Anda di halaman 1dari 32

TK3001 LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA

SEMESTER I-2016/2017

MODUL KUC2
KESETIMBANGAN UAP CAIR

Laporan Singkat

Oleh:
Kelompok A.1617.3.32
Lewi Hansel Panjaitan (13014037)
Ricky Gunawan (13014097)

Pembimbing:
Meiti Pratiwi, M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
ABSTRAK

Kesetimbangan uap-cair adalah sebuah kondisi statis di mana tidak terjadi perubahan dalam
sifat-sifat makroskopis sebuah sistem multifasa terhadap waktu. Kesetimbangan uap-cair
tercapai pada saat fasa uap dan fasa cair memiliki temperatur, tekanan, dan potensial kimia.
Pengertian praktis dari kesetimbangan uap-cair adalah sebuah kondisi di mana laju
penguapan cairan sama dengan laju pengembunan uap. Kesetimbangan uap-cair menjadi
prinsip dalam berbagai proses pemisahan seperti distilasi, absorpsi, dan ekstraksi. Jumlah
campuran yang berada dalam kesetimbangan di sebuah sistem tertutup bernilai konstan
karena laju penguapan sama dengan laju pengembunan. Percobaan Kesetimbangan Uap-
Cair bertujuan untuk mendapatkan data-data kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air
pada tekanan tetap. Data-data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan data-data
yang diperoleh dari model termodinamika (pemodelan Wilson).
Alat yang digunakan dalam percobaan modul Kesetimbangan Uap-Cair terdiri dari
SOLTEQ VLE ebuliometer dan refraktometer. Ebuliometer digunakan dalam percobaan
utama, sedangkan refraktometer digunakan untuk menentukan indeks bias larutan etanol.
Percobaan diawali dengan penentuan densitas larutan etanol pro analysys (etanol PA),
kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol, dan percobaan utama. Data kalibrasi indeks
bias terhadap fraksi mol etanol menggunakan data yang diperoleh dari percobaan
sebelumnya untuk menghemat etanol PA. Percobaan utama dilakukan menggunakan empat
kali sampling. Umpan dimasukkan ke dalam ebuliometer dan dipanaskan hingga mencapai
kondisi kesetimbangan. Fasa uap dalam kesetimbangan yang terbentuk dikondensasi oleh
kondensor dan kondensat ditampung dalam top sample collector. Fasa cair dalam
kesetimbangan ditampung dalam bottom sample collector. Top sample dan bottom sample
diukur indeks biasnya menggunakan refraktometer, kemudian nilai indeks bias yang
diperoleh dikalibrasi sehingga diperoleh fraksi mol etanol dalam top sample dan bottom
sample. Data-data tersebut kemudian dicocokan dengan data-data kesetimbangan uap-cair
etanol-air yang diperoleh dari model termodinamika (pemodelan Wilson).
Densitas larutan etanol PA yang diperoleh sebesar 792,495 kg/m3 dengan galat mencapai
1,02% dari nilai literatur. Persamaan kalibrasi indeks bias larutan terhadap fraksi mol etanol
yang diperoleh adalah y = 0,539x4 – 0,192x3 – 0,298x2 + 0,186x + 1,33 dengan nilai
koefisien determinasi mencapai 0,9977. Nilai time constant yang diperoleh mencapai 12,84
menit, sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kesetimbangan yang
sebenarnya adalah 64,2 menit. Data fraksi mol fasa uap hasil percobaan sudah sesuai dengan
data menurut pemodelan Wilson, namun data fraksi mol fasa cair hasil percobaan cukup
menyimpang dari data menurut pemodelan Wilson.
Spacing single dengan before 0 pt dan after 6 pt untuk abstrak

“Kata kunci” di-bold jika diketik, apabila ditulis tangan tidak


perlu di-bold

Kata kunci: diagram T-xy, ebuliometer, kesetimbangan uap-cair, pemodelan Wilson,


refraktometer (Kata kunci di bawah halaman, ditulis berurut abjad)

Abstrak tidak ada nomor halaman


Saat enter dari BAB … ke judul bab, bagian “Don’t add space
between paragraphs of the same style” dicentang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 bukan 1.1. Saat enter dari judul subbab ke isi subbab, bagian “Don’t add space
between paragraphs of the same style” dicentang
1.1 Latar Belakang
Kesetimbangan dua fasa (two phase equilibrium) adalah sebuah kondisi statis di mana
tidak terjadi perubahan dalam sifat-sifat makroskopis dari sebuah sistem dua fasa
Menjorok 1 cm
terhadap waktu. Kesetimbangan sistem biner atau kesetimbangan dua fasa yang paling
banyak ditemukan dalam kehidupan nyata adalah kesetimbangan uap-cair. Proses-
proses industri yang melibatkan kontak fasa uap dan fasa cair dalam kesetimbangan
meliputi proses-proses pemisahan seperti distilasi, absorpsi, dan ekstraksi. Fasa uap
dan fasa cair yang berada dalam temperatur dan tekanan yang sama berada dalam
kesetimbangan pada saat potensial kimia dari masing-masing spesi bernilai sama
dalam kedua fasa. Kesetimbangan uap-cair juga dapat diartikan sebagai sebuah
kondisi di mana laju penguapan cairan sama dengan laju pengembunan uap.

Potensial kimia untuk suatu spesi dalam fasa tertentu sulit untuk diukur, meskipun
mampu menyediakan kriteria fundamental untuk analisis kesetimbangan uap-cair.
Fugasitas adalah sebuah properti termodinamika yang dapat menggantikan peranan
potensial kimia dalam perhitungan kesetimbangan uap-cair tanpa mengubah makna
dan fungsi dari potensial kimia itu sendiri. Fugasitas adalah tekanan pada kondisi ideal
yang memiliki potensial kimia sama dengan tekanan pada kondisi nyata. Koefisien
fugasitas menghubungkan nilai fugasitas dengan tekanan terukur.

Model kesetimbangan uap-cair komponen biner umum digambarkan menggunakan


diagram T-xy pada tekanan tetap. Diagram T-xy dapat ditentukan dari hasil percobaan
ataupun menggunakan model-model termodinamika untuk kesetimbangan uap-cair.
Percobaan ini membandingkan data-data kesetimbangan uap-cair yang diperoleh dari
percobaan dengan literatur. Kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol dan
penentuan densitas larutan juga dilakukan dalam percobaan ini.

Tujuan dan Sasaran Percobaan wajib ada kalimat pembuka


1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami kesetimbangan-uap cair sistem biner etanol-air.

