Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

Percobaaan 1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR
d i s t i l a s i & Titik Didih

OLEH

Nama : Finny Nurcita Ningrum Patuti


Nim : 442421004
Kelas : Kimia A

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


JURUSAN KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA MURNI

A. Judul : PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR d i s t i l a s i & Titik Didih

B. Tujuan : 1) prinsip distilasi


2) pengertian campuran azeotrop. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan

terampil dalam:

3) mengkalibrasi termometer,

4) merangkai peralatan distilasi,

5) melakukan distilasi untuk pemisahan dan pemurnian.

C. Dasar teori
Pendahuluan
Distilasi merupakan metode yang sangat baik untuk memurnikan zat cair. Suatu zat cair
mengandung atom-atom atau molekul yang tersusun berdekatan namun masih dapat
bergerak bebas dengan energi yang berlainan. Ketika suatu moelkul zat cair mendekati
perbatasan fasa uap-cair, maka molekul tersebut, jika memiliki energi yang cukup, dapat
berubah dari fasa cair menjadi fasa gas. Hanya molekul-molekul yang memiliki energetika yang
cukup yang dapat mengatasi gaya yang mengikat antarmolekul dalam fasa cair sehingga dapat
melepaskan diri ke dalam fasa gas.
Beberapa molekul yang berada dalam fasa uap di atas zat cair, ketika mendekati
permukaan zat cair tersebut, dapat memasuki fasa cair kembali sehingga menjadi bagian dari
fasa yang terkondensasi. Pada saat proses ini terjadi, molekul-molekul tersebut
memperkecil energi kinetiknya, sehingga gerakannya lebih lambat. Pemanasan terhadap zat
cair menyebabkan banyak molekul memasuki fasa uap; proses pendinginan uap merupakan
kebalikan dari proses ini.
Ketika sistem berada dalam kesetimbangan, karena banyak molekul zat cair yang
memasuki fasa uap dan kemudian kembali lagi dari fasa uap menjadi cair, maka dapat terukur
tekanan uapnya. Jika sistem tetap bertahan dalam kesetimbangan, bahkan ketika energinya
dinaikkan, banyak molekul dalam fasa cair akan memiliki energi yang mencukupi untuk
berubah menjadi fasa uap. Walaupun banyak molekul yang juga kembali dari fasa uap ke
dalam fasa cair, namun jumlah molekul dalam fasa uap bertambah dan tekanan uap akan naik.
Jumlah molekul dalam fasa uap sangat bergantung pada suhu, tekanan dan kekuatan gaya tarik
antarmolekul di dalam fasa cair dan volume sistem.
Jika dua komponen berbeda (A dan B) terdapat dalam fasa cair, uap di atas permukaan
fasa cair akan mengandung beberapa molekul setiap komponen. Jumlah molekul A dalam fasa
uap akan ditentukan oleh tekanan uap A dan fraksi mol A dalam campuran. Dengan kata lain,
jumlah relatif komponen A dan B dalam fasa uap akan berhubungan erat dengan tekanan uap
tiap zat cair murni. Hubungan ini secara matematis diungkapkan menurut hukum Raoult:

Ptotal = PA + PB, dimana PA = PºAXA dan PB = PºBXB


PA = tekanan parsial A
PB = tekanan parsial B
PºA = tekanan uap murni A
PºB = tekanan uap murni B
XA = fraksi mol A dalam fasa cair
XB = fraksi mol B dalam fasa cair

Tekanan uap total di atas permukaan campuran zat cair adalah penjumlahan kedua tekanan
parsial antara komponen A dan B. Ketika suhu naik, tekanan uap masing-masing komponen
bertambah, sehingga secara proporsional meningkatkan tekanan uap total dia tas permukaan
campuran cair. Pada beberapa suhu, jumlah tekanan parsial sama dengan 760 torr (1 atm) dan
pada saat ini larutan mulai mendidih.
Secara umum, titik didih didefinisikan sebagai suhu ketika jumlah tekana parsial di atas
fasa cair sama dengan tekanan luar yang dikenakan pada system. Penurunan tekanan luar
menyebabkan larutan akan mendidih pada suhu lebih rendah – penaikan tekanan luar
menyebabkan larutan akan mendidih pada suhu lebih tinggi. Hukum Raoult juga memberikan
informasi tentang komposisi fasa uap di atas permukaan zat cair:
X’A = fraksi mol A dalam fasa uap = PA/Ptotal
X’B = fraksi mol B dalam fasa uap = PB/Ptotal
Ilustrasi teori dasar distilasi berdasarkan hukum Raoult dan hukum Dalton tentang
tekanan parsial adalah sebagai berikut:

E Kinetik zat cair bertambah


A. Sampel Zat Cair Murni “air” = udara
Banyak molekul mencapai “kecepatan melepaskan diri”
Gambar 1. Ilustrasi proses distilasi sampel murni

Hukum Dalton tentang tekanan parsial:

tekanan total (di atas permukaan fasa cair):


PT = Pair + Psampel dan Psampel menjadi lebih jelas pada T tinggi.
Teori Distilasi (keterangan gambar):
• Ketika T naik, jumlah molekul yang melepaskan diri dari fasa cair menuju fasa
gas akan bertambah. Tekanan uapa akan bertambah dengan penambahan jumlah sampel
pada fasa uap.
• Pengaruh total adalah bahwa jumlah pertambahan molekul udara akan digantikan sampai
semua molekul udara digantikan oleh fasa uap sampel. Pada saat ini PT secara khusus
merujuk pada
P
sampel.
• Fasa cair mulai mendidih (terbentuk gelembung) ketika PT = Psampel.
• Pada posisi ini, molekul akan masuk ke fasa gas dari fasa cair sampel dan akan
menggantikan molekul-molekul yang sudah ada dalam fasa tersebut. Tekanan parsial
molekul sampel tidak akan bertambah lagi.
• Penguapan bertamba dengan cepat dan pendidihan dimulai (= b.p.= titik didih)

B. Campuran Dua-Komponen

Hukum Dalton:

Kita harus mempertimbangkan berapa banyak tiap komponen terdapat dalam campuran.
Fraksi mol (X) merupakan fraksi suatu komponen tertentu yang terdapat dalam keseluruhan
sampel; komponen ini harus

salingcampur dengankomponen lainnya.

Hukum Raoult:
Awalnya:

komponen dengan titik didihlebih rendah kontribusinya lebihbanyak pada PT


(campuran awal 1 : 1; ).
Kemudian:

tetapi ketika distilasi berlanjut, but as the distillation proceeds, akan


bertambah karena banyak senyawa dengan titik didih lebih
rendah telah menguap.

Dengan demikian, komponen dengan titik didih lebih rendah yang proporsinya lebih
tinggi akan terdistilasi pertama kali, selanjutnya diikuti oleh peningkatan jumlah
komponen dengan titik didih lebih tinggi.
C. Pengaruh Zat Pengotor
Contoh: gula dilarutkan dalam air. Zat pengotor yang non-volatil (tidak menguap) seperti
gula dapat menurunkan tekanan uap air murni karena pelarutan gula menurunkan konsentrasi
komponen yang volatile (dapat menguap, seperti air) di dalam fasa cair. Karena tekanan uap
rendah, suhu yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai pendidihan. Pada proses distilasi,
ketika proses pendidihan tercapai, suhu di atas permukaan campuran akan masih berada pada
100oC pada 1 atm karena zat cair yang terkondensasi di ujung bawah thermometer adalah air
murni (tidak terkontaminasi oleh gula). Tetapi suhu di dalam campuran pada fasa cair (dalam
labu) akan secara bertahap naik selama proses distilasi berlangsung seiring dengan
bertambahnya konsentrasi gula (ingat: air telah menguap).
Pengaruh zat pengotor terhadap naiknya suhu pada proses distilasi dapat dilihat pada
grafik hubungan antara tekanan luar dengan suhu sistem (gambar 2). Untuk pemisahan terbaik
sehingga mendapatkan komponen-komponen yang murni, distilasi bertingkat merupakan
alternative yang baik, terutama untuk campuran dua komponen atau lebih dan campuran yang
mengandung zat pengotor non- volatil. Ilustrasi proses pemisahan dengan distilasi bertingkat
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 2. Grafik pengaruh zat pengotor pada campuran

