Anda di halaman 1dari 28

KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Larutan adalah fase homogen yang mengandung lebih dari satu
komponen. Larutan biner yaitu larutan yang mengandung dua atau lebih zat yang
dapat melarut dengan baik. Suatu zat cair ketika dipanaskan dalam wadah yang
tertutup akan lebih cepat mendidih dibandung dengan zat cair yang dipanaskan
dalam wadah terbuka. Hal itu terjadi karena pengaruh tekanan uap luar saat itulah
dikatakan mendidih karena wadah tertutup. Maka dapat diketahui batas antara fase
uap dan fase cair yang tidak setimbang. Tahap dimana rapatan uap sama dengan
rapatan sisa cairan dan batas antar fase hilang disebut kesetimbangan antara uap
dan cair. Temperatur pada keadaan tersebut adalah temperatur kritis. Oleh karena
itu untuk mengetahui suhu kesetimbangan system biner ethanol –air serta
banyaknya komposisi ethanol saat setimbang dilakukanlah percobaan
“Kesetimbangan Uap Cair” ini
I.1. Tujuan Praktikum
1. Untuk mendapatkan data kesetimbangan uap cair system biner pada
kondisi isobaric
2. Untuk menggambar kurva T-xy dan membandingkannya dengan literatur.
3. Untuk mendapatkan parameter persamaan koefisien aktifitas pada fasa cair
yaitu parameter Margules, Van Lacer, dan Wilson berdasarkan korelasi
data kesetimbangan uap cair system biner

I.2. Manfaat Praktikum


1. Agar praktikan dapat memahami konsep kesetimbangan uap cair
2. Agar praktikan dapat mengaplikasikan kesetimbangan uap cair pada
kehidupan sehari-hari
3. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetimbangan uap cair

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 135


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Secara Umum


II.1.1 Kesetimbangan
Kesetimbangan adalah suatu keadaan statis dimana tidak ada perubahan baik
secara makroskopis properti pada suatu sistem. Kesetimbangan thermodinamika
merupakan terdistribusinya komponen-komponen dalam suatu fase pada
suhu,tekanan dan fugasitas tertentu sehingga akan ada kesamaan tekanan , suhu
dan fugasitas masing-masing komponen dalam semua fase yang berada dalam
kesetimbangan
II.1.2 Kesetimbangan Uap Cair
Kesetimbangan uap cair/VLE adalah suatu keadaan dimana antara fase cair
dan fase uap mengalami keadaan konsistensi. Selain itu pada kondisi ini kecepatan
evaporasinya sama dengan kecepatan kondensasi pada level molekulernya . Suatu
substansi yang berada pada kesetimbangan uap-cair umumnya disebut fluida
jenuh. Untuk spesies kimia murni , hal ini sama dengan kondisi spesies pada titik
didihnya.
II.1.3 Thermodinamika Larutan
A. Hukum Raoult

Bunyi dari hokum Raoult adalah “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh
tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan
tersebut”. Hukum Raoult sangat penting mempelajari sifat dan karakteristik fisik
dari larutan seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar
suatu zat (Mr). terdapat dua buah asumsi yang diperlukan untuk mengurangi
perhitungan VLE menjadi hokum Roult adalah fasa uap yang ideal. Fase cair
merupakan solusi yang ideal. Asumsi yang pertama menyatakan bahwa hokum
Raoult hanya dapat diaplikasikan untuk tekanan rendah hinga sedang. Untuk yang
kedua menyatakan bahwa ia dapat memiliki validitas hanya ketika spesies yang
menggunakan system serupa secara kimiawi. Hanya gas ideal yang berfungsi

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 136


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

sebagai standar yang dapat dijadikan perilaku solusi dibandingkan. Jadi campuran
isomer seperti ortho, metha, dan para-xylene.
Ekspresi matematika yang mencerminkan dua asumsi yang tercampur dan yang
di dalamnya memberikan ekspresi kuantitatif pada hokum Raoult adalah
𝑦𝑖 𝑃 = 𝑥𝑖 𝑃𝑖 sat (i=1,2,………N) ………………………………(1)
Keterangan :
𝑥𝑖 = 𝑚𝑜𝑙 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟
𝑦𝑖 = 𝑚𝑜𝑙 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑢𝑎𝑝
𝑃 = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝑝 𝑠𝑎𝑡 = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑢𝑎𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖 𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚
B.Hukum Henry

Bunyi hukum Henry adalah “pada suhu konstan jumlah gas yang diberikan
yang larut dalam suatu jenis dan volume cairan tertentu berbanding lurus dengan
tekanan parsial gas yang dalam kesetimbangan dengan cairan itu”. Pada
pengaplikasian dari hukum Raoult untuk spesies I memerlukan nilai Pisat pada suhu
pengaplikasiannya dan dengan demikian tidak sesuai untuk spesies yang suhunya
kritis kurang dari suhu aplikasi. Jika system udara bersentuhan dengan air cair
(liquid) dianggap sama dengan equilibrium, maka udara jenuh dengan air. Fraksi
mol uap air di udara biasanya ditemukan dari aplikasi hukum Raoult yang
diterapkan pada air dengan asumsi bahwa tidak ada udara yang larut dalam fase
cair. Dengan demikian, air cair dianggap murni dan hukum Raoult untuk air
tersebut (spesies2) menjadi y2P=P2sat. Pada 25oC dan tekanan atmosfer, persamaan
ini menghasilkan
Dimana tekanannya dalam satuan kPa, dan P2sat berasal dari tabel uap. Jika
seseorang ingin menghitung fraksi mol udara yang larut dalam air, maka hukum
Raoult tidak dapat diterapkan, karena suhu kritis udara jauh lebih rendah dari 250C.
Masalah ini dapat diselesakan oleh hukum Henry, diterapkan disini untuk tekanan
yang cukup rendah dimana fase uap dapat diasumsikan sebagai gas ideal. Untuk
spesies hadir sebagai zat terlarut yang sangat encer dalam fase cair, Hukum Henry

