Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA


KESETIMBANGAN FASE
(I)

DISUSUN OLEH :
VALERY PRILIA PUTRI
21/480254/TK/52992

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UUNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesetimbangan fase adalah keadaan suatu sistem dengan suhu
dan tekanan tertentu yang memiliki dua atau lebih komponen dalam
keadaan setimbang. Konsep kesetimbangan fase sangat penting di
berbagai dunia industri. Salah satu proses di industri yang menggunakan
kesetimbangan fase adalah proses distilasi. Konsep ini digunakan untuk
mengetahui data kesetimbangan fase uap-cair dalam sistem biner secara
akurat sehingga dapat digunakan untuk mendesain kolom distilasi, seperti
jumlah stages, jumlah tray, stage jalur feed, serta ketinggian kolom
distilasi. Selain proses distilasi, konsep kesetimbangan fase juga
digunakan pada proses pembuatan asam sulfat yang berkualitas tinggi,
tetapi memiliki proses yang efisien dan biaya yang ekonomis.
Pada kesetimbangan fase, suhu dan tekanan sangat berpengaruh
terhadap perubahan fase suatu komponen sehingga apabila terjadi
perubahan suhu dan atau tekanan maka dapat terjadi perubahan dalam
sistem dan jumlah fase sistem. Dalam simulasi proses kesetimbangan fase
dibutuhkan suatu koefisien aktivitas. Koefisien aktivitas dapat didekati
dengan beberapa model termodinamika, seperti model Wilson, model
Redlich-Kwong, dan NRTL (Nonrandom Two Liquid).

B. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan kesetimbangan fase adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh data keseimbangan pada temperatur tetap dari sistem
biner etanol-air yang dihubungkan dengan tekanan total (P) pada
berbagai komposisi fase cair (x).
2. Mengevaluasi berbagai model koefisien aktivitas sistem biner dan
parameternya untuk sistem etanol-air.
3. Menggunakan parameter-parameter tersebut untuk meramal
kesetimbangan sistem biner dan membandingkannya dengan data
hasil percobaan.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesetimbangan Fase
Fase sering diidentikkan dengan wujud suatu materi, padahal hal
tersebut dinamakan zat. Sedangkan fase merupakan keadaan materi yang
seragam di seluruh bagian. Fase juga dapat didefinisikan sebagai bagian
sistem yang homogen dan terpisahkan oleh batas yang jelas, dapat
dipisahkan secara mekanik dari bagian sistem yang lain, serta memiliki
sifat fisik dan kimia yang berbeda dari bagian sistem yang lain. Suhu dan
tekanan sangat berpengaruh terhadap fase suatu sistem. Apabila terjadi
perubahan pada suhu dan tekanan, komposisi dari sistem tersebut akan
berubah, bahkan fase sistem juga akan megalami perubahan.
Kesetimbangan fase adalah kondisi di mana saat terjadi kesamaan
kecepatan perpindahan molekul antarfase pada suatu sistem. Untuk
kesetimbangan, Gibbs menurunkan persamaan sederhana antara jumlah
komponen dan fase kesetimbangan. Namun, persamaan ini hanya dapat
berlaku untuk sistem ideal hukum Raoult. Persamaan Gibbs adalah sebagai
berikut.
F=C–P+2 (1)
dengan,
F : derajat kebebasan
C : jumlah komponen
P : jumlah fase
B. Kesetimbangan Fase Uap-Cair
Kesetimbangan fase uap-cair adalah kondisi di mana terjadi
kesetimbangan yang ditandai dengan adanya perpindahan secara
reversibel antarfase. Selain itu, adanya kesamaan antara kecepatan
perpindahan molekul dari cair ke uap dan sebaliknya. Untuk
kesetimbangan uap-cair campuran ideal akan berlaku hukum Raoult. Pada
kenyataannya, di dunia industri jarang terjadi kondisi ideal tersebut
sehingga hukum Raoult harus dimodifikasi untuk penyelesaian kasus
nonideal.