Jangan lupa nomor halaman Halaman 1 dari 32


Menjorok 2 cm
2. Membandingkan data-data kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air hasil
percobaan dengan literatur.

1.3 Sasaran Percobaan (judul subbab huruf pertama dalam tiap kata wajib kapital)
Adapun sasaran dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai pengalaman dalam melaksanakan pengukuran kesetimbangan-uap


cair, khususnya untuk sistem biner etanol-air.

2. Membandingkan data-data kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air hasil


percobaan (minimal empat kali sampling) dengan data-data kesetimbangan uap-
cair sistem biner etanol-air yang diperoleh menggunakan model termodinamika
(data literatur).

Spacing 1,5 lines dengan before 0 pt dan after 6 pt untuk abstrak


Paragraf tidak menjorok

Halaman 2 dari 32
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

Tabel 2.1 bukan tabel 2.1, setiap ada tabel atau gambar
wajib disebut dulu
2.1 Alat dan Bahan
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan modul Kesetimbangan Uap
Tabel 2.1 bukan
Tabel 2.1. Cair disajikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut. Wajib ada enter sebelum dan sesudah tabel
Tulisan Tabel X.Y dan Saat enter dari judul tabel ke isi tabel, bagian “Don’t add space
Gambar X.Y di-bold between paragraphs of the same style” dicentang

Tabel 2.1 Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
Center
Menjorok 1 Alat Bahan
cm, judul tabel
rata kiri SOLTEQ VLE (terdiri dari Etanol pro analysis (Etanol PA)
kondensor, evaporator,
Menjorok 3 cm penampung produk bawah, Huruf pertama pada
kata pertama kapital
pressure relief valve, control
panel, penampung produk atas,
rotameter, dan heater)
Termometer gelas Campuran etanol-air sisa sampel
Gelas ukur Aqua dm
Gelas kimia Es batu
Refraktometer
Selang air
Piknometer
Vial
Pipet tetes
Tabung reaksi dan raknya
Tabel di tengah

2.2 Skema Alat Percobaan


Ebuliometer adalah peralatan yang digunakan untuk mendapatkan komposisi
kesetimbangan fasa uap dan fasa cair dari sistem biner pada sistem tertutup. Skema
alat ebuliometer yang digunakan dalam percobaan ini disajikan dalam Gambar 2.1
sebagai berikut:
Gambar 2.1 bukan gambar 2.1 ataupun Gambar 2.1. setiap
ada tabel atau gambar wajib disebut dulu

Halaman 3 dari 32
Gambar di tengah, nanti tidak boleh snipping tool

Gambar 2.1 Skema alat ebuliometer

Menjorok 3,5 cm
Pada judul gambar dan tabel, hanya huruf pertama dalam kata
2.3 Prosedur Percobaan pertama yang kapital

Percobaan modul Kesetimbangan Uap-Cair dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama.
Tahap pertama adalah penentuan densitas etanol menggunakan piknometer. Tahap
kedua adalah kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol menggunakan
refraktometer. Kalibrasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan kurva kalibrasi yang
memperlihatkan hubungan antara indeks bias dengan fraksi mol etanol. Tahap ketiga

Halaman 4 dari 32
adalah percobaan utama untuk mendapatkan data-data kesetimbangan uap-cair sistem
biner etanol-air menggunakan alat SOLTEQ VLE ebuliometer. Produk bawah dan
produk atas yang diperoleh diukur indeks biasnya menggunakan refraktometer. Data-
data percobaan kemudian dibandingkan dengan data-data dari literatur.

2.3.1 Penentuan Densitas Etanol


Piknometer adalah alat yang digunakan untuk menentukan densitas zat cair. Densitas
etanol ditentukan menggunakan piknometer. Pertama-tama, piknometer dibersihkan
dengan aseton dan dikeringkan dengan tisu. Aseton digunakan untuk mengeringkan
piknometer karena memiliki volatilitas yang tinggi (mudah menguap). Piknometer
yang sudah dibersihkan kemudian ditimbang dan massanya dicatat. Setelah
mendapatkan data massa piknometer kosong, aqua dm disiapkan dan temperaturnya
diukur menggunakan termometer gelas. Aqua dm lalu dimasukkan ke dalam
piknometer sampai penuh, kemudian tutup piknometer dan keringkan bagian luar
piknometer hingga benar-benar kering. Piknometer yang berisi aqua dm ditimbang
dan massanya dicatat.

Setelah mendapatkan data massa piknometer berisi aqua dm, aqua dm dikeluarkan dan
piknometer kembali dibersihkan dan dikeringkan. Piknometer kemudian diisi dengan
larutan etanol Pro Analysis (PA) sampai penuh, kemudian tutup piknometer dan
keringkan bagian luar piknometer hingga benar-benar kering. Piknometer yang berisi
etanol PA ditimbang dan massanya dicatat. Data-data yang diperoleh diolah untuk
mendapatkan data densitas etanol PA.

2.3.2 Kalibrasi Indeks Bias – Fraksi Mol Etanol


Refraktometer adalah alat ukur indeks bias zat cair. Kalibrasi indeks bias terhadap
fraksi mol etanol diawali dengan pembuatan larutan standar dengan mencapurkan
aqua dm dan etanol PA menggunakan perbandingan volume yang beragam (volume
total larutan etanol-air mencapai 10 mL). Prosedur penggunaan refraktometer untuk
menentukan korelasi antara indeks bias larutan etanol-air dengan fraksi mol etanol
adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan refraktometer dengan sumber listrik.

Halaman 5 dari 32
2. Menyalakan refraktometer dengan menekan tombol power.

3. Mengangkat penutup prisma refraktometer.

4. Membersihkan prisma refraktometer menggunakan kapas yang dibasahi dengan


aseton, tunggu hingga kering sempurna.

5. Meneteskan sampel sebanyak satu tetes pada prisma refraktometer dan menutup
prisma refraktometer dengan penutupnya.

6. Memutar dua buah knop pada bagian kanan atas dan kanan bawah untuk
mengatur gelap-terang yang terlihat dan posisi persilangan refraktometer agar
tepat berada di perbatasan antara daerah terang dan daerah gelap.

7. Membaca nilai indeks bias sampel dari skala indeks bias (garis-garis vertikal).

8. Setelah mendapatkan data indeks bias sampel, penutup prisma refraktometer


dibuka, penutup prisma refraktometer dibersihkan dengan kapas yang dibasahi
Menjorok 2 cm
aseton, penutup prisma refraktometer ditutup, dan hubungan refraktometer
dengan sumber listrik diputus.

