Anda di halaman 1dari 10

METODE PEMISAHAN

2. TERMODINAMIKA
KESETIMBANGAN HETEROGEN
Dosen Pengampu:
Made Vivi Oviantari, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh:
Anak Agung Istri Brahmani Prita Dewi
1913031022

Program Studi Pendidikan Kimia


Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha
2021
Judul : Termodinamika Kesetimbangan Heterogen

Tujuan :

 Menjelaskan kesetimbangan heterogen pada proses pemisahan


 Menjelaskan persamaan Clausius-Clapeyron pada proses pemisahan
 Menjelaskan cara pemisahan campuran azeotrop
 Menjelaskan cara pemisahan pada komposisi eutektik

A. Kesetimbangan Heterogen pada Proses Pemisahan

Salah satu penerapan kesetimbangan heterogen pada proses pemisahan adalah


permurnian CaCO3. Kalsium karbonat adalah mineral inorganik yang dikenal tersedia dengan
harga murah secara komersial. Sifat fisis kalsium karbonat seperti, morfologi, fase, ukuran
dan distribusi ukuran harus dimodifikasi menurut bidang pengaplikasiannya. Bentuk
morfologi dan fase kalsium karbonat (Ca(CO3) terkait dengan kondisi sintesis seperti,
konsentrasi reaktan, suhu, waktu aging dan zat adiktif alam. Kalsit (CaCO3) merupakan fase
yang paling stabil dan banyak digunakan dalam industri cat, kertas, magnetic recording,
industri tekstil, detergen, plastik, dan kosmetik. Seperti yang diketahui bahwa batu kapur
mengandung sebagian besar mineral kalsium karbonat yaitu sekitar 95%. Kandungan kalsium
karbonat ini dapat diubah menjadi kalsium oksida dengan kalsinasi sehingga lebih mudah
dimurnikan untuk mendapatkan kalsiumnya. Batu kapur dibersihkan menggunakan air denim
(aquades) lalu dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 100oC. Setelah kering, batu
kapur digerus menggunakan mortar dan pastel hingga diperoleh serbuk kapur yang
selanjutnya akan disaring menggunakan ayakan 200mesh. Serbuk kapur yang telah lolos
ayakan ditimbang sebanyak 30 gram untuk dikalsinasi. Tahap kalsinasi dibagi menjadi 3
bagian, masing-masing sampel sebanyak 10 gram dikalsinasi pada suhu yang berbeda yakni,
550oC, 650oC, dan 750oC selama 4 jam. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan
difraksi sinar-x untuk melihat fasa kristal yang terbentuk dan analisis menggunakan SEM-
EDS untuk penentuan komposisi oksida yang terkandung di dalamnya. Struktur morfologi
Ca(CO3) memiliki partikel-partikel yang menyerupai kubus meskipun tidak beraturan dan
ukurannya tidak merata dikarenakan adanya fase pengotor dan akibat terdekomposisinya
sampel membentuk CaO. Selain itu, elemen-elemen yang terkandung pada Ca(CO3) tidak
hanya elemen penyusun kalsium namun juga terdapat beberapa elemen lain, seperti kalium,
silikon, sodium, potassium, aluminium, dan oksigen yang akan mengalami penurunan kadar
seiring dengan meningkatnya suhu kalsinasi kecuali kalsium (Ca) yang kadarnya semakin
meningkat.

B. Persamaan Clausius-Clapeyron pada Proses Pemisahan

Pada kesetimbangan dua fasa G1=G2 karena dG = VdP-SdT maka V1dP-S1dT=V2dP –

dP S 2−S1 ∆ Ś
S2dT sehingga = = , dengan ∆ Ś adalah perubahan entropi molar kedua fasa
dT V 2−V 1
∆V
dan ∆ V́ perubahan volume molar kedua fasa. Karena setiap perubahan fasa, ∆ Ś = ∆H/T
maka persamaannya menjadi:

dP ∆ H́
= . Persamaan tersebut disebut persamaan Clapeyron yang berlaku untuk
dT T ∆ V́
peralihan fasa yang mana perbedaan volume zat berfasa gas jauh lebih besar dibandingkan
fasa cair maupun padatnya. Berikut contoh penerapan dari persamaan Clapeyron.