Gambar 3. Ilustrasi proses distilasi bertingkat pada sampel campuran dua komponen atau lebih
atau yang mengandung zat pengotor

Distilasi Sederhana: Distilasi sederhana (lihat Gambar 6) adalah proses distilasi yang tidak
melibatkan kolom fraksinasi atau proses yang biasanya untuk memisahkan salah satu
komponen zat cair dari zat-zat non-volatil atau zat cair lainnya yang perbedaan titik didihnya
paling sedikit 75 oC. Kondensat pada dasarnya akan memiliki perbandingan mol fasa cair yang
sama dengan fasa uap pendidihan dari fasa cairnya. Distilasi sederhana tidak efektif untuk
memisahkan komponen-komponen dalam campuran yang perbedaan titik didihnya tidak terlalu
besar.

Distilasi Bertingkat: Jika suatu kolom fraksinasi digunakan dalam perangkat distilasi (lihat
Gambar 7), maka pemisahan senyawa-senyawa yang memiliki titk didih berdekatan dapat
dipisahkan dengan baik. Kolom fraksinasi biasanya diisi dengan material berposri yang
menyediakan luas permukaan yang lebih besar untuk proses kondensasi berulang.
Pengembunan uap bertitik didih lebih tinggi melepaskan kalor yang menyebabkan penguapan
zat cair bertitik didih lebih rendah pada kolom, sehingga komponen bertitik didih rendah ini
bergerak ke atas menuju kolom, sementara komponen bertitik didih tinggi bergerak ke bawah
ke arah kondensor, walaupun sebagian kecil ada yang kembali turun ke dalam labu distilasi.
Setiap proses siklus pengembunan/penguapan menghasilkan fasa uap akan lebih kaya dengan
fraksi uap komponen yang lebih volatile.
Contoh: campuran 60:40 sikloheksana (t.d. 81 oC) dan toluene (t.d. 110oC). Campuran
ini akan mendidih pada 88 oC menghasilkan uap di atas campuran yang mendidih terdiri
dari campuran sikloheksana – toluene = 83:17. Proses kondensasi berulang pada kolom
fraksinasi menghasilkan fasa uap dengan komposisi 95:5 sikloheksana : toluene. Proses ini
dapat dilihat pada gambar 4. Kurva di bawah menunjukkan komposisi fasa cair dan kurva di
atas menunjukkan komposisi fasa uap. Proses pengembunan ditandai dengan garis horizontal
yang menghubungkan kedua kurva. Setiap pengulangan siklus pengembunan dan penguapan
akan menghasilkan sikloheksana yang lebih murni. Setiap siklus ini disebut pelat teoritis.
Kolom fraksinasi yang biasa digunakan di laboratorium organik memiliki 3 – 5 pelat teoritis.

Gambar 4. Kurva Distilasi Uap/Cair antara Suhu – Komposisi untuk campuran sikloheksana-
toluen

Kurva Distilasi: Jika proses distilasi sederhana dan bertingkat dialurkan dalam satu grafik
(menggunakan pembacaan suhue terkoreksi), maka akan terlihat fenomena seperti pada Gambar
5. Kurva ini memberikan informasi efisiensi pemisahan komponen suatu campuran. Kelebihan
distilasi bertingkat daripada distilasi sederhana dapat dilihat pada datarnya kurva yang berarti
titik didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap
komponen.

Azeotrop: Tidak semua campuran zat cair mengikuti hukum Raoult. Contoh: etanol dan air,
disebabkan adanya interaksi antarmolekul, membentuk system azeotrop. Campuran 95,5%
etanol dan 4,5% air mendidih di bawah titik didih etanol murni, sehingga etanol 100% tak
dapat dibuat secara distilasi biasa. Suatu campuran zat cair dengan komposisi tertentu yang
mengalami distilasi pada suhue konstan tanpa adanya perubahan dalam komposisinya disebut
azeotrop.
Kalibrasi termometer: Mengkalibrasi titik nol termometer, dilakukan dengan cara
mencelupkan termometer pada campuran air-es yang diaduk homogen, sedangkan untuk titik
skala 100 termometer dilakukan sebagai berikut: isikan kedalam tabung reaksi besar 10 mL
aquades, masukkan sedikit batu didih. Klem tabung tersebut tegak lurus, panaskan perlahan
sampai mendidih. Posisikan termometer pada uap diatas permukaan air yang mendidih tersebut.
Untuk menentukan titik didih air yang sebenarnya, harus diperiksa tekanan barometer.