Tahap selanjutnya adalah menghitung fraksi mol masing-masing larutan standar dan
membuat korelasi antara indeks bias dengan fraksi mol larutan standar. Metode regresi
yang digunakan adalah metode yang menghasilkan nilai koefisien determinasi paling
mendekati satu.

2.3.3 Percobaan Utama


Pada percobaan utama, umpan yang berupa larutan campuran etanol-air diumpankan
ke dalam SOLTEQ VLE ebuliometer. Sampel uap (top sample) dan sampel cair
(bottom sample) diambil dan diukur indeks biasnya menggunakan refraktometer.
Fraksi mol etanol dalam top sample dan bottom sample ditentukan dari kurva kalibrasi
indeks bias – fraksi mol etanol. Data-data yang diperoleh dibandingkan dengan data-
data dari literatur. Penggunaan SOLTEQ VLE ebuliometer dapat dibagi ke dalam tiga
bagian utama, yaitu start up, operasi, dan shut down. Start up, operasi, dan shut down
SOLTEQ VLE harus dilakukan dengan benar untuk mencegah kerusakan alat.

Start up ebuliometer diawali dengan memastikan bahwa semua valve berada dalam
kondisi tertutup dan heater berada dalam kondisi off (heater mati). Setelah melalukan

Halaman 6 dari 32
pengecekan awal, SOLTEQ VLE ebuliometer dihubungkan dengan sumber listrik tiga
fasa. Tombol utama (main switch) dinyalakan dan alat SOLTEQ VLE ebuliometer
sudah siap untuk digunakan.

Operasi SOLTEQ VLE ebuliometer untuk melakukan percobaan diawali dengan


membuka penutup umpan, masukkan umpan, dan menutup kembali penutup umpan.
Tahap berikutnya adalah membuka valve 13 dan valve 14, mengecek ketinggian atau
level dari umpan (pastikan ketinggian umpan mencapai 0,75 dari ketinggian maksimal
evaporator), lalu menutup valve 13 dan valve 14 kembali. Ketinggian umpan dalam
evaporator dapat dilihat dari sight tube. Valve 8 dipastikan terbuka agar tekanan
operasi sama dengan tekanan atmosferik. Tahap selanjutnya adalah membuka keran
air pendingin dan menyalakan kondensor. Langkah berikutnya adalah membuka valve
10 dan memeriksa apakah cooling water melaju pada laju alir volumetrik antara 5-10
LVM, lalu tunggu hingga laju alir volumetrik cooling water konstan. Temperatur awal
TT01 ditetapkan pada nilai 100°C, kemudian heater dinyalakan. Tunggu sampai
temperatur yang tertera pada TT02 konstan, kemudian catat nilai temperatur yang
tertera pada TT02 dan mengeluarkan sampel uap (top sample) dan sampel cair (bottom
sample). Sampel uap yang mengandung kondensat dari uap diambil dengan cara
sebagai berikut:

1. Membuka valve 5 dan valve 6. Pastikan valve 5 terbuka hingga seluruh


kondensat dari uap telah masuk, kemudian tutup valve tersebut.

2. Membuka valve 7 untuk mengambil top sample. Wadah yang digunakan untuk
mengambil sampel sebaiknya cukup dingin (diisolasi dengan air es atau kanebo
basah) agar sampel tidak cepat menguap.

Sampel cair diambil dengan cara:

1. Membuka valve 12 sehingga cooling water dapat mengalir ke dalam kondensor.

2. Membuka valve 2 dan valve 4.

3. Menunggu hingga semua sampel uap telah berada di dalam bottom sample
collector, kemudian tutup valve 2.

4. Membuka valve 3 untuk mengambil bottom sample. Wadah yang digunakan


untuk mengambil sampel sebaiknya cukup dingin (diisolasi dengan air es atau
kanebo basah) agar sampel tidak cepat menguap.
Halaman 7 dari 32
Aqua dm diumpankan kembali ke dalam ebuliometer sejumlah top sample dan bottom
sample yang dihasilkan. Hal tersebut dilakukan untuk minimal empat kali sampling.
Sampel uap dan sampel cair yang diperoleh diukur indeks biasnya dengan
menggunakan refraktometer. Nilai indeks bias dapat digunakan untuk menentukan
fraksi mol sampel uap dan sampel cair menggunakan kurva kalibrasi indeks bias
terhadap fraksi mol etanol.

Shut down ebuliometer diawali dengan mematikan heater dan membuka valve 11.
Langkah selanjutnya adalah menunggu hingga temperatur yang tertera pada TT02
bernilai lebih rendah atau sama dengan 50°C. Kemudian buka valve 2 dan valve 3 lalu
tampung seluruh cairan yang ada di dalam wadah yang disediakan, serta buka valve 6
dan valve 7 lalu tampung seluruh cairan yang ada di dalam wadah yang disediakan.
Ebuliometer kemudian dibilas dengan cara memasukkan selang tempat masuknya
cooling water ke valve 3 dan tunggu hingga ketinggian air naik hingga mencapai 0,75
ketinggian maksimal. Keran cooling water dan valve 3 ditutup secara bersamaan.
Selang dimasukkan ke tempat semula dan valve 3 dibuka hingga air di dalamnya habis.
Langkah terakhir adalah memutuskan hubungan alat dengan sumber listrik.

Halaman 8 dari 32
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penentuan Densitas Resin


Setiap sampel yang diambil pada menit yang telah ditentukan diukur densitasnya.
Gambar 3.1 menunjukkan hasil pengukuran densitas resin pada berbagai sampel run
1 dan run 2.

Gambar 3.1 Hasil pengukuran densitas resin pada berbagai sampel run 1 dan run 2

Berdasarkan hasil tersebut, densitas resin cenderung meningkat seiring dengan


bertambahnya waktu pengambilan sampel. Hal tersebut disebabkan karena semakin
lama resin yang terbentuk akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya jumlah
resin yang terbentuk maka akan meningkatkan densitas resin. Hasil yang didapatkan
sudah sesuai dengan teori yang dijelaskan yaitu semakin lama jumlah resin akan
semakin meningkat sehingga meningkatkan densitas sampel.

Densitas yang dihasilkan pada run 1 dibanding dengan run 2 realtif tidak jauh berbeda.
Hal tersebut disebabkan karena perlakuan yang diberikan terhadap kedua run tersebut
sama yaitu temperatur 55oC dan dengan rasio F/U sebesar 1,25 atau kedua run tersebut
merupakan duplo.