2
C. Larutan Ideal dan Nonideal
Larutan ideal adalah kondisi di mana partikel-partikel pelarut dan
terlarut yang dicampur terjadi kontak satu sama lain dan memenuhi hukum
Raoult. Pada larutan ideal juga tidak terjadi perubahan volume dan
pencampuran tidak memunculkan efek kalor.
Menurut hukum Raoult, tekanan uap salah satu komponen dan fraksi
mol komponen yang menguap pada temperatur tertentu itu sebanding.
Persamaan hukum Raoult dapat ditunjukkan oleh berikut.
PA = PA0 . xA (2)
dengan,
PA : tekanan uap jenuh di atas larutan
xA : fraksi mol komponen A
PA0 : tekanan uap murni
Jika suatu larutan memenuhi hukum Raoult, maka tekanan uap total
sistem dapat ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut.
Pt = PA + PB = PA0 . xA + PB0 . xB (3)
dengan,
Pt : tekanan total sistem
PA : tekanan parsial komponen A
PB : tekanan parsial komponen B
xA : fraksi mol komponen A
xB : fraksi mol komponen B
PA0 : tekanan uap A murni
PB0 : tekanan uap A murni
Sedangkan larutan nonideal adalah larutan yang mengalami
penyimpangan dari hukum Raoult dan pada umumnya, lebih banyak
larutan yang menyimpang dari hukum Raoult.
Terdapat dua jenis penyimpangan, yaitu penyimpangan negatif dan
penyimpangan positif.
1. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif berarti adanya panas yang timbul akibat
pelarutan, di mana gaya kohesi antarfase lebih besar daripada gaya

3
kohesi satu fase. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil
daripada tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult.
2. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif terjadi apabila gaya koheso antarfase lebih kecil
daripada gaya kohesi satu fase sehingga dalam proses pelarutan
memerlukan panas. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih
besar daripada tekanan yang dihitung deengan hukum Raoult.
D. Pendekatan Model Termodinamika dalam Penentuan Koefisien
Aktivitas
Koefisien aktivitas merupakan pengukuran dari seberapa
menyimpangnya suatu campuran dengan kondisi ideal. Koefisien
aktivitas merupakan fungsi dari temperatur dan komposisi berdasarkan
eksperimen. Koefisien aktivitas dilambangkan dengan 𝛾 (gamma).
Koefisien aktivitas untuk campuran nonideal sangat berpengaruh
pada kesetimbangan fase. Koefisien aktivitas ini dapat didekati dengan
beberapa model persamaan termodinamika, di antaranya adalah model
NRTL, model Wilson, model UNIFAQ, dan model UNIQUAC. Namun,
pada praktikum kali ini hanya akan digunakan pendekatan model Wilson
dan model NRTL karena campuran etanol-air bukan merupakan larutan
ideal dan terdapat titik azeotrop di mana komposisi fase uap sama dengan
komposisi fase cairnya.
1. Model NRTL
Model Nonrandom Two Liquid pertama kali diusulkan oleh
Renon dan Prausnitz pada tahun 1968. Model ini menggunakan
parameter ketidakrandoman (𝛼) sehingga memungkinkan untuk
digunakan dalam berbagai jenis campuran. Penentuan parameter
ketidakrandoman dapat dilakukan dengan menetapkan harga 𝛼
kemudian dilakukam optimasi dari fungsi objektif untuk memeroleh
dua parameter yang optimal.
2. Model Wilson
Model Wilson pertama kali diperkenalkan oleh Wilson pada
tahun 1964. Model ini hanya menggunakan konsep sistem biner

4
walaupun digunakan untuk campuran multikomponen. Parameter
model wilson dapat dicari secara numerik apabila koefisien aktivitas
diketahui secara eksperimen.

III. LANDASAN TEORI


A. Model Fisis

𝒚𝒊

Fase Uap

𝒙𝒊

Fase Cair

Gambar 1. Model Fisis Kesetimbangan Sistem Biner Uap-Cair


Gambar di atas merupakan model fisis kesetimbangan fase uap-cair
sistem biner. Dapat terlihat bahwa terjadi perpindahan massa dari uap
menuju cair dan sebaliknya. Perpindahan massa ini terjadi hingga suatu
ketika berada pada kondisi setimbang.
Pada kesetimbangan fase uap-cair, terjadi kesamaan kecepatan
perpindahan antarfase yang terjadi pada suhu dan tekanan tertentu. Dalam
kondisi sistem yang setimbang, berlaku persamaan nilai fugasitas fase uap
sama dengan nilai fugasitas dari fase gas sebagai berikut:
𝑓𝑖 𝑉 = 𝑓𝑖 𝑙 (4)