Gambar 5. Kurva distilasi sederhana vs bertingkat

Gambar 6. Rangkaian alat distilasi sederhana


Gambar 7. Rangkaian alat distilasi bertingkat

A. Kalibrasi Termometer.
Isi gelas kimia 400 mL dengan bongkahan kecil es hinga kedalaman 10 cm. Tambahkan
sedikit air dingin sampai sebagian bongkahan mengambang di permukaan air. Celupkan
termometer ke dalam air es ini hingga kedalaman 7 atau 8 cm. Aduk air es pelan-pelan dengan
termometer dan amati penurunan suhu yang teramati pada skala termometer. Ketika suhunya
sudah tidak turun lagi, dan stabil selama 10 – 15 detik, catat skala termometer tanpa
mengangkat termometer dari dalam air es. Jika pembacaan skala berada dalam trayek 1 oC di
bawah/di atas 0 oC, maka termometer tersebut layak pakai. Jika pembacaan melebihi trayek
tersebut, tukarkan termometer Anda dengan yang baru, lalu kalibrasi lagi. Keringkan
termometer dengan kertas tissue.

B. Distilasi biasa
Pasang peralatan distilasi sederhana (lihat Gambar 6). Masukkan 40 mL campuran
metanol-air (1:1) ke dalam labu (jumlah maksimum setengah volume labu). Masukkan beberapa
potong batu didih ke dalam labu. Mulai lakukan pemanasan dengan api yang diatur
perlahan naik sampai mendidih. Atur pemanasan agar supaya distilat menetes secara teratur
dengan kecepatan satu tetes per detik. Amati dan catat suhu dimana tetesan pertama muai jatuh.
Penampung diganti dengan yang bersih, kering dan berlabel untuk menampung distilat murni,
yaitu distilat yang suhunya sudah mendekati suhu didih sebenarnya sampai suhunya konstan.
Catatlah suhu dan volume distilat secara teratur setiap selang jumlah penampungan distilat
tertentu, misalnya setiap 5 mL penampungan distilat sampai sisa yang didistilasi tinggal sedikit
(jangan sampai kering)
C. Distilasi bertingkat
Pasang peralatan distilasi bertingkat (lihat Gambar 7). Masukkan 40 mL campuran
sikloheksana- toluen (1:1) ke dalam labu (jumlah maksimum setengah volume labu). Masukkan
beberapa potong batu didih ke dalam labu. Lakukan proses distilasi sampai seperti proses
pengerjaan distilasi sederhana.

D. Distilasi azeotrop terner


Masukkan kira-kira 25 mL metanol-air (1:1) ke dalam labu bundar 100 mL dan
tambahkan benzen sebanyak setengah dari volume tersebut. Pasang peralatan untuk distilasi
bertingkat, lalu lakukan distilasi secara teratur, dengan mencatat suhu dan volume distilat, dan
hentikan distilasi apabila sisa campuran dalam labu tinggal 3 - 4 mL lagi. Jangan sampai
kering! Ganti penampung setiap saat anda mengira sudah mencapai titik didih zat murni.
D. Tabel Alat dan bahan

E. Tabel Alat dan bahan


1. Tabel alat
No Nama alat Kategori gambar fungsi

Untuk mengukur
1 Thermometer 1 suhu

Sebagai alat bantu


untuk memindah /
memasukkan larutan
ke wadah / tempat
2 Corong 1 yang mempunyaai
dimensi pemasukkan
sampel bahan kecil.

Sebagai tempat
mereaksikan bahan,
tempat menampung
bahan kimia berupa
larutan, padatan,
3 Gelas kimia 1
pasta ataupun
tepung, tempat
melarutkan bahan
dan tempat
memanaskan bahan
untuk mengukur
volume suatu larutan
4 Gelas ukur 1
yang akan digunakan
sebagai sampel

Digunakan untuk
memindahkan
larutan dari suatu
wadah ke wadah lain
dengan jumlah yang
5 Pipet tetes 1
sangat sedikit dan
dengan tingkat
ketelitian
pengukuran volume
yang sangat rendah.