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 137


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

kemudian menyatakan bahwa tekanan parsial spesies dalam fase vapor adalah
berbanding lurus dengan fraksi mol fase cairnya. Demikian
𝑦𝑖 𝑃 = 𝑥𝑖 𝐻𝑖 ……………………………………….. (2)
Keterangan
Hi = konstanta henry
Nilai Hi berasal dari eksperimen, dan ada di tabel yang mencantumkan nilai pada
250C untuk beberapa gas terlarut dalam air.
II.1.4 Bubble Point dan Dew Point
Bubble point adalah temperature dimana gelembung uap pertama kali
terbentuk didalam cairan pada saat dipanaskan sesuai dengan tekanan yang
diberikan. Atau dapat dinyatakan sebagai temperatur dimana cairan mulai
membentuk gelembung uap sesuai dengan tekanan yang diberikan. Atau dapat
dinyatakan sebagai suhu dimana uap atau gas mulai mengembun sesuai dengan
tekanan yang diberikan. Pada VLE dengan kombinasi variable lainnya
dimungkinkan, pada perhitungan titik embun dan bubble point perhitungannya
terdapat empat kelas dalam hal ini yakni, BUBLP, DEW P, BUBL T, dan DEW T.
Dalam setiap khasusnya nama menunjukkan jumlah yang akan dihitung
baik BUBL (uap) atau komposisi dan DEW (cairan) dan P atau T. dengan demikian
kita harus menentukan fase cair atau komposisi fase uap dan P atau T, dengan
demikian menetapkan 1 + (𝑁 − 1) atau aturan fasa N variable, tepatnya jumlah
derajat kebebasan F yang dibutuhkan oleh aturan fasa. Prosedur umum untuk solusi
masalah VLE menjadi jelas melalui perhitungan kesederhanaan relative. Karena
difokuskan pada penerapan hukum Roult dikarenakan yakni ∑𝑖𝑦𝑖 = 1 yang
selanjutnya dapat dirumuskan
𝑃 = ∑𝑖 𝑥𝑖 𝑃𝑖𝑠𝑎𝑡 ……………………………………… (3)
Pada persamaan diatas mencari aplikasi pada perhitungan bubble point,
dimana pada komposisi fase uap tidak diketahui. Untuk system biner dengan 𝑥2 =
1 − 𝑥1 didapatkan rumus sebagai berikut P = 𝑃2𝑠𝑎𝑡 + (𝑃1𝑠𝑎𝑡 − 𝑃2𝑠𝑎𝑡 )𝑥𝑖 dan
diaplikasikan pada grafik P vs xi pada keadaan suhu konstan yang dihubungkan
𝑃2𝑠𝑎𝑡 pada 𝑥𝑖 = 0 dengan 𝑃1𝑠𝑎𝑡 pada 𝑥1 = 1

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 138


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

II.1.5 Fugasitas
Fugasitas adalah kecenderungan untuk berubah yang dapat diukur dengan
kuantitas. Pada keadaan setimbang property-properti yang teramati tidak boleh
berubah terhadap waktu. Sehingga property-properti intensif atau potensial
termodinamikanya (suhu, tekanan, potensial kimia) sama dalam suatu system.
Untuk fluida nyata, persaman analog yang mendefinisikan 𝑓𝑖
𝐺𝑖 = ⎾𝑖 (𝑇) + 𝑅𝑇 ln 𝑓𝑖 …………………………… (4)
Dengan 𝑓𝑖 adalah fugasitas zat murni i. jika persamaan fugasitas untuk zat murni i
dalam keadaan garis ideal dikurangi persamaan analog untuk fluida nyata
menghasilkan persamaan
𝑖𝑔 𝑓𝑖
𝐺𝑖 − 𝐺𝑖 = 𝑅𝑇 ln
𝑃
𝑖𝑔
Persamaan 𝐺𝑖 − 𝐺𝑖 adalah energy Gibbs residual, 𝐺𝑖𝑅 maka
𝐺𝑖𝑅 = 𝑅𝑇 ln ∅𝑖
𝑓𝑖⁄
Dimana rasio 𝑃 merupakan property baru yang disebut koefisien fugasitas
dengan symbol ∅
𝑓
∅𝑖 = 𝑃𝑖……………………………………… (5)

Untuk persamaan dibawah ini dapat langsung digunakan untuk menghitung


koefisien fugasitas zat murni I dengan menggunakan persamaan dalam bentuk
volume explicit
𝑝
𝑑𝑝
ln ∅𝑖 = ∫ (𝑧𝑖 − 1) (𝑇 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛)
𝑜 𝑝
Contoh persamaan keadaan dalam bentuk volume explicit adalah persamaan viral
dua suku
𝐵𝑖 𝑃
𝑧𝑖 − 1 =
𝑅𝑇
Karena 𝐵𝑖 hanya tergantung dari temperature, maka
𝐵𝑖 𝑝
ln ∅𝑖 = ∫ 𝑑𝑝 (𝑇 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛)
𝑅𝑇 𝑜