𝑦𝑖 . 𝑃𝑡 . 𝜙𝑖 = 𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡 . 𝑥𝑖 . 𝛾𝑖 (5)
dengan,
𝑓𝑖 𝑉 : fugasitas komponen i dalam fase uap
𝑓𝑖 𝑙 : fugasitas komponen i dalam fase cair
yi : fraksi mol i di fase uap
𝑥𝑖 : fraksi mol i di fase cair
𝛾𝑖 : koefisien aktivitas komponen i di fase cair
𝜙𝑖 : koefisien fugasitas kokmponen i di fase uap

5
𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡 : tekanan uap komponen murni
𝑃𝑡 : tekanan total sistem
Nilai tekanan uap komponen murni pada tiap suhu dapat dihitun
dengan menggunakan persamaan Antoine:
𝐵 (6)
𝑙𝑜𝑔𝑃 𝑠𝑎𝑡 = 𝐴 − [ ]
𝑇+𝐶
dengan,
𝑃𝑖 𝑠𝑎𝑡 : tekanan uap komponen murni, mmHg
A, B, C : parameter Antoine
T : suhu campuran, ⁰C
B. Model Matematis
Nilai fugasitas merupakan besaran yang digunakan untuk mengukur
kecenderungan suatu fase berubah ke fase lain dalam suatu sistem.
Parameter-parameter fugasitas dalam keadaan setimbang berlaku
persamaan energi bebas Gibbs, sebagaimana persamaan berikut.
𝑑𝐺𝑖 𝑑𝑉𝑖 = 𝑅𝑇𝑙𝑛(𝑓𝑖 ) (7)
dengan,
𝑉𝑖 : potensi kimia komponen i
𝑓𝑖 : fugasitas komponen i
R : tetapan gas ideal
T : suhu sistem
Pada kondisi setimban, nilai fugasitas komponen i di fase α sama
dengan nilai fugasitas komponen i di fase β.
𝑓𝑖 α = 𝑓𝑖 β (8)
dengan,
𝑓𝑖 α : fugasitas komponen i di fase α
𝑓𝑖 β : fugasitas komponen i di fase β
Pada kesetimbangan fase uap-cair sistem biner, persamaan fugasitas
yang berlaku adalah sebagai berikut.
𝑓𝑖 𝑥𝑖 𝛾𝑖 = 𝜑𝑖 𝑦𝑖 𝑃 (9)
𝑔𝐸 = 𝐺 − 𝐺 𝑖𝑑 (10)
𝐺 = 𝜏𝑖 (𝜏) + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝑙𝑛 𝑃𝑖 (11)

6
𝐺𝑖𝑑 = 𝜏𝑖 (𝜏) + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝑥𝑖 𝑓𝑖 (12)
𝑔𝐸 = 𝜏𝑖 (𝜏) + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝑃𝑖 − 𝜏𝑖 (𝜏) + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝑥𝑖 𝑓𝑖 (13)
𝑃𝑖 (14)
𝑔𝐸 = 𝑅𝑇𝑙𝑛 ( )
𝑥𝑖 𝑓𝑖
𝑃𝑖 (15)
𝛾𝑖 =
𝑥𝑖 𝑓𝑖
Maka:
𝑔𝐸 = 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝛾𝑖 (16)
𝑛𝐺 𝐸 (17)
𝛾 ( 𝑅𝑇 )
𝑙𝑛 𝛾𝑖 = ( )
𝛾𝑛𝑖
𝑃,𝑇,𝑛𝑖

dengan,
𝑥𝑖 : fraksi mol komponen i di fase cair
𝑓𝑖 : fugasitas komponen i
𝛾𝑖 : koefisien aktivitas yang diperoleh dari korelasi excess
Gibbs free energy
𝜑𝑖 : koefisien fugasitas
𝑦𝑖 : fraksi mol komponen i di fase uap
P : tekanan total sistem
Pi : tekanan parsial komponen i
R : konstanta gas umum; 8,31 J/molK
T : suhu
G : Gibbs free energy
gE : Gibbs free energy per mol
Pada model Wilson, persamaan model termodinamika yang akan
digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut.
𝐴12 𝐴21 (18)
ln 𝛾1 = −ln (𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 + 𝑥2 [ − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 𝑥1 + 𝑥2 𝐴21
𝐴12 𝐴21 (19)
ln 𝛾2 = −ln (𝑥2 + 𝑥1 𝐴21 + 𝑥1 [ − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 𝑥1 + 𝑥2 𝐴21
dengan,
x1 : Fraksi mol etanol
x2 : Fraksi mol air