Mengukur dan
mencampur bahan-
bahan
analisa,Menampung
larutan, bahan padat
6 Erlenmeyer 1 ataupun
cairan,Meracik dan
menghomogenkan
(melarutkan) bahan-
bahan komposisi
media,
Klem berfungsi
untuk menjepit buret
saat hendak
melakukan titrasi.
7 Statif dan klem 1
Sedangkan statif
berfungsi sebagai
tempat untuk
meletakkan klem
Berfungsi untuk
memanaskan larutan
dan menyimpan
larutan dan
digunakan untuk
menyiapkanlarutan
8 Labu leher dua 1
dalam kimia analitik
yang konsentrasi dan
jumlahnya diketahui
dengan pasti dengan
keakuratan yang
sangat tingg

Pendingin/ Untuk mengubah uap


9 2 atau gas menjadi cair
kondensor
pada sistem
pendingin

Untuk memompa air


agar masuk kedalam
Adaptor dan pompa kondensor
10 2
air
Untuk memanaskan
sampel
11 Penangas air 2

2. Tabel bahan
No Nama Bahan Sifat fisik Sifat kimia Kategori
- Berbentuk = - Tidak mudah
terbakar
cairan
- Memiliki Ph=7
1 Aquades - Tidak berbau - tidak korosif Umum
- Titik didih :
100℃
- Tidak - Mudah terbakar
- Halogenasi
berwarna
- Rumus kimia :
- Berwujud C6H6
2 Benzena cair pada khusus
suhu ruang
- Titik didih
80,10℃
- Titik didih : - mudah terbakar
- rumus kimia :
80,75℃
C6H12
3 Sikloheksana - Massa - tekanan uap khusus
78mmHg
molar : 84.16
g/mol
4 Toluena - Massa - Hidrokarbon Khusus
aromatik
molar : 92,14
- Rumus kimia :
gr/mol C7H8
- Titik didih :
383,15K
- Titik leleh :
178,15K
- Tidak - Rumus kimia
CH3OH
berwarna
- Mudah terbakar
- Berbentuk

5 Metanol cair pada khusus


suhu kamar
- Mudah
menguap
- Berwujud - Terbuat dari
padat bahan silika,
- Berwarna kalsium, kabonat
putih
6 Batu didih Umum
berukuran
kecil,tidak
rata dan
berpori
- Berwujud - Mudah larut
padat dalam air
7 Es batu - Tidak berbau Umum
- Titik leleh
100℃
F. Prosedur kerja
1) Destilasi Sederhana

2) Destilasi Bertingkat
3) Destilasi Azeotrop
G. Hasil pengamatan
No Perlakuan Hasil Pengamatan
.
1. Destilasi Sederhana
 Merancang Rangkaian Peralatan  Campuran Mendidih
Destilasi Sederhana Dan Menghasilkan
 Memasukkan 10 mL Campuran gelembung-gelembung
Butanol – Air (1:1) Kedalam (Terdapat Gas)
Labu Bundar  TetesanPertama
 Memasukkan Beberapa Potong 30°C (DistilatMetanol)
Batu Didih Kedalam Labu
Bundar
 Lalu DiPanaskan Campuran
dalam labu Bundar