Halaman 9 dari 28
3.2 Penentuan Viskositas Resin
Viskositas resin diukur pada setiap pengambilan sampel pada menit yang telah
ditentukan. Gambar 3.2 menunjukkan hasil pengukuran viskositas resin pada berbagai
sampel.

Gambar 3.2 Hasil pengukuran viskositas resin pada berbagai sampel run 1 dan run 2

Berdasarkan Gambar 3.2, nilai viskositas resin relatif meningkat dengan semakin
lamanya waktu reaksi atau waktu pengambilan sampel. Semakin lama waktu reaksi,
semakin banyak jumlah resin yang dihasilkan. Resin yang dihasilkan akan
meningkatkan viskositas sampel karena cairan resin memiliki viskositas yang lebih
tinggi daripada cairan umpan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin
lama waktu reaksi maka semakin tinggi viskositas.

Densitas larutan etanol pro analysis ditentukan menggunakan piknometer. Piknometer


yang digunakan adalah piknometer khusus yang sudah dilengkapi dengan termometer
gelas. Massa piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering mencapai 30,180
gram. Aqua dm kemudian dimasukkan ke dalam piknometer dan diukur

Halaman 10 dari 28
temperaturnya. Temperatur aqua dm yang terukur adalah 26,4°C (299,55 K). Densitas
aqua dm pada temperatur tersebut dihitung menggunakan metode interpolasi data.
Massa jenis aqua dm pada temperatur 26,4°C mencapai 996,632 kg/m3 (Perry dan
Green, 2008). Data massa jenis aqua dm kemudian digunakan untuk menghitung
volume aktual piknometer. Piknometer berisi aqua dm ditimbang dan massa yang
terukur mencapai 39,710 gram. Volume aktual piknometer yang diperoleh dari
perhitungan adalah 9,562 mL. Aqua dm kemudian dikeluarkan dari piknometer dan
larutan etanol PA dimasukkan ke dalam piknometer. Temperatur larutan etanol PA
yang terukur adalah 26,0°C (299,15 K). Piknometer berisi larutan etanol PA ditimbang
dan massa yang terukur mencapai 37,758 gram. Densitas larutan etanol PA hasil
perhitungan mencapai 792,495 kg/m3.

Data densitas larutan etanol PA hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan data
literatur. Densitas larutan etanol dengan kemurnian 99,9% volume pada temperatur
26°C bernilai 784,5058 kg/m3 (Perry dan Green, 1984). Galat pengukuran densitas
larutan etanol PA mencapai 1,02%. Pengukuran densitas telah dilakukan dengan
cukup akurat karena galat pengukuran yang kecil. Perbedaan antara densitas yang
diperoleh dari pengukuran dengan data literatur disebabkan adanya sebagian etanol
yang sudah menguap saat pengukuran densitas, piknometer belum kering sempurna
saat larutan etanol PA dimasukkan ke dalam piknometer, atau tumpahnya sebagian
larutan etanol PA saat termometer dimasukkan ke dalam piknometer.

3.3 Penentuan Kurva Kalibrasi Indeks Bias terhadap Fraksi Mol Etanol
Percobaan utama yang dilakukan menggunakan umpan yang fraksi volumenya tidak
diketahui (larutan etanol bekas), sehingga fraksi molnya tidak dapat dihitung. Sampel
yang diambil juga tidak dapat ditentukan fraksi molnya, namun dapat ditentukan
indeks biasnya menggunakan alat refraktometer. Refraktometer adalah peralatan yang
digunakan untuk menentukan indeks bias zat cair. Maka dari itu, korelasi spesifik
antara indeks bias larutan dengan fraksi mol etanol diperlukan untuk konversi data
indeks bias sampel menjadi data fraksi mol etanol dalam sampel. Korelasi antara
indeks bias larutan dan fraksi mol etanol dinyatakan dalam bentuk kurva kalibrasi
maupun persamaan matematis (persamaan regresi).

Halaman 11 dari 28
Tahap pertama dalam penentuan kurva kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol adalah
membuat minimal delapan buah larutan etanol standar, masing-masing memiliki
perbandingan volume larutan etanol PA terhadap volume aqua dm yang berbeda.
Volume larutan campuran dibuat sama, yaitu 2 mL untuk setiap larutan etanol standar.
Larutan standar dimasukkan ke dalam vial dan ditutup rapat untuk mencegah
penguapan etanol. Penguapan etanol mengurangi kandungan etanol, mengakibatkan
perubahan nilai indeks bias larutan etanol standar. Masing-masing larutan etanol
standar kemudian diukur indeks biasnya menggunakan refraktometer. Fraksi mol
etanol untuk setiap larutan etanol standar dihitung. Fraksi mol etanol kemudian
dialurkan terhadap indeks bias larutan, sehingga diperoleh indeks bias larutan etanol
sebagai fungsi fraksi mol etanol dalam larutan.

Etanol pro analysis (etanol PA) memiliki harga yang sangat mahal. Dalam rangka
penghematan penggunaan etanol PA, kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol
yang dilakukan hanya untuk memvalidasi data-data yang sudah diperoleh pada
percobaan-percobaan modul Kesetimbangan Uap-Cair sebelumnya. Kalibrasi indeks
bias – fraksi mol etanol dilakukan hanya dengan menggunakan tiga titik pengukuran
berbeda (tiga buah larutan standar berbeda). Nilai indeks bias pada masing-masing
titik pengukuran lalu dibandingkan dengan nilai-nilai yang sudah diperoleh pada
percobaan-percobaan sebelumnya. Apabila nilai indeks bias hasil pengukuran dengan
nilai indeks bias yang sudah diperoleh pada percobaan-percobaan sebelumnya tidak
berbeda jauh, maka data kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol yang sudah diperoleh
pada praktikum sebelumnya dapat digunakan. Fraksi mol etanol dihitung kembali
karena terdapat perbedaan dalam nilai densitas larutan etanol PA yang digunakan.