7
γ1 : Koefisien aktivitas etanol
γ2 : Koefisien aktivitas air
A12, A21 : Parameter Wilson
Sedangkan pada meodel NRTL, persamaan model termodinamika
yang akan digunakan adalah sebagai berikut.
𝐺21 𝐺21 𝜏21 (20)
ln 𝛾1 = 𝑥2 2 + [𝜏21 − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐺21 (𝑥2 + 𝑥1 𝐺12 )2
𝐺12 𝐺21 𝜏21 (21)
ln 𝛾2 = 𝑥1 2 + [𝜏12 − ]
𝑥2 + 𝑥2 𝐺12 (𝑥2 + 𝑥1 𝐺12 )2
dengan,
x1 : Fraksi mol etanol
x2 : Fraksi mol air
𝛾1 : Koefisien aktivitas etanol
𝛾2 : Koefisien aktivitas air
G12 : exp(−𝛼, 𝜏12 )
G21 : exp(−𝛼, 𝜏21 )
𝜏12 : b12/RT
𝜏21 : b21/RT
𝛼, b12, b21 : Parameter NTRL

IV. RANCANGAN PERCOBAAN


A. Asumsi yang Dipilih
Asumsi yang akan digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Pengadukan berlangsung secara sempurna sehingga campuran
merupakan campuran yang homogen.
2. Pada saat berlangsungnya distilasi, dianggap tidak ada uap etanol
yang keluar dari rangkaian alat sehingga volume etanol dalam heater
relatif tetap dan kesetimbangan tidak berubah.
3. Pada saat proses distilasi, tangki heater benar-benar dalam kondisi
vakum sehingga tekanan yang terbaca merupakan murni tekanan
parsial etanol-air.

8
B. Variabel yang Digunakan
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dari praktikum kesetimbangan fase adalah
perbandingan etanol dengan aquadest dengan variasi pada jumlah
volume campuran kedua bahan.
2. Variabel Kontrol
Pada praktikum kesetimbangan fase, variabel kontrol yang
digunakan adalah suhu dan tekanan awal alat pemanas.
3. Variabel Terikat
Variabel terikat dari praktikum kesetikmbangan fase adalah
indeks bias, suhu, dan tekanan proses distilasi.

V. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Bahan
1. Aquadest, didapat dari Laboratorium Proses Pemisahan Departemen
Teknik Kimia.
2. Etanol 96%, didapat dari Laboratorium Proses Pemisahan
Departemen Teknik Kimia.
B. Alat
Rangkaian alat yang digunakan dalam percobaan kali ini ditunjukkan oleh
gambar berikut.

Keterangan:
1. Heater
2. Temperature
Controller
3. Vacuum
4. Saluran Inlet
5. Barometer
6. Saluran Outlet
7. Steker
Gambar 2. Rangkaian Alat Pemanas

9
Keterangan:
1. Lensa Okuler
2. Penutup
3. Termometer
4. Pengatur Fokus
5. Pengatur Skala
6. Tempat Sampel
7. Lampu
8. Steker
9. Lensa Bias
Gambar 3. Rangkaian Alat Refraktometer
C. Cara Kerja
1. Penentuan Massa Jenis
Piknometer 25 mL kosong ditimbang dengan menggunakan
neraca analisis digital, kemudian berat yang terukur dicatat. Aquadest
dimasukkan ke dalam piknomete rtersebut hingga penuh dan tidak
terdapat udara di dalamnya. Piknometer yang berisi aquadest tersebut
ditimbang dan berat yang terukur dicatat. Prosedur tersebut diulangi
untuk piknometer yang berisi etanol 96%.
2. Pembuatan Kurva Standar KonsentrasI Etanol vs Indeks Bias
Aquadest dan etanol dicampur dengan rasio 9:0
(aquadest:etanol), kemudian diaduk hingga homogen. Kaca sampel
pada refraktometer dibersihkan dengan kapas, kemudian campuran
tersebut diteteskan ke lensa refraktometer hingga menutup seluruh
bagian kaca sampel. Skala pengukuran gelap terang diukur hingga
terlihat daerah gelap terang dengan perbandingan 1:1. Hasil
pengukuran indeks bias pada skala okuler dibaca dan dicatat. Langkah
percobaan tersebut diulangi untuk campuran aquadest-etanol dengan
perbandingan volume 8:1, 7:2, 6:3, 5:4, 4:5, 3:6, 2:7, 1:8, dan 0:9.

