Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI DAN TITIK


DIDIH
PERCOBAAN KE-1
Nama

: Poppy Indah Sari

NIM

: 13013002

Shift

: Jumat

Kelompok

:1

Tanggal Praktikum : 6 Februari 2015


Tanggal Pengumpulan

: 13 Februari 2015

Nama Asisten

: Muchlis (10511044)
Irvano (10511022)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI DAN TITIK DIDIH

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan titik didih distilat melalui proses distilasi biasa
2. Menentukan titik didih distilat melalui proses distilasi bertingkat
3. Menentukan titik didih distilat melalui proses distilasi azeotrop terner
4. Menentukan indeks bias senyawa murni dan senyawa hasil distilasi dan
membandingkannya dengan indeks bias pada literature
II. Teori Dasar
Distilasi adalah salah satu metode untuk memurnikan zat cair. Suatu
zat cair dapat berada pada keadaan kesetimbangan uap-cair jika memiliki
energy yang cukup melalui proses pemanasan atau pendinginan. Distilasi
dapat dilakukan diantaranya dengan distilasi biasa (sederhana), distilasi
bertingkat, dan distilasi azeotrop terner.
Disitilasi sederhana biasanya dilakukan untuk memisahkan salah satu
komponen zat cair dan zat-zat nonvolatil atau zat cair lainnya. Pada
distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih
yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika
campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah
akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan
kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas.
Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Distilasi bertingkat atau distilasi fraksionasi

adalah

pemisahan

komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan


perbedaan titik

didihnya. Distilasi ini juga dapat digunakan untuk

campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 C dan bekerja


pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Perbedaan distilasi
fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi. Di
kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbedabeda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan
untuk pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin
ke atas, semakin tidak volatil cairannya. Kolom fraksinasi biasanya diisi

dengan material berpori dan memiliki luas permukaan yang cukup untuk
proses kondensasi berulang.
Distilasi azeotrop adalah proses pemisahan campuran azeotrop.
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki
titik

didih

yang

konstan. Azeotrop

dapat

menjadi

gangguan

yang

menyebabkan hasil distilasi menjadi tidak maksimal. Komposisi dari


azeotrope tetap konstan dalam pemberian atau penambahan tekanan.
Akan tetapi ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan komposisi
dari

azeotrop

berubah.

Sebagai

akibatnya,

azeotrop

bukanlah komponen tetap, yang komposisinya harus selalu konstan dalam


interval suhu dan tekanan, tetapi lebih ke campuran yang dihasilkan dari
saling memengaruhi dalam kekuatan intramolekuler dalam larutan.
Distilasi azeotrop dilakukan dengan menggunakan tambahan pelarut
tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan
air. Air akan tetap tinggal di dasar penangkap dan pelarut akan kembali
ke campuran dan memisahkan air lagi. Campuran azeotrop merupakan
penyimpangan dari hukum Raoult.
Dalam proses distilasi terdapat dua fasa, yaitu fasa uap dan fasa cair.
Jika dua komponen berbeda, A dan B, terdapat pada suatu campuran,
pada fasa gas dan cairnya akan terdapat molekul berbeda pula. Jumlah
relatif komponen A dan B dalam fasa uap berhubungan erat dengan
tekanan uap tiap zat murni. Secara matematis diungkapkan dalam Hukum
Raoult, yaitu :
total= A + B
dimana

III.Data Pengamatan

A = A + A dan

B = B + B

Jenis Distilasi

Distilat

Volume

ke-

Distilat

1
2
3
1
2
3
1
2

(mL)
5
5
5
5
5
5
8
5

Distilasi Sederhana
Distilasi Bertingkat
Distilasi Azeotrop
Terner

Suhu
(C)

Indeks Bias

31,7
46,5
47,0
41,0
49,0
34,5
56,0
56,0

1,3675
1,3630
1,3630
1,3644
1,3488
1,3810

IV. Pengolahan Data


1. Distilasi Sederhana
Dari percobaan didapatkan suhu tetesan pertama distilat yaitu
31,7C dan rata-rata indeks bias yaitu 1,3645. Sedangkan titik didih
dan indeks bias yang didapatkan dari literatur secara berturut-turut
yaitu 56C dan 1,36. Sehingga persen kesalahan dapat dihitung
dengan :
percobaan|
(|nilai literaturnilai
)100
nilai literatur

Kesalahan=

|
(|5631,7
) 100 =43,39
56

Kesalahan suhu distilat=

Kesalahan indeks bias=

|
(|1,361,3645
) 100 =0,33
1,36

2. Distilasi bertingkat
Dari percobaan didapatkan suhu tetesan pertama distilat yaitu
41,5C dan indeks bias sebesar 1,3644. Sedangkan titik didih dan

indeks bias yang didapatkan dari literatur secara berturut-turut yaitu


56C dan 1,36. Sehingga persen kesalahan dapat dihitung dengan :
percobaan|
(|nilai literaturnilai
)100
nilai literatur

Kesalahan=

|
(|5641,5
) 100 =25,89
56

Kesalahan suhu distilat=

Kesalahan indeks bias=

|
(|1,361,3644
) 100 =0,32
1,36

3. Distilasi azeotrop terner


Dari percobaan distilasi azeotrop terner didapat distilat berupa
metanol. Suhu tetesan pertama distilat dari hasil percobaan yaitu 56C.
Indeks bias distilat berdasarkan percobaan yaitu sebesar 1,3649.
Sedangkan menurut literatur titik didih distilat yaitu 64,7C dan indeks
bias metanol yaitu 1,3288 Sehingga persen kesalahan dapat dihitung
dengan :
percobaan|
(|nilai literaturnilai
)100
nilai literatur

Kesalahan=

Kesalahan suhu distilat=

Kesalahan indeks bias=

|64,756|
64,7

) 100 =13,45

|
(|1,32881,3649
) 100 =2,72
1,3288

V. Pembahasan
Pada percobaan distilasi sederhana, zat yang akan dipisahkan yaitu
aseton

air

dengan

perbandingan

1:1.