Ketiga larutan etanol standar yang disiapkan masing-masing memiliki nilai fraksi
volume dan indeks bias sebagai berikut:

1. Larutan standar satu dengan fraksi volume 0,3 dan indeks bias 1,348

2. Larutan standar dua dengan fraksi volume 0,5 dan indeks bias 1,357

3. Larutan standar tiga dengan fraksi volume 0,8 dan indeks bias 1,361

Hasil kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol yang telah diperoleh pada percobaan
sebelumnya (sebagai pembanding) adalah:

1. Larutan standar satu dengan fraksi volume 0,3 dan indeks bias 1,349

Halaman 12 dari 28
2. Larutan standar dua dengan fraksi volume 0,5 dan indeks bias 1,358

3. Larutan standar tiga dengan fraksi volume 0,8 dan indeks bias 1,361

Terlihat bahwa tiga titik pengukuran tersebut memperlihatkan hasil yang tidak jauh
berbeda, sehingga data kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol yang sudah diperoleh
pada praktikum sebelumnya dapat digunakan

Kurva kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol memperlihatkan korelasi antara
indeks bias larutan etanol dengan fraksi mol etanol. Persamaan matematis yang
menunjukkan indeks bias sebagai fungsi fraksi mol etanol diperoleh menggunakan
metode regresi polinomial orde keempat. Metode regresi polinomial orde keempat
dipilih karena menghasilkan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu (R2 ≈ 1).
Persamaan kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol beserta nilai koefisien
determinasinya dinyatakan dalam Persamaan 3.1 sebagai berikut: Persamaan wajib diberi nomor

𝑦 = 0,539𝑥 4 − 0,192𝑥 3 − 0,298𝑥 2 + 0,186𝑥 + 1,33 (𝑅 2 = 0,9977) (3.1)


dengan ketentuan:
Persamaan 3.1 bukan persamaan 3.1 ataupun
 subskrip y menyatakan indeks bias larutan Persamaan 3.1. setiap ada persamaan wajib disebut
dulu
 subskrip x menyatakan fraksi mol etanol

Nilai koefisien determinasi untuk Persamaan 3.1 mencapai 0,9977. Nilai R2 sangat
mendekati satu, sehingga persamaan regresi polinomial orde empat tersebut valid
untuk digunakan.

Pada kalibrasi refraktometer, tidak semua data digunakan dalam pembuatan kurva
kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol maupun persamaan regresinya. Data-data
sebelum tercapainya nilai indeks bias maksimum digunakan untuk membuat kurva
kalibrasi indeks bias – fraksi mol. Nilai indeks bias maksimum adalah 1,361 untuk
larutan etanol standar dengan fraksi volume bernilai 0,8. Gambar 3.1 menampilkan
kurva kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol.
Font tulisan dalam
Wajib ada enter sebelum dan sesudah gambar
grafik adalah Times
New Roman

Halaman 13 dari 28
1.365
Pilih tipe grafik scatter
1.36
untuk regresi
1.355 y = 0.539x4 - 0.192x3 - 0.298x2 + 0.186x + 1.33

Indeks Bias
R² = 0.9977
1.35 Hasil regresi wajib diberi trendline,
1.345 persamaan, dan koef. determinasi
1.34

1.335

1.33
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Axis diberi judul dengan Fraksi Mol Etanol
huruf kapital

Gambar 3.1 Kurva kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol
Saat enter dari gambar ke judul gambar, bagian “Don’t add space
between paragraphs of the same style” dicentang
3.4 Penentuan Konstanta Waktu (Time Constant)
Konstanta waktu (time constant) termokopel adalah waktu termokopel untuk
merespon perubahan suhu (waktu tanggap termokopel). Konstanta waktu lalu dipakai
untuk menentukan waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai kondisi tunak.
Konstanta waktu (τ) didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan bacaan termokopel
untuk mencapai 63,2% dari temperatur saat keadaan tunak. Temperatur saat
pengukuran time constant dan nilai time constant ditentukan menggunakan metode
interpolasi data. Temperatur TT02 saat awal pengukuran mencapai 20,1°C dan
temperatur TT02 saat dalam kondisi tunak mencapai 79,6°C. Temperatur saat
pengukuran time constant adalah 57,7°C, sehingga nilai konstanta waktu termokopel
adalah 12,84 menit. Berdasarkan rule of thumb, waktu agar sistem benar-benar berada
dalam kondisi tunak adalah lima kali waktu tanggap termokopel (64,2 menit). Gambar
3.2 menampilkan kurva penentuan konstanta waktu termokopel.

Halaman 14 dari 28
90
80
70

Temperatur (°C)
Pilih tipe grafik scatter
60
jika pengambilan data
50
40 tidak kontinu
30
20
10
0
Axis diberi judul 0 5 10 15 20 25 30 35
dilengkapi dengan Waktu (menit)
satuan jika ada
Gambar 3.2 Kurva penentuan konstanta waktu termokopel

3.5 Evaluasi Kurva Kesetimbangan Uap-Cair (Diagram T-xy)


Percobaan utama dilakukan menggunakan etanol bekas yang tidak diketahui
konsentrasinya. Volume larutan etanol bekas yang diperlukan agar ketinggian umpan
di dalam sight tube mencapai 0,75 dari ketinggian maksimumnya adalah 3,9 L. Top
sample adalah sampel fasa uap yang sudah mengalami kondensasi, sedangkan bottom
sample adalah sampel fasa cair. Nilai indeks bias dari top sample dan bottom sample
diukur menggunakan refraktometer. Fraksi mol etanol dalam top sample (x) dan
bottom sample (y) diperoleh dari persamaan kalibrasi indeks bias – fraksi mol etanol.

Pada percobaan utama, top sample dan bottom sample harus diambil dengan benar.
Permasalahan terjadi adalah penguapan etanol yang begitu cepat akibat sampel yang
diambil terlalu panas. Penguapan etanol mengurangi fraksi mol etanol dalam sampel.
Sampel harus diambil dengan cepat menggunakan suatu wadah, kemudian wadah
penampung sampel ditutup rapat dan didinginkan untuk mengondensasi sebagian
etanol yang telah menguap. Top sample berasal dari uap yang telah mengalami
kondensasi dan temperaturnya cukup rendah, sehingga laju penguapan etanol menjadi
rendah. Sebaliknya, bottom sample memiliki temperatur yang tinggi sehingga etanol
menguap dengan sangat cepat. Setelah top sample dan bottom sample diambil, sisa
larutan etanol dalam top sample collector dan bottom sample collector ditampung dan
diukur volumenya. Larutan etanol tersebut dikembalikan ke dalam wadah penampung
etanol bekas. Volume aqua dm sejumlah volume total larutan etanol yang ditampung
dimasukkan ke dalam ebuliometer, sehingga terbentuk larutan etanol yang lebih encer,

Halaman 15 dari 28
namun volume total umpan dalam ebuliometer tidak berubah. Pengukuran
kesetimbangan uap-cair dilakukan saat temperatur bacaan TT02 berada pada rendah
temperatur kesetimbangan, yaitu antara 76°C sampai dengan 97,5°C.