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 139


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

𝐵𝑖 𝑝
ln ∅𝑖 = ∫ 𝑑𝑝
𝑅𝑇 𝑜
Untuk persamaan keadaan kubik yang merupakan persamaan yang berbentuk 𝑃
eksplisit menggunakan rumus
ln ∅𝑖 = 𝑍𝑖 − 1 − ln(𝑍𝑖 − 𝐵𝑖 ) − 𝑞𝑖 𝐿𝑖

Tabel 1 koefisien fugasitas untuk komponen murni


Persamaan ln ∅
Keadaan
RK 𝑏 𝑎 𝑏
𝑧 − 1 − 𝑙𝑛 [2(1 − ] − 1,5
ln(1 + )
𝑣 𝑏𝑅𝑇 𝑣
MRK 𝑏 𝑎 𝑏
𝑧 − 1 − 𝑙𝑛𝑧 − 2,3191 ln(1 − ) − ln (1 + )
𝑣 𝑏𝑅𝑇 1,5 𝑣
SRK 𝑏 𝑎𝛼 𝑏
𝑧 − 1 − 𝑙𝑛 [𝑧(1 − )] − ln(1 + )
𝑣 𝑏𝑅𝑇 𝑣
PR 𝑏 𝑎𝛼 𝑣 + (1 + √2𝑏
𝑧 − 1 − 𝑙𝑛 [𝑧(1 − )] − 𝑙𝑛 [ ]
𝑣 2√2𝑏𝑅𝑇 𝑣 + (1 − √2𝑏
( Suwono , 2010
)
Sedangkan koefisien aktivitas itu sendiri memiliki arti yakni suatu faktor yang
digunakan dalam thermodinamika untuk memperhitungkan penyimpangan dari
perilaku ideal dalam campuran zat kimia.( Smith,1996 )

II.1.6 Azeotrop
Kata azeotrop berasal dari bahasa yunani yang berarti tidak berubah
dengan pendidihan . Campuran ini terdiri dari dua komponen cairan atau lebih
dalam komposisi tertentu dan tidak dapat dipisahkan dengan proses distilasi
sederhana . Saat campuran azeotrop dididihkan uap yang terbentuk memiliki
komposisi yang sama dengan cairannya karena komposisinya yang tidak berubah

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 140


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

oleh pendidihan azeotrop dikenal dengan istilah campuran didih tetap .(


Wahyuni,2012 )
II.1.7 Kurva Kesetimbangan Ethanol-Air
Diagram kesetimbangan adalah diagram yang menggambarkan kurva
kesetimbangan . Kurva kesetimbangan adalah kurva yang menggambarkan
hubungan kesetimbangan antara fraksi mol komponen volatile yang terdapat di
dalam fasa cair (Xa) dengan fraksimol komponen volatil yang terdapat dalam fasa
gas . Pada tekanan dan temperatur standar atau kondisi tertentu .
II.1.8 Koefisien Aktivitas
Aktifitas adalah perbandingan antara fugasitas komponen i pada
keadaan system terhadap fugasitas komponen i pada keadaan standard
𝑓𝑖
(𝑎𝑖 = )
𝑓𝑖0
Sedangkan koefisien aktifitas adalah bilangan tak berdimensi yang bias mewakili
aktifitas pada 𝑃 dan 𝑇 tertentu
𝑎𝑖 𝑓𝑖
𝑌𝑖 = =
𝑥𝑖 𝑥𝑖 𝑓𝑖0
(Smith, 1996)

II.1.10 Parameter Model


Perhitungan nilai koefisien aktivitas dapat dilakukan dengan beberapa persamaan :
1. Persamaan Marguless untuk Campuran Biner
𝑙𝑛𝛾1 = 𝑥22 (𝐴12 + 2(𝐴21 − 𝐴12 )𝑥1 )
𝑙𝑛𝛾2 = 𝑥12 (𝐴21 + 2(𝐴12 − 𝐴21 )𝑥2 )
2. Persamaan Van Laas untuk Campuran Biner


𝐴12 𝑥1 −2
𝑙𝑛𝛾1 = 𝐴12 [1 + ′ ]
𝐴12 𝑥2
𝐴′21 𝑥1 −2
𝑙𝑛𝛾2 = 𝐴′21 [1 + ′ ]
𝐴21 𝑥2
Ketika 𝑥1 = 0 dan 𝑙𝑛𝛾1 = 𝐴112
Ketika 𝑥2 = 0 dan 𝑙𝑛𝛾2 = 𝐴121

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 141


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

3. Persamaan Wilson untuk Campuran Biner dengan Efek Temperatur


𝐴12 𝐴21
𝑙𝑛𝛾1 = − ln(𝑥1 + 𝐴12 𝑥2 ) + 𝑥2 ( + )
𝑥1 + 𝐴12 𝑥2 𝑥1 + 𝐴21 𝑥2
𝐴12 𝐴21
𝑙𝑛𝛾2 = − ln(𝑥2 + 𝐴21 𝑥1 ) + 𝑥1 ( + )
𝑥1 + 𝐴12 𝑥2 𝑥1 + 𝐴21 𝑥2
𝐴12 dan𝐴21 harus selalu angka yang positif

Keterangan :
𝛾1 𝛾2 = koefisien aktivitas
𝑥1 𝑥2 = fraksi mol

𝐴12 = relative volatility komponen 1 terhadap 2
(Smith,1996)

