Disusun Oleh:
Disusun oleh:
Yogyakarta,
A. Isopropil Alkohol
Isopropil alkohol adalah senyawa kimia dengan rumus molekul C3H8O
mempunyai sifat mudah terbakar, tidak berwarna, bau yang menyengat, dan beracun
jika dikonsumsi. Senyawa ini memiliki flash point 21,85 0C (Perry & Green, 2008).
Bahan tersebut juga merupakan senyawa yang volatil pada suhu ruangan dengan
tekanan 1 atm. Berikut merupakan sifat fisis isopropil alkohol:
B. Kesetimbangan Fasa
Kesetimbangan adalah tahap statis dimana tidak ada perubahan yang dapat
teramati secara mikroskopis. Hal tersebut dapat tercapai apabila suatu campuran
didiamkan dalam waktu yang cukup dimana kecepatan transfer antas fasa menjadi
sama. Pada industri kimia, kesetimbangan menjadi hal yang penting untuk
menentukan akurasi. Penerapannya sangat luas, misalnya pada kolom distilasi
ataupun pada proses ekstraksi. (Ness, 2010)
Pada kesetimbangan uap-cair, terdapat dua macam kesetimbangan yaitu
kesetimbangan fisika dan kimia. Pada kesetimbangan fisika, berlaku hukum Raoult
yang menyatakan:
= (1)
Dengan, : koefisien fugasitas uap murni i
: fraksi mol i dalam fase uap
: tekanan total sistem
: koefisien aktivitas cairan murni i
: fraksi mol i dalam fase cair
: tekanan uap jenuh i pada suhu T
Tekanan uap jenuh i pada suhu T dapat dicari dengan menggunakan
persamaan Antoine sebagai berikut:
ln( ) = + (2)
= 1 1 1 + 2 2 2 (3)
Pada kesetimbangan antara fase uap dan cair ideal, koefisien fugasitas dan
koefisien aktivitas diasumsikan mendekati satu. Akan tetapi, pada campuran non-
ideal, koefisien aktivitas dari sistem campuran perlu dicari. Beberapa metode
menentukan koefisien aktivitas adalah Korelasi Wilson dan Korelasi Universal Quasi
Chemical (UNIQUAC).
C. Korelasi Wilson
Metode penentuan koefisien aktivitas yang menyatakan bahwa molekul
hanya bergantung pada konsentrasi lokal ini pertama kali dikemukakan oleh Grant
M. Wilson (1963) Metode ini dapat menggambarkan model akurat sifat-sifat
campuran multikomponen hanya berdasarkan dari data sistem biner dengan beberapa
parameter. Untuk sebuah sistem dengan jumlah komponen n, parameter yang
diperlukan berjumlah n(n-1) parameter.(Gow, 1993)
Bentuk akhir dari persamaan biner metode Wilson adalah:
12 21
ln 1 = -ln (x2 + x1.A12) + x2 . [1+2.12 2+ 1.21] (4)
12 21
ln 2 = -ln (x1 + x2.A21) + x2 . [1+2.12 2+ 1.21] (5)
dengan,
x1 = fraksi mol zat 1
x2 = fraksi mol zat 2
1 = koefisien aktivitas zat 1
2 = koefisien aktivitas zat 2
A12, A21 = parameter Wilson
(Wilson, 1964)
Namun, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan yaitu: (Walas, 1985)
1. Munculnya beberapa akar jika berada di bawah unity nessecities
sehingga menyulitkan program komputer otomatis.
2. Nilai negatif dari parameter tidak diijinkan apabila data tidak
direpresentasikan dalam komposisi penuh.
3. Persamaan tidak berlaku untuk campuran cair-cair yang immiscible.
=
=
fraksi komponen
= parameter UNIQUAC
= parameter UNIQUAC
E. Indeks Bias
Refraktometer adalah alat yang mengukur suatu kadar konsentrasi bahan
atau zat terlarut berdasarkan indeks bias dengan memanfaatkan refraksi cahaya.
Prinsip kerja refraktometer adalah pembiasan dengan menembus dua macam media
dengan kerapatan yang berbeda sehingga terjadi perubahan arah sinar. Indeks bias
adalah suatu ukuran kemampuan medium membiaskan arah rambat cahaya. Indeks
bias memiliki fungsi untuk mengukur mengidentifikasi zat kemurnian dan suhu harus
tetap dijaga karena dapat mempengaruhi nilai indeks bias. Indeks bias untuk cairan
antara 1,300 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian mencapai 0,001
(Mulyono, 1997).
Campuran isopropanol dan air dapat diukur dengan refraktometer karena
dengan konsentrasi isopropanol 0 100% dalam air, didapatkan data nilai indeks bias
antara 1,300 1,700. Berikut merupakan indeks bias isopropil alkohol pada berbagai
persen berat berdasarkan referensi:
Daftar II. Data Densitas dan Indeks Bias Suhu 200C dan 250C Densities and
Refractive Indices of Alcohol-Water Solutions
Isopropil Alkohol
Alcohol, Densitas (250C), Indeks Bias Indeks Bias
%berat gram/mL (200C), nD (250C), nD
0 0,99707 1,333 1,3325
10,15 0,9806 1,3419 1,3412
19,91 0,9668 1,3511 1,3556
29,73 0,9485 1,3583 1,3569
39,99 0,9258 1,3638 1,3622
49,36 0,9039 1,3679 1,3662
60,52 0,8772 1,3718 1,3702
69,24 0,8566 1,3742 1,3723
77,87 0,8361 1,376 1,3741
89,84 0,8069 1,3774 1,3752
99,91 0,7808 1,3772 1,3749
Sumber : (Chu & Thompson, 1962)
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Aquadest, yang diperoleh dari Laboratorium Operasi Pemisahan, Departemen
Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada.
