa Bendahara Desa

.......................................... ...................................

3) Buku Bank
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).

BUKU BANK DESA


DESA KECAMATAN .
TAHUN ANGGARAN .........

BULAN :

BANK CABANG :

REK. NO. :
PEMASUKAN PENGELUARAN
TGL
BUN
TRA URAIAN BUKTI
N SETOR GA PENARI PAJ BIAYA SAL
N TRANSA TRANSA
o AN BAN KAN AK ADMINIST DO
SAK KSI KSI
(Rp.) K (Rp.) (Rp.) RASI (Rp.)
SI
(Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 156


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

TOTAL TRANSAKSI BULAN INI


TOTAL TRANSAKSI KUMULATIF

MENGETAHUI
KEPALA DESA BENDAHARA DESA,

..

Bukti Transaksi
Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga
merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti
transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.

Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat
setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu
bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang
memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.

Contoh Bukti Transaksi:

Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang
sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.
Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang
dibayar secara tunai.
Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara
kredit.
Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam
internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,
penghapusan piutang, dll
Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.
Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan

Status dan Fungsi Dokumen Penatausahaan


Buku Kas (Umum, Pajak, Pembantu Kegiatan, dan Bank), dan bukti-bukti transakasi
adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa. Dokumen dimaksud berfungsi untuk
sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga sebagai barang bukti
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 157
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan
keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan
secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen
dimaksud adalah tindakan melawan hukum.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Penatausahaan


Bagaimana agar azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa mewujud dalam kegiataan
Penatausahaan?

Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Penatausahaan
Partisipasi Membuka peluang bagi kegiatan Warga yang memiliki
audit partisipatif kemampuan (pengetahuan dan
ketermpilan) untuk meoakukan
audit keuangan dan.atau proses
Transparan Mengumumkan secara terbuka
Laporan Bulanan Bendahara
Akuntabel Laporan bulanan Bendahara
dilakukan secara rutin
Dilakukan rekonsiliasi rekening
setiap bulan
Tertib dan Laporan bulanan Bendahara
Disiplin dilakukan tepat waktu
Anggaran Laporan bulanan Bendahara
memuat semua transaksi dalam
satu bulan laporan
Data keuangan yang
disampaikan konsisten
Setiap transaksi dapat dibuktikan
dengan bukti transaksi yang sah

F. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pelaporan dan Pertanggungjawaban adalah babakan terakhir dalam siklus Pengelolaan


Keuangan Desa. Hal-hal pokok yang perlu dipahami berkenaan dengan Bab ini
mencakup: pengertian dan makna laporan pertanggungjawaban, tahap, prosedur, dan
tatacara penyampaian laporan pertanggungjawaban. Selain itu perlu dihayati bahwa
pada hakikatnya laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa adalah
pemenuhan tanggungjawab kepada masyarakat-rakyat desa atas pengelolaan uang dan
kepentingan rakyat oleh Pemerintah Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 158


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pelaporan

Pelaporan merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin


akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas
Pengelolaan Keuangan Desa (Asas Akuntabel). Hakikat dari pelaporan ini adalah
Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek:
Hukum, administrasi, maupun moral. Dengan demikian, pelaporan pengelolaan
keuangan desa menjadi kewajiban PemerintaD desa sebagai bagian tak terpisahkan
dari penyelengaraan pemerintahan desa.

Fungsi

Pelaporan sebagai salah satu alat pengendalian untuk:

Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan


Mengevaluasi berbagai aspek (hambatan, masalah, faktor-faktor berpengaruh,
keberhasilan, dan sebagainya) terkait pelaksaan kegiatan

Prinsip

Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan
ini, antara lain:

a) Menyajikan informasi data yang valid, akurat dan terkini.


b) Sistematis (mengikuti kerangka pikir logis)
c) Ringkas dan jelas
d) Tepat waktu sesuai kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam Permendagri

Tahap, dan Prosedur Penyampaian Laporan

Pelaporan yang dimaksud dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah penyampaian


laporan realisasi/pelaksanaan APB Desa secara tertulis oleh Kepala Desa (Pemerintah
Desa) kepada Bupati/Walikota sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang dipilah dalam dua tahap:

Laporan Semester Pertama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota


paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan
Laporan Semester Kedua/Laporan Akhir disampaiakan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Dokumen

Dokumen laporan yang disampaikan adalah:

1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I


2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 159


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Laporan Pertanggungjawaban

Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan


APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun
anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini
harus dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya.

Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan


menyertakan lampiran:

1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form yang


ditetapkan.
2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan
3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa

Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat


Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri
dasar tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), maka
pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang,
tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung.

Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui


Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD
dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga
dapat disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan
Informasi Desa, web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa.

Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat


Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti
dalam pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif
masyarakat. Sejauh yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan
pertanggungjawaban realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara
tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh
masyarakat.

Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap
pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan
dilaksanakan.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 160


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa hakikat Pelaporan dan


Pertanggungjawaban adalah Pengelolaan Keuangan Desa dapat
dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek: Hukum, administrasi, maupun moral. Hal
itu dapat dipenuhi apabila azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa diwujudkan secara
baik dan benar.

Penerjemahannya dalam Pelaporan


Asas Yang dibutuhkan
dan Pertanggungjawaban
Partisipasi Membuka ruang bagi masyarakat untuk Mengagendakan
mencermati laporan penyampaian Laporan
pertanggungjawaban Pengelolaan pertanggungjawaban
Keuangan Desa dalam Musyawarah Desa
Transparansi Menginformasikan secara terbuka Pengelolaan secara
Laporan realisasi/pelaksanaan efektif media/sarana
APBDesa penyampaian informasi
Menyampaikan Laporan Aspirasi masyarakat agar
Pertanggungjawaban dalam forum LPj diagendakan dalam
Musyawarah Desa Musyawarah Desa

Akuntabel Laporan Semester I dan Laporan Warga yang memiliki


akhir sesuai Form yang telah pengethuan terkait
ditetapkan laporan
Isi/materi Lapaoran sesuai pertanggungjawaban
Dokumen Laporan Pengelolaan Keuangan
Pertanggungjawaban sesuai Desa
ketentuan Warga yang peduli dan
Laporan Pertanggungjawaban menaruh perhatian
disusun melalui proses pembahasan terhadap laporan
dengan BPD pertanggungjawaban
Laporan disampaikan kepada Pengelolaan Keuangan
Bupati/Walikota sesuai ketentuan Desa
Laporan diinformasikan kepada
masyarakat secara terbuka
Tertib dan Laporan dilakukan tepat waktu Audit proses dan keuangan.
Disiplin Data dalam laporan konsisten/sesuai
Anggaran Data keuangan dalam laporan tepat
jumlah

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 161


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 5
PENGEMBANGAN EKONOMI DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 162


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 163


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Arah dan Orientasi
5.1
Pengembangan Ekonomi
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa;
2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di
Desa;
3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi

Media
Lembar curah pendapat dan Slide presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 164


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan

1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan serta tujuan sub pokok


bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 2: Menggugah Kesadaran (Menyanyi bersama dan


curah pendapat)

2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta
memimpin menyanyikan lagu DESA karya Iwan Fals secara
bersama-sama. Untuk memudahkan proses, putarkan lagu dan
tayangkan liriknya (Media Fasilitasi 5.1.1);
3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan
topik:
Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini?
Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana
pendapat peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa?
4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat
didayagunakan untuk pengembangan ekonomi desa;
5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan
potensi ekonominya.

Kegiatan 3: Pengembangan Aset Desa (penayangan video


tentang pengembangan ekonomi desa)

6. Tayangkan video, minta peserta mengikuti/mencermati secara


seksama;
7. Minta beberapa peserta mengungkapkan hal-hal yang penting dan
menarik dari tayangan tersebut;
8. Catat hal-hal yang diungkapkan peserta;
9. Ajak peserta untuk mengelompokkan poin-poin penting hasil
pemikirannya (Media Fasilitasi 5.1.2);
10. Berikan pembulatan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 165


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 5.1.1


DESA
Oleh Iwan Fals

Desa harus jadi kekuatan ekonomi


Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Walau lahan sudah menjadi milik kota


Bukan berarti desa lemah tak berdaya
Desa adalah kekuatan sejati
Negara harus berpihak pada para petani

Entah bagaimana caranya


Desalah masa depan kita
Keyakinan ini datang begitu saja
Karena aku tak mau celaka

Desa adalah kenyataan


Kota adalah pertumbuhan
Desa dan kota tak terpisahkan
Tapi desa harus diutamakan

Di lumbung kita menabung


Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua

Tapi tengkulak tengkulak bergentayangan


Tapi lintah darat pun bergentayangan
Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus terusan susah

Di lumbung kita menabung


Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua

Desa harus jadi kekuatan ekonomi


Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Desa harus jadi kekuatan ekonomi


***

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 166


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 5.1.2

Identifikasi Strategi Pengembangan Aset Desa

Peran Pemerintah Strategi


No. Jenis Aset Aset Strategis
Desa Pengembangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Dst.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 167


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
BUM Desa Sebagai
5.2
Penggerak Perekonomian
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam pengembangan
ekonomi desa;
2. Memahami alur dan tahapan pembentukan BUM Desa.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Diskusi, Curah Pendapat dan Presentasi

Media
Lembar Diskusi dan Slide Presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 168


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan

11. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan


disampaikan.

Kegiatan 5: Fungsi dan Peran BUM Desa (Curah Pendapat)

12. Minta salah satu peserta bercerita tentang BUM Desa yang pernah
dilihat/diketahui;
13. Minta peserta yang lain menambahkan informasi tentang BUM Desa;
14. Simpulkan fungsi dan peran BUM Desa berdasarkan pemahaman
peserta.

Kegiatan 6: Pembentukan BUM Desa (Diskusi Kelompok)

15. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;


16. Bagikan Permendesa No. 4 Tahun 2015 kepada setiap kelompok;
17. Minta setiap kelompok merumuskan alur, tahapan, ketentuan dan
tata cara pembentukan BUM Desa;
18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;
19. Berikan pembulatan.

Kegiatan 7: Menutup Sesi

20. Menutup sesi ini dengan mengucapkan salam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 169


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Bahan Bacaan
PB
Pengembangan Ekonomi
5
Desa

BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA)

A. PENGANTAR

UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK
dengan menempatkan posisi Desa sebagai kekuatan besar yang akan memberikan
kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas
tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa
tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri,
dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM
Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai
amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:

1. Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui


pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif.
2. Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia di Desa.
3. BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan
menggerakkan unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa.

B. BUM DESA DAN TRADISI BERDESA

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal
politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti
gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan,


dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial
yang lebih inklusif dan lebih luas.
2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa
sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang
digerakkan oleh BUM Desa.
3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat
kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 170
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan
bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa
kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,
kepercayaan dan aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh
pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi milik Desa.

C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA

Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa dapat mendirikan BUM
Desa dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:

a) inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;


b) potensi usaha ekonomi Desa;
c) sumberdaya alam di Desa;
d) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
e) penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan
Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam
bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:

a) pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan


Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;
b) penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala
Desa di bidang pemerintahan Desa.

Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan


Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang
mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian,
penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.

Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan


Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM
Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 171


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan


Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).

Alur Pendirian BUM Desa

D. LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA

Proses pelembagaan pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif.


Tujuannya agar pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha
ekonomi Desa dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah
sebagai berikut.

Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa
dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara
langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di
Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi
Kemasyarakatan).

Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa
memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain
sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk
meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 172
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internal eksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi
selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang
mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi
dapat menjadi masukan untuk:

o Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD


dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan
o Bahan Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan
akan disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.

Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis.
Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/
pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel
dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan
Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat
bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada
tingkat sederhana yakni:

a) menemukan potensi Desa yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan


usaha/bisnis.
b) mengenali kebutuhan sebagian besar warga Desa dan masyarakat luar Desa.
c) merumuskan bersama dengan warga Desa untuk menentukan rancangan
alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi jenis usaha. Unit usaha yang diajukan
dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun tidak berbadan hukum.
d) klasifikasi jenis usaha pada lokasi Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa
secara kolektif, disarankan untuk merancang alternatif unit usaha BUM Desa
dengan tipe pelayanan atau bisnis sosial dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit
usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM
Desa.
e) organisasi pengelola BUM Desa termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur
organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan
dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam
Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa
dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa
mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang
dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 173


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan


kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi
semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.
f) modal usaha BUM Desa. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal
BUM Desa terdiri atas penyertaan modal Desa dan penyertaan modal masyarakat
Desa.
g) rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART)
dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu diputuskan oleh
Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP No. 47/2015.
AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat
Desa tetap mendasari substansi AD/ART.
h) pokok bahasan opsional tentang rencana investasi Desa yang dilakukan oleh
pihak luar dan nantinya dapat dikelola oleh BUM Desa.
Ketiga, penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai
bagian tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam
Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan Kepala
Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 174


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 6
PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 175


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 176


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Pokok-Pokok Penyusunan
6.1
Peraturan di Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengungkapkan fungsi peraturan;
2. Menyebutkan jenis peraturan di Desa;
3. Mengemukakan kaidah penyusunan peraturan;
4. Menyusun sistematika peraturan.

Waktu
60 Menit

Metode
Sharing, Brainstorming, Pemaparan dan Pleno

Media
Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 177


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai bersama dalam sesi pembelajaran saat ini.

Kegiatan 2: Hal-Hal Pokok (Tanya Jawab)


2. Minta peserta menjelaskan:
Mengapa peraturan penting?
Apa manfaat peraturan?
Apa saja jenis-jenis peraturan di Desa?
Ruang lingkup dan batas kewenangan desa dalam menyusun
peraturan desa?
3. Minta peserta menjelaskan kaidah penyusunan peraturan di Desa.

Kegiatan 3: Sistematika Peraturan Desa (Telaah)


4. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
5. Bagikan contoh peraturan desa kepada setiap kelompok;
6. Minta setiap kelompok merumuskan sistematika peraturan desa;
7. Beri penegasan atau pembulatan.

Kegiatan 4: Proses Penyusunan Peraturan Desa (Diskusi)


8. Minta setiap kelompok menyusun alur proses penyusunan peraturan
Desa;
9. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;
10. Minta kelompok yang lain menambahkan dan mengkritisi;
11. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Penyebarluasan Peraturan (Presentasi)


12. Sampaikan kepada peserta hal-hal penting menyangkut
penyebarluasan peraturan sebagaimana di bawah ini:
Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan
pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib
disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa.
Penyebarluasan Peraturan Desa diumumkan di dalam Lembaran
Desa dan Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 178


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Fasilitasi
6.2
Penyusunan Peraturan di
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menemukenali permasalahan yang dapat diatur dengan peraturan
desa;
2. Menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud;
3. Menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai.