 1 mol cair = 18 gram atau 18 mL, sedangkan 1 mol gas H2O (pada STP) = 22,4 L.
Satu mol es lebih kecil dari 18 mL maka V uap >> Vair>> V padat dalam peralihan fasa
yang melibatkan fasa gas,yaitu penguapan dan sublimasi maka perbedaan volumenya
dapat disederhanakan seperti berikut.
a) Penguapan : ∆V ¿ Vuap – V cair ≈ V uap
b) Sublimasi : ∆V = Vuap – V cair ≈ V uap

dP ∆ H uap
Maka persamaan Clapeyron menjadi: =
dT T ∆ V uap

Apabila untuk 1 mol gas ideal V = RT/P maka menjadi


Persamaan diatas disebut sebagai persamaan Clausius-Clapeyron,nilai ∆ H uap sebenarnya
bergantung dengan suhu tetapi bila dianggap mendekati konstan maka integralnya adalah

C. Cara Pemisahan Campuran Azeotrop


Azeotrop merupakan campuran dua atau lebih cairan/larutan dengan
perbandingan tertentu, dimana komposisinya tetap atau tidak bisa diubah lagi dengan
cara destilasi sederhana. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop dididihkan, uap air
yang dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya
semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya. Azeotrop dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:
a. Azeotrop positif

Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan
konstituennya. Sebuah contoh azeotrop positif adalah 95,63 % etanol dan 4,37 %
air (berat). Etanol mendidih pada suhu 78,4 °C , air mendidih pada suhu 100 °C ,
tetapi azeotrop mendidih pada 78,2 °C , yang merupakan lebih rendah daripada
salah satu dari konstituennya. Suhu 78,2 °C adalah suhu minimum dimana setiap
larutan etanol / air dapat mendidih pada tekanan atmosfer. Secara umum, sebuah
azeotrop positif mendidih pada suhu yang lebih rendah daripada rasio lain dari
konstituennya. Azeotrop positif juga disebut campuran didih minimum atau
azeotrop tekanan maksimum.
Gambar 1. Azeotrop positif
b. Azeotrop negatif
Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah
satu konstituennya. Contoh dari azeotrop negatif adalah HCl pada konsentrasi
20,2% dan 79,8 % air (berat). HCl mendidih pada suhu -84 °C dan air pada suhu
100 °C , tetapi azeotrop mendidih pada suhu 110 °C, yang lebih tinggi daripada
salah satu dari konstituennya . Suhu maksimum di mana setiap larutan HCl dapat
mendidih adalah 110 °C. Secara umum, sebuah azeotrop negatif mendidih pada
suhu yang lebih tinggi daripada rasio lain dari konstituennya. Azeotrop negatif juga
disebut campuran didih maksimum atau tekanan azeotrop minimum.

Gambar 2. Azeotrop negatif


Pemisahan azeotrop dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.
1. Distilasi Azeotropik
Distilasi azeotropik dilakukan dengan penambahan komponen ketiga yang
disebut dengan entrainer. Fungsi dari entrainer adalah untuk mempengaruhi
volatilitas salah satu komponen dalam campuran. Ketika entrainer ditambahkan ke
dalam campuran azeotrop maka akan terbentuk ternary azeotrope yang kemudian
didistilasi sehingga akan didapatkan salah satu komponen murninya. Senyawa-
senyawa seperti benzena, n-pentana, sikloheksana, heksana, n-heptana, isooktana,
aseton, dietil eter, dan polimer dapat digunakan sebagai komponen ketiga dalam
proses dehidrasi alkohol (Kumar et al., 2010).

Gambar 3. Destilasi Azeotropik


Kelemahan dari metode pemisahan ini adalah biaya modal dan konsumsi
energi yang tinggi, serta ketergantungan pada bahan kimia seperti benzena (karsin)
dan sikloheksana (mudah terbakar). Hal ini menyebabkan proses ini menjadi kurang
kompetitif.