Percobaan

dimulai

dengan

memanaskan campuran tersebut diatas pemanas listrik untuk diuapkan.


Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu

dibandingkan zat lainnya yang berada pada campuran. Zat yang menguap
terlebih dahulu kemudian didinginkan dengan kondensor berupa air
sehingga uap kembali berubah fasa menjadi cair yang kemudian disebut
distilat. Distilat kemudian diukur indeks biasnya. Nilai indeks bias rata-rata
yang didapat dari percobaan yaitu 1,3645 dengan persen kesalahan
sebesar 0,33% relatif terhadap indeks bias etanol. Kesalahan yang terjadi
pada pengukursan indeks bias ini dapat terjadi akibat kesalahan paralaks
yaitu kesalahan mata saat melihat indeks bias dengan alat refraktometer.
Suhu dari tetesan pertama distilat hasil distilasi sederhana berdasarkan
percobaan yaitu 31,7C sehingga memiliki persen kesalahan sebesar
43,39% relatif terhadap titik didih etanol dari literatur. Oleh karena itu
terdapat galat yang besar dari titik didih etanol percobaan dengan titik
didih etanol berdasarkan literatur. Persen kesalahan yang besar ini dapat
terjadi karena berbagai macam faktor. Salah satu kemungkinan kesalahan
yang terjadi yaitu ketika proses distilasi terdapat uap air yang mengembun
di ujung termometer sehingga sangat mungkin zat yang terukur oleh
termometer tersebut adalah embun air, bukan uap etanol yang berada di
sekeliling termometer. Karena berdasarkan teori, campuran aseton-air
tidak dapat dipisahkan dengan baik menggunakan distilasi sederhana
karena perbedaan titik didih aseton dengan air yang cukup dekat yaitu
sebesar 48C(<75C). Faktor lain yang mungkin menjadi penyebab
besarnya persen kesalahan yaitu pengkalibrasian termometer yang kurang
baik dan faktor teknis berupa keran yang mati saat proses percobaan
sehingga menghambat proses kondensasi.
Kemudian untuk distilasi bertingkat juga akan dipisahkan larutan
etanol-air

dengan

perbandingan

1:1.

Pada

dasarnya

prinsip

yang

digunakan pada distilasi bertingkat sama dengan prinsip yang digunakan


untuk distilasi sederhana, hanya saja pada distilasi bertingkat terdapat
kolom fraksinasi. Suhu tetesan pertama distilat yaitu 41,5C sehingga
memiliki persen kesalahan sebesar 25,89% relatif terhadap titik didih
etanol menurut literatur. Sedangkan indeks bias yang didapat dari

percobaan yaitu sebesar 1,344 dengan persen kesalahan sebesar 0,32%


relatif terhadap indeks bias etanol menurut literatur. Penyebab kesalahan
pada percobaan ini mungkin adalah karena faktor teknis, karena saat
melakukan percobaan sempat terjadi masalah berupa keran air kondensor
yang mati, sehingga proses kondensasi terhambat.
Selanjutnya pada percobaan distilasi azeotrop terner akan dipisahkan
campuran methanol dan air dengan penambahan toluena. Secara teori,
campuran methanol dan air merupakan campuran azeotrop yang sulit
untuk dipisahkan karena memiliki ikatan hidrogen. Sehingga penambahan
toluena berguna untuk memutuskan ikatan hydrogen antara methanol dan
hidrogen agar methanol mudah untuk dipisahkan. Dari percobaan
didapatkan suhu tetesan distilat pertama yaitu 56C dengan persen
kesalahan sebesar 13,45% dan indeks bias distilat sebesar 1,3649 dengan
persen kesalahan sebesar 2,72%. Persen kesalahan yang cukup besar
mungkin disebabkan karena kurang murninya distilat yang didapatkan
(bukan methanol murni). Distilat kemungkinan juga mengandung toluena
sehingga tidak sesuai dengan nilai titik didih dan indeks bias yang didapat
dari literatur. Selain itu, faktor teknis juga mungkin menyumbang dalam
kesalahan pada percobaan ini, yaitu keran yang mati ketika dilakukan
percobaan sehingga menghambat proses kondensasi.
V. Kesimpulan
1. Suhu tetesan pertama distilat hasil distilasi sederhana yaitu 31,7C
dengan persen kesalahan sebesar 43,39%.
2. Suhu tetesan pertama distilat hasil distilasi bertingkat yaitu 41,5C
dengan persen kesalahan sebesar 25,89%.
3. Suhu tetesan pertama distilat hasil distilasi azeotrop terner yaitu 56C
dengan persen kesalahan sebesar 13,45%.
4. Indeks bias distilat hasil distilasi sederhana 1,3645 dengan persen
kesalahan sebesar 0,33%.
Indeks bias distilat hasil distilasi bertingkat 1,3644 dengan persen
kesalahan sebesar 0,32%.
Indeks bias distilat hasil distilasi azeotrop teener 1,3649 dengan
persen kesalahan sebesar 2,72%.

VI.

Daftar Pustaka
Daubert, Thomas E.. 1985. Chemical Engineering Thermodynamics. Mc
Graw Hill. Hal 406-408.
Smith Van Ness. 2006.

Introduction

to

Chemical

Thermodynamics. Mc Graw Hill. Hal 399-402


Syukri. 2007. Kimia Dasar 2. Penerbit ITB. Bandung.

Engineering

Anda mungkin juga menyukai