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 142


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

II.2. Sifat Bahan


II.2.1. Aquadest
A. Sifat Fisika
1) Fase cair
2) Densitas 1 gr/ml
3) Titik didih 100oC
4) Warna bening
B. Sifat Kimia
1) Rumus molekul H2O
2) Berat molekul 18,02 gr/mol
3) Tidk korosif
4) Tidak mudah terbakar
(Perry, 1997 “Water”)
C. Fungsi: Sebagai pelarut

II.2.2. Etanol
A. Sifat Fisika
1) Fase cair
2) Tidak bewarna
3) Titik didih 76oC
4) Tidak bewarna
B. Sifat Kimia
1) Rumus molekul C2H5OH
2) Berat molekul 46,07 gr/mol
3) Mudah terbakar
4) Larut dalam air
(Perry, 1997 “Ethyl Alcohol”)
C. Fungsi: Sebagai bahan yang diamati dalam percobaan.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 143


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

II.3. Hipotesa
Pada percobaan kesetimbangan Uap caiir larutan ethanol air mencapai suhu
kesetimbangan pada 78 Celcius – 100 Celcius dan terjadi azeotrop pada
komposisi 0,96.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 144


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1. Bahan yang digunakan


1. Etanol
2. Air

III.2. Alat yang digunakan


1. Gelas othmer still 500ml
2. Beaker glass
3. Erlenmeyer
4. Corong kaca
5. Gelas ukur
6. Pipet Volume
7. Pipet ukur
8. Piknometer
9. Botol sampel
10. Heater
III.3 Gambar alat

Neraca analitik Corong kaca Piknometer

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 145


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Beaker glass Pipet tetes Gelas Ukur


Rangkaian Alat

H B

C3
C2
C1

Keterangan:
A = Boiling still
B = Condenser
C = Chock
D = Kondensat
H = Heater
T = Termocouple

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 146


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

III.3. Prosedur Percobaan

Mulai

Pembuatan kurva kalibrasi

Persiapan peralatan glass othmer


still

Membuat larutan Masukkan umpan, nyalakan heater.


umpan Alirkan air pendingin

Pengolahan data dan penentuan


Data Vapor Liquid Equilibrium
parameter persamaan Vapor Liquid
Literatur
Equilibrium

Selesai

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 147


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Perhitungan Densitas Fase Uap dan Liquid


Setelah melakukan praktikum Kesetimbangan Uap Cair kita akan mendapatkan
beberapa data hasil percobaan. Data yang kita dapat yakni besarnya nilai densitas pada
fase uap dan liquid serta suhu setimbangnya pada beberapa komposisi ethanol air yang
diberikan. Setelah didapatkan data tersebut maka langkah pertama adalah menentukan
fraksi dari fase liquid dan fase uapnya dengan cara membuat kurva kalibrasi antara
fraksi ethanol (x) dengan densitas campuran ethanol air.
Tabel 1.Data Kurva Kalibrasi
No Fraksi Mol Etanol (x) ρ (gr/cm3)
1 0 0,998
2 0,1 0,926
3 0,2 0,881
4 0,3 0,836
5 0,4 0,832
6 0,5 0,828
7 0,6 0,8179
8 0,7 0,8078
9 0,8 0,8001
10 0,9 0,7925
11 1 0,79

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai densitasnya akan semakin
turun dengan bertambahnya nilai fraksi ethanolnya. Pada saat fraksi ethanol sebesar 0
atau disebut juga dengan kondisi air murni memiliki densitas sebesar 0,998, Sedangkan
pada Fraksi ethanol sama dengan 1 maka nilai densitasnya menunjukkan besarnya
densitas pada ethanol murni sehingga didapatkan nilai sebesar 0,79. Nilai densitas
tersebut diperoleh sebelum campuran ethanol-air dimasukkan ke dalam labu
destilatnya. Setelah dimasukkan ke dalam labu destilatnya maka akan didapatkan dua
nilai densitas yakni densitas pada fase liquid dan densitas pada fase uapnya yang mana
nantinya digunakan untuk mencari besarnhya kadar pada kedua fase tersebut dengan
menggunakan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi didapat dengan memplotkan data antara
fraksi ethanol dengan densitas campurannya seperti dibawah ini.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 148


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Kurva Kalibrasi
1 y = -0.5465x3 + 1.1062x2 - 0.7706x + 0.9947
0.9 R² = 0.9895
0.8
0.7
ρ(gr/cm^3)

0.6
0.5
Densitas
0.4
0.3 Poly. (Densitas)
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Fraksi Ethanol (x)

𝑔𝑟
Gambar IV. 1 Hubungan Antara ρ ( ⁄𝑐𝑚3 ) VS Fraksi Etanol(x)

Dari grafik 1. Menandakan bahwa hubungan antara ρ (𝑔𝑟⁄𝑐𝑚3 ) vs fraksi etanol


(x) berbanding terbalik. Semakin besar fraksi maka densitas yang didapat kecil
dikarenakan semakin besar fraksinya maka komposisi dari ethanolnya semakin banyak
daripada air.Oleh karena itu densitasnya akan mendekati besarnya densitas ethanol
murni (x1=1). Berdasarkan kurva diatas didapatkan persamaan yakni y = -0,5465 x3
+1,1062 x2 - 0,7706 x +0,9947. Setelah didapat persamaan diatas kita dapat
menentukan besarnya kadar ethanol pada fase liquid dan fase uapnya dengan cara
memasukkan nilai densitas yang didapat pada fase liquid dan fase uap ke dalam
persamaan diatas.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 149