Percobaan utama dilakukan dengan empat kali sampling. Tekanan operasi rata-rata
selama empat kali sampling tersebut mencapai 694,4 mmHg. Fraksi mol pada fasa uap
(top product) dan fraksi mol pada fasa cair (bottom product) dialurkan terhadap
temperatur operasi pada masing-masing tempuhan untuk mendapatkan kurva
kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air. Kurva tersebut dibandingkan dengan
kurva kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air pada tekanan operasi 694,4
mmHg menurut pemodelan Wilson. Perbandingan antara kurva kesetimbangan uap-
cair hasil percobaan dengan kurva kesetimbangan uap-cair menurut pemodelan
Wilson disajikan dalam Gambar 3.3 sebagai berikut:

Gambar 3.3 Perbandingan kurva kesetimbangan uap-cair hasil percobaan dengan


kurva kesetimbangan uap-cair menurut pemodelan Wilson

Secara teoretis, data-data kesetimbangan uap-cair untuk fraksi uap (top sample) dan
fraksi cair (bottom sample) seharusnya jatuh tepat di garis temperatur bubble dan garis
temperatur dew pada kurva kesetimbangan uap-cair menurut pemodelan Wilson.

Halaman 16 dari 28
Gambar 3.3 memperlihatkan bahwa kurva kesetimbangan fraksi uap hasil percobaan
sudah sesuai dengan kurva kesetimbangan fraksi uap menurut literatur, namun kurva
kesetimbangan fraksi cair hasil percobaan menyimpang dari kurva kesetimbangan
fraksi cair menurut literatur. Kurva kesetimbangan fraksi cair hasil percobaan bahkan
berada di luar daerah kurva kesetimbangan uap-cair menurut pemodelan Wilson.

Pada empat kali sampling, fraksi mol top sample yang diperoleh tidak berbeda jauh
dengan garis temperatur dew menurut pemodelan Wilson, bahkan dua nilai fraksi mol
top sample berada tepat di garis temperatur dew. Uap campuran etanol-air dalam
kesetimbangan dikondensasi dengan cooling water di dalam kondensor. Laju alir
cooling water diatur sehingga bernilai 5 LPM s.d. 10 LPM selama percobaan utama
berlangsung. Laju alir cooling water pada rentang tersebut dapat mencairkan uap
campuran etanol-air dalam kesetimbangan, sehingga diperoleh kondensat dengan
temperatur yang relatif rendah. Pada tiap tempuhan, sistem ditunggu selama lima kali
time constant untuk memastikan bahwa kondensasi uap etanol-air sudah berlangsung
dengan sempurna.

Sampel diambil menggunakan vial glass yang memiliki penutup karet untuk
memastikan tidak banyak etanol yang menguap. Kurva hubungan temperatur
kesetimbangan dengan fraksi mol top sample yang diperoleh sudah cukup baik,
disebabkan penggunaan vial glass untuk mengambil sampel dan kondensasi uap
etanol-air yang dilakukan menghasilkan kondensat bertemperatur rendah, sehingga
laju penguapan etanol dalam top sample menjadi rendah.

Bottom sample yang diambil memiliki temperatur yang tinggi, mengakibatkan


penguapan etanol pada bottom sample menjadi sangat cepat. Hal tersebut membuat
fraksi mol etanol pada bottom sample yang terukur menjadi lebih rendah dari nilai
sebenarnya, menyebabkan data-data fraksi mol etanol pada bottom sample berada di
luar kurva kesetimbangan menurut pemodelan Wilson.

Penguapan bottom sample berlangsung dengan sangat cepat, membuat sebagian etanol
menguap saat bottom sample masih berada di dalam bottom sample collector. Uap
etanol keluar dari valve empat yang terbuka saat pengambilan bottom sample.
Pendinginan bottom sample oleh cooling water juga tidak berlangsung dengan cukup
lama, menyebabkan temperatur bottom sample yang diambil masih sangat tinggi.
Kedua fenomena tersebut membuat sebagian etanol dalam bottom sample sudah

Halaman 17 dari 28
menguap sebelum bottom sample diambil dan diukur indeks biasnya dengan
refraktometer. Pengambilan sampel sudah dilakukan dengan cepat dan menggunakan
vial glass yang dilengkapi dengan penutup karet untuk mencegah penguapan etanol
berlebih. Vial glass berisi bottom product kemudian didinginkan untuk mencairkan
sebagian etanol yang telah berada dalam fasa uap. Hal lain yang dapat mengakibatkan
kesalahan selama pelaksanaan praktikum adalah sebagian etanol dalam bottom sample
menguap saat pengukuran indeks bias menggunakan refraktometer. Pembilasan
ebuliometer yang kurang bersih juga menjadi faktor yang dapat mengakibatkan
kesalahan saat melakukan percobaan.

Hasil percobaan pada tiap sampling memiliki tren yang sesuai dengan teori menurut
literatur. Penambahan jumlah air pada tiap run untuk menggantikan volume produk
atas dan produk bawah yang dikeluarkan dari ebuliometer membuat fraksi mol etanol
dalam top sample dan bottom sample berkurang. Temperatur kesetimbangan (TT02)
juga semakin meningkat karena berkurangnya fraksi mol etanol dalam kesetimbangan
(semakin banyak air, semakin tinggi temperatur kesetimbangan karena titik didih air
lebih tinggi dari titik didih etanol pada tekanan tertentu).

Halaman 18 dari 28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari praktikum modul Teknik Polimerisasi
adalah sebagai berikut:

1. Persamaan kinetika laju reaksi polimerisasi urea-formaldehid pada F/U 1,25


adalah sebagai berikut
𝑑𝐶𝑓
𝑟= = 0,0627𝐶𝑓 2 pada run 1 suhu 55oC
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝑓
𝑟= = 0,06807𝐶𝑓 2 pada run 1 suhu 55oC
𝑑𝑡

2. Tingkat keasaman resin terhadap waktu reaksi pembentukan urea-formaldehid


konstan

3. Densitas resin meningkat seiring berjalannya reaksi pembentukan resin urea-


formaldehid.

4. Viskositas resin meningkat seiring berjalannya reaksi pembentukan resin urea-


formaldehid.

5. Kadar resin meningkat seiring berjalannya reaksi pembentukan resin urea-


formaldehid.