Waktu
30 Menit

Metode
Diskusi, Curah pengalaman

Media
Bahan bacaan, Lembar kerja, Bahan tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 179


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan
13. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai dalam sesi ini.

Kegiatan 7: Menemukenali Masalah dan Menentukan


Narasumber (Diskusi)
14. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
15. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 6.2.1);
16. Beri penegasan.

Kegiatan 8: Menyediakan Contoh (Tanya Jawab)


17. Minta beberapa peserta menjelaskan cara atau upaya menyediakan
contoh peraturan desa yang diperlukan;
18. Simpulkan dan rumuskan langkah-langkah yang paling efektif untuk
menyediakan contoh.

Kegiatan 9: Menutup Sesi


19. Tegaskan peran dan tugas PLD dalam fasilitasi penyusunan peraturan
di Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 180


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 6.2.1

Menemukenali Masalah dan Menentukan Narasumber

No. Bidang Permasalahan Narasumber Tantangan


1 Pelayanan publik

2 Lingkungan hidup

3 Pengelolaan Sumber
Daya Alam
4 Pengembangan
Ekonomi
5 Keamanan dan
Ketertiban
dst Dst.................

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 181


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa

Bahan Bacaan 1

PRODUK HUKUM DI DESA


1. Apa yang dimaksud dengan kewenangan desa?
Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa (pasal 18 UU Desa No. 6
Tahun 2014).
2. Meliputi kewenangan apa saja yang diberikan kepada Desa ?
Dalam pasal 19 UU Desa No. 6 Tahun 2014 Kewenangan Desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Apa yang dimaksud dengan kewenangan hak asal-usul?
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang
masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat.
Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan
berdasarkan hak asal usul Desa meliputi :
a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. pengelolaan tanah kas Desa;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 182


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa
PDTT No 1/2015) meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat
4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa ?
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa ?
Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa
berdasarkan bersekala lokal meliputi :
a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota.
6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa
PDTT No. 1 Tahun 2015 ?
Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan
tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 183


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

7. Apa yang dimaksud dengan produk hukum desa ?


Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang ditetapkan oleh Kepala Desa
setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa dan bersifat mengikat.
8. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa ?
Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, yang merupakan kerangka hukum
dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa,
Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa
mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi.
Sesuai pasal 2 Permendagri no 111/2014 bahwa jenis peraturan di desa :
a. Peraturan desa;
b. Peraturan Bersama kepalaDesa; dan
c. Peraturan Kepala Desa.
9. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Kepala Desa ?
Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
10. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Bersama Kepala Desa ?
Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur antar Desa satu
dengan desa yang lainnya.
11. Siapa yang berhak menyusun produk hukum Desa ?
Yang berhak menyusun adalah Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
12. Apakah masyarakat boleh atau memiliki hak untuk ikut dalam penyusunan
Peraturan Desa?
Sebagaimana yang yang diatur pada pasal 6 ayat (2) Permendagri nomor 111/2014
bahwa hal tersebut diperbolehkan dan bahkan harus dikonsultasikan kepada
masyarakat, Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan
kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan.
13. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam penyusunan Peraturan
Desa?
Peran BPD dalam penyusunan Peraturan desa adalah sangat penting karena Rancangan
Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan kepada masyarakat oleh Kepala Desa
disampaikan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama (pasal 6 ayat (5)
Permendagri nomor 111/2014.
14. Apa peran Kepala Desa dalam menyusun produk hukum desa?
Peran Kepala Desa dalam penyusunan produk hukum desa adalah menetapkan dan
mennadatangani rancangan produk hukum yang telah disepakati bersama oleh Kepala
Desa dan BPD.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 184


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

15. Bagaimana proses penyusunan produk hukum desa?


Proses penyusunan produk hokum desa adalah rancangan peraturan yang sudah
dibuat oleh pemeritah desa :
a. Wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (diutamakan kepada masyarakat
atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi
pengaturan);
b. Dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan;
c. Kepala Desa menyampaikan rancangan peraturan tersebut kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama;
d. Penetapan dan penandatanganan peraturan yang sudah disepakati bersama;
e. Rancangan perauran desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala desa
disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan melalui lembaran desa;
f. Peraturan dinyatakan molai berlaku dan mempunyai kekuatan hokum yang
mengikat sejak diundangkannya di lembaran desa.
16. Apa saja jenis produk hukum desa menurut amanat UU Desa?
Jenis produk hukum desa, ada 3 yaitu :
a. Peraturan Desa (Perdes);
Peraturan Desa yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat
oleh BPD bersama kepala desa. Perdes bersifat umum sehinga mengatur segala
hal yang menjadi kewenangan desa dan juga mengikat semua orang yang
berada dalam lingkup desa. Perdes harus mengindahkan batasan ataupun
larangan yang ditentukan oleh peraturan yang lebih tinggi derajatnya
berdasarkan hirarki peraturan.
b. Peraturan Kepala Desa;
Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa yang mempunyai fungsi sebagai
peraturan pelaksana dari Perdes ataupun pelaksanan dari peraturan yang lebih
tingg. Peraturan Kepala desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan
secara konkret dalam Perdes. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yag tidak
diperintahkan ataupun dilarang oleh Perdes. Ini merupakan salah satu bentuk
pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa. Sedangkan
pada posisinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Perdes memuat
materi yang mengatur kewenangannya atau materi yang diperintahkan atau
didelegasikan dari peraturan yang lebih tingi. Peraturan kepala Desa tetap saja
dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Perdes, namun materi itu
harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya
diperintahkan oleh UU, PP atau Perda. Dengan demikian Peraturan Kepala Desa
merupakan salah satu peraturan yang lebih bebas dalam menentukan
substansi yang akan diaturnya, namun tetap harus mempunyai dasar hokum
dalam pengaturan materi tersebut.
c. Peraturan Bersama Kepala Desa :
Peraturan ini merupakan peraturan yang materi muatan merupakan
kesepakatan bersama antara dua desa atau lebih
17. Apa azas utama yang harus mendasari Peraturan Desa?
Azas utama yang harus mendasari peraturan Desa adalah :

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 185


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

a. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;


b. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan
keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
c. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang
berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai
bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
d. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan
prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur
masyarakat Desa dalam membangun Desa;
e. Kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk
membangun Desa;
f. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari
satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;
g. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan;
h. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu
sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan
persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
i. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan
masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
j. Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
k. Kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;
l. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan
m. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,
terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan
program pembangunan Desa
18. Dimana letak kedudukan Peraturan Desa dalam susunan (hirarki) Peraturan
perundangan?
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-
undangan, Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan,
tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundang-
undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan.
19. Apakah Desa dapat menyusun Perdes tanpa ada peraturan diatasnya
(Perbup)?
Dapat. Desa tetap dapat menyusun Perdes tanpa harus menunggu peraturan diatasnya
dalam hal ini Perbup selama tidak bertentangan dengan UU Desa dan turunannya.
20. Mengapa harus ada Peraturan Desa dalam kehidupan berdesa?

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 186


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sebagai konsekwensi desa diberikan kewenangan untuk mengatur, mengurus dan


bertangguingjawab, maka peraturan Desa diterbitkan sebagai kerangka hukum dan
kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa.
21. Peraturan Desa apa saja yang dievaluasi oleh Walikota/Bupati?
Perdes tentang APB Desa, pungutan, tata ruang dan organisasi pemerintahan.
22. Siapa mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa, tentang APB Desa, pungutan,
tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan
disepakati oleh Kepala Desa dan BPD?
Evaluasi rancangan peraturan desa dilakukan oleh Bupati/Walikota. Sebagaimana
dalam Pasal 14 Permendagri No. 111 Tahun 2014, (1) Rancangan Peraturan Desa
tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah
dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa
kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati untuk dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil
evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
23. Bagaimana apabila hasil evaluasi rancangan peraturan desa tentang APB
Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus ada
perbaikan ?
Kepala Desa harus memperbaiki rancangan peraturan Desa tersebut. Sebagaimana
dalam Pasal 15 Permendagri No. 111 Tahun 2014 (1) Hasil evaluasi rancangan
Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diserahkan oleh
Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. (2) Dalam hal Bupati/Walikota
telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal 14 , Kepala
Desa wajib memperbaikinya.
24. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki rancangan peraturan
desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah
Desa?
Waktu yang dibutuhkan yaitu selama 20 hari. Sebagaimana dalam Pasal 16
Permendagri No. 111 Tahun 2014. (1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan
desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak diterimanya hasil evaluasi. (2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1. (3) Hasil
koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui
camat.
25. Bagaimana jika Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dari
Bupati/Walikota terhadap rancangan peraturan desa tentang APB Desa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa?
Bupati/Walikota dapat membatalkan rancangan peraturan desa tersebut. Sebagaimana
dalam Pasal 17 Permendagri No. 111 Tahun 2014. Dalam hal Kepala Desa tidak
meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 1, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa
dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 187


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat
desa?
Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang
hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.
Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,
perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.
27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan
melindungi hak masyarakat ?
Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :
Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan;
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancangan Peraturan Desa;
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.

Sumber:

Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar
Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 188


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa

Bahan Bacaan 2

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. Indonesia Sebagai Negara Hukum


Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau
Rechtsstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945,
dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, Negara Indonesia
adalah Negara Hukum.

Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima
dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.
Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip
Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut pemerintahan pada
pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak
sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya.

Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan
menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang
tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan
(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang
paling tinggi kedudukannya.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,


kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 189


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Peraturan Perundang-undangan


Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka definisi peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

a. Berbentuk peraturan tertulis


Pada hakekatnya, hukum dikelompokkan ke dalam hukum tertulis berupa
peraturan perundang-undangan, dan hukum tidak tertulis berupa hukum
kebiasaan (hukum adat), norma agama, atau putusan hakim (yurisprudensi).
Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan hanya merupakan sebagian
dari hukum yakni dalam arti hukum tertulis. Pengertian ini mengandung makna
masih diakui, perlu dihormati dan wajib ditaati ketentuan-ketentuan hukum
adat (kebiasaan) yang secara empiris berlaku dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Misal, masih dikenal dan diakui keberadaan Lembaga
Subak di Bali, hak ulayat, dan sebagainya.

b. Pembentukannya harus dilakukan Lembaga Negara atau pejabat yang


berwenang.
Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang-undangan
hanya sah secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang
membuatnya.

c. Mengikat secara umum.


Isi peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak mengikat
orang tertentu (untuk hal-hal tertentu) saja. Ciri umum ini dimaksudkan untuk
membedakan dengan keputusan tertulis dari pejabat berwenang, yang biasanya
bersifat individual, konkret, dan einmalig, yang lebih dikenal sebagai
keputusan/ penetapan (beschikking).
Pengertian mengikat umum dalam peraturan perundang-undangan tidak harus
dimaknai sebagai mengikat semua orang, tetapi hanya untuk menunjukkan
bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa
konkret atau individu tertentu. Karena itu, tidak disebut sebagai sesuatu yang
mengikat umum melainkan sesuatu yang mengikat secara umum.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 190


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Secara teoritis istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung),


mempunyai beberapa pengertian berikut:
1. Sebagai proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan
negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
2. Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-
peraturan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
3. Peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang, baik peraturan itu berupa
Undang-Undang sendiri, Undang-Undang Dasar yang memberi delegasi
konstitusional maupun peraturan di bawah Undang-Undang sebagai atribusi
atau delegasi dari Undang-Undang tersebut. Atas dasar atribusi dan delegasi
kewenangan perundang-undangan, yang tergolong peraturan perundang-
undangan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, adalah :
a. Undang-Undang, dan
b. Peraturan perundangan yang lebih rendah daripada Undang-Undang,
seperti:
1) Peraturan Pemerintah;
2) Keputusan Presiden yang berisi peraturan;
3) Keputusan Menteri yang berisi peraturan;
4) Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berisi
peraturan;
5) Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan
Undang-Undang yang berisi peraturan;
6) Peraturan Daerah Provinsi;
7) Keputusan Gubernur Kepala Daerah yang berisi peraturan yang
melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi;
8) Peraturan Daerah Kabupaten dan Keputusan Bupati/Walikota Kepala
Daerah, yang berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan
Daerah Tingkat II.
4. Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh
Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di
Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
tingkat Pusat maupun Daerah.

Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen verbinden


voorshrift) disebut juga dengan istilah Undang-Undang dalam arti materiil (wet in
materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari Pemerintah yang mengikat umum (ieder
rechtsvoorschrift van de overheid met algemeen strekking).

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 191


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,
maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan
bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).

Kata perundang-undangan apabila merupakan terjemahan wetgeving berarti sebagai:


1. perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau
tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan.
2. keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah.

3. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Secara Teoritis
Asas peraturan perundang-undangan, termasuk produk hukum desa, secara teoritis
dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Asas Tingkatan Hirarki


Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan
isiperundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.
Berdasarkan asas ini dapatlah dirinci hal-hal berikut :
a. Perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah
atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
lebih tinggi, tetapi yang sebaliknya dapat;
b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh
atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi
tingkatannya;
c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat
apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya;
d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah,
ditambah diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih
rendah;
e. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih
rendah, tetapi yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidak tepat apabila
perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundang-
undangan yang lebih rendah. Apabila terjadi demikian, pembagian
wewenang mengatur dalam suatu negara menjadi kabur. Di samping itu,
badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 192


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh


badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah.

Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud
akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-
undangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran
perundang-undangan.

b. Peraturan Perundang-undangan tidak dapat Diganggu Gugat


Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (toetsingsrecht).
Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada 2 (dua) macam
yakni:
a. Hak menguji secara materiel (materieletoetsingsrech) yaitu, menguji materi
atau isi dari perundang-undangan apakah bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
b. Hak menguji secara formal (formele toetsingsrecht) yaitu menguji apakah
semua formalitas atau tata cara pembentukan sudah dipenuhi.

Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji
oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang
berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan
perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu
sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.

Namun, dalam perkembangannya, asas peraturan perundang-undangan tidak


dapat diganggu gugat tersebut sudah memiliki penyimpangan. Dalam hal ini
konsep judicial review meletakkan lembaga peradilan (misalnya Mahkamah
Agung, atau Mahkamah Konstitusi) dapat menjadi lembaga yang menguji
konstitusionalitas peraturan perundangan. Dalam konsep demikian badan
pembentuk peraturan perundangan menjadi positive legislator sedangkan
lembaga pelaksana judicial review bertindak sebagai negative legislator.

Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu


gugat tetap konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip
kedaulatan parlemen (parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian
seperti Inggris dan Perancis, sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk
parlemen termasuk undang-undang dinyatakan tidak dapat diganggu-
gugat.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 193


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

c. Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Khusus Mengesampingkan


Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Umum (Lex Specialis
Derogat Lex Generalis)
Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan yang bersifat umum
mengatur persoalan-persoalan pokok dan berlaku secara umum pula. Selain itu
ada juga peraturan perundang-undangan yang menyangkut persoalan pokok
dimaksud, tetapi pengaturannya secara khusus menyimpang dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang umum tersebut .

Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau
karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di
Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap
penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini
misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu
bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,
menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara
lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk
kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.

Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362
dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan
militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer
yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan
hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut
yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah
ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman
hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat
khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam
persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.

Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri.


Misalnya, Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (Undang-
Undang yang umum), kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM
menyimpang dari KUHP. Demikian juga mengenai hubungan hukum yang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 194


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum
dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata
berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang
ditentukan menyimpang.

d. Peraturan Perundang-undangan tidak Berlaku Surut


Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het
recht), meliputi:
a. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang
menunjukkan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu
ketentuan hukum atau perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah
negara atau hanya untuk sebagian wilayah negara.
b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu
menyangkut masalah atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah
mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik. Lebih sempit
lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan
kewarganegaraan, dan lain sebaginya.
c. Lingkungan kuasa orang (personengebied, personal sphere), yaitu
menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau
hanya untuk Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja,
dan lain sebagainya;
d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan
sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau
perundang-undangan.

Asas Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku surut berkaitan dengan


lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebied atau temporal sphere sebagaimana
tersebut di atas. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan maksud untuk
keperluan masa depan sejak peraturan perundang-undang tersebut
diundangkan. Tidaklah layak apabila materi yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan diberlakukan untuk masa silam sebelum peraturan
perundang-undangan itu dibuat dan diundangkan. Karena apabila diberlakukan
surut akan dapat menimbulkan berbagai akibat yang tidak baik.
e. Peraturan Perundang-undangan yang Baru Mengesampingkan Peraturan
Perundang-undangan yang Lama (Lex Posteriori Derogat Lex Priori)
Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundang-
undangan yang lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang
baru, maka ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 195


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,
tujuan maupun maknanya.

Secara Normatif
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan.
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan.
Setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. kejelasan rumusan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan.
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:


a. Pengayoman.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 196


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi


memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Kemanusiaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional
c. Kebangsaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. Bhinneka Tunggal Ika.
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah
serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial
i. ketertiban dan kepastian hukum.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 197


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Selain mencerminkan asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu


dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-
undangan yang bersangkutan. Antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

4. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan


Hierarki peraturan perundang-undangan adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan yangdidasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.

Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UUD 1945

TAP MPR

UNDANG-UNDANG/PERPU

PERATURAN PEMERINTAH
PEMERINTAHPEMERINTAH
PERATURAN PRESIDEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN / KOTA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 198


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Berdasarkan pasal 8 UU No. 12 tahun 2011, jenis Peraturan Perundang-undangan selain


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Peraturan Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan


hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi. Sedangkan dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.

5. Jenis dan Kedudukan Peraturan Di Desa dalam sistem hukum nasional


Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi:
1) Peraturan Desa;
2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
3) Peraturan Kepala Desa.

Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama
Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi
materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat
menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan
desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat
konkrit, individual, dan final.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 199


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

6. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Di Desa


Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa


berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis
dengan masa keanggotaan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan
sumpah/janji.Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah
gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan
memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan
kemampuan Keuangan Desa.

Adapun mekanisme musyawarah Badan Peraturan Desa adalah


Permusyawaratan Desa sebagai berikut: Peraturan Perundang-
1) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa undangan yang ditetapkan
dipimpin oleh pimpinan Badan oleh Kepala Desa setelah
Permusyawaratan Desa; dibahas dan disepakati
2) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa bersama BPD.
Peraturan Bersama Kepala
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
Desa adalah Peraturan yang
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota ditetapkan oleh dua atau
Badan Permusyawaratan Desa; lebih Kepala Desa dan
3) pengambilan keputusan dilakukan dengan cara bersifat mengatur.
musyawarah guna mencapai mufakat; Peraturan Kepala Desa
4) apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa
pengambilan keputusan dilakukan dengan cara
dan bersifat mengatur.
pemungutan suara;
5) pemungutan suara sebagaimana dimaksud
dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui
oleh paling sedikit (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan
Permusyawaratan Desa yang hadir; dan
6) hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan
Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat
oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 200


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk


menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi:
1) penataan Desa;
2) perencanaan Desa;
3) kerja sama Desa;
4) rencana investasi yang masuk ke Desa;
5) pembentukan BUM Desa;
6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
7) kejadian luar biasa.

Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

7. Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan


Desa
Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan
yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi:
1) memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang
dilaksanakan oleh Desa;
2) memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
3) memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan
5) melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Evaluasi disini termasuk
juga melakukan pembatalan terhadap Peraturan Desa.

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan
Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah
produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa; dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 201


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta
gender.

a. Evaluasi rancangan Peraturan desa ke Bupati/ Walikota


Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa
untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,


pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan
disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan
hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan
sendirinya.
Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan
tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan
hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya.

Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh)
hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut
disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan
Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.

b. Klarifikasi Peraturan Desa


Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk
mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk
diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan
membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 202


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Hasil klarifikasi oleh Bupati/Walikota dapat berupa:


1) hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan
2) hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan


kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil
klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan
dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa
tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.

8. Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya


Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan
Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-Desa sendiri
meliputi:
1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai
ekonomi yang berdaya saing;
2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar-Desa; dan/atau
3) bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan
Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada;
dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat


membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 203


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau
lebih.

Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.

Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada
kepala Desa.

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan


menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat
berakhir apabila:
1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam
perjanjian;
2) tujuan perjanjian telah tercapai;
3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak
dapat dilaksanakan;
4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7) objek perjanjian hilang;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 204


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau


nasional; atau
9) berakhirnya masa perjanjian.

Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.

Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian
melalui proses hukum.

9. Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa


a. Penyusunan Peraturan Desa

Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan
BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan
kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan
Peraturan Desa.

Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa.


Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan
Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa
(sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat
untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan
diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung
dengan substansi materi pengaturan.

Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 205


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD.


Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa, BPD dapat menyusun dan mengusulkan
rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana
pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana
kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan
Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan
yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan
Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.

Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas
kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan
peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa
dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak
diundangkan.

Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 206


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.


Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh
masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Tahap Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan


Penyebarluasan Peraturan Desa

Pembatalan
Perdes dengan
keputusan
Bupati/Walikota

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 207


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata
ruang, dan organisasi Pemerintah Desa

10. Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-
Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

Tahap Penyusunan.
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan
kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat
desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 208


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan


Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala
Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan
Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut
diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan
Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak
tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

Tahap Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-
masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang
memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet
atau pengumuman di tempat strategis.

Proses Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 209


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

11. Penyusunan Peraturan Kepala Desa


Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa. Materi
muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan
Kepala Desa dari segi prosedur lebih sederhana karena tidak memerlukan persetujuan
dari BPD. Adapun metode penyusunannya berlaku mutatis mutandis dengan metode
penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain. Sebagai tahap akhir, Peraturan
Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

12. Penyusunan Rancangan Perdes Prioritas

a. Penyusunan Rancangan Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Desa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam


musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun
anggaran berjalan.Dalam menyusun RPJM Desa, Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif
yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa
terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan
arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala
Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan
pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif
Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 210


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan
hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.

Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat


mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan
pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.Usulan
kebutuhan pembangunan Desa harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Jika
usulan tersebut disetujui, maka usulan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan


Peraturan Desa, RPJM Desa dapat diubah dalam hal:
1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

b. Rancangan Perdes tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.

RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP
Desa paling sedikit berisi uraian:
1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja
sama antar-Desa dan pihak ketiga;
4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau
unsur masyarakat Desa.

RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 211


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan
yang menjadi dasar penetapan APB Desa.

Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah


perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan


Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal:
1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

c. Rancangan Perdes tentang APB Desa

Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi
berdasarkan kewenangan sebagai berikut:
1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari


anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.Bupati/walikota menginformasikan
rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan
retribusi kabupaten/kota untuk Desa, serta Alokasi Dana Desa (ADD) adalah
bantuan keuangan yang bersumber dari dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran
anggaran pendapatan dan belanja daerah
Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota. kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 212


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.
Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai
bahan penyusunan rancangan APB Desa.

PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa dengan perincian:

1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa; dan
2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk:
a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
b) operasional Pemerintah Desa;
c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak
disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat
didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. AZAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Transparan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 213


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2. JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI DESA

a. Peraturan Desa
b. Peraturan Bersama Kepala Desa
c. Peraturan Kepala Desa

Peraturan di desa sebagaimana dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,


dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa.
Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.

3. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

a. Landasan Filosofis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-
tengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama.

c. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,
yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 214


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu,


antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis
atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

4. PERSIAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Pemrakarsa rancangan peraturan desa adalah:


a. Pemerintah Desa
b. Usul Inisiatif BPD

5. PEMBAHASAN

Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah
Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat.

6. KERANGKA STRUKTUR PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA


DESA DAN PERATURAN KEPALA DESA

a. PENAMAAN/JUDUL
b. PEMBUKAAN
c. BATANG TUBUH
d. PENUTUP
e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN)

a. PENAMAAN/JUDUL

1. Setiap Peraturan Desa dan Keputusan Desa mempunyai penamaan/judul


2. Penamaan/ judul Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat
keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau
Keputusan yang diatur
3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa
4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 215


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Contoh :
Jenis Peraturan Desa :

PERATURAN DESA...............(Nama Desa)


NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN...........

Jenis Peraturan Bersama Kepala Desa


PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)
DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)
NOMOR ... TAHUN ...
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
(Judul Peraturan Bersama)

Jenis Peraturan Kepala Desa :

PERATURAN KEPALA DESA.............(Nama Desa)


NOMOR 2 TAHUN 2015
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA

Jenis Keputusan Kepala Desa :

KEPUTUSAN KEPALA DESA.................(Nama Desa)


NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA

b. PEMBUKAAN

Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :


a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
b. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
- Mengingat

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 216


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

d. Frasa Dengan kesepakatan bersama Badan Permusyawaratan Desa


dan Kepala Desa
e. Memutuskan dan
f. Menetapkan
Pembukaan pada Peraturan Bersama Kepala Desa
a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
b. Jabatan pembentuk Paraturan Bersama Kepala Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
d. Dasar Hukum
- Mengingat
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan

Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa


a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
b. Jabatan pembentuk Paraturan Kepala Desa
c. Konsiderans
- Menimbang
d. Dasar Hukum
- Mengingat
e. Memutuskan; dan
f. Menetapkan

Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa


a. Jabatan pembentuk paraturan kepala desa
b. Konsiderans
- Menimbang
c. Dasar Hukum
- Mengingat
- Memperhatikan (jika diperlukan)
d. Memutuskan dan
e. Menetapkan

c. PENJELASAN

a. FRASA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ,


Kata frasa yang berbunyi Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, cara penulisannya

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 217


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda
baca.

Contoh :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. JABATAN
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )
Contoh :
KEPALA DESA KUSUMANEGARA,
c. KONSIDERANS
Konsiderans harus diawali dengan kata Menimbang yang memuat uraian
singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,
pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya
Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa
Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan
huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda
titik koma ( ; )
Contoh :
Menimbang: a. ................................................................................................... ;
b. .................................................................................................. ;
c. .................................................................................................. ;
d. DASAR HUKUM
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang harus memuat dasar
hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula
jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan
keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :
1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa;
dan
2) Landasan yuridis materi yang diatur

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 218


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan


perundang-undangan yang tingkat derajatnya sama atau lebih tinggi dari
produk hukum yang dibuat.
Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran
tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis
perundang-undangan

Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki


peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundang-
undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan
tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-undangan
tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan
nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.

Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan lembaran negara Republik


Indonesia, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia , Lembaran
Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah ( kalau ada ). Jika dasar hukum
lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum
diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengan tanda baca titik
koma ( ; )
contoh : Penulisan Dasar Hukum
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor .... ) ;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor .... ) ;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang..;
4. Peraturan Menteri ....... Nomor ........ tentang
................................... ;
5. Peraturan Daerah Nomor...Tahun ...... \tentang ......
(Lembaran Daerah Tahun ...... Nomor
.....)........................................;

FRASA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 219


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Frasa Dengan Kesepakatan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan


Kepala Desa Kata frasa yang berbunyi Dengan Kesepakatan Bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa, merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa, dan cara penulisannya dilakukan sebagai
berikut :
1. Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;
2. Kata Dengan Kesepakatan Bersama hanya huruf awal kata ditulis
huruf kapital.
3. Kata dan , semuanya ditulis dengan huruf kecil;
4. Kata Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa
seluruhnya ditulis huruf kapital.

Contoh :
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)
dan
KEPALA DESA .............................(Nama Desa)

MEMUTUSKAN

Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.

MENETAPKAN

Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang


disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat . Huruf
awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan
tanda baca titik dua ( : )
Contoh :
Jenis Peraturan Desa :
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DESA.............(Nama Desa) TENTANG ANGGARAN


PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 220


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Contoh :
Jenis Keputusan Kepala Desa :
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA.....................(Nama Desa) TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA

BATANG TUBUH

Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan
kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau
diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenis Keputusan
Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.

1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan
Peraturan Kepala Desa memuat:
- Ketentuan Umum
- Materi yang diatur
- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )
- Ketentuan Penutup

2. Pengelompokkan materi dalam bab, bagian dan paragraf tidak merupakan


keharusan.
Jika Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala
Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai
banyak pasal, maka pasal - pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab,
bagian dan paragraf. pengelompokan dilakukan atas dasar kesamaan
kategori atau kesatuan lingkup isi materi

URUTAN PENGGUNAAN KELOMPOK


1. Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf
2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf
3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal

Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf , Pasal dan ayat.


Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab semua ditulis
dengan huruf kapital.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 221


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf
kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul
bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang
tidak terletak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
( JUDUL BAB.)
Bagian Kedua
.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan
huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan
huruf kecil
Contoh :

Bagian Kedua
(.. Judul Bagian ..)