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

IV.1 Perhitungan Kadar Ethanol


Tabel 2.Perhitungan Kadar Ethanol Fase Uap dan Liquid

Komposisi
T (Celcius) T (Kelvin) X1(Ethanol) X2(Air) Y1(Ethanol) Y2(Air)
Etanol

0 100 373,15 0 1 0 1
0,1 97 370,15 0,05 0,95 0,188831 0,811169
0,2 95,3 368,45 0,0989 0,9011 0,285215 0,714785
0,3 92,4 365,55 0,1456 0,8544 0,437189 0,562811
0,4 90,2 363,35 0,2347 0,7653 0,618208 0,381792
0,5 87 360,15 0,256 0,744 0,624555 0,375445
0,6 85,2 358,35 0,2799 0,7201 0,640658 0,359342
0,7 83,5 356,65 0,3 0,7 0,663108 0,336892
0,8 81,8 354,95 0,557 0,443 0,711364 0,288636
0,9 80,35 353,5 0,7579 0,2421 0,808480 0,191520
1 78 351,15 1 0 1 0

Setelah didapatkan persamaan dari kurva kalibrasi maka kita akan


memperoleh kadar ethanolnya dalam fase uap dan liquid. Berdasarkan table diatas
dapat kita ketahui bahwa kadar ethanol dalam fase liquid (x1) dan fase uap (y1) akan
terus mengalami kenaikan diakarenakan komposisi ethanol yang diberikan semakin
banyak, Sedangkan kadar air dalam fase uap (y2) dan liquid (x2) akan mengalami
penuruan.Setelah diperoleh data pada table diatas maka kita akan melakukan plot
antara fraksi ethanol dalam fase liquid (x1) dan fase Uap (y1) Untuk mengetahui
titik azeotropnya,dan membandingkanya dengan teori yang ada.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 150


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Kurva Kesetimbangan Ethanol Air


1
0.9
0.8
0.7
Kurva Kesetimbangan
0.6 Ethanol-Air
0.5
Y

0.4
0.3 Garis Diagonal

0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
X

Gambar1V.2. Hubungan antara kadar ethanol dalam liquid (x) dengan kadar ethanol
dalam vapor (y)
Dari gambar kurva diatas dapat diketahui bahwa nilai azeotrop sistem biner –
ethanol air terjadi pada komposisi yakni x azeotrop = y azeotrop =0,925. Sedangkan
menurut Teori yang ada bahwa nilai azeotrope yang didapat untuk system biner
ethanol-air yakni 0,96. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor yakni dalam proses
pencampuran ethnol dengan air tidak tepat, sehingga komposisi yang diharapkan untuk
digunakan sebagai feed masuk berbeda.Selain itu, pada saat perlakuannya terdapat
kendala yakni pada alat yang digunakan untuk membaca suhu
setimbangannya,sehingga nilai suhu yang didapatkan tidak sesuai.Penyimpangan yang
terjadi dapat dilihat pada kurva T-xy dibawah ini.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 151


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Kurva T - XY
105
100
95
90
T (Celcius)

85 T-X
80 T-Y
75 Poly. (T - X)
70 Poly. (T - Y)
65
60
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
X-Y

Gambar IV.3 Hubungan Antara Kadar Ethanol dalam Distilat dan Residu (x,y) Vs
Temperatur (ToCelcius)
Berdasarkan data grafik diatas dapat kita ketahui bahwa pada garis T vs x
terdapat penyimpangan yakni mulai dari titik fraksi 0,2 hingga 0,3,serta pada fraksi
0,55 dan 0,75. Selain itu pada garis kurva T vs y juga terdapat penyimpangan yakni
pada fraksi 0,6 hingga 0,8.Oleh karena itu digunakan tipe analisis polynomial untuk
megetahui berapa besaran penyimpangan yang ada.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 152


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

IV.4 Perhitungan antara ln 𝜸𝟏 dan ln𝜸𝟐 Vs Fraksi Liquid dari campuran (x)
Tabel 3. Perhitungan ln 𝜸𝟏 dan ln𝜸𝟐

Komposisi
X1(Ethanol) Y1(Ethanol) P1 Sat P2 Sat γ1 γ2 ln γ1 ln γ2
Etanol

0 0 0 227,5086912 101,333213 #DIV/0! 0,999918953 #DIV/0! -8,10505E-05


0,1 0,05 0,188831 204,84762 90,96727 1,86805 0,95108 0,624895532 -0,050152046
0,2 0,0989 0,285215 192,85795 85,49563 1,51515 0,94010 0,415513294 -0,061766516
0,3 0,1456 0,437189 173,74769 76,79446 1,75108 0,86914 0,560231648 -0,140255047
0,4 0,2347 0,618208 160,32212 70,69758 1,66473 0,71500 0,509665467 -0,335470945
0,5 0,256 0,624555 142,34090 62,55470 1,73667 0,81739 0,551969484 -0,20163596
0,6 0,2799 0,640658 132,98701 58,33002 1,74394 0,86684 0,556144805 -0,142898622
0,7 0,3 0,663108 124,62879 54,56214 1,79706 0,89375 0,586149577 -0,112326212
0,8 0,557 0,711364 116,71349 51,00051 1,10875 1,29446 0,103229632 0,25809513
0,9 0,7579 0,808480 110,29823 48,11886 0,97995 1,66579 -0,020250183 0,510300249
1 1 1 100,5279951 43,739448 0,00862289 #DIV/0! -4,753334868 #DIV/0!