2. Isopropil alkohol, yang diperoleh dari Laboratorium Operasi Pemisahan,
Departemen Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada.
B. Rangkaian Alat
Keterangan:
1. Lensa okuler
2. Penutup
3. Termometer
4. Pengatur fokus
5. Pengatur skala
6. Tempat sampel
7. Lampu
8. Steker
9. Lensa bias
C. Cara Kerja
1. Pengukuran Massa Jenis
Piknometer kosong 25 mL ditimbang dengan neraca analisis digital.
Aquadest dimasukkan kedalam pikonometer hingga penuh dan ditimbang.
Langkah tersebut diulangi untuk piknometer berisi isopropil alkohol.
2. Pembuatan Kurva Standar Konsentrasi Isopropil Alkohol vs Indeks Bias
Larutan standar dibuat dengan mencampur isopropil alkohol-aquadest
dengan perbandingan volume 9:0, 8:1, 7:2, 6:3, 5:4, 4:5, 3:6, 2:7, 1:8, 0:9, dalam
tabung reaksi. Masing-masing campuran diukur indeks biasnya dengan
refraktometer untuk membuat kurva standar.
3. Pembuatan Data Kurva Kesetimbangan
Isopropil alkohol dicampur dengan aquadest dengan perbandingan 150 mL:
150 mL dalam labu leher tiga. Campuran kemudian dipanaskan menggunakan
pemanas mantel hingga mendidih. Ketika terjadi tetesan pertama di Erlenmeyer
dihitung sebagai t = 0 s. Setiap 15 menit, volume distilat tertampung ditimbang
menggunakan neraca analisis digital, kemudian dicatat hasilnya. Dilakukan pula
pencuplikan dari labu leher tiga setiap 15 menit, kemudian cairan diukur indeks
biasnya, dan suhu pada termometer dicatat. Percobaan dihentikan setelah
mendapat 5 data percobaan.
D. Analisis Data
(8)
dengan,
K = kadar isopropil alkohol pada TOC, %
K1 = kadar isopropil alkohol pada TI oC, %
K2 = kadar isopropil alkohol pada T20C, %
densitas isopropil alkohol pada TOC, g/cm3
= densitas isopropil alkohol pada TI OC, g/cm3
= densitas isopropil alkohol pada T20C, g/cm3
(100)
= = (10)
100
Untuk pembuatan kurva standar, isopropil alkohol dan air dicampurkan pada
berbagai rasio.
Jika isopropil alkohol mula-mula ditambahkan air dengan volume tertentu
(Vair), mol isopropil alkohol dalam campuran tidak mengalami perubahan
sementara mol air menjadi:
=
(100)
= + (11)
100
dengan,
= Volume larutan isopropil alkohol, mL
=Volume air/aquadest, mL
et = Densitas isopropil alkohol, g/cm3
= Densitas air, g/cm3
K = Kadar isopropil alkohol, %
BMet = Berat molekul isopropil alkohol, g/mol
= Berat molekul air, g/gmol
X1 = Fraksi mol isopropil alkohol, mol/mol
X2 = Fraksi mol air, mol/mol = (l X1)
dengan,
X1 = fraksi mol isopropil alkohol, mol/mol
y = indeks bias
A, B, C = konstanta
Nilai konstanta A, B, dan C dicari dengan toolboxfminsearch pada program
MATLAB, sehingga diperoleh kurva standar dari persamaan hubungan indeks bias
dengan fraksi mol isopropil alkohol.
3. Penentuan Fraksi Mol Isopropil Alkohol dan Akuades berdasarkan Kurva Standar
Fraksi Mol vs Indeks Bias
Fraksi mol isopropil alkohol dapat ditentukan dengan persamaan
1 = (14)
ln( )
2 = 1 1 (15)
dengan,
X1 = fraksi mol isopropil alkohol, mol/mol
X2 = fraksi mol aquadest, mol/mol
y = indeks bias
A, B, C = konstanta
dengan,
A, B, C = konstanta
Pi sat = tekanan uap jenuh komponen i, kPa
T = suhu kesetimbangan, oC
dengan,
x1 = fraksi mol isopropil alkohol
x2 = fraksi mol air
1 = koefisien aktivitas isopropil alkohol
2 = koefisien aktivitas air
A12, A21 = parameter Wilson
= ln + (2) + ( ) +
(19)
dengan
= (2) ( ) ( 1)
=
=
= =
= coordination number, berkisar antara 6 < z < 12
= konstanta UNIQUAC untuk komponen j
= konstanta UNIQUAC untuk komponen j
= fraksi mol i
12 , 21 = parameter Metode UNIQUAC
Massa isopropil alkohol dan massa aquadest diperoleh dari hasil percobaan.
Setelah diperoleh mol masing-masing komponen, maka mol larutan umpan dapat
diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut.
= +
(22)
Dengan, F = jumlah mol larutan umpan, mol
7. Penentuan Jumlah Mol Larutan Residu
Mol larutan residu dapat dihitung setelah diketahui nilai dari mol larutan
umpan dan mol distilat. Ada pun mol distilat diperoleh dengan perhitugan sebagai
berikut:
= (23)
( )
= (31)
( ) = (32)
= (33)
Dengan membagi setiap suku dengan W, maka didapat
= + (34)
= ( ) (35)
= (36)
(39)
1 (1 ) (1 )
= [ + ] +
1 (1 ) (1 )
(40)
Atau
1 (1 ) (1 )
= [ ] +
1 (1 ) (1 )
(41)