2. Pemisahan Kimiawi
Metode pemisahan kimiawi yang paling konvensional adalah penambahan
kalsium oksida (CaO) pada campuran azeotrop alkohol-air. Saat ini, metode ini
masih digunakan pada skala laboratorium. Bahan kimia CaO akan bereaksi kuat
dengan air membentuk senyawa non-volatil, kalsium hidroksida (Ca(OH) 2). Karena
Ca(OH)2 tidak mudah larut dalam alkohol, maka dapat dengan mudah dipisahkan
dari alkohol, baik dengan distilasi langsung atau dengan dekantasi diikuti dengan
filtrasi.

3. Distilasi vakum
Konsentrasi azeotrop alkohol dipengaruhi oleh tekanan yang digunakan.
Semakin rendah tekanan, maka konsentrasi alkohol dalam campuran alkohol-air
semakin tinggi. Contoh kasus untuk etanol, pada tekanan 11,5 kPa etanol dan air
tidak membentuk campuran azeotrop, sehingga secara teori komponen etanol dan air
dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana. Pada teknik ini, distilasi dilakukan
dengan menggunakan dua kolom yang bekerja pada teakanan yang berbeda. Kolom
distilasi pertama bekerja pada tekanan di bawah atmosferik (vakum) dan akan
menghasilkan campuran etanol-air dengan kadar lebih dari 95,5%. Penentuan
tekanan dan dan temperatur operasi dilakukan berdasarkan kurva hubungan tekanan
dan temperatur untuk mendapatkan suatu komponen murni dari azeotrop. Kemudian,
produk hasil atas
didistilasi lagi pada tekanan atmosferis, sehingga menyisakan etanol murni pada
bagian bawah kolom. Namun, metode ini tidak direkomendasikan karena
konversinya yang kecil sehingga kurang ekonomis.

Gambar 4. Destilasi Vakum

4. Distilasi Ekstraktif dengan Penambahan Garam Terlarut


Dekstraktif adalah destilasi dengan penambahan pelarut yang bersifat non-
volatil sehingga zat akan terikut sebagai produk bawah (residu). Ketika suatu garam
dilarutkan dalam pelarut, garam akan meningkatkan titik didih dari pelarut tersebut
atau menurunkan volatilitas pelarut. Jika garam tersebut larut dalam salah satu
komponen dalam campuran azeotrop, namun tidak larut pada yang lain, volatilitas
komponen dimana garam mampu larut akan turun, sedangkan komponen yang lain
tidak akan terpengaruh. Dengan cara ini, dapat dilakukan pemecahan azeotrop
alkohol-air dengan melarutkan kalium asetat, kemudian dilakukan distilasi.

Gambar 5. Destilasi ekstraktif

5. Proses Pemisahan dengan Teknologi Membran


Penggunaan teknologi membran untuk pemisahan campuran azeotrop
merupakan intensifikasi proses jika dibandingkan dengan proses distilasi sederhana
maupun distilasi azeotropik. Membran secara umum didefinisikan sebagai suatu
selaput tipis semi permeabel yang berfungsi sebagai rintangan (barrier) yang bersifat
selektif di antara dua fasa, sehingga hanya komponen tertentu yang dapat menembus
membran sedangkan komponen lainnya akan tertahan (Mulder, 1991). Spesies utama
yang ditolak oleh membran disebut retentate (retentat) atau solute, sementara spesies
yang dilewati membran biasanya disebut permeate (permeat) atau solvent.
Kemampuan membran dalam pemisahan komponen suatu campuran dipengaruhi
oleh sifat fisika dan kimia dari membran dan komponen tersebut. Proses pemisahan
membran melibatkan umpan cair atau gas dan proses perpindahan di membran dapat
terjadi dengan adanya gaya penggerak (driving force).