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 153


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Hubungan Antara ln γ1 VS ln γ2
2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
-1 ln γ1
lnγ1,2

-2 ln γ2

-3 Linear (ln γ1)


Linear (ln γ2)
-4

-5

-6
Fraksi Ethanol (x)

Gambar IV.4. Hubungan antara ln 𝛾1 dan ln𝛾2 Vs Fraksi Liquid dari campuran (x)
Berdasarkan data kurva diatas dapat diketahui bahwa hubungan antara ln γ1 dan
ln γ2 dengan fraksi liquid ethanol memiliki bentuk kurva yang sesuai dengan teori yang
ada.Yakni telah ditunjukkan bahwa besarnya nilai ln 𝛾1awal sama dengan besarnya
nilai ln𝛾2 akhir.Yang pertama adalah x vs ln𝛾1 dengan nilai x sebagai kadar etanol
dalam liquid nilai yang di peroleh berturut-urut sebesar 0.05 ; 0.0989 ; 0.1456 ; 0.2347
; 0.256 ; 0.2799 ; 0.3 ; 0.557 ; 0.7579. Untuk ln𝛾1 sebagai koefisien aktivitas etanol,
nilai yang di peroleh berturut-urut sebesar 0.62490 ; 0.41551 ; 0.56023 ; 0.50967 ;
0.55197 ; 0.55614 ; 0.58615 ; 0.10323 ; -0.02025. Yang kedua adalah x vs ln𝛾2 dengan
nilai x sebagai kadar etanol dalam liquid. Untuk ln𝛾2 sebagai koefisien aktivitas air,
nilai yang di peroleh berturut-urut sebesar -0.05015 ; -0.06177 ; -0.14026 ; -0.33547 ;
-0.20164 ; -0.14290 ; -0.11233 ; 0.25810 ; 0.51030. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada dimana hubungan antara kadar etanol dalam liquid dengan ln 𝛾1 dan ln 𝛾2 adalah
berbanding lurus. Semakin besar nilai kadar etanol maka koefisien aktifitas etanol dan
koefisien aktifitas air akan semakin besar.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 154


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

IV.5 Perhitungan antara ln 𝜸𝟏, ln 𝜸𝟐 dengan GE/RT 𝒙𝟏 𝒙𝟐


Tabel 4.Perhitungan ln 𝜸𝟏, ln 𝜸𝟐 Persamaan Margules

Parameter Persamaan Margules


GE/RT X1 X2
A12 A21 ln γ1 ln γ2 γ1 γ2
3,17055E-05 0,673383388 3,17055E-05 3,17055E-05 0 1,000031706 1
3,17055E-05 0,673383388 0,03369929 0,060798604 -0,001514962 1,062684872 0,998486185
3,17055E-05 0,673383388 0,066626187 0,10817268 -0,005283135 1,114240135 0,994730796
3,17055E-05 0,673383388 0,098071711 0,143161427 -0,010117182 1,15391606 0,989933825
3,17055E-05 0,673383388 0,158067345 0,185136489 -0,019678719 1,203382678 0,980513643
3,17055E-05 0,673383388 0,172409736 0,190852441 -0,021532765 1,210280852 0,97869741
3,17055E-05 0,673383388 0,188502842 0,195477598 -0,023219418 1,215891555 0,977048078
3,17055E-05 0,673383388 0,20203721 0,19798093 -0,024237807 1,218939149 0,97605357
3,17055E-05 0,673383388 0,375088593 0,1472153 0,023825199 1,158603384 1,024111286
3,17055E-05 0,673383388 0,510364946 0,059825581 0,199520142 1,061651358 1,220816799
3,17055E-05 0,673383388 0,673383388 0 0,673383388 1 1,960860463

Tabel 5 Perhitungan ln 𝜸𝟏, ln 𝜸𝟐 Persamaan Margules


Parameter Wilson 𝐺
𝑥1 𝑥2 𝑙𝑛𝛾1 𝑙𝑛𝛾2 𝛾1 𝛾2
𝐴12 𝐴21 𝑅𝑇𝑥1𝑥2
0 1 3,17055E-05 0,673383388 3,17055E-05 10,6856365 0 43723,30365 1
0,05 0,95 3,17055E-05 0,673383388 0,03369929 2,345397367 -0,085551456 10,43741939 0,918005905
0,0989 0,9011 3,17055E-05 0,673383388 0,066626187 1,686605319 -0,172987946 5,40111449 0,841147754
0,1456 0,8544 3,17055E-05 0,673383388 0,098071711 1,322826804 -0,260322078 3,754018265 0,770803287
0,2347 0,7653 3,17055E-05 0,673383388 0,158067345 0,891322767 -0,438673329 2,438352891 0,644891413
0,256 0,744 3,17055E-05 0,673383388 0,172409736 0,815868081 -0,48385022 2,261137671 0,61640552
0,2799 0,7201 3,17055E-05 0,673383388 0,188502842 0,739629234 -0,53582916 2,095158556 0,585183878
0,3 0,7 3,17055E-05 0,673383388 0,20203721 0,681400158 -0,580652764 1,976643408 0,559533005
0,557 0,443 3,17055E-05 0,673383388 0,375088593 0,220542536 -1,272661908 1,246752955 0,280085068
0,7579 0,2421 3,17055E-05 0,673383388 0,510364946 0,060545521 -2,096591026 1,062415959 0,122874591
1 0 3,17055E-05 0,673383388 0,673383388 0 -11,3590516 1 1,16634E-05