6. Massa molekul resin pada temperatur operasi 55oC pada run 1 adalah 433,97
g/mol dan pada run 2 adalah 278,152 g/mol.

4.2 Saran
Beberapa saran yang diberikan untuk praktikum modul Kesetimbangan Uap-Cair
adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan alat ukur(khususnya pipet volume) yang lebih variatif sehingga


mempermudah pada saat pengenceran

2. Menyediakan nampan atau tempat agar bisa mengambil cawan yang panas
secara bersamaan ketika menuju tempat neraca analitis

Halaman 19 dari 28
3. Menyediakan kondensor tegak supaya beban pada labu leher empat tidak terlalu
besar.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th Ed.
Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 8th Ed.
Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Smith, J.M., H.C. Van Ness, dan M.M. Abbott. 2005. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics, 7th Ed. Singapura: The McGraw-Hill Companies, Inc. Chapter 10,
11, dan 12.
http://cheguide.com/tag/wilson/, diakses pada tanggal 22 November 2016 pukul 19.30 WIB.

Spacing single dengan before 0 pt dan after 0 pt


Gunakan hanging indent 1 cm
Ikuti format Daftar Pustaka seperti yang ada di contoh ini

Halaman 20 dari 28
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Lampiran tidak perlu menyebut Wajib ada sitasi dengan
Tabel A.1 di kalimat pendahulu format (Nama, Tahun)
A.1 Densitas Air pada Berbagai Temperatur
Tabel A.1 Data densitas air pada berbagai temperatur (Perry dan Green, 2008)

Halaman 21 dari 28
A.2 Densitas Campuran Etanol-Air pada Berbagai Temperatur
Tabel A.2 Data densitas campuran etanol-air pada berbagai temperatur (Perry, 1984)

Halaman 22 dari 28
A.3 Kesetimbangan Uap-Cair Etanol-Air Berdasarkan Pemodelan Wilson pada
Tekanan Operasi (694,4 mmHg)

Halaman 23 dari 28
Tabel A.3 Data kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air berdasarkan
pemodelan Wilson pada tekanan operasi (694,4 mmHg) (Perry, 2000)

x y Temperatur (°C)
0.00 0.00 97.49
0.10 0.43 84.54
0.20 0.52 81.37
0.30 0.57 79.75
0.40 0.62 78.63
0.50 0.66 77.74
0.60 0.71 77.03
0.70 0.76 76.47
0.80 0.82 76.09
0.90 0.90 75.93
1.00 1.00 76.08

100

95
Temperatur (°C)

90
Bubble
Temperature
Line
85

80

75
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Fraksi Mol

Gambar A.1 Kurva kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air berdasarkan


pemodelan Wilson pada tekanan operasi (694,4 mmHg) (Perry, 2000)

LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

Halaman 24 dari 28
B.1 Penentuan Densitas Larutan Etanol
Temperatur aqua dm yang terukur adalah 26,4 °C. Densitas aqua dm pada temperatur
tersebut dapat dihitung menggunakan Persamaan B.1:

𝑇 − 𝑇𝐴 𝜌 − 𝜌𝐴
= (B.1)
𝑇𝐵 − 𝑇𝐴 𝜌𝐵 − 𝜌𝐴

dengan ketentuan:

 TA < T < TB

 TA adalah temperatur batas bawah dan ρA adalah densitas aqua dm pada TA

 TB adalah temperatur batas bawah dan ρB adalah densitas aqua dm pada TB

Perhitungan untuk menentukan densitas aqua dm:

𝑘𝑔
(299,55 − 298) 𝐾 𝜌 − 997,042 3
= 𝑚
(300 − 298) 𝐾 𝑘𝑔
(996,513 − 997,042) 3
𝑚
𝑘𝑔
𝜌 = 996,632
𝑚3

Volume piknometer yang telah dikalibrasi dihitung dengan Persamaan B.2:


𝑚𝑝+𝑎𝑞𝑢𝑎 𝑑𝑚 − 𝑚𝑝
𝑉𝑝 = (B.2)
𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎 𝑑𝑚

(39,710 − 30,180) 𝑔
𝑉𝑝 = 𝑔 = 9,562 𝑚𝐿
0,996632 𝑚𝐿

Densitas larutan etanol yang digunakan dapat dihitung menggunakan volume


piknometer yang telah dikalibrasi. Persamaan B.3 untuk menghitung densitas larutan
etanol adalah sebagai berikut:
𝑚𝑝+𝐸𝑡𝑂𝐻 − 𝑚𝑝
𝜌𝐸𝑡𝑂𝐻 = (B.3)
𝑉𝑝

(37,758 − 30,180) 𝑔 𝑔 𝑘𝑔
𝜌𝐸𝑡𝑂𝐻 = = 0,7925 = 792,5 3
9,562 𝑚𝐿 𝑚𝐿 𝑚

B.2 Penentuan Fraksi Mol Etanol

Halaman 25 dari 28
Fraksi mol etanol dapat dihitung dari data volume aqua dm dan volume larutan etanol
yang dicampurkan. Data berat molekul etanol dan aqua dm diperoleh dari literatur.
Densitas aqua dm ditentukan dari literatur, sedangkan densitas larutan etanol diperoleh
dari perhitungan. Persamaan B.4 untuk menghitung fraksi mol etanol adalah:

%𝐸𝑡𝑂𝐻 𝑉𝐸𝑡𝑂𝐻 𝜌𝐸𝑡𝑂𝐻


𝑀𝑟𝐸𝑡𝑂𝐻
𝑋𝐸𝑡𝑂𝐻 = (B.4)
%𝐸𝑡𝑂𝐻 𝑉𝐸𝑡𝑂𝐻 𝜌𝐸𝑡𝑂𝐻 (1 − %𝐸𝑡𝑂𝐻 )𝑉𝐸𝑡𝑂𝐻 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑉𝑎𝑖𝑟 𝜌𝑎𝑖𝑟
+ + 𝑀𝑟
𝑀𝑟𝐸𝑡𝑂𝐻 𝑀𝑟𝑎𝑖𝑟 𝑎𝑖𝑟

Fraksi mol etanol dalam campuran dinotasikan dengan XEtOH. Persentase yang
digunakan dalam persamaan di atas adalah fraksi volume etanol. Substitusi data-data
untuk larutan standar kedua ke dalam persamaan di atas menghasilkan:
𝑔
0,999.1 𝑚𝐿. 0,7925 𝑚𝐿
𝑔
46,068
𝑋𝐸𝑡𝑂𝐻 = 𝑚𝑜𝑙
𝑔 𝑔 𝑔
0,999.1 𝑚𝐿. 0,7925 𝑚𝐿 (1 − 0,999).1 𝑚𝐿. 0,9966 𝑚𝐿 1 𝑚𝐿. 0,9966 𝑚𝐿
𝑔 + 𝑔 + 𝑔
46,068 18 18
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙

𝑋𝐸𝑡𝑂𝐻 = 0,2367

B.3 Penentuan Fraksi Mol Etanol Menggunakan Kurva Kalibrasi Indeks Bias
terhadap Fraksi Mol Etanol
Persamaan B.5 kurva kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol etanol yang diperoleh
dari perhitungan adalah:

𝑦 = 0,539𝑥 4 − 0,192𝑥 3 − 0,298𝑥 2 + 0,186𝑥 + 1,33 (B.5)

dengan ketentuan:

 subskrip y menyatakan indeks bias terukur

 subskrip x menyatakan fraksi mol fasa cair atau fasa uap

Sebagai contoh perhitungan, indeks bias yang diperoleh untuk top sample pertama
adalah 1,361, sehingga fraksi mol fasa cair dapat ditentukan dengan cara:

1,361 = 0,539𝑥 4 − 0,192𝑥 3 − 0,298𝑥 2 + 0,186𝑥 + 1,33

Nilai fraksi mol fasa cair ditentukan menggunakan fitur SOLVER atau goal seek,
sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Halaman 26 dari 28
𝑥 = 0,5775

B.4 Penentuan Time Constant


Konstanta waktu atau time constant (τ) adalah waktu yang diperlukan peralatan
ebuliometer untuk mencapai temperatur 63,2% dari temperatur dalam keadaan tunak.
Persamaan B.6 dan B.7 untuk menentukan time constant adalah sebagai berikut:

𝑇𝜏 = 0,632 . (𝑇𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑇𝑎𝑤𝑎𝑙 ) + 𝑇𝑎𝑤𝑎𝑙 (B.6)

𝑇𝜏 = 0,632 . (79,6 − 20,1)℃ + 20,1℃

𝑇𝜏 = 57,7℃

𝑇𝜏 − 𝑇𝐴
𝜏= . (𝑡𝐵 − 𝑡𝐴 ) + 𝑡𝐴 (B.7)
𝑇𝐵 − 𝑇𝐴

dengan ketentuan:

 TA < Tτ < TB

 tA < τ < t B

Substitusi nilai Tτ ke persamaan di atas menghasilkan nilai τ, yaitu:

(57,7 − 48,5)℃
𝜏= . (14 − 12) 𝑚𝑖𝑛 + 12 𝑚𝑖𝑛 = 12,84 𝑚𝑖𝑛
(70,3 − 48,5)℃

Sistem mencapai keadaan kesetimbangan setelah lima kali nilai time constant, yaitu
64,2 menit.

LAMPIRAN C
HASIL ANTARA

Wajib diawali kata “Data” untuk judul tabel


Halaman 27 dari 28
C.1 Penentuan Densitas Larutan Etanol Lengkapi judul kolom/tabel dengan satuan jika ada

Tabel C.1 Data antara penentuan densitas larutan etanol


Densitas aqua dm (kg/m3) 996,632
Volume piknometer (mL) 9,562
Densitas larutan etanol (kg/m3) 792,495

Hanya huruf pertama kata pertama yang kapital untuk judul kolom ataupun baris
C.2 Penentuan Fraksi Mol Etanol pada Kalibrasi Indeks Bias Larutan Etanol
Tabel C.2 Data antara kalibrasi indeks bias terhadap fraksi mol larutan etanol
VEtOH (mL) VH2O (mL) Fraksi volume etanol Fraksi mol etanol Indeks bias
0 2 0,0 0 1,332
0,2 1,8 0,1 0,03333 1,337
0,4 1,6 0,2 0,07199 1,343
0,6 1,4 0,3 0,11736 1,349
0,8 1,2 0,4 0,17135 1,355
1,0 1,0 0,5 0,23668 1,358
1,2 0,8 0,6 0,31735 1,359
1,4 0,6 0,7 0,41946 1,36
1,6 0,4 0,8 0,55289 1,361
1,8 0,2 0,9 0,73465 1,359
2,0 0 1,0 0,99679 1,358

C.3 Penentuan Fraksi Mol Etanol Hasil Percobaan Utama


Tabel C.3 Data penentuan fraksi mol sampel uap dan cair pada percobaan utama
Temperatur (°C) Indeks bias Fraksi mol
Vl (mL) Vv (mL) P (mmHg)
Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor
410 330 79,6 79,6 1,343 1,361 694,0 0,081 0,58
240 95 80,2 80,2 1,341 1,360 694,8 0,067 0,56
200 110 80,7 80,7 1,340 1,359 694,5 0,060 0,54
160 100 82,1 82,1 1,338 1,358 694,3 0,047 0,48

LAMPIRAN D
DATA MENTAH

Halaman 28 dari 28
D.1 Penentuan Kurva Indeks Bias – Fraksi Mol Etanol
Tabel D.1 Data penentuan kurva indeks bias – fraksi mol etanol
Vetanol (mL) Vair (mL) Fraksi volume etanol Indeks bias
0 2 0,0 1,332
0,2 1,8 0,1 1,337
0,4 1,6 0,2 1,343
0,6 1,4 0,3 1,349
0,8 1,2 0,4 1,355
1,0 1,0 0,5 1,358
1,2 0,8 0,6 1,359
1,4 0,6 0,7 1,36
1,6 0,4 0,8 1,361
1,8 0,2 0,9 1,359
2,0 0,0 1,0 1,358

D.2 Percobaan Utama


Tabel D.2 Data hasil percobaan utama
Temperatur (°C) Indeks bias P
Run Vl (mL) Vv (mL)
Liquid Vapor Liquid Vapor (mmHg)
1 410 330 79,6 79,6 1,343 1,361 694,0
2 240 95 80,2 80,2 1,341 1,360 694,8
3 200 110 80,7 80,7 1,340 1,359 694,5
4 160 100 82,1 82,1 1,338 1,358 694,3

D.3 Pengukuran Densitas Larutan


Tabel D.3 Data pengukuran densitas larutan

Halaman 29 dari 28
Massa piknometer kosong (gram) 30,180
Massa piknometer + aqua dm (gram) 39,710
Temperatur aqua dm (°C) 26,4
Massa piknometer + larutan (gram) 37,758

D.4 Penentuan Time Constant


Tabel D.4 Data penentuan time constant
Waktu (menit) Temperatur TT02 (°C)
0 20,1
2 22,1
4 25,7
6 30,2
8 35,9
10 42,8
12 48,5
14 70,3
16 75,5
18 77,3
20 77,9
22 78,5
24 79,0
26 79,3
28 79,5
30 79,6
32 79,6
34 79,6

Halaman 30 dari 28

Anda mungkin juga menyukai