10
3. Pembuatan Data Kurva Kesetimbangan
Etanol sebanyak 600 mL dan aquadest sebanyak 600 mL
dicampur dan diaduk hingga homogen. Kran pengeluaran bagian
bawah heater dipastikan telah tertutup, kemudian larutan campuran
dimasukkan ke dalam heater. Kran saluran inlet dan outlet ditutup.
Kran yang menuju pompa vakum dibuka, kemudian heater divakum
selama 10 detik dan diulangi sebanyak 3-5 kali. Kran yang menuju
pompa vakum ditutup kembali. Temperature controller dinyalakan
untuk distilasi, suhu yang terbaca pada temperature controller dan
tekanan yang terbaca pada barometer ditunggu sampai konstan
kemudian dicatat. Temperature controller dimatikan dan residu
diambil secukupnya melalu kran outlet. Indeks bias dari residu
tersebut segera diukur dengan refraktometer dan hasil yang
didapatkan dicatat.
Heater didinginkan dengan kain basah yang dingin agar suhunya
turun dan dicapai tekanan 0 bar yang tebaca pada skala barometer.
Setelah dicapai tekanan 0 mbar, aquadest sebanyak 100 mL
ditambahkan hingga diperoleh 5 data percobaan untuk suhu, tekanan,
dan indeks bias.

VI. ANALISIS DATA


1. Penentuan Fraksi Mol Etanol dalam Larutan Standar
a. Penentuan Densitas Etanol
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (22)
𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

b. Penentuan Kadar Etanol Sesungguhnya


Jika diketahui kadar dan densitas etanol pada suhu T 1 serta kadar
dan densitas etanol pada suhu T2 maka:
𝜌 − 𝜌1 (23)
𝐾 = 𝐾1 + ( )(𝐾2 − 𝐾1 )
𝜌2 − 𝜌1

11
dengan,
K : Kadar etanol pada suhu T⁰C, %
K1 : Kadar etanol pada suhu T1⁰C, %
K2 : Kadar etanol pada suhu T2⁰C, %
𝜌 : Densitas etanol pada suhu T⁰C, g/cm3
𝜌1 : Densitas etanol pada suhu T1⁰C, g/cm3
𝜌2 : Densitas etanol pada suhu T2⁰C, g/cm3

c. Penentuan Fraksi Mol Etanol dalam Larutan Standar


Perhitungan mol etanol dan aquadest mula-mula sebelum
dilakukan pencampuran dengan aquadest adalah sebagai berikut:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 ×𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 ×𝐾
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐵𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
= 100×𝐵𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
(24)

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝜌𝑒𝑡×𝑉𝑒𝑡×(100−𝐾)


𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 = = (25)
𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟 100×𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟

Dalam pembuatan kurva standar, etanol dan aquadest dicampur


pada berbagai rasio. Jika etanol mula-mula ditambahkan aquadest
dengan volume tertentu (Vair), maka mol etanol dalam campuran tidak
mengalami perubahan, sementara mol aquadest menjadi:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝜌𝑒𝑡×𝑉𝑒𝑡 ×(100−𝐾) 𝜌𝑎𝑖𝑟×𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 = = + (26)
𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟 100×𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟 𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟

Fraksi mol etanol merupakan perbandingan antara mol etanol


dengan mol total (mol etanol yang dijumlahkan dengan mol aquadest).
Sehingga, perhitungan fraksi mol etanol dalam larutan standar adalah
sebagai berikut.
𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝐾 (27)
100 × 𝐵𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑥1 =
𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝐾 𝜌𝑒𝑡 × 𝑉𝑒𝑡 × (100 − 𝐾) 𝜌𝑎𝑖𝑟 × 𝑉𝑎𝑖𝑟
100 × 𝐵𝑀𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 + + 𝐵𝑀
100 × 𝐵𝑀𝑎𝑖𝑟 𝑎𝑖𝑟

dengan,
Vet : Volume larutan etanol, mL
Vair : Volume air/aquadest, mL
ρet : Densitas etanol, g/cm3
ρair : Densitas air, g/cm3 (0,9968 g/cm3 = 996,80 kg/m3)

12
BMet : Berat molekul etanol, g/mol (46,1 gram/mol)
BMair : Berat molekul air, g/mol (18,01528 gram/mol)
x1 : Fraksi mol etanol, mol/mol
x2 : Fraksi mol air, mol/mol = 1 – x1

2. Pembuatan Kurva Standar Fraksi Mol Etanol vs Indeks Bias


Hubungan antara fraksi mol etanol dengan indeks bias larutan
didekati dengan persamaan berikut.
𝐵 (28)
𝑦 = 𝐴𝑒𝑥𝑝 ( ) + 𝐶
𝑥1
dengan,
x1 : Fraksi mol etanol, mol/mol
y : Indeks bias
A, B, C : Konstanta
Nilai untuk konstanta A,B, dan C dapat dicari dengan Python,
sehingga diperoleh kurva standar dari persamaan hubungan indeks bias
dengan fraksi mol etanol.