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 155


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Hubungan Antara X1 VS GE/R.T.x1.x2


1
y = 0.6734x + 3E-05
0.8 R² = 1
ln γ1, ln γ2, GE/RT X1X2

0.6 GE/RT X1 X2
0.4 ln γ1
0.2 ln γ2

0 Linear (GE/RT X1 X2)


0 0.2 0.4 0.6 0.8 Linear (ln γ1)
-0.2
Linear (ln γ2)
-0.4

-0.6
X1

Gambar IV.5.Hubungan antara ln 𝛾1, ln 𝛾2 dengan GE/RT 𝑥1 𝑥2


Dari Gambar kurva diatas dapat kita ketahui bahwa nilai parameter yang didapatkan
yakni sebesar 3,17055 × 10 ^-5 dan 0,6733
Dari grafik 5 menandakan bahwa Hubungan antara ln 𝛾1, , ln 𝛾2 dengan GE/RT 𝑥1 𝑥2
Menggunakan Persamaan Margules fluktuatif (tidak stabil). Yang pertama adalah x vs
ln𝛾1 dengan nilai x sebagai kadar etanol dalam liquid nilai yang di peroleh berturut-
urut sebesar 0.05 ; 0.0989 ; 0.1456 ; 0.2347 ; 0.256 ; 0.2799 ; 0.3 ; 0.557 ; 0.7579.
Untuk ln 𝛾1 sebagai koefisien aktivitas etanol, nilai yang di peroleh berturut-urut
sebesar 0.62490 ; 0.41551 ; 0.56023 ; 0.50967 ; 0.55197 ; 0.55614 ; 0.58615 ; 0.10323
; -0.02025. Yang kedua adalah x vs ln𝛾2 dengan nilai x sebagai kadar etanol dalam
liquid. Untuk ln𝛾2 sebagai koefisien aktivitas air, nilai yang di peroleh berturut-urut
sebesar -0.05015 ; -0.06177 ; -0.14026 ; -0.33547 ; -0.20164 ; -0.14290 ; -0.11233 ;
0.25810 ; 0.51030. Yang ketiga adalah x vs GE/RT 𝑥1 𝑥2 dengan nilai x sebagai kadar
etanol dalam liquid.Untuk GE/RT 𝑥1 𝑥2 sebagai energi gibbs excess (berlebih), nilai
yang diperoleh berturut-turut sebesar 0.03370 ; 0.06663 ; 0.09807 ; 0.15807 ; 0.17241
; 0.18850 ; 0.20204 ; 0.37509 ; 0.51036. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
dimana seharusnya hubungan ln 𝛾1, , ln 𝛾2 dengan GE/RT 𝑥1 𝑥2 menggunakan
Persamaan Margules adalah berbanding lurus. Semakin besar nilai kadar etanol maka
koefisien aktifitas etanol dan koefisien aktifitas air akan semakin besar.

BAB V

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 156


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data percobaan yang didapat maka pada sistem biner ethanol air
yang diujikan mempunyai azeotrop sebesar 0,925 dan ini berbeda dengan
hipotesa yang kami buat yakni etahnol-air akan mempunyai azeotrop sebesar
0,96
2. Pada praktikum kesetimbangan Uap Cair Ethanol –Air didapatkan besaran
nilai parameter Marglules dan Wilson yakni pada A12 dan A21 bernilai
3,17055 × 10 ^-5 dan 0,6733
3. Berdasarkan Praktkum yang telah dilakukan yakni semakin lama pemanasan
yang dilakukan maka densitas dari larutan baik pada fase uap dan cair
semakin kecil.
V.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan cermat dalam pembacaan termometer agar
pembacaan hasil suhu kesetimbangan setiap variabel agar lebih akurat.
2. Sebaiknya Praktikan lebih menguasai materi praktikum yang akan dilakukan
agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan praktikum
3. Sebaiknya praktikan harus berhati –hati dalam mengontrol voltase pemanasa
yang digunakan agar range suhu yang didapatkan sesuai dengan ketentuan
yangada yakni dengan toleransi 5-10 Celcius

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 157


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

LAMPIRAN 1
I Tabel Pengamatan
Densitas etanol : 0,789
Berat molekul etanol : 46
Densitas aquades : 0,998
Berat molekul aquades : 18
Tabel 1 Data Kurva Kalibrasi
No Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi 𝜌 larutan Tekana Tekanan Suhu
mol mol berat berat n (P)mmHg Kesetimbang
etanol aquadest etanol aquadest operasi an ( T ) (°𝐶)
(P) atm
1 0 1 0 1 0,998 1 755,1 100
2 0,1 0,9 0,245 0,778 0,956 1 755,1 97
3 0,2 0,8 0,389 0,61 0,912 1 755,1 95,3
4 0,3 0,7 0,522 0,477 0,89 1 755,1 92,4
5 0,4 0,6 0,63 0,369 0,882 1 755,1 90,2
6 0,5 0,5 0,718 0,201 0,863 1 755,1 87
7 0,6 0,4 0,793 0,206 0,836 1 755,1 85,2
8 0,7 0,3 0,856 0,143 0,796 1 755,1 83,5
9 0,8 0,2 0,91 0,089 0,793 1 755,1 81,8
10 0,9 0,1 0,958 0,041 0,789 1 755,1 80,35
11 1 0 1 0 0,788 1 755,1 78