Paragraf 1
( Judul Paragraf )

Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat.
Contoh :
Pasal 5

Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat
dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak
dapat dipisahkan.

Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut
dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu
ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 222


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Contoh :
Pasal 22
(1) .
(2) .
(3) .

BATANG TUBUH PERATURAN KEPALA DESA

Peraturan Kepala Desa bersifat mengatur ( Regeling ) ;


1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan
dirumuskan dalam pasal - pasal
2) Pengelompokkan dalm batang tubuh terdiri atas :
a) Ketentuan Umum
b) Materi yang diatur
c) Ketentuan peralihan ( kalau ada )
d) Ketentuan penutup
3) Materi Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan
Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh sama
dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa

Keputusan Kepala Desa adalah bersifat penetapan ( Beschiking )


1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi muatan
keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2) Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.

Contoh :
KESATU : ...............................................
KEDUA : ...............................................

Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan
peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit,
individual dan final

PENUTUP
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda
baca koma

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 223


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

3. Nama lengkap pejabat yg menandatangani ditulis dgn huruf kapital tanpa


gelar dan pangkat
4. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan
Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa hanya ditandatangani oleh Kepala
Desa
5. Pengundangan Peraturan Desa dilakukam oleh Sekretaris Desa Dalam
Lembaran Desa
6. Pengundangan Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa
oleh Sekretaris Desa dalam Berita Desa

PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,


PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan peraturan desa, peraturan


bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa :
1. Dilakukan oleh Pejabat yg berwenang membentuknya
2. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala
Desa dengan Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa
dengan Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa diubah dengan
Keputusan Kepala Desa.
3. Perubahan terhadap Peraturan itu tanpa mengubah sistematika
4. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan
perubahan yg diadakan itu adalah perubahan yang ke .

Contoh : Perubahan APBDes

PERATURAN DESA..............(Nama Desa)


NOMOR...... TAHUN.....
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA.........(Nama Desa)
NOMOR.... TAHUN...... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DESA

Contoh : Perubahan selanjutnya

PERATURAN DESA............(Nama Desa)


NOMOR...... TAHUN.......
TENTANG

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 224


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA..........(Nama Desa) NOMOR ...


TAHUN...... TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA
PERIODE TAHUN ..S.D..TAHUN

5. Dalam konsideran Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala


Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa yang diubah,
harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan
mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan
6. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan substansi
berulang kali sebaiknya dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru.
7. Apabila perubahan sifatnya besar-besaran sebaiknya dibentuk peraturan
yang baru
8. Cara merumuskan perubahan dalam pasal-pasal :
a. Apabila suatu bab, bagian, pasal atau ayat akan dihapuskan, angka atau
nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya
dituliskan dihapus
Contoh :
Bab V
Pasal .. Dihapus
b. Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pada
pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A

PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,


PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

PENCABUTAN DENGAN PERGANTIAN:


Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan) atau di
belakang (ketentuan Penutup)

Contoh:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma
Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 225


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak
sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )

PENJELASAN

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan:


1. Pembuatan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan
kepala desa dan keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan
argumentasi pada penjelasan tetapi harus berusaha membuat peraturan
desa, keputusan kepala desa yang dapat meniadakan keragu-raguan;
2. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan peraturan desa,
peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan
Kepala Desa yang bersangkutan;
3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu;
4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat
peraturan;
5. Judul penjelasan sama dengan judul peraturan desa, peraturan bersama
kepala desa, dan peraturan kepala desa;
6. Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal yang
pembagiannya dirinci dengan angka romawi;
7. Penjelasan umum memuat uraian sistematis mengenai latar belakang
pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan;
8. Materi penjelasan tidak boleh bertentangan dengan materi Peraturan Desa,
Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;
9. Materi penjelasan tidak boleh pengulangan semata dari materi Peraturan
Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;
10. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan disatukan dan diberi
keterangan cukup jelas.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 226


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

a. Bentuk Rancangan Peraturan Desa

KEPALA DESA .. (Nama Desa)


KABUPATEN/KOTA........ (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN DESA (Nama Desa)


NOMOR TAHUN

TENTANG

(Nama Peraturan Desa)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA (Nama Desa),

Menimbang: a. bahwa ;
b. bahwa ;
c. dan seterusnya ;
Mengingat: 1. ;
2. ;
3. dan seterusnya ;

Dengan Kesepakatan Bersama


BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (Nama Desa)
dan
KEPALA DESA (Nama Desa)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG ... (Nama Peraturan Desa).

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 227


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

BAB II

Pasal

BAB
(dan seterusnya)
Pasal . . .

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa (Nama Desa).

Ditetapkan di
pada tanggal
KEPALA DESA(Nama Desa),
tanda tangan
NAMA

Diundangkan di
pada tanggal
SEKRETARIS DESA (Nama Desa),

tanda tangan
NAMA

LEMBARAN DESA (Nama Desa) TAHUN NOMOR

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 228


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

b. Bentuk Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa

KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota)


PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)
DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...


NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Bersama)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA DESA ... (Nama Desa) DAN

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa.................................................................;
b. bahwa.................................................................;
c. dan seterusnya....................................................;

Mengingat : 1. ...........................................................................;
2. ...........................................................................;
3. dan seterusnya...................................................;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN


KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul Peraturan Bersama).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 229


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...
Pasal ...

BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..
KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan
Berita Desa... (Nama Desa)

Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ... Diundangkan di ...


pada tanggal pada tanggal
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa) SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 230


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...


BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 231


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

c. Bentuk Rancangan Peraturan Kepala Desa

KEPALA DESA (Nama Desa)


KABUPATEN/KOTA...... (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa)


NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Kepala Desa)


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa................................................;
b. bahwa................................................;
c. dan seterusnya..................................;

Mengingat : 1. ..........................................................;
2............................................................;
3. dan seterusnya..................................;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:

BAB II
Bagian Pertama
............................................

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 232


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...
Pasal ...

BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..
KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa).

Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ...
pada tanggal ...
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

(Nama)

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 233


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

1. Teknik Penyusunan Keputusan Kepala Desa

KEPUTUSAN KEPALA DESA


KABUPATEN/KOTA............(Nama Kabupaten/Kota)
KEPUTUSAN KEPALA DESA ... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Keputusan Kepala Desa)


KEPALA DESA..., (Nama Desa)
Menimbang : a. bahwa...................................................................;
b. bahwa...................................................................;
c. dan seterusnya.....................................................;

Mengingat : 1. ............................................................................;
2. ............................................................................;
3. dan seterusnya.....................................................;

Memperhatikan : 1. .....................................................................;
2. .....................................................................;
3. dan seterusnya..............................................;
(jika diperlukan)

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU :
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ...............
pada tanggal ...................
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 234


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

DAFTAR PUSTAKA

A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan


Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20
September 1993.
A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17
Juni 1992
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1,
http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,
diakses 12 April 2015
Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998
NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink
bv., Groningen, 1974
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003.
SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty
Yogyakarta, 1987

Daftar Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.


Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014TentangPeraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014Tentang Pedoman Teknis
Peraturan Di Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014TentangPengelolaan
Keuangan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014TentangPedoman
Pembangunan Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 235


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 7
PENGUATAN KEBERDAYAAN
MASYARAKAT

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 236


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 237


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Pemberdayaan Masyarakat
7.1
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemberdayaan sebagai proses sosial-politik;
2. Menjelaskan tahapan pemberdayaan masyarakat;
3. Menjelaskan pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat;
4. Menjelaskan pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan daya
tawar masyarakat;
5. Menjelaskan pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian
masyarakat.

Waktu
45 Menit

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 238


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam dan sampaikan tujuan,
proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 2: Konsepsi Pemberdayaan (Presentasi dan Tanya


Jawab)
2. Paparkan pemberdayaan sebagai paradigma pembangunan;
3. Paparkan pemberdayaan sebagai proses sosial politik bertumpu pada
hak untuk meningkatkan daya tawar masyarakat;
4. Minta beberapa peserta bertanya dan atau mengungkapkan
pendapat;
5. Berikan penegasan.

Kegiatan 3: Tahapan Pemberdayaan (Refleksi)


6. Minta peserta mengungkapkan pengalamannya melakukan
pemberdayaan masyarakat;
7. Pandu peserta merumuskan tahapan pemberdayaan (gunakan Media
Fasilitasi 7.1.1);
8. Berikan penegasan.

Kegiatan 4: Hubungan Pemberdayaan dengan Kemandirian


(Presentasi dan Tanya Jawab)
9. Paparkan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian
masyarakat;
10. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
mengungkapkan pendapat;
11. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 239


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan KPMD;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Merumuskan cara mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.

Waktu
90 Menit

Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 240


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan

12. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;


13. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 7: Posisi Strategis Kader Pemberdayaan Masyarakat


Desa (Brainstorming)

14. Minta peserta mengungkapkan pendapat tentang posisi strategis


Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa;
15. Ajak peserta merumuskan bersama Posisi strategis KPMD.

Kegiatan 8: Identifikasi Kekurangan dan Kelemahan serta Upaya


Penguatan (Diskusi Kelompok)

16. Bagi peserta dalam beberapa kelompok;


17. Minta peserta berdiskusi; (gunakan Lembar Kerja 7.2.1)
18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;
19. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi;
20. Berikan penegasan.

Kegiatan 9: Menutup sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 241


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 7.2.1

Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan KPMD


No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan
1.

2.

3.

Dst.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 242


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Penguatan Lembaga
7.3
Kemasyarakatan Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan
Desa;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Menjelaskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.

Waktu
90 Menit

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media
Media tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 243


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 10: Pembukaan
21. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
22. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 11: Identifikasi Lembaga Kemasyarakatan Desa (Curah


Pendapat)
23. Bagi kertas metaplan kepada setiap peserta;
24. Minta peserta menyebutkan Lembaga Kemasyarakatan apa saja yang
ada di Desa serta perannya;
25. Pandu peserta mengklasifikasikan jenis Lembaga Kemasyarakatan
Desa serta perannya;
26. Berikan penegasan.

Kegiatan 12: Identifikasi kekurangan dan kelemahan serta


upaya penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa (Diskusi
kelompok)
27. Bagi peserta dalam beberapa kelompok;
28. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 7.3.1);
29. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;
30. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi;
31. Berikan penegasan.

Kegiatan 13: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 244


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 7.3.1

Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan


Lembaga Kemasyarakatan Desa
No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan
1.

2.

3.

Dst

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 245


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
SPB
Pemberdayaan Masyarakat
7.1
Desa

Bahan Bacaan 1

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA


Oleh Sutoro Eko

Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan
pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan
desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa
pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan
masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,
demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan
populer.

Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi
struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses
sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan
sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang
developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)
dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,
seperti terlihat dalam tabel 6.

Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan
modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan
institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang
harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara
otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang
dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati
posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah
fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi
dan institusi lokal.

Konsep dan Arah Pemberdayaan


Tidak ada sebuah pengertian maupun model tunggal pemberdayaan. Pemberdayaan
dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 246
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

politik, dan sosial-budayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses


mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar
masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan
sektor kehidupan. Ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah
proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan
bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran,
mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu
membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Saya memahami pemberdayaan (masyarakat desa) dengan beberapa cara pandang.


Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri
masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang
tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi
sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri.
Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian
layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya)
kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas
mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri,
menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah
negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan.

Tabel: Pergeseran paradigma dalam


pembangunan masyarakat desa
Paradigma Lama (Pembangunan) Paradigma Baru (Pemberdayaan)
Fokus pada pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan yang berkualitas dan
berkelanjutan
Redistribusi oleh Negara Proses keterlibatan warga yang marginal
dalam pengambilan keputusan
Otoritarianisme ditolerir sebagai harga Menonjolkan nilai-nilai kebebasan,
yang harus dibayar karena pertumbuhan otonomi, harga diri, dll.
Negara memberi subsidi pada pengusaha Negara membuat lingkungan yang
kecil memungkinkan
Negara menyedian layanan ketahanan Pengembangan institusi lokal untuk
social ketahanan social
Transfer teknologi dari negara maju Penghargaan terhadap kearifan dan
teknologi lokal; pengembangan teknologi
secara partisipatoris
Transfer aset-aset berharga pada negara Penguatan institusi untuk melindungi aset
maju komunitas miskin.
Pembangunan nyata: diukur dari nilai Pembangunan adalah proses multidimensi
ekonomis oleh pemerintah dan sering tidak nyata yang dirumuskan
oleh rakyat.
Sektoral Menyeluruh
Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan Organisasi belajar non-hirarkis
proyek

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 247


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Peran negara: produser, penyelenggara,


Peran negara: menciptakan kerangka legal
pengatur dan konsumen terbesar yang kondusif, membagi kekuasaan,
mendorong tumbuhnya institusi-institusi
masyarakat.
Sumber: diadaptasi dari A. Shepherd, Sustainable Rural Development (London:
Macmillan Press, 1998), hal. 17.

Kedua, pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan


(needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput
sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi,
desentralisasi, good governance, otonomi daerah, masyarakat sipil, dan seterusnya. Apa
betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa? Saya yakin betul,
masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (SPP). Ini yang
paling dasar. Tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin, demikian
tutur seseorang yang mengaku sering berinteraksi dengan warga desa. Pendapat ini
masuk akal, tetapi sangat dangkal. Mungkin kebutuhan SPP itu akan selesai kalau
terdapat uang yang banyak. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain).
Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan SPP.
Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di
tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka,
melainkan ada problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll)
yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara,
dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola
sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, seperti akan saya elaborasi
kemudian, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses
kebijakan dan pengelolaan sumberdaya.

Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses,
masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif
mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan.
Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap
lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses
untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam
masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang
masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga
membutuhkan intervensi dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi
masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas
bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai
fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,
menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya.
Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling
menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-
sama.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 248


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota


masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Tabel 7 menampilkan
pemetaan pemberdayaan dari dua sisi: dimensi (yang terbagi menjadi psikologis dan
struktural) dan level (personal dan masyarakat). Pemberdayaan psikologis-personal
berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi,
motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti
membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang
serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi
dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki,
gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif
masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir
masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dan pemerintahan.

