Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Kimia Organik Pemisahan dan Pemurnian Zat Cair Distilasi dan Titik Didih

Thomas Gunardi 13012054 Tanggal Praktikum : Jumat 7 Februari 2014 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat 14 Februari 2014 Asisten: Fakhri A. M. (10511020) Muhammad Hafizhan Riadhi (10511096)

Laboratorium Kimia Dasar Institut Teknologi Bandung

Percobaan 1 Pemisahan dan Pemurnian Zat Cair Distilasi dan Titik Didih Tujuan Percobaan - Menentukan suhu air es untuk kalibrasi termometer - Menentukan suhu dan volume distilat dalam pemisahan zat cair dengan distilasi biasa, bertingkat, dan azeotrop terner - Menentukan titik didih setiap komponen dalam pemisahan zat cair dengan distilasi biasa, bertingkat, dan azeotrop terner - Menentukan harga indeks bias senyawa hasil distilasi dan membandingkannya dengan data literatur Teori Dasar Distilasi merupakan proses pemisahan komponen-komponen suatu senyawa menggunakan dasar kesetimbangan fasa uap-cair setiap komponen. Perpindahan panas sebagai bentuk energi memberikan kemampuan molekul-molekul zat untuk menembus batas fasa sehingga dapat berubah dari fasa cair ke fasa uap dan sebaliknya. Distilasi terdiri dari 2 jenis, yaitu distilasi sederhana dan distilasi bertingkat. Distilasi sederhana tidak menggunakan kolom fraksinasi dan distilasi ini digunakan untuk memisahkan zat yang memiliki perbedaan titik didih minimal 750C atau bila terdapat komponen non-volatil. Distilasi bertingkat memiliki kolom fraksinasi dan distilasi ini digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang memiliki titik didih berdekatan karena material berporinya memberikan luas permukaan tambahan dan memudahkan proses kondensasi berulang. Distilasi Azeotrop adalah cara memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan tinggi. Susunan alat yang dipakai dalam distilasi azeotrop mirip seperti dengan distilasi bertingkat namun ditambahkan dengan bantuan senyawa lain. Titik didih adalah suhu ketika jumlah tekanan parsial di atas fasa cair sama dengan tekanan luar yang dikenakan pada sistem. Pada penurunan tekanan uap air murni dan menaikkan suhu pada proses distilasi dapat disebabkan oleh zat pengotor yang non-volatil (tidak menguap). Jumlah komponen A dan B dalam fasa uap berhubungan erat dengan tekanan uap zat cair murni yang dapat dinyatakan melalui hukum Raoult dan hukum Dalton.

Susunan alat distilasi sederhana

Susunan alat distilasi bertingkat

Hukum Dalton : PT= PA + PB Hukum Raoult : Ptotal = PA +PB PA = PA0.XA PB = PB0.XB XA = mol A/(mol A + mol B) P = Tekanan Parsial P0 = Tekanan Uap murni X = Fraksi mol dalam fasa cair XB = mol B / (mol A + mol B)

Pengolahan Data 1) Distilasi Biasa (aseton-air) T tetes pertama : 53,50 C V (ml) T (0C) 5 54 10 59 15 76

2) Distilasi Bertingkat (aseton-air) T tetes pertama : 510 C

V (ml) T (0C)

5 55

10 57

15 91

3) Distilasi azeotrop terner (metanol-air-benzena) T tetes pertama =560 Indeks bias metanol = 1,3 Indeks bias distilat = 1,03 Pembahasan . Misal terdapat zat A yang memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada zat B , zat akan menguap lebih cepat dari pada zat B. Pada proses ini zat B sebenarnya juga ikut menguap namun dikarenakan adanya kolom fraksinasi , zat B kecepatannya menjadi berkurang dibandingkan dengan zat A (mungkin saja zat B tertinggal di kolom fraksinasi dan jatuh ke bawah kembali ke campuran). Dengan demikian maka jumlah zat A akan lebih banyak dalam campuran sehingga titik didihnya akan lebih rendah karena seperti yang kita lihat pada grafik apabila terdapat suatu komposisi yang tidak azeotrope dimana zat A tadi jauh lebih banyak dari zat B (hal ini bisa didorong dengan memakai distilasi bertingkat karena kolom fraksinasinya) maka titik didih distilasi akan lebih rendah. Pada distilasi azeotrop yang menggunakan campuran azeotrop antara metanol dengan air. Distilasi ini mirip dengan distilasi sederhana dalam hal menggunakan campuran metanol-air tetapi alat yang digunakan adalah alat untuk distilasi bertingkat. Selain itu pada campuran airmetanol ditambahkan benzena yang befungsi membentuk ikatan yang lebih kuat dari antara air dengan metanol. Suhu yang diperoleh pada tetesan pertama adalah 56C, yang berarti distilat mendidih pada suhu ini. Adapun indeks bias distilat yang didapat pada percobaan ini adalah 1,03 sedangkan indeks bias metanol dari literatur adalah 1,3. Hal ini menunjukkan bahwa distilat yang diperoleh tidak benar benar murni dan bukan merupakan senyawa tunggal murni karena indeks biasnya tidak sesuai dengan indeks bias air, metanol, maupun