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 158


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

Tabel 2 Data – Data Percobaan


No Komp Volume Volume Suhu ( °𝐶 ) Densitas (gr/ml) Kadar Etanol
osisi Residu kondensat Liquid Vapor Residu Kondensat Residu Kondensat
(ml) (ml)
1 0,1 69 38 97 105 0,8329 0,871 0,4109 0,18883
2 0,2 36,1 56 95,3 104 0,8414 0,85 0,3424 0,2852
3 0,3 46 39 92,4 98 0,8566 0,83 0,2484 0,4371
4 0,4 31,1 64 90,2 88 0,8766 0,81345 0,1717 0,61820
5 0,5 80 26 87 90 0,8886 0,81295 0,1486 0,62455
6 0,6 27 70 85,2 97 0,9027 0,8117 0,1280 0,64065
7 0,7 41 76 83,5 88 0,9224 0,81 0,1186 0,6631
8 0,8 21,2 75,3 81,8 86 0,9277 0,8105 0,1175 06564
9 0,9 21,8 76 80,35 85,7 0,94 0,8 0,1146 0,80848

II Perhitungan
1.Perhitungan fraksi berat Ethanol 20%
Ethanol (1) V1= 55,56 cm^3/mol
Water (2) V2=17,78 cm^3/mol
Volume molar total = x1V1+x2V2
=(0,2)*(55,56)+(0,8)*(17,78)
=25,336 cm^3/mol
Mol larutan =100/25,336
=3,94 ml
Mol Ethanol =(0,2)*(3,94)
=0,7893 mol
Mol Air =(0,8)*(3,94)
=3,157 mol
Massa Ethanol = (n)*(Bm)
=0,7893*46,07 gr/mol
=36,363 gram
Massa Air =(n)*(Bm)
=(3,157)*(18,02)
=56,889 gram

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 159


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

2.Densitas Larutan
𝑤 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑖𝑠𝑖−𝑤 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝜌= 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

(20,509 − 11,3863)𝑔𝑟𝑎𝑚
𝜌= = 0,9123 𝑔𝑟/𝑚𝑙
10 𝑚𝑙
3.Densitas Residu
20,7902 − 11,3863
𝜌= = 0,94039
10

4.Densitas Destilat
19,975 − 11,3863
𝜌= = 0,85887
10

5.Perhitungan Kadar Ethanol Liquid (20%)


𝑦 = 6,65𝑥 3 − 6,806𝑥 2 − 8,065𝑥 + 8,200

𝑦 = 6,665 × (0,94039)3 − 6,806 × (0,94039)2 − 8,065(0,9403) + 8,26


= 0,13971
6.Perhitungan kadar ethanol vapor (20 %)
𝑦 = 6,665 × (0,858)3 − 6,806 × (0,858)2 − 8,065 × 0,858 + 8,200
= 0,475339
7.Menghitung P1 Saturated dan P 2 saturated
3795,17
𝑃1 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑= 16,85958 − = 165,100
(91 + 230,918)

3885,7
𝑃2 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 = 16,3872 − 230,17+91 = 72,8660

8.Menghitung niliai P
𝑃 = 𝑃2 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 + (𝑃2 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 − 𝑃1 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 )𝑥1
𝑃 = 72,8660 + (72,8660 − 165,100) ∗ 0,2 = 101,325

9.Menghitung nilai 𝑦1

𝑥1. 𝑃1𝑠𝑎𝑡 0,2(165,100)


𝑦1 = = = 0,325
𝑃 101,325

10.Menghitung γ1 dan γ2 pada parameter Margules

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 160


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

𝛾1 = 𝑒^(𝑥2 ^2(𝐴12 + 2(𝐴21 − 𝐴12 )𝑥1

𝑦1 γ2 = e^(𝑥1 ^2(𝐴21 + 2(𝐴12 − 𝐴21 )𝑥2


y2 = e^(0,1146^2(−2,1 + (0,74 − (−2,1)0,8853) = 0,9105

11.Parameter Wilson untuk nilai γ1 dan γ2


𝐴12 𝐴21
𝛾1 = − ln(𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 ) + 𝑥2 (𝑥 −𝑥 )
1 +𝑥2 𝐴12 2 +𝑥1 𝐴21

γ1 = 54,4406

𝐴12 𝐴21
γ2 = − ln(𝑥2 + 𝑥1 𝐴21 ) − 𝑥1 ( −
𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 𝑥2 + 𝑥1𝐴21
y2 = 1,2624
= 𝑒^(0,8853^2(0,74 + (2(0,74 − (−2,1)0,1146) = 1,0720

12.Perhitungan A12 dan A21


Nilai parameter A12 dan A21 didaptakan menggunakan metode solver pada excel
dengan kondisi ln γ1 awal = ln γ2 awal :ln γ1 akhir = ln γ2akhir ;ln γ1 awal =A12 dan
ln γ2 = A21. Sehingga didapatkan nilai parameter A12 dan A21 sebesar 3.17055 x 10-5
dan 0,673383388.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 161


KESETIMBANGAN UAP CAIR (VLE)

LAMPIRAN 2

Gambar 1 Proses Kesetimbangan Uap Cair ( VLE )

Gambar 2 Proses penimbangan pada residu untuk diukur densitasnya

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 162

Anda mungkin juga menyukai