D. Cara Pemisahan pada Komposisi Eutektik


 Campuran eutektik (eutectic mixtures) merupakan campuran senyawa kimia atau
unsur-unsur yang memiliki komposisi kimia tunggal yang membeku pada suhu
yang lebih rendah daripada komposisi lain yang dibuat dari bahan yang sama.
Komposisi ini dikenal sebagai komposisi eutektik, dan suhu saat campuran
mengeras disebut suhu eutektik. Pada diagram fase persimpangan suhu eutektik
dan komposisi eutektik memberikan titik eutektik. Campuran non-eutektik akan
menampilkan pemadatan salah satu komponen dari campuran sebelum yang lain.
 Tidak semua paduan biner memiliki titik eutektik, misalnya dalam sistem emas-
perak, suhu leleh (likuidus) dan suhu beku (solidus) keduanya meningkatkan
secara monoton sesuai dengan perubahan campuran dari perak murni ke emas
murni.
 Jika ada dua komponen yang tidak serupa pada beberapa bagian, maka komponen
tersebut tidak membentuk campuran padatan. Campuran hanya terbentuk pada
fase cairan saja. Digram yang dihasilkan dicontohkan untuk kasus NaF dan PbF2

 Pada suatu sistem dengan tekanan konstan, naka aturan fasa pada kondisi ini
adalah F = C + 1 – P. Maka titik eutektik merupakan titik invariant. Jika
komposisi dari liquid atau suhu diubah, maka jumlah fase yang terlibat akan
berkurang menjadi 2. Jika sistem hanya terdiri dari murni zat A, maka sistem
tersebut merupakan sistem satu komponen dan fasa A akan meleleh hanya pada
satu titik suhu, yaitu suhu leleh murni zat A, T mA. Begitu pula jika sistem hanya
terdiri dari murni zat B, maka sistem tersebut merupakan sistem satu komponen
dan fase B akan meleleh hanya pada satu titik suhu, yaitu suhu leleh murni zat B,
TmB.
 Untuk semua komposisi antara murni A dan murni B, suhu leleh akan berkurang
secara drastis, dan pelelehan akan dimulai pada suhu eutektik TE. Pelelehan juga
terjadi pada rentang suhu antara solidus dan liquidus untuk semua komposisi
antara A dan B. Hal ini bisa diaplikasikan untuk semua komposisi kecuali pada
titik eutektik. Komposisi eutektik hanya akan meleleh pada suhu eutektik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. tt. Kesetimbangan Kimia. [Internet] https://ardra.biz/konsep-kesetimbangan-kimia/


diakses pada 21 September 2021.
Andreas, Yakobus. tt. Azeotrop beserta Pemisahan. [Internet]
https://www.academia.edu/11813753/Azeotrop_beserta_pemisahan diakses pada 22
September 2021.
Jati, Brandon. (2017). Apakah yang dimaksud dengan campuran eutektik (eutectic mixture)?.
Diakses pada 22 September 2021 dari https://www.dictio.id/t/apakah-yang-dimaksud-dengan-
campuran-eutektik-eutectic-mixtures/5057.
Kusuma, Kartika Agus. 2016. Azeotrop. [Internet]
https://www.scribd.com/document/330262498/azeotrop diakses pada 22 September
2021.
Muyassaroh, Istianatul. tt. Azeotrop. [Internet]
https://akimia16.files.wordpress.com/2018/04/azeotrop.pdf
Novianti,dkk. 2015. Karakterisasi Kalsium Karbonat (Ca(CO3)) dari Batu Kapur Kelurahan
Tellu Limpoe Kecamatan Suppa. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika: 11(2): 169-
172.
Wahyuni, Ika. 2012. Studi Pemisahan Campuran Azeotrop Etanol-Air dan Isopropil Alkohol-
Air melalui Proses Pervaporasi dengan Membran Thin Film Composite Komersial.
Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Zuwindra, Hazif. tt. Sistem Eutektik Dua Komponen. Diakses pada 22 September 2021 dari
https://pdfcoffee.com/sistem-eutektik-dua-komponen-pdf-free.html.

Anda mungkin juga menyukai