Saya menganggap pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena


pemberdayaan yang paling krusial. Mengapa? Saya yakin betul bahwa pemberdayaan
tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus
diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu
berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif
pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang mempengaruhi alokasi kekuasaan
dan pembagian akses sumberdaya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa
realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan),
memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan:
perubahan kondisi sosial. Setiap individu tidak bisa mengembangkan kamampuan
dirinya karena dalam masyarakat terjadi pembagian kerja yang semu, relasi yang
subordinatif, dan ketimpangan sosial, demikian tulis Heller (1994: 185). Bahkan James
Herrick (1995) menegaskan bahwa pemberdayaan yang menekankan pada
pencerahan dan emansipasi individu tidak cukup memadai memfasilitas
pengembangan kondisi sosial alternatif.

Tabel: Dimensi dan level pemberdayaan


Level/Dimensi Psikologis Struktural
Personal Mengembangkan Membangkitkan kesadaran kritis
pengetahuan, wawasan, harga individu terhadap struktur
diri, kemampuan, kompetensi, sosial-politik yang timpang serta
motivasi, kreasi, dan kontrol kapasitas individu untuk
diri. menganalisis lingkungan
kehidupan yang mempengaruhi
dirinya.
Masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki, Mengorganisir masyarakat
gotong rotong, mutual trust, untuk tindakan kolektif serta
kemitraan, kebersamaan, penguatan partisipasi dalam
solidaritas sosial dan visi pembangunan dan
kolektif masyarakat. pemerintahan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 249


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Sumber: Diolah kembali dari C. Kieffer, Citizen Empowerment: A Development


Perspective, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, Terms of Empowerment:
Toward a Theory for Community Psychology, American Journal of Community
Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte, Community Empowerment: The Need for
Political Analysis, Journal of Public Health, No. 80, 1989; M. Zimmerman, Taking Aim
on Empowerment Research: On the Distinction Between Individual and Psychological
Concept, American Journal of Community Psychology, No. 18, 1990; J. Lord, Personal
Empowerment and Active Living In H. Quinney, L. Gauvin and A.E. Wall (Eds.), Toward
Active Living (Windsor, ON: Human Kinetics Publishers, 1994); dan Leena Rklund, From
Citizen Participation Towards Community Empowerment (Tampere: Tampere University,
1999).

Kelima, saya membuat tipologi PMD berdasarkan arena (pemerintahan dan


pembangunan) serta aktor (negara dan masyarakat) yang diletakkan dalam konteks
desentralisasi dan demokratisasi desa. Tipologi itu tertulis dalam bagan 1. Kuadran I
(pemerintahan dan negara) pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke
masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa,
good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. Kuadran II (negara
dan pembangunan) berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan
pelalayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang top down
menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin dekat
dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan. Kudran III (pemerintahan dan
masyarakat desa) hendak mempromosikan partisipasi masyarakat dalam konteks
pemerintahan desa, termasuk penguatan BPD sebagai aktor masyarakat politik di desa.
BPD diharapkan menjadi intermediary antara masyarakat dengan pemerintah desa yang
mampu bekerja secara legitimate, partisipatif, dan bertanggungjawab. Kuadran IV
(pembangunan dan masyarakat desa) terfokus pada civil society maupun
pemberdayaan modal sosial dan institusi lokal, yang keduanya sebagai basis partisipasi
masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan.

Tipologi bagan 5 tidak dimaksudkan untuk membuat isu-isu pemberdayaan terkotak-


kotak, melainkan semua kuadran tersebut harus dikembangkan secara sinergis dan
simultan. Tetapi saya juga yakin bahwa pemberdayaan yang berbasis masyarakat dan
berkelanjutan harus ditopang secara kuat oleh kuadran IV (pembangunan dan
masyarakat desa). Kuadran IV adalah pilar utama pemberdayaan yang akan
memperkuat agenda pembaharuan pemerintahan dan pembangunan di level desa.
Saya juga yakin bahwa tipologi itu sangat berguna sebagai basis orientasi untuk kajian-
kajian keilmuan, pengembangan kurikulum dan referensi bagi kebijakan pemerintah
untuk mendorong pemberdayaan masyarakat desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 250


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bagan: Peta pemberdayaan masyarakat desa

ARENA

Pemerintahan Pembangunan

Demokratisasi desa Pembangunan dari


Good governance bawah.
Otonomi desa. Pengentasan
Peningkatan kapasitas kemiskinan.
perangkat desa Penyediaan akses
NEGARA
Reformasi birokrasi masyarakat pada
layanan publik
A
(pendidikan,
K
kesehatan,
T
perumahan, dll)
O
Pengembangan Partisipasi
R
partisipasi politik masyarakat
(voice, akses, kontrol Penguatan modal
dan kemitraan). sosial dan institusi
MASYARAKAT DESA
Pemberdayaan lokal.
Masyarakat Politik Pemberdayaan civil
Badan Perwakilan society
Desa.

Tugas-Tugas Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah
tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang
luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan
publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif
dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan
yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.

Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.


Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen
masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya
bahwa kecil itu indah, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu
dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip
kearifan semua orang itu. Dalam konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat,
perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama,
mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama
melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing elemen harus memahami dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 251


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain. Pemberdayaan tersebut


dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin meningkat kemampuannya, semakin
kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa menganggu
peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbeda-
beda tersebut tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan bersama-
sama, sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik. Oleh karena itu, dalam hal
pemberdayaan, tidak dikenal unsur yang lebih kuat memberdayakan terhadap unsur
yang lebih lemah untuk diberdayakan. Unsur-unsur yang lebih kuat hanya memainkan
peran sebagai pembantu, pendamping atau fasilitator, yang memudahkan unsur-unsur
yang lemah memberdayakan dirinya sendiri.

Pada dasarnya orang luar jangan sampai berperan sebagai pembina atau
penyuluh, melainkan sebagai fasilitator terhadap pemberdayaan masyarakat.
Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan
memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu
dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan
advokasi kebijakan.

Untuk memainkan peran-peran dalam pekerjaan PMD, para pekerja/fasilitator PMD


harus profesional, memiliki sejumlah kemampuan dan keterampilan. Mereka harus
kompeten, punya kemampuan dalam memahami teori secara holistik dan kritis,
bertindak praktis, membuat refleksi dan praksis. Esensi praksis adalah bahwa orang
dilibatkan dalam siklus bekerja, belajar, dan refleksi kritis. Ini adalah proses dimana teori
dan praktik dibangun pada saat yang sama. Praksis lebih dari sekadar tindakan
sederhana, tetapi ia mencakup pemahaman, belajar dan membangun teori. Para
pekerja PMD tidak hanya butuh belajar keterampilan, tetapi juga mengembangkan
keterampilan itu. Yang perlu dikembangkan adalah: kemampuan analisis, kesadaran
kritis, pengalaman, belajar dari pihak lain, dan intuisi.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 252


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa

Bahan Bacaan 2

KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA

UU DESA DAN KADERISASI

Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa
(selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati
hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari
asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru
pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini
menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya
secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini
menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri
mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola
desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya
secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi
terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi
peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan
kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.

Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma


penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan
masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk
melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja
didasarkan atas skema petunjuk teknis yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan
oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter
kontrol dan mobilisasi-partisipasi, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan
Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas,

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 253


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif
dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah
mufakat dalam semangat gotong royong.

PENGERTIAN KADER

Makna kata kader sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah
orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki
komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.
Dalam konteks desa, Kader Desa adalah orang kunci yang mengorganisir dan
memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa
terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.

Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.

Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga
Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader


Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk
melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD
tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang
Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa
dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan
demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat,
untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan
hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan
pihak ketiga adalah sebagai berikut:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 254


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Gambar: Pelaku-pelaku Pendampingan Desa

Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.

KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi
Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan
demokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan
Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat. Tindakan
pemberdayaan masyarakat Desa itu dijalankan secara melekat melalui strategi
pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.

Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari


kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD
versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 255
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian,


pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk
menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah Kader Desa dan bukan
Kader di Desa.

KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA

KPMD dapat disebut sebagai institusi warga (civil institution), yakni sebuah institusi
kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu
publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah
representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan sebagai jantung strong democracy
hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi
masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya
Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk
memperluas jangkuan kaderisasi Desa.

Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya
gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan
lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra
desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga
masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya).
Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara,
sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu
diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga
masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.

Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis
menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara
dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara
horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah
mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk
melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin
Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam
Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan
bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk
kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan
pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).

ORIENTASI BARU KPMD

Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai
berikut.

PERTAMA KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 256


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kapasitas teknokratis dan pendidikan politik. KPMD melakukan pengorganisasian


pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup pengembangan pengetahuan
dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan,
penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya. KPMD
melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical
citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini
antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan
sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi.

KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus
berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting
tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD
harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan
KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan
desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan
hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan
kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik
ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih
demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.

KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi ruang-ruang kosong
baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisi ruang
kosong yang identik dengan membangun jembatan sosial (social bridging) dan
jembatan politik (political bridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikal adalah
kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan
lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal
adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu
kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi
engagement baik antara warga dengan lembaga-lembaga desa maupun pemerintah
desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.

KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh
aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan
pendamping pihak ketiga. Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya
metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping
profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami
keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-
kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat
untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip negara yang padat
(congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 257


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD


sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan
dengan NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin
mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam
pendampingan.

KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam
secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan secarafasilitatif oleh
pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan
akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan
bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping
profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu
KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan
melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan
menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit
voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa
mengalokasikan insentif untuk para KPMD.

KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual. Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan
mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan
tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.

MENEMUKAN KADER DESA

Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD
tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-
langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.

Musyawarah Desa. Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi


deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi
masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup
dan dikenal di tengah-tengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang
ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan
setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi
dan sedapat mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain
model rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat
Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di
Toraja, Paruman di Bali.

Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi
yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa
ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan
menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga
kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 258


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah
pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan
kemitraan.

Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus
melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk
membangun kebaikan bersama.

Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa. Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe
kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa
parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa
yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi,
anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa
dikuasai situasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat
pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal.
Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa
atau Pemerintah Desa.

Fasilitasi Pendamping Desa. Pendamping lokal Desa bertugas untuk melakukan


fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan
pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan pembangunan desa; dan
(e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses pendampingan ini, warga Desa
yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping profesional lokal
Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa.

PENGEMBANGAN KAPASITAS KADER DESA

Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk


beragam lembaga kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dir-
inya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan,
antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga
pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak
terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa un-tuk
mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun
desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan
dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi dalam per-encanaan, pelaksanaan
dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa, lembaga-lembaga itu bisa
menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas mereka menjadi kader-
kader pemberdayaan masyarakat.

Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa


juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community
center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 259


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan
fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat
pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas
Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui
langkah-langkah sebagai berikut:

a. memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan


melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
b. memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa,
gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk
dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat
kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;
c. memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh
masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan;
kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir
oleh KPMD;
d. memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor
penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-
kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
e. memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk
pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota;
f. memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat
kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu
keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang
pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah,
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;
g. memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan
menengah dengan melibatkan KPMD;dan
h. kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat
kemasyarakatan (community center) sesuai dengan kondisi lokal desa dengan
melibatkan KPMD.

Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik
menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari
program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme
tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan
kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.

PENUTUP

Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa.


Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung
spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 260


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang
piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.

Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi


secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa
sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. KPMD
serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem
desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa,
serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada
pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan,
aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain,
desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan
berpembangunan dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatif-
progresif.***

Sumber: Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik
Indonesia.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 261


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Lembaga
7.3
Kemasyarakatan Desa

Bahan Bacaan 3

LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Prinsip-Prinsip lembaga kemasyarakatan desa

Lembaga kemasyarakatan desa merupakan lembaga sosial kemasyarakatan. Maka


dengan sendirinya prinsip yang mendasari lembaga kemasyarakatan desa adalah
prinsip-prinsip sosial, sukarela bukan komersial. Prinsip pertama adalah prinsip
kesukarelaan, yaitu prinsip atau asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
masyarakat dalam mengikuti dan menjalani setiap kegiatan yang diperuntukkan bagi
lembaga kemasyarakatan ini.

Juga prinsip kemandirian, dimana lembaga kemasyarakatan tidak tergantung dan


menggantungkan kepada pihak manapun. Dengan begitu, maka lembaga
kemasyaraktan akan terlepas dari campur tangan pihak manapun. Dengan prinsip
kemandirian, lembaga kemasyarakatan tidak berada di bawah naungan organisasi
manapun, berdiri sendiri dengan membentuk struktur organisasi sendiri untuk
mengelola dan menjalankan kegiatannya dengan bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus
siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota
dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah
maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak
bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa
yang akan didirikan.

Lembaga kemasyarakatan berbeda dengan organisasi sosial desa, seperti kelompok


tani, kelompok pengerajin dll. Organisasi sosial di desa dibentuk untuk melayani
anggota-anggotanya. Sedangkan lembaga kemasyarakatan dibentuk untuk
menjalankan fungsi publik, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
administrasi.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 262


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses membentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa

Pembentukan lembaga kemasyarakatan adalah atas prakarsa pemerintah desa dan


masyarakat. Artinya, hak prakarsa pembentukan lembaga kemasyarakatan desa bisa
dari dua jalur, inisasi masyarakat, atau iniasiasi pemerintah desa, atau prakarsa bersama
antara pemerintah dan masyarakat desa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya alur
hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat
kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Lembaga kemasyarakatan membantu
pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (pasal 94
ayat 1 dan 2 UU Desa).

Sebagaimana dalam pembuatan peraturan desa lainnya, dalam menetapkan peraturan


desa tentang lembaga kemasyarakatan desa juga harus melalui tahapan sebagaimana
yang diatur dalam Permendagri No. 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan
di Desa. Harus melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan
pengundangan, sosialisasi. Selanjutnya harus melalui proses evaluasi dan klarifikasi.