benzen. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa destilat juga merupakan sistem azeotrop, sehingga penambahan benzen pada sistem azeotrop metanol-air tidak memiliki pengaruh yang signifikan untuk memecahkan ikatan metanol-air tersebut. Kemungkinan lain adalah benzen yang ditambahkan tidak cukup kuat untuk memecahkan ikatan metanol-air, dan hal ini dapat disebabkan oleh jumlah benzen yang kurang atau konsentrasi benzen yang tidak memenuhi syarat. Jika proses distilasi biasa dan distilasi bertingkat dialurkan dalam satu grafik maka akan memberikan kurva yang memiliki informasi efesiensi pemisahan suatu komponen. Kelebihan distilasi bertingkat daripada distlasi sederhana dapat dilihat pada datarnya kurva yang berarti titik didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap komponen. Kesimpulan - Suhu air es untuk kalibrasi termometer memiliki galat yang kecil ( <10C) dan hasil pengukuran tetap dalam - Suhu tetes distilat pertama dalam pemisahan zat cair dengan distilasi biasa, bertingkat, dan azeotrop terner berturut-turut adalah 53,50C , 510C dan 560C - Titik didih setiap komponen dalam pemisahan zat cair dengan distilasi biasa, bertingkat, dan azeotrop terner - Harga indeks bias metanol hasil distilasi azeotrop adalah 1,03 sedangkan data literatur adalah 1,3. Jadi terdapat persen kesalahan sebesar 20,7% - Distilasi bertingkat lebih baik dari pada distilasi biasa karena terdapat kolom fraksinasi tambahan pada distilasi bertingkat yang membuat perbedaan kecepatan penguapan. Daftar Pustaka -Mayo, D. W.,Pike, R.M., Forbes, D. C. (2011), Microscale Organic Laboratory : with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Willey & Sons, New York, p.6167;129-140 -Pasto, D. , Johnson, C. , Miller, M.(1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc. , New Jersey, p. 47-55;396-398 -Williamson(1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, p.82-121

Laporan Praktikum Kimia Organik Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat Rekristaslisasi dan Titik Leleh

Thomas Gunardi 13012054 Tanggal Praktikum : Jumat 7 Februari 2014 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat 14 Februari 2014 Asisten: Fakhri A. M. (10511020) Muhammad Hafizhan Riadhi (10511096)

Laboratorium Kimia Dasar Institut Teknologi Bandug

Percobaan 2 Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat Rekristalisasi dan Titik Leleh Tujuan Percobaan - Menentukan titik didih air dengan kalibrasi termometer - Menentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi - Menentukan titik leleh kristal hasil kristalisasi dan sublimasi - Menentukan berat kristal hasil kristalisasi dan sublimasi Teori Dasar Dasar prinsip percobaan zat padat dengan teknik kristalisasi adalah adanya perbedaam kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu dan prinsip kedua adalah zat padat akan lebih mudah larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Kristalisasi adalah proses pelarutan zat padat yang tidak murni dalam pelarut panas yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan agar zat dapat mengkristal. Larutan jenuh adalah jumlah terkecil adalah pelarut yang digunakan dalam proses melarutkan sejumlah zat padat. Pelarut yang tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan senyawa pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya. Rekristalisasi memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
Pendinginan & Penyaringan dengan diisap Penyaringan biasa

Pelarut

Zat terlarut (larutan) Kristal Pengotor (tidak larut)

Zat padat

Titik leleh adalah suhu yang teramati ketika zat padat mulai meleleh sampai semua partikel padat berubah menjadi fase cair. Titik leleh pada senyawa murni yaitu suhu dimana fasa padat dan fasa cait senyawa berada pada kesetimbangan untuk tekanan satu atmosfer. Adanya zat pengotor pada sampel berpengaruh terhadap pengukuran titik leleh sehingga suhu titik didih lebih rendah dan trayek titik leleh melebar ( > 30C). Sublimasi merupakan salah satu cara pemisahan dan pemurnian zat padat yang mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya. Pemurnian dengan metode sublimasi ini dapat di lakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dengan pengotornya.