2. DestilasiBertingkat  Campuran Mendidih


 Merangkai Peralatan Destilasi
dan Bergelembung
Bertingkat.
 Tetesan Pertama
 Memasukan 10 mL Campuran
58°C
Siklehesana-Aseton Kedalam
Labu Bundar.
 Memasukan Beberapa Potong
Batu Didih Kedalam Labu
Bundar.
 Lalu dipanaskan dalam labu
DestilasiAzeotrop
 Merancang Rangkaian Peralatan  Campuran Mendidih.
Yang digunakan Untuk  Terdapat Gelembung-
Destilasi Azeotrop Gelembng.
 Mamasukan Metanol-Air  Tetesan Pertama
3 Kedalam Labu Bundar 56°C (DistilatAzeotrop)
 Memasukan Beberap apotong
BatuhDidih.
 Lalu Dipanaskan campuran
didalam Labu bundar.
H. Pembahasan
Pada pembahasan ini akan mengulik hasil dari proses destilasi yang telah dilakukan
terdapat 3 proses destllasi yang telah dilakukan dalam praktikum yaitu Destilasi
Sederhana, Desdilasi Bertingkat dan Azeotrop Terdapat juga faktor-faktor penyebab yang
dapat mempengaruhi hasil dari ketiga metode destilasi sebagai berikut:
• Berbusa Pembusaan mengacu pada pemuaian cairan akibat aliran uap atau gas.
Meskipun
memberikan kontak cairan-uap antarmuka yang tinggi, pembusaan yang berlebihan
sering
kali menyebabkan penumpukan cairan pada baki. Dalam beberapa kasus, pembusaan
mungkin sangat buruk sehingga busa bercampur dengan cairan pada baki di atas. Apakah
pembusaan akan terjadi tergantung terutama pada sifat fisik campuran cairan, tetapi
kadangkadang disebabkan oleh desain dan kondisi baki. Apa pun penyebabnya, efisiensi
pemisahan selalu berkurang.
• Masuknya cairan Masuknya cairan yang terbawa oleh uap ke tabung di atas dan sekali
lagi disebabkan oleh laju aliran uap yang tinggi. Hal ini merugikan karena efisiensi
penggunaan tabung berkurang: bahan yang mudah menguap lebih rendah terbawa ke
pelat yang menampung cairan dengan volatilitas lebih tinggi. Hal ini juga dapat
mencemari distilat dengan kemurnian tinggi. Masuknya air yang berlebihan dapat
menyebabkan flooding.(M.T. Tham & R.C. Costello, n.d.) Ini adalah beberapa faktor
yang lebih penting yang dapat menyebabkan kinerja kolom distilasi yang buruk. Faktor-
faktor lain termasuk perubahan kondisi operasi dan hasil, yang disebabkan oleh
perubahan kondisi awal dan perubahan pada bagian produk. Semua faktor ini, termasuk
sistem kontrol yang terkait, harus dipertimbangkan pada tahap desain karena setelah
kolom dibangun dan dipasang, tidak banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
situasi tanpa menimbulkan biaya yang signifikan. Kontrol kolom distilasi adalah bidang
tersendiri, tetapi itu adalah cerita lain.

1. Destilasi Sederhana Dalam proses melakukan destilasi sederhana sampel


berupa n-butanol dan air sesuai pada prosedur praktikum perbandingan larutan (1:1)
dengan volume larutan 40 mL akan tetepi dengan mengubah volume larutan yang dimana
sebelumnya 40 mL menjadi 10 mL dengan melihat ketersediaan bahan sehingga
perbandingan yang dihasilkan dari volume 10 mL yaitu 5mL:5mL untuk n-butanol:air,
butanol yang memiliki titik didih sebeser 117-118°C, dibandingkan dengan air yang
hanya memiliki titik didih sebesar 100°C, dalam percobaan ini memiliki dua faktor
kesalahan yang didapati yang pertama ketidakcocokan larutan yang memiliki titik didih
yang berdekatan dan yang kedua faktor penggunaan metode, menggunakan metode
destilasi sederhana, melainkan menggunakan metode destilasi bertingkat (Fractional
Distillation), melihat konsep dari artikel yang dikutip “Distilasi sederhana melibatkan
pemanasan campuran cairan hingga titik didih dan segera mengembunkan uap yang
dihasilkan, metode ini hanya efektif untuk campuran yang titik didih cairannya sangat
berbeda (perbedaan minimum 25°C) dan emurnian distilat (cairan yang dimurnikan)
diatur oleh hukum Raoult.”(Distillation - Definition, Detailed Process, Types, Uses, n.d.).
Akan tetapi proses destilasi sederhana tetap berjalan, campuran larutan mendidih pada
suhu 30°C , dengan suhu dari tetesan pertama yaitu berkisar 87°C, untuk hal ini masih
belum diketahui larutan apa sebenarnya yang dapat diidentifikasi pada destilasih
sederhana ini, maka dari itu hipotesa awal yang bisa diambil yaitu air yang memiliki titik
didih 100°C. Berikut ini reaksi pembentukan dari n-butanol:

2. Destilasi Bertingkat Pada proses destilasi bertingkat sampel yang digunakan


kali ini yaitu Sikloheksana dan Aseton, dengan perbandingan (1:1) dan volume 40 mL,
terdapat perubahan yang sama dilakukan dari destilasi sederhana yaitu 10mL untuk
volume larutan 5mL:5mL dengan sampel Sikloheksana dan Aseton.
Pembentukan n-butanol menggunakan reaksi Guerbet Sikloheksana memiliki titik didih
81°C, Aseton 56°C, pada proses ini larutan campuran mendidih pada suhu 30°C dan
terjadi tetesan pertama pada suhu 58°C, terdapat perbedaan suhu sekitar 2°C yang
seharusnya bisa diidentifikasikan sebagai Aseton akan tetapi memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi proses terjadinya destilat murni seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, sehingga dapat diambil kesimpulan awal bahwa larutan yang jatuh terlebih
dahulu yaitu Aseton pada suhu 58°C. Berikut ini reaksi pembentukan dari Aseton:

3. Azeotrop Terner Distilasi azeotropik, dalam kimia, adalah prosedur apa pun
yang memungkinkan penyulingan kombinasi cairan yang mengandung azeotrop ke dalam
bagian-bagian penyusunnya dengan penambahan zat lain (misalnya, entrainer). Azeotrop
memiliki berbagai aplikasi, tetapi sangat berguna untuk menghasilkan senyawa yang
stabil dan mudah terbakar yang menggabungkan komponen yang mudah terbakar dan
tidak mudah terbakar. Campuran dua atau lebih cairan yang tidak dapat dipisahkan
menggunakan metode di atas disebut sebagai azeotrop. Kadang-kadang disebut sebagai
kombinasi yang terus-menerus mendidih. Metode pemisahan konvensional tidak dapat
digunakan karena ketika sesuatu dididihkan, bentuk gas atau uap yang dihasilkan
memiliki komposisi atau rasio komponen yang sama dengan bentuk cair. Untuk
memisahkannya, agen pemisah material atau entrainer ditambahkan, yang pada dasarnya
'memecah' campuran.(Azeotropic Distillation-Science Struck, n.d.) Proses Azeotrop
sendiri menggunakan 3 campuran larutan dengan perbandingan awal (1:1) dan volume
25mL sehingga untuk Metanol dan Air perbandingan volume dari keduanya yaitu
12.5mL:12.5mL, kemudian Asam Benzoat yang ditambahkan setelah parbandingan
kedua larutan dengan mengikuti volume larutan yang sama yaitu 12.5mL, Larutan
Metanol memiliki titik didih 65°C, air memiliki titik didih 100°C dan titik didih dari
asam benzoat 122.3°C, larutan campuran mendidih pada suhu 31°C dan tetesan pertama
pada suhu 56°C, pada titik ini sama halnya terjadi pada destilasi bertingkat yang memiliki
perbedaan suhu yang cukup signifikan dari titik didih yang ada, sehingga hipotesa awal
destilat murni yang dihasilkan dari proses Azeotrop yaitu Metanol pada suhu 56°C.
Berikut ini reaksi pembentukan dari Asam Benzoat dan Metanol:
I. Kesimpulan
Dari pelaksanaan praktikum yang memfokuskan ketiga metode Destilasi yakni
Destilasi Sederhana, Destilasi Bertingkat dan Destilasi Azeotrop, dapat ditarik garis besar
bahwsannya ketiga metode dilakukan untuk memisahkan senyawa ataupun zat yang
berlebih, pun pula ketiga metode yang diberikan memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing dimulai dari perbedaan suhu dari setiap senyawa setidaknya memiliki
perbedaan minimal 25°C sampai bisa melakukan pemisahan dari campuran senyawa yang
lebih dari 2 ataupun lebih bisa dipisahkan. Dan juga pada pelaksanaan tidak tepat pada
sasaran target senyawa secara spesifik hal itu terjadi dikarenakan beberapa faktor dari
bahan, alat maupun kondisi lapangan.
Daftar pustaka
Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd edition, John
Wiley & Sons, New York, 1994, p.61 - 71; 132 - 141
Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic Chemistry,
Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992, p.47 – 55; 396 – 398
Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999,
p. 82 – 121

Anda mungkin juga menyukai