Tugas dan Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa

Adapun tugas lembaga kemasyarakatan Desa dijelaskan dalam pasal 94 ayat 3 UU


Desa dan pasal 150 ayat PP 43. Dimana berangkat dari pola hubungan antara lembaga
kemasyarakatan dan pemerintahan desa adalah kemitraan, konsultatif dan koordinatif,
maka tugas yang bisa dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan desa meliputi:

Melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, yaitu upaya untuk meningkatkan


harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Atau ringkasnya,
memampukan dan memandirikan masyarakat.
Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini bisa
dilakukan mulai dari perencanaan-perencanaan pembangunan sejak sebelum
dilakukan musyawarah desa (pra-musdes) yaitu ketika penggalian data pendapat
dari semua unsur masyarakat, yang selanjutnya diajukan dalam pembahasan
musyawarah desa.
Tidak hanya berhenti di situ, peran lembaga kemasyarakatan desa harus dilanjutkan
secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan desa. Hal itu bisa dilakukan ketika
dalam tahap-tahap pembangunan sampai penyelesaian, dan juga tidak kalah
pentingnya adalah berperan ketika pelaporan pembangunan desa dan
pertanggungjawabannya.
Meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. Sebagai lembaga yang mewadahi
aspirasi masyarakat, lembaga kemasyarakatan desa juga bisa berperan dalam
meningkatkan pelayanan masyarakat desa oleh pemerintah desa sebagai
pelaksanan kegiatan dan program di desa. Hal itu tentu bisa menggunakan jalur
koordiatif antara lembaga kemasyarakatan desa dan pemerintahan desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 263


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Fungsi Lembaga Kemasyarakatan Desa

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu
terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan
peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar
yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk
bantuan keadilan dan hukum.

Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa
memiliki fungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat


- Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi
lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi
masyarakat dalam pembangunan
- Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada
masyarakat Desa
- Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan
mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif
- Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi,
swadaya, serta gotong royong masyarakat

Contoh peran dan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan desa

a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK
merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk:

- memberi penyuluhan dan menggerakkan masyarakat tentang keluarga sehat


sejahtera.
- menggali, menggerakan dan mengembangkan potensi masyarakat, khususnya
keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan;
- melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang mencakup
kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai keluarga sejahtera;
- mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan program kerja;
- berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan dengan
kesejahteraan keluarga di desa/kelurahan;

Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan
penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK; dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 264


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, pembina dan pembimbing Gerakan


PKK.
b. RT dan RW. Lembaga kemasyarakatan ini juga bisa berperan membantu
Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. RT/RW dalam
melaksanakan tugasnya bisa berfungsi:

- mendata kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya;


- memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga;
- membuat gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan
aspirasi dan swadaya murni masyarakat; dan
- menjadi penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di
wilayahnya.

c. Karang Taruna. Lembaga kemasyarakatan ini bisa berperan sebagai wadah


pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat
terutama generasi muda. Lembaga ini juga bisa bereran menanggulangi berbagai
masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang
bersifat pencegahan (preventif) maupun pemulihan (rehabilitatif). Lembaga
kemasyarakatan Karang Taruna bisa berfungsi:

- Menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial.


- Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat.
- Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di
lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta
berkesinambungan.
- Menyelenggarakan kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi
muda di lingkungannya.
- Menananamkan pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung
jawab sosial generasi muda.
- Menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan,
kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai NKRI.
- Memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung
jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan
kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi
kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya;
- Penyelenggara rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial;
- Menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
Seperti kenakalan remaja baik secara preventif, rehabilitatif. Atau
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja.

d. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat


Desa atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau
Kelurahan (LKMDILKMK) atau sebutan nama lain mempunyai tugas menyusun
rencana pembangunan secara partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 265


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

masyarakat, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan. Lembaga


kemasyarakatan ini bisa berfungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan.


- Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam
kerangka memperkokoh NKRI.
- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan pemerintah kepada
masyarakat.
- Menyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil
pembangunan secara partisipatif.
- Menumbuh-kembangkan dan menjadi penggerak prakarsa, partisipasi, serta
swadaya gotong royong masyarakat.
- menggali, mendayagunakan dan mengembangan potensi sumber daya alam
serta keserasian lingkungan hidup.

Penutup

Pada dasarnya pemerintah desa dan masyarakat dapat memanfaatkan lembaga


kemasyarakatan desa yang masih ada. Jika LPMD masih ada maka bisa dimanfaatkan,
baik untuk wadah perencanan dan pelaksanaan pembangunan. Perangkat desa
maupun LPMD dapat bekerjasama merancang RPJMDesa sebagai tindak lanjut atas
Musyawarah Desa dan Musrenbangdesa. Namun demikian, LPMD bukan satu-satunya
wadah untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa dapat juga
membentuk tim atau panitia yang menyiapkan rancangan RPJMDesa maupun
melaksanakan berbagai program pembangunan desa dan pemberdayaan desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 266


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 8
PENGEMBANGAN KAPASITAS
MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 267


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 268


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Konsep Pelatihan
8.1
Masyarakat

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pelatihan masyarakat;
2. Menjelaskan pendekatan pelatihan masyarakat;
3. Menjelaskan tujuan pelatihan masyarakat;
4. Menjelaskan aspek-aspek kompetensi.

Waktu
45 Menit

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 269


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam;
2. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 2: Pengertian, Tujuan, Pendekatan dan Aspek


Pelatihan Masyarakat (Diskusi)
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat
tentang pengertian, tujuan, pendekatan dan aspek pelatihan
masyarakat;
4. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi dan
melengkapi informasi;
5. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 8.1.1 Slide)

Kegiatan 3: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 270


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

8.2 Keterampilan Dasar Melatih

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengemukakan keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih
(komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum);
2. Menerapkan teknik: bertanya, mendengar, mengapresiasi,
mengendalikan forum.

Waktu
135 Menit

Metode
Tanya jawab dan Bermain peran

Media
Lembar diskusi dan Lembar praktik

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 271


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
6. Buka acara dengan mengucapkan salam;
7. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 5: Jenis-jenis Keterampilan Dasar (Tanya Jawab)


8. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja
keterampilan dasar yang harus dimiliki;
9. Pandu peserta merumuskan bersama keterampilan dasar yang wajib
dikuasai.

Bermain peran:
10. Minta sembilan orang peserta sebagai sukarelawan untuk bermain
peran (perhatikan keterwakilan peserta perempuan);
11. Bagi peran peserta tersebut dengan cara mengundi peran masing-
masing (satu orang sebagai pelatih, tiga orang sebagai penanya, tiga
orang sebagai pemberi tanggapan dan dua orang yang mendominasi
forum/peran antagonis (gunakan Lembar Kerja 8.2.1);
12. Minta peserta bermain peran;
13. Minta peserta yang lain untuk mengamati proses bermain peran dan
memberikan penilaian;
14. Berikan umpan balik.

Kegiatan 6: Menutup Sesi


15. Tutup sesi dengan mengucapkan salam dan berikan apresiasi kepada
para peserta.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 272


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 8.2.1

Tuliskan dalam gulungan kertas, peran-peran di bawah ini dan bagikan secara tertutup
dan acak kepada 9 orang peserta (sukarelawan). Kemudian minta mereka melaksanakan
peran masing-masing dalam praktik pelatihan:

Peran 1: Pelatih
Perintah: Anda bertugas untuk menyampaikan materi tentang Peran
PLD dalam Pembangunan Desa (Waktu 10 menit)

Peran 2: Penanya 1
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan
yang disampaikan pelatih

Peran 2: Penanya 2
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih

Peran 2: Penanya 3
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 273


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Peran 3: Pemberi tanggapan 1


Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan
atas pertanyaan peserta

Peran 3: Pemberi tanggapan 2


Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan
atas pertanyaan peserta

Peran 3: Pemberi tanggapan 3


Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan
atas pertanyaan peserta

Peran 4: Antagonis 1
Anda bertugas :
Banyak mengajukan pertanyaan
Membantah penyampaian pelatih dan peserta lain

Peran 4: Antagonis 2
Perintah: Anda bertugas menyela pembicaraan orang lain

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 274


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 9
PENDAMPINGAN

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 275


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 276


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Konsep dan Kebijakan
9.1
Pendampingan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Pengertian pendampingan;
2. Tujuan pendampingan;
3. Misi pendampingan;
4. Tanggungjawab dan tugas Pendamping;
5. Klasifikasi dan jenis pendamping;
6. Posisi Pendamping Lokal Desa.

Waktu
45 Menit

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media
Lembar tayang dan Lembar diskusi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 277


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan (5 Menit)
1. Antarkan peserta dalam pertemuan ini dengan menjelaskan tujuan
yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama.

Kegiatan 2: Isu-isu Pokok Pendampingan (20 menit)


Presentasi dan tanya-jawab
2. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping;
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau
memberikan tanggapan;
4. Berikan penegasan.

Kegiatan 3: Posisi dan Tupoksi PLD


Presentasi dan tanya-jawab
5. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping;
6. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau
memberikan tanggapan;
7. Berikan penegasan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 278


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Keterampilan Dasar
9.2
Pendampingan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengelola dinamika kelompok;
2. Membangun kesadaran kritis;
3. Merumuskan gagasan bersama.

Waktu
5 JPL (225 Menit)

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok, Paparan dan Praktek

Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 279


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Jelaskan materi yang akan dibahas dan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama kali ini.

Kegiatan 5: Dinamika Kelompok


Permainan
9. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; (jumlah anggota per
kelompok sama)
10. Minta setiap kelompok membentuk rangkaian sepanjang mungkin;
(satu orang dengan yang lainnya tidak terlepas)
11. Pandu peserta menggali hikmah permainan yang telah dilakukan;
12. Berikan umpan balik.

Kegiatan 6: Membangun Kesadaran Kritis


Diskusi Kelompok
13. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
14. Minta setiap kelompok mendiskusikan contoh kasus; (Gunakan
lembar kerja 9.2.2)
15. Minta salah satu peserta mempresentasikan hasil diskusinya;
16. Minta peserta yang lain mengkritisi;
17. Pandu peserta menemukenali kesadaran kritis yang muncul.

Kegiatan 7: Merumuskan Gagasan Bersama


Kerja kelompok
18. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;
19. Bagikan kepada setiap kelompok sarana kerja (satu lembar flipchart
dan spidol);
20. Minta setiap kelompok merumuskan gagasan bersama agar sarana
kerja yang dimiliki bisa menjadi produk yang bernilai;
21. Pandu peserta mengevaluasi proses kerja kelompok diatas;
22. Berikan penegasan.

Kegiatan 8: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 280


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 9.2.2

Membangun Kesadaran Kritis

Contoh Pihak yang Cara Pihak yang


No. Penyebab
Kasus Dirugikan Penyelesaian Bertanggungjawab
1. Banjir

2. Longsor

3. Gizi buruk

4. Putus Sekolah

Dst.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 281


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

9.3 Kinerja Pendampingan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kinerja;
2. Mengetahui ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;
3. Mengetahui aspek-aspek yang dievaluasi;
4. Mengetahui tindak lanjut hasil evaluasi kineja.

Waktu
2 JPL (90 Menit)

Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 282


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
23. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 10: Pengertian Kinerja (Tanya-Jawab)


24. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjelaskan pengertian
kinerja;
25. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 9.3.1).

Kegiatan 11: Ketentuan dan Mekanisme Evaluasi Kinerja


(Paparan dan Tanya-Jawab)
26. Paparkan ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;
27. Berikan kesempatan kepada para peserta untuk memberikan
tanggapan dan pertanyaan;
28. Berikan penegasan.

Kegiatan 12: Aspek-Aspek yang Dievaluasi (Curah Pendapat)


29. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat
dan tanggapan tentang aspek-aspek yang harus dievaluasi dari
kinerja pendamping;
30. Berikan penegasan.

Kegiatan 13: Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Kinerja (Paparan dan


Tanya-Jawab)
31. Paparkan kepada peserta tindak lanjut hasil evaluasi kinerja;
32. Beri kesempatan kepada para peserta untuk memberikan tanggapan
dan pertanyaan;
33. Berikan penegasan.

Kegiatan 14: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 283


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

9 Pendampingan

Bahan Bacaan 1

PENDAMPINGAN DESA
Oleh: Sutoro Eko

Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping untuk menjalankan


pendampingan desa, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak
kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan
meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang
diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran
oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.

Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian serius dalam


pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga aspek itu bisa membuat
pendampingan, seperti halnya pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan,
terjebak pada apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti politik".
Dalam The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic
Power in Lesotho, Ferguson menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah
gagal membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa?

Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu
sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang
mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas
dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka
sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih
oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.
Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,
pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 284


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Anti Politik

Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai
perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman
pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyek-
proyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.

Pertama, pendampingan merupakan perangkat teknokratik untuk mengamankan uang


dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) dan menyukseskan target artifisial
yang telah digariskan proyek. Para pendamping mengajarkan hal-hal teknis-
administratif proyek kepada orang desa mulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan sampai pelaporan proyek. Lalu masyarakat desa tampil sebagai operator
mesin pengelolaan uang dan proyek.

Kedua, pendampingan mengedepankan partisipasi, tetapi mengandung depolitisasi


rakyat. Baik pengelolaan proyek maupun pendampingan mengabaikan edukasi politik
dan penguatan representasi politik rakyat. Pendamping tak mendidik dan
mengorganisasikan rakyat agar berdaya dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
mereka. Sekalipun ada partisipasi, yang terjadi adalah mobilisasi partisipasi dalam
pengelolaan proyek.

Ketiga, pendampingan digerakkan dan dikendalikan oleh mesin birokrasi dengan


petunjuk teknis operasional (PTO). Para pendamping tak hadir sebagai katalisator
perubahan, tetapi hanya menjadi mandor proyek yang harus patuh pada PTO sehingga
tak tumbuh menjadi wirausaha sosial yang kreatif dan mandiri. Pendampingan tentu
telah memberikan kontribusi besar terhadap cerita sukses proyek PNPM, seperti
infrastruktur fasilitas publik, pembesaran dana bergulir, pelembagaan instrumen good
governance dalam pengelolaan proyek, peningkatan kemampuan masyarakat dalam
pengelolaan proyek, serta kebocoran dana proyek yang mendekati titik nol. Tetapi,
kesuksesan itu hanya terbatas pada proyek, tak berdampak besar secara organik dalam
tatanan kehidupan desa.

Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam
pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti
korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti
masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan
kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara
organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh
signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek
yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.

Propolitik

Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan
Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 285


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

membangun sebuah pemahaman bahwa pendampingan desa bukan perkara proyek


dan teknis-manajerial yang anti politik, tetapi harus mengandung politik. Propolitik
bukan dalam pengertian mesin politik, tetapi pendampingan desa harus mengandung
jalan ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta pemberdayaan, dan
edukasi politik.

Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada
proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa,
termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa
Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa
pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi
hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing
community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.

Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang mengandung repolitisasi


rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi
partisipasi, tetapi memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran kritis
dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan kepentingan mereka. Salah satu
indikator kesadaran kritis adalah tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak
(anti) politik uang.

Ketiga, pendampingan tak ditempuh dengan pembinaan (power over) melainkan


pemberdayaan (empowerment). Pembinaan adalah pendekatan dari atas yang
menumbuhkan mentalitas memerintah, kontrol, dan ekspansi birokrasi terhadap desa
dan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan adalah pendekatan untuk memperkuat
desa dan rakyat secara sosial, budaya, ekonomi, politik.

Keempat, setiap aktivitas desa (musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran,


pemilihan kepala desa, dan sebagainya), yang memperoleh sentuhan pendampingan,
tak boleh terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa
ada sentuhan filosofis (roh). Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa harus
disertai edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris. Dalam perencanaan
desa, misalnya tak hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan
dijabarkan jadi agenda proyek.

Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian
kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa
(SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan
teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun
kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak
dan kepentingan rakyat.

Sutoro Eko, Guru Desa, Perancang UU Desa

Sumber: Kompas Edisi 2 Juli 2015

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 286


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PB Bahan Bacaan

9 Pendampingan

Bahan Bacaan 2

PENDAMPINGAN

A. Pengertian Pendampingan

Menurut Edi Suharto pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan


sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi
kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam
kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh
dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau
para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun
perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.

Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian
dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin
dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)
memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks
pemberdayaan desa.

Pendamping desa sangat menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi


Suharto juga membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator,
pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang
didampinginya.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 287


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,


kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta
melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa yang
didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa, menyampaikan
informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat
desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi
antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan
demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencari
sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan
hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa.
4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis.
Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan
yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula mampu melaksanakan
tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti;
melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur
sumber dana.

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang
serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang
dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat
yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan
hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan
(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya,
politik dan kelembagaan desa.

Secara konseptual, pemberdayaan, berasal dari kata power (kekuasaan atau


keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi
sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan
pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan
kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya
proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat
berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi
dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini
menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 288


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat


dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat
dilakukan dalam melakukan pendamping desa:

1. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial


dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan
anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk
kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya.
Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan
pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-
kemampuan masyarakat desa.
2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran
masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan
imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa
dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya
diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari
luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk
menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian
mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.
3. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka
sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan
pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan
tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat
desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat membantu mereka dalam
mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa kemudian dapat diberi
wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.
4. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun
potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler
dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini
didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri yang, jika
dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan potensi
desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat desa
memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan
masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan.
5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok-
kelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan
kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan
dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting
dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi dan
kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa. (Edi Suharto,
1997):1

1
Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for
Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 289
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

B. Tujuan Pendampingan

Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses
inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa
adanya intervensi dari luar.

Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya kemandirian


kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom
warga desa untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan
memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang
diinginkan oleh pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan
suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen.
Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu
kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pendampingan.

Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar


desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa
diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga
dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.
Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa, seperti: surplus yang hilang karena
pertukaran yang tidak seimbang.

Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh


masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-
bentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat
menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.

Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk


mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang
membawa pada perubahan kehidupan mereka.

C. Fokus Pendampingan

Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian


dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus
pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:

Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 290


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).2

D. Misi Pendampingan

Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah. Penambahan kewenangan dan
anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.

Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,
yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang
pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial
illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah
mengetahui financial liter.

Peran pendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat


wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM adalah
melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga
keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya berhenti
sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan dari bank,
tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu kelompok
usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan. Sehingga tujuan satu
desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan usaha desa bisa terwujud.
Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola dengan prinsip social
enterprises dan berbentuk koperasi.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang
dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun
kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi
warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan
memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.

2
M. RHIDOPERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuan-
pendampingan.html
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 291
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola desa secara nasional.

UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman
depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki
modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.

Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama otonomi asli desa.
Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan
gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek
pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung
pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus
dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang
berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang
justru melumpuhkan prakarsa lokal.

Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi


lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan
(rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi
warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang
lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut UU desa adalah
memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan dan dana desa ini
dapat menjadi inti sekaligus menjadi pondasi kemajuan dan pemerataan
pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang.

E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping

Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa
dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi
Pendamping Desa yaitu:

Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan


kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul.
Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara
partisipatif dan demokratis.
Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan
kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan
masyarakat desa.
Fasilitasi demokratisasi desa.
Fasilitasi kaderisasi desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 292


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa.


Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community
center) di desa dan/atau antar desa.
Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta
pelatihan dan advokasi hukum.
Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang dilaksanakan
secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
Fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga.
Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan.

Sudah sejak lama desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan,


permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan
kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi
anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan
perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem
tanah bengkok dan tanah lungguh. Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas
terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian
dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa
mendahului sistem demokrasi negara.

UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah menfasilitasi


tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan
yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Desa tak perlu takut dengan
konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan menjadi entitas
yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Desa akan
menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam
membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa
sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa
dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha,

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 293


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).

Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia
(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa
dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari BUM desa.

Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa
adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.
Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,
migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi
strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber
daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan
kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif
akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi
perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).3

F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping

Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam


penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga.Tenaga
pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan),
pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan
masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing
sebagai berikut:

1. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait sosialisasi UU Desa


Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan Peraturan
Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Fasilitasi penegakan kewenangan desa kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan;
Pengembangan kapasitas masyarakat desa;
Kaderisasi masyarakat desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa;
Fasilitasi musyawarah desa;

3
Heri Susanto http://www.solopos.com/2016/04/14/gagasan-pendampingan-desa-menuju-desapreneur-
709932/3
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 294
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan prereview dan


review Peraturan Desa.
Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyusun regulasi
di daerah yang berkaitan dengan pengaturan tentang desa;
Fasilitasi pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa
dan/ atau antar desa;
Fasilitasi pengembangan ketahanan masyarakat desa;
Fasiltasi kerja sama antar desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa;
Fasilitasi kerja sama desa dengan pihak ketiga dalam rangka pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan;
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa.

2. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif

Fasilitasi penyusunan penyusunan perencanaan dan anggaran desa yang


meliputi: RPJM Desa; RKP Desa; RKP Desa; dan APB Desa;
Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka perencanaan pembangunan desa;
Fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan desa;
Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan desa;
Fasilitasi pengelolaan dana pembangunan desa;
Fasilitasi pengadaan barang dan jasa oleh desa;
Fasilitasi swadaya gotong royong masyarakat desa dalam rangka pembangunan
desa;
Fasilitasi integrasi Program/Proyek masuk desa dengan pembangun berskala
lokal/desa;
Fasilitasi integrasi pembangunan desa dengan pembangunan kawasan
perdesaan;
Fasilitasi audit berbasis komunitas;
Fasilitasi pemantuan berbasis komunitas;
Fasilitasi penanganan pengaduan danmasalah berbasis komunitas;
Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
pembangunan desa;
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

3. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana permukiman desa;


Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana lingkungan
permukiman desa;
Fasilitasi pembangunan danpengelolaan saranatransportasi desa;
Fasilitasi pengembangan prasarana transportasi desa;
Sarana danprasarana produksi pendukung ekonomi desa;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 295


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana pemasaran produk


unggulan desa;
Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana elektrifikasi desa
berbasiskan teknologi tepat guna yang ada di desa;
Fasilitasi pengembangan kader teknik di desa;
Fasilitasi sertifikasi infrastruktur desa hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan
desa;
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
pengembangan, pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana desa.

4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Ekonomi Desa

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga BUMDes;


Fasilitasi pengembangan usaha dan pemasaran hasil usaha BUMDes;
Fasilitasi pembentukan, pengelolaan dan pengembangan pasar desa;
Fasilitasi promosi pemasaran hasil usaha ekonomi desa;
Fasilitasi pengembangan jaringan pemasaran hasil usaha ekonomi desa;
Fasilitasi pengembangan kredit modal usaha ekonomi desa;
Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;
Fasilitasi penggalangan modal keswadayaan;
Fasilitasi promosi pemanfaatan potensi desa;
Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;
Fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif;:
Fasilitasi pengembangan industrialisasi desa;
Fasilitasi pengembangan kewirausahaan desa;
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa
mengembangkan ekonomi desa.

5. Tenaga Ahli Pengembangan Tegnologi Tepat Guna

Fasilitasi pengembangan teknologi tepat guna;


Fasilitasi promosi pendayagunaan teknologi tepat guna;
Fasilitasi kemandirian pangan dan energi berbasis teknologi tepat guna;
Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan
sumberdaya hutan, perkebunan dan pertanian;
Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumberda ya pertambangan;
tanah; dan air;
Fasilitasi pemanfaatan TTGuntukpelestarian lingkungan hidup;
Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna;
Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan
sumber daya hutan, perkebunan dan pertanian;
Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumber daya pertambangan,
tanah dan air;
Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pelestarian lingkungan hidup;

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 296


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna.

6. Tenaga Ahli Pengembangan Pelayanan Dasar

Fasilitasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa secara terpadu;


Fasilitasi pelayanan pendidikan desa bagimasyarakat desa secara terpadu;
Fasilitasi pemberdayaan perempuan dan anak;
Fasilitasi pemberdayaan kaum difabel/berkebutuhan khusus;
Fasilitasi pemberdayaan kelompok masyarakat marginal;
Fasilitasi pemberdayaan keluarga miskin;
Fasilitasi pengembangan kesejahteraan keluarga;
Fasilitasi pelestarian dan pengembangan adat dan kearifan lokal;
Fasilitasi pelestarian dan pengembangan seni dan budaya desa;
Fasilitasi pengembangan kerukunan dan ketentraman antar warga desa
dan/atau antar desa;
Fasilitasi pencegahan dan penanganan konflik sosial antar warga desa dan/atau
antar desa.
Fasilitasi pengembangan media informasi desa untuk masyarakat desa;
Fasilitasi pengelolaan akses informasi antar warga desa dan/atau antar desa.

7. Pendamping desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan


Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,
dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.
8. Pendamping Lokal desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,
dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.4

G. Posisi Pendamping Lokal Desa

Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.

Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan
menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para
PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat
penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa
mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari
APBD).

4
https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 297
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa
(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam
implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema
pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan
partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang
berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.

Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas


penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun
2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda
dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan
di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif
terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.

Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan


berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer
keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa
(ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewenangan tadi.
Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari ikhtiar mencapai
keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan
warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang
mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun
kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan
menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif
terhadap masyarakat.

Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan


antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi
penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan tersebut.Pembangunan
desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial
dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di
pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya
sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang
ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas sehari-
hari.

ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan
peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah
kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 298


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD
terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta
nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan
PLD dalam pengawasan.[]

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 299


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 10
MEMBANGUN TIM KERJA DI DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 300


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 301


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
10.1 Kerjasama Tim di Desa

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Para pelaku kunci di Desa;
2. Fungsi dan peran pelaku;
3. Hubungan/relasi antar pelaku.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Ceramah dan Tanya jawab

Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 302


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan tujuan pembahasan mengenai sub pokok bahasan yang akan
disampaikan.

Kegiatan 2: Identifikasi Pelaku, Fungsi, Peran dan Relasi Antar


Pelaku (Curah Pendapat)

2. Pandu peserta mengidentifikasi pelaku kunci di Desa;


3. Minta peserta mengungkapkan fungsi dan peran masing-masing
pelaku dimaksud;
4. Pandu peserta menggambarkan relasi antar pelaku dimaksud
(gunakan metode Diagram Venn);
5. Berikan penegasan.

Diagram Venn merupakan salah satu cara untuk menggambarkan hubungan


antara pelaku, fungsi dan perannya dalam suatu wilayah tertentu (Desa).
Diagram Venn dioperasikan dengan menggunakan alat bantu berupa
lingkaran-lingkaran untuk menggambarkan pelaku. Ukuran lingkaran
menggambarkan besarnya pengaruh pelaku. Identifikasi pelaku dilaksanakan
oleh pihak yang mengerti hubungan antar pelaku dalam masyarakat.

Kegunaan dari teknik ini adalah untuk membantu identifikasi para pihak (individu,
kelompok atau lembaga baik internal maupun eksternal) dan pola hubungannya dalam
suatu wilayah tertentu. Indentifikasi interaksi dan hubungan lembaga terhadap
permasalahan tertentu.

Prosesnya: persiapan alat bantu berupa lingkaran karton dengan berbagai ukuran.
Persilahkan peserta menulis individu, kelompok atau lembaga yang ada di Desa.
Tuliskan dalam karton lingkaran berdasarkan pengaruhnya. Lingkaran besar
menunjukkan pengaruh besar dan sebaliknya.

Persilahkan peserta untuk meletakkan lingkaran-lingkaran tersebut di atas kertas.


Kemudian hasil dari peletakan tersebut dibahas bersama-sama.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 303


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
10.2 Membangun Jejaring

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja;
2. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak dimaksud.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Paparan

Media
Lembar tayang

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 304


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
6. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 4: Mengidentifikasi Pihak-pihak yang Potensial


sebagai Jejaring Kerja (Curah Pendapat)

7. Pandu peserta mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai


jejaring kerja;
8. Minta peserta mengidentifikasi dan merumuskan kerjasama yang
dapat dibangun dengan pihak-pihak tersebut;
9. Beri penegasan.

Kegiatan 5: Menutup Sesi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 305


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa

Bahan Bacaan 1

MEMBANGUN KERJASAMA TIM

Pembelajaran Membangun Kerjasama Tim dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi


pendamping dalam hal penerapan konsepsi Membangun kerjasama Tim secara efektif dan
efisien dalam melakukan pendampingan masyarakat di Desa. Hal-hal yang dibahas
meliputi:

1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan sub bahasan Pengertian Tim;
Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria
Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.
2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan sub bahasan meliputi: Pengertian
Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;
Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun
Kebanggaan Tim.
3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan sub bahasan meliputi: Pengertian
Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah-
Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.

A. Pengertian Tim yang Dinamis

Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?
Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang
tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka
diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim
dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat
memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.
Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para
anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan bersama.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 306


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

B. Unsur-Unsur Tim yang Dinamis

Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak
jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y.
Chang adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang
merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu
organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam
tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa
memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah,
sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus
dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 307


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua
anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.
2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis
dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam
melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu
mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes
dan kreatif dalam memecahkan masalah.
3. Memfokuskan pada hasil. Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui
kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terus-
menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu produktivitas
optimum merupakan tujuan bersama.
4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.
Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan
mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu
memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan
tuntutan, sasaran dan teknologi.
5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga
menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.
6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga
pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena
itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan
pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim.
7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,
kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang
mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim
dinamis menghargai keunikan setiap individu.
8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara
antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi
(bersinergi).
9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan
terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu
wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan
diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.
10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,
jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi
dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara
timbal balik dan untuk kepentingan bersama.
11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan
pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap
anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok
bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah
ditetapkan.
12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri. Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan
dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 308


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

kinerja, mereka bisa segera memecahkannya sebelum menjadi permasalahan yang


serius.

C. Tahapan Perkembangan Tim

Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut
(Peter Senge):

1. Forming (pencairan bentuk)


2. Storming (mencari jati diri tim)
3. Performing (tim mulai menunjukkan kinerja)
4. Transforming (tim mulai terbiasa dengan budaya kerja baru)

Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan
setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu
pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya Membangun Tim yang
Dinamis. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan arah (Drive)


Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis besar
strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan prosedur kerja
serta peraturan bagi Tim anda.

2. Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.
Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama
dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan
arif dan bijaksana.

3. Mempercepat gerak (Thrive)


Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. Dalam
memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota, manajemen
konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif. Penguasaan terhadap
wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang tangguh.

4. Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama tim yang kompak, tim akan mencapai puncak dengan mengatasi
semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar
biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya, dilakukan
peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya
berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran
yang telah ada, masih relevan atau tidak.

D. Membangun Rasa Kebersamaan Tim

Adakah manfaat membangun rasa kebersamaan dalam sebuah tim? Tahapan-tahapan


dalam membangun tim yang dinamis tersebut akan berjalan dengan seksama, apabila
anggota-anggota tim mampu membangun rasa kebersamaan secara efektif. Untuk
membangun rasa kebersamaan di dalam suatu tim, maka setiap anggota kelompok harus
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 309
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan
setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman
yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang
yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak
memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling
menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya
memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.

Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan
tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:

Berorientasi pada Opini:

1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak
mengutuk orang lain;
2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang
lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;
3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan
perorangan;
4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.

Berorientasi pada Persamaan:

1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu
keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,
puncak dan dasar suatu masalah;
2. Mengandalkan semua anggota;
3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.

Berorientasi pada Tujuan:

1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul
konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;
2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;
3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan
tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;
4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah
baru.

(Sukses Melalui Kerjasama Tim, Richard Chang, PT Pustaka Binaman Pressindo)

Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu
juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota
tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan
kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 310


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

E. Peran Individu dalam Tim

Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut.
Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:

Driver : Mengembangkan gagasan, memberi arah, menemukan hal-hal baru.


Planner : Menghitung kebutuhan tim, merencanakan strategi kerja, menyusun jadwal.
Enabler : Ahli memecahkan masalah, mengelola sarana/sumber daya menyebarkan
gagasan, melakukan negosiasi.
Executor : Mau bekerja menghasilkan output, mengkoordinir dan memelihara tim.
Controller : Membuat catatan, mengaudit dan mengevaluasi kemajuan tim.

F. Membangun Kebanggaan Tim

Perlukah membangun kebanggaan tim? Tim dinamis akan senantiasa mempertahankan


prestasinya secara maksimal. Oleh karena itu mempertahankan kinerja tim sangat
diharapkan. Ini berarti bahwa perlu ada suatu usaha untuk memotivasi tim secara efektif
agar mampu membangun kebanggaan tim.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu
membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut:

1. Memotivasi Anggota Tim untuk Berkomitmen. Dalam memotivasi ini terlebih dahulu
tentukan faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi orang tersebut termotivasi
dengan baik. Tanpa mengetahui hal ini proyek besarpun belum tentu merupakan faktor
stimulus. Setiap individu memiliki motif yang berbeda-beda, misalnya ada orang timbul
harga dirinya dengan menghargai kinerjanya, tetapi orang lain belum tentu demikian.

2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki
motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan
berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi
tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3)
libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya
meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang
efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,
mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik
penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.

Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y. Chang), apabila suatu
tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat
(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 311


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa

Bahan Bacaan 2

MEMBANGUN JEJARING

Pendahuluan

Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat
oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan
mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus
dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap
jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu proses-
proses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses
perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.

Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan
sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya
bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping
desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU
Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.

Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa
membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik
kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari
pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang
berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa
untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)
Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan
ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam
mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 312


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan
sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat
dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.

Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di
pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:
terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,
keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.

Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah
diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan
kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang
keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk
memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan
sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan
masing-masing Desa.

Mengidentifikasi Pihak-Pihak yang Potensial

Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat
memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:

1. Kekuatan berasal dari semangat memberi dan berbagi.


2. Kemauan alami menghargai diri, lembaga, organisasi, hubungan dan relasi.
3. Salah satu cara untuk memahami sistem yang ada pada diri kita dan orang lain.
4. Merupakan cara yang terorganisir untuk menciptakan relasi guna suatu tujuan.

Kerja jaringan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Merupakan media pemasaran yang efektif.


2. Biaya lebih efisien dengan potensi keberhasilan lebih efektif.

Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai
berikut:

1. Membangun citra lembaga yang baik.


2. Fokus pada kualifikasi lembaga.
3. Berkaitan dengan apa yang kita tawarkan bukan apa yang kita dapatkan.
4. Mengembangkan kemampuan mendengar.
5. Mengembangkan kemampuan bertanya.
6. Menepati janji bukan mengobral janji.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 313


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan
dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk
membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para
pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:

1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?
Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan
tersebut bagi kelompok?
2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu
keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?
3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang
lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?
4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal
lain, atau sebaliknya?
5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain
(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar
belakang hubungan yang demikian?
6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah
pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?
Mengapa?
7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau
perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau
keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan
perubahan berlangsung? Mengapa?

No. Kelompok Sosial Potensi/Peran


1 Organisasi Tani Lokal Terlibat dalam proses perencanaan
(OTL) pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat petani
Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa
Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 314


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

2 Kelompok Nelayan Terlibat dalam proses perencanaan


pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat nelayan
Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa
Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

3 Organisasi Terlibat dalam proses perencanaan


pembangunan desa dan pemberdayaan
Masyarakat Adat
masyarakat adat
Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Permusyawaratan Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa
Terlibat dalam pembahasan peraturan desa
adat

4 Organisasi Terlibat dalam proses perencanaan


pembangunan desa dan pemberdayaan
Keagamaan
masyarakat adat
Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa

5 Organisasi Terlibat dalam proses perencanaan


pembangunan desa dan pemberdayaan
Perempuan
Menjadi kelompok penerima manfaat
pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa
Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

6 Organisasi Terlibat dalam proses perencanaan


pembangunan desa dan pemberdayaan
Kepemudaan
masyarakat adat
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 315
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Menjadi kelompok penerima manfaat


pembangunan
Mengutus perwakilannya dalam Badan
Musyawarah Desa
Terlibat dalam proses musyawarah desa
Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

7 NGO Membangun kerjasama dalam program


ekonomi di pedesaan
Membantu desa dalam proses pemberdayaan
masyarakat desa

Mengembangkan Kerjasama

Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan
kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:
Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan
untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:
pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa
terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi net-
benefit yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.

Kedua, pengembangan potensi jaringan sosial di wilayah pedesaan ditekankan pada


aspek keberlanjutan, yakni:

1. Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan


tidak merusak lingkungan dan senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya.
2. Keberlanjutan sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
3. Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada terjaminnya
peran masyarakat dalam pembangunan dan jaminan akses komunitas pada sumber
daya alam.
4. Keberlanjutan institusi yakni mencakup institusi politik, institusi sosial-ekonomi dan
institusi pengelola sumber daya (Arif Satria: 2011).

Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa
mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam
proses kerjasama, yakni:

a. Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang


dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan.
b. Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan serta
untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 316


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

c. Pemerintah yang berfungsi untuk memberikan penguatan kelembagaan sosial


ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal kepada pengusaha/swasta.

Keempat, pendamping desa harus mampu mengidentifikasi dan menjahit seluruh


kekuatan ekonomi dan politik di wilayah pedesaan untuk terlibat dalam proses
pembangunan dan pemberdayaan. Jaringan sosial pada dasarnya merupakan mitra
strategis Desa yang harus senantiasa dijaga dan dikembangkan untuk memajukan
pembangunan di Desa.

Tujuan membentuk jaringan sosial dan mengembangkan kerjasama di Desa sebagai


berikut:

1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti
pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb.
2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan
dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa.
3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi
pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis,
perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi
yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan
pihak ketiga.
4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui
musyawarah desa.
5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing
dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.

Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para
pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai
berikut:

1. Pendamping harus meyakini, mengakui dan menghargai bahwa setiap


individu/lembaga memiliki potensi yang merupakan modal dasar dalam
merealisasikan visi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Modal dasar tersebut perlu dikembangkan dan ditingkatkan mutunya, serta
dipadukan lewat proses dialog dan musyawarah dalam wadah jaringan.
3. Musyawarah dan dialog adalah roh dari pendampingan desa.
4. Pendamping desa meyakini potensi jaringan sosial yang peduli terhadap masalah
pedesaan, memiliki fungsi penting dan strategis, sehingga selalu menjadi pusat
perhatian pendamping desa.
5. Pendamping desa harus senantiasa menciptakan peluang dengan mengembangkan
sistem dan mekanisme, agar potensi jaringan sosial yang terbentuk senantiasa
terlibat dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 317


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Model pendekatan dalam kerja jaringan:

1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh
kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi),
mediasi dan lain-lain.
2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan
sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama.
3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama,
misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari
pendamping desa, Pemda, NGO, dll.
4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu
nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad
hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[]

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 318


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Pokok Bahasan 11
RENCANA KERJA TINDAK LANJUT
(RKTL)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 319


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 320


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

SPB Rencana Pembelajaran

11.1 Rangkuman Hasil Pelatihan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal penting yang diperoleh selama pelatihan;
2. Menguraikan keterkaitan antara apa yang diperoleh dalam pelatihan
dengan tugas-tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD).

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 321


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 1: Merangkum

1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang


akan disampaikan;
2. Ajak bebarapa peserta untuk mengingat kembali materi pelatihan
pratugas PLD. Sebutkan PB-PB yang sudah disampaikan selama
pelatihan;
3. Tuliskan dalam metaplan PB yang belum dipahami keseluruhan oleh
peserta pelatihan (maksimal 2 PB);
4. Mintalah peserta untuk menjelaskan mengapa materi PB tersebut
belum dipahami, dan pelatih memberikan saran dan masukan
terhadap hal tersebut;
5. Lanjutkan penugasan individu, yaitu tugaskan setiap peserta untuk
menuliskan di kertas HVS masing-masing dengan topik: Bagaimana
keterkaitan materi pelatihan dengan tugas pokok sebagai
Pendamping Lokal Desa.
6. Mintalah peserta menempel kertas HVS yang telah ditulis pada
dinding ruang pelatihan dan minta perwakilan menjelaskan hasil
penugasan;
7. Fasilitator memberikan penegasan terkait sesi ini;
8. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 322


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Evaluasi Penyelenggaraan
11.2
Pelatihan

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memberikan umpan balik kritis dalam penyelenggaran pelatihan;
2. Menuliskan penilaian atas penyelenggaran pelatihan.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 323


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 2: Evaluasi
9. Jelaskan mengenai pokok bahasan yang akan disampaikan;
10. Ajak bebarapa peserta untuk secara bersama-sama melakukan
evaluasi, diantaranya:
Memberikan umpan balik kritis terhadap materi/modul pelatihan.
Memberikan umpan balik kritis terhadap Pelatih.
Memberikan umpan balik kritis terkait penyelenggaran pelatihan.
11. Lakukan pembahasan evaluasi materi diatas secara bersama-sama
dan rumuskan secara bersama-sama;
12. Pelatih memberikan penegasan terkait sesi ini;
13. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 324


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Rencana Kerja Tindak Lanjut
11.3
(RKTL)

Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi hasil-hasil pelatihan yang masih perlu ditingkatkan
lebih lanjut dan strategi yang akan dikembangkan;
2. Menyusun rencana kerja tindak lanjut.

Waktu
1 JPL (45 Menit)

Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 325


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Proses Penyajian
Kegiatan 3: Membuat RKTL

14. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan yang akan disampaikan;


15. Pelatih menyampaikan beberapa pokok bahasan dan sub pokok
bahasan. Mintalah peserta untuk mengomentari terkait dengan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dimaksud;
16. Lanjutkan dengan curah pendapat seputar:
Apa pengertian RKTL dan tujuannya?
Bagaimana sebaiknya RKTL disusun sehingga tepat waktu?
17. Pelatih menjelaskan kisi-kisi tentang menyusun RKTL, menjelaskan
standar kinerja nasional, RKTL nasional dan RKTL individu
Pendamping Lokal Desa (Media Fasilitasi 11.3.1);
18. Lanjutkan dengan diskusi kelompok. Bagi peserta ke dalam 6
kelompok dan setiap kelompok merumuskan RKTL berdasarkan
pokok kegiatan Pendamping Lokal Desa yang sesuai dengan TUPOKSI
masing-masing;
19. Dalam diskusi kelompok, rumuskan secara bersama-sama, namun
output diskusi kelompok adalah pekerjaan individual setiap
Pendamping Lokal Desa;
20. Dalam diskusi kelompok, minta peserta menggunakan format Lembar
Kerja 11.3.1.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 326


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Media Fasilitasi 11.3.1

Teknik Menyusun RKTL

Fungsi Kaidah Aspek


Acuan waktu S (Spesific) Uraian Kegiatan
Acuan Proses M (Measureble) Lokasi
Acuan Sumber Daya A (accurate) Waktu
Menjamin pencapaian R (Realiable) Target output
output
Menjamin efektifitas kerja T (Time frame) Person In Charge

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 327


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Lembar Kerja 11.3.1

RENCANA KERJA TINDAK LANJUT (RKTL)


PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
TAHUN ANGGARAN 2017

NAMA :
JABATAN :
LOKASI TUGAS :

Waktu
Uraian Target Langkah
No (Tahun Anggaran 2016)
Kegiatan Output Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIketahui Pelatih 2016

YANG MEMBUAT

______________________ _____________________

1. Setiap peserta WAJIB menuliskan RKTL dalam formulir diatas (2 RKTL, yaitu TA.
2016 dan TA. 2017), dan dikumpulkan kepada pelatih untuk ditanda tangani.
2. Pelatih memberikan penegasan terkait RKTL.
3. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 328


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 329


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Daftar Pustaka

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 330


MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL


DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 331

Anda mungkin juga menyukai