Sublimasi terjadi dimana zat padat berubah langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair yang kemudian terkondensasi menjadi padatan. Pada sublimasi kamper, kita langsung memanaskan nya dalam cawan penguapan yang ditutup oleh kaca arloji yang diberi es batu yang berfungsi untuk mendinginka uap kamper sehingga kamper yang menyublim dapat langsung berubah menjadi fasa padat dan dapt dipisahkan dari pengotornya. Pada awalnya sampel asam benzoat kotor yang berwarna biru muda keputihan di larutkan dalam pelarut panas dan ditambah norit untuk menyerap berbagai pengotor yang ada dalam sampel. Hal ini dapat terjadi karena norit mempunyai daya absorpsi yang sangat besar. Sifat ini berkaitan erat dengan struktur kimia norit yang berbentuk cincin dan didalamnya terdapat rongga yang memiliki kekuatan untuk mengabsorpsi. Larutan kemudia dipanaskan dengan tujuan untuk menghindari penyempitan rongga pada struktur norit agar dapat menyerap pengotor dengan baik sehingga menghasikan kristal yang benar benar murni. Sublimasi merupakan salah satu cara pemisahan dan pemurnian zat padat yang mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya. Pemurnian dengan metode sublimasi ini dapat di lakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dengan pengotornya. Pada sublimasi kamper, kita langsung memanaskan nya dalam cawan penguapan yang ditutup oleh kaca arloji yang diberi es batu yang berfungsi untuk mendinhinka uap kamper sehingga kamper yang menyublim dapat langsung berubah menjadi fasa padat dan dapt dipisahkan dari pengotornya. Pada percobaan, trayek titik leleh yang di peroleh adalah 72 78C (zat mulai meleleh pada suhu 72C dan meleleh semua pada suhu 78C) , sedangkan titik leleh dari literatur adalah 80,2C. Hal ini menunjukkan bahwa zat yang diperoleh belum benar benar murni karena trayek titik leleh masih jauh dari data literatur dan trayek masih lebar yaitu 6C. Pengolahan Data I Rekristalisai m awal = 1,501 gr m akhir = 1,267 gr T leleh awal = 122,40C T leleh akhir = 1210C % perolehan = 1,267/1,501 x 100% = 84,41% II SUBLIMASI T leleh awal = 80,20C T leleh akhir = 880C m akhir = 0,92 gr

m awal = 1,00 gr % galat = (88-80,2)/80,2 x 100% = 9,7% Pembahasan I . Percobaan Rekristalisasi Adanya pengurangan berat tersebut diakibatkan hilangnya zat pengotor yang terserap oleh norit yang kemudian disaring. Akan tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh adanya sebagian kecil kristal yang masih menempel pada kertas saring dan tidak ikut tertimbang. Pada percobaan juga didapatkan titik leleh akhir lebih rendah dari titik leleh awal. Hal ini disebabkan karena kristal yang diperoleh dari percobaan belum benar benar murni dan masih mengandung pengotor. Zat pengotor tersebut yang menyebabkan penurunan titik leleh kristal (hukum Raoult tentang campuran ideal).zat pengotor akan mengganggu struktur kristal dan memperlemah ikatan ikatannya sehingga asam benzoat kotor akan mempunyai titik didih yang lebih rendah daripada asam benzoat murni. Zat murni mempunyai titik leleh yang lebih tinggi karena adanya kestabilan dalam struktur kristalnya. Dalam percobaan ini, asam benzoat yang diperoleh belum benar benar murni. Hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna sehingga masih ada pengotor yang masih ikut tersaring. Hal ini dikarenakan zat yang mudah menggumpal dalam keadaan dingin dan menyebabkan melebar pada saat penyaringan yang memungkinkan ada yang keluar dari kertas saring dan ikut jatuh ke tempat penampungan. Hal ini juga dapat mempengaruhi jumlah kristal yang di peroleh karena menggumpal dan menempel pada kertas saring. Hal lain yang mungkin terjadi adalah proses pengeringan yang kurang sempurna sehingga kristal masih mengandung air yang dapat menurunkan trayek titik lelehnya. II. Percobaan Sublimasi Pada percobaan,titik leleh yang di peroleh adalah 880C , sedangkan titik leleh dari literatur adalah 80,2C. Hal ini menunjukkan bahwa zat yang diperoleh belum benar benar murni karena trayek titik leleh masih jauh dari data literatur dan trayek masih lebar yaitu 7,8C. Adanya hasil sublimasi yang kurang murni mungkin disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah pengaruh lingkungan terutama tekanan dalam laboratorium yang tidak bisa di kendalikan oleh praktikan. Sublimasi dapat terjadi jika terdapat zat padat dengan tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya, jika tekanan uap pada laboratorium pada laboratirium berbeda maka tekanan uap kamper juga akan berubah yang akan menyebabkan tidak semua pengotor dipisahkan dari kamper saat pemanasan dihentikan sehingga mengurangi titik leleh kamper.

Kesimpulan - Menentukan titik didih air dengan kalibrasi termometer - Pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi - Titik leleh kristal hasil kristalisasi dan sublimasi adalah 1210C dan 880C - Berat kristal hasil kristalisasi dan sublimasi adalah 1,267 gr dan 0,92 gr

Daftar Pustaka -Mayo, D. W.,Pike, R.M., Forbes, D. C. (2011), Microscale Organic Laboratory : with Multistep and Multiscale Synthesis, 5th edition, John Willey & Sons, New York, p.6167;129-140 -Pasto, D. , Johnson, C. , Miller, M.(1992), Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prenctice Hall Inc. , New Jersey , p43-56;5; 387-395 - Williamson(1999), Macroscale and Microscale Organic Experiments,3rd edition , Boston, p.122-126;39-65

Anda mungkin juga menyukai