3. Evaluasi Model Local Composition dan Parameternya untuk Saistem


Etanol-Air
Pendekatan Koefisien Aktivitas dengan Metode Wilson:
𝐴12 𝐴21 (29)
ln 𝛾1 = −ln (𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 + 𝑥2 [ − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 𝑥1 + 𝑥2 𝐴21
𝐴12 𝐴21 (30)
ln 𝛾2 = −ln (𝑥2 + 𝑥1 𝐴21 + 𝑥1 [ − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐴12 𝑥1 + 𝑥2 𝐴21
dengan,
x1 : Fraksi mol etanol
x2 : Fraksi mol air
γ1 : Koefisien aktivitas etanol
γ2 : Koefisien aktivitas air
A12, A21 : Parameter Wilson
Pendekatan Koefisien Aktivitas dengan Metode Nonrandom Two
Liquid (NRTL):

13
𝐺21 𝐺21 𝜏21 (31)
ln 𝛾1 = 𝑥2 2 + [𝜏21 − ]
𝑥1 + 𝑥2 𝐺21 (𝑥2 + 𝑥1 𝐺12 )2
𝐺12 𝐺21 𝜏21 (32)
ln 𝛾2 = 𝑥1 2 + [𝜏12 − ]
𝑥2 + 𝑥2 𝐺12 (𝑥2 + 𝑥1 𝐺12 )2
dengan,
x1 : Fraksi mol etanol
x2 : Fraksi mol air
𝛾1 : Koefisien aktivitas etanol
𝛾2 : Koefisien aktivitas air
G12 : exp(−𝛼, 𝜏12 )
G21 : exp(−𝛼, 𝜏21 )
𝜏12 : b12/RT
𝜏21 : b21/RT
𝛼, b12, b21 : Parameter NTRL
Nilai parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan
koefisien aktivitas dengan korelasi Wilson dan NRTL dicari dengan
menggunakan dengan rootfind dan least square pada program Python.
Parameter yang digunakan adalah yang mampu memberikan nilai deviasi
(SSE) paling kecil dari hasil praktikum.
Data yang diperoleh dari hasil percobaan adalah suhu (T), tekanan
(P), dan indeks bias (y). Parameter tekanan merupakan parameter yang
paling mungkin dihubungkan dengan koefisien aktivitas melalui
persamaan Barker sebagai berikut.
𝑃 = 𝑥1 𝛾1 𝑃1 𝑠𝑎𝑡 + 𝑥2 𝛾2 𝑃2 𝑠𝑎𝑡 (33)
Nilai x1 dan x2 diperoleh dari indeks bias hasil percobaan, nilai 𝛾1
dan 𝛾2 diperoleh melalui korelasi Wilson atau NRTL dan nilai Psat
diperoleh dengan persamaan Antoine sehingga nilai tekanan hasil
perhitungan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Barker dan
dibandingkan dengan tekanan hasil percobaan untuk memperoleh
konstanta yang memberikan nilai SSE minimum.

14
VII. DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P., & Paula, J. D. (2006). Atkins’ physical chemistry (eighth edition).
Oxford University Press.

Barrow, G. (2008). Physical Chemistry (sixth edition). McGraw-Hill


Publishing.

Hardeli & S Syukri. (2013). Kesetimbangan Fasa. Jurusan Kimia, Fakultas


MIPA, Universitas Padang.

Hartanto, D., & Triwibowo, B. (2014). Review model dan parameter interaksi
pada korelasi kesetimbangan uap-cair dan cair-cair sistem etanol (1)+
air (2)+ ionic liquids (3) dalam pemurnian bioetanol. Jurnal Rekayasa
Proses.

Paramitha, T. (2020). Kimia Fisika: Larutan dan Konsentrasi. Surakarta;


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret.

Rasmito, A., & Wulandari, Y. (n.d.). THE USE OF WILSON EQUATION,


NRTL AND UNIQUAC IN PREDICTING VLE OF TERNARY
SYSTEMS. https://jurnal.itats.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/THE-
USE-OF-WILSON-EQUATION-NRTL-AND-UNIQUAC-IN-
PREDICTING-VLE-OF-TERNARY-SYSTEMS.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai