Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
D. DASAR TEORI
1. DESTILASI
a. Pengertian
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi
kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Pada proses pemisahan secara distilasi, fasa uap akan segera terbentuk setelah
campuran dipanaskan. Uap dan sisa cairannya dibiarkan saling kontak sedemikian
hingga pada suatu saat, semua komponen yang terdapat dalam campuran akan
terdistribusi dalam kedua fasa membentuk keseimbangan. Setelah keseimbangan
dicapai, uap segera dipisahkan dari cairannya, kemudian dikondensasikan
membentuk destilat dan residu. Menurut Mc.Cabe (1999), distilasi adalah suatu
proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu campuran berdasarkan
perbedaan titik didih dari masing-masing komponen dengan menggunakan panas
sebagai tenaga pemisah.
Proses pemisahan secara distilasi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
b. Macam-macam Destilasi
1. Distilasi sederhana
Prinsip pada destilasi biasa adalah pemisahan dua zat atau lebih yang
mempunyai perbedaan titik didih. Prinsip pemisahan campuran yang melewati
dua fase, yakni gas menjadi fase cair dinamakan dengan proses destilasi. Biasanya
distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik didih nya
rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau miniyak. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu
hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni
atau biasa dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang
titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak. (C Pratama - 2013).
Uap zat yang bersifat volatil dan memiliki titik didih yang rendah akan masuk
ke dalam pipa pada kondensator (terjadi proses pendinginan) sehingga akan turun
berupa tetesan-tetesan yang turun ke dalam penampung atau disebut juga destilat.
Tekanan uap suatu cairan akan meningkat seiring dengan bertambanya
temperatur, dan titik dimana tekan uap sama dengan tekanan eksternal cairan
disebut sebagai titk didih. Hukum Dalton dan Raoult merupakan pernyataan
matematis yang dapat menggambarkan apa yang terjadi selama distilasi, yaitu
menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih
selama proses distilasi. Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki
komposisi yang berbeda dari komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol
dan tekanan uapnya lebih besar). Komposisi uap dan cairan terhadap suhu
tersebut dapat digambarkan dalam suatu grafik diagram fasa berikut ini.
Jika uap dipindahkan dari campuran cairan, maka pada suatu waktu tertentu,
komposisi campuran cairan akan berubah. Fraksi mol cairan yang memiliki titik didih
lebih tinggi akan meningkat di dalam campuran. Karena komposisi campuran cairan
berubah, maka titik didih akan berubah. Biasanya yang diukur adalah suhu uap. Plot
berbagai jenis kurva pemanasan ditunjukkan pada grafik di bawah ini
c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap yang
sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada titik
didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi
dengan harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air
panas.
5. Refluks / Destruksi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam macam destilasi walau pada
prinsipnya agak berlainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan jalan
pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana pada umumnya
reaksi- reaksi senyawa organik adalah lambat maka campuran reaksi perlu
dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi
maupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan
jalan pemanasan dan jumlahnya selalu tetap reaksinya dapat dilakukan secara refluks.
6. Distilasi Kering
Prinsipnya memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya.
Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara.
c. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air
(Walangare, dkk, 2013). Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air
laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas
menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat
(viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas.
Desalinasi adalah proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air
untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang tanaman dan manusia. Dua
metode yang paling banyak di gunakan dalam proses desalinasi adalah Riverse
osmosis dan Destilasi.
2. KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan
partisi cuplikan antara fase yang bergerak , dapat berupa gas atau zat cair dan fase
diam , dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson.1991 : 1). Dalam
kromatografi, komponen - komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase gerak
dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila
molekul - molekul campuran serap pada permukaan partikel - partikel atau
terserap.
E. METODE PRAKTIKUM
a. Waktu dan Tempat
Hari ,Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015
Tempat : Laboratorium IPA 2
Waktu : 11.10 12.50 WIB
b. Alat dan Bahan
1. Kegiatan I Destilasi
Erlenmeyer (2 buah)
Baskom (1buah)
Gelas beker besar (1buah)
Selang (1 buah)
Penangas (1 buah)
Kaki tiga (1 buah)
Pembakar spiritus (1 buah)
Termometer (1 buah)
Sumbat berlubang (2 buah)
Air
Garam
Es
2. Kegiatan Kromatografi
Gelas bekker kecil
Spidol warna hitam
Air
Penggaris
Alat tulis
Kertas saring
F. LANGKAH KERJA
1. Kegiatan Destilasi
Mengamati proses destilasi dan mencatat titik uap, suhu tiap tetesan
destilat, menukur volume akhir destilat
2. Kegiatan Kromatografi
Memasukkan kertas saring dengan jarak pada gelas bekker yang berisi air
.
2. Kegiatan Kromatografi
h2
h3
h1
Percobaan h1 h2 h3
Ke- (cm) (cm) (cm) h = 1,5 cm
1 1 3,2 5,7
t = 2 menit = 120 sekon
2 2 2,0 5,5
3 3 1,5 6,0
Kegiatan Kromatografi
Percobaan 1
1
=
4,2
= 0,238
Percobaan 2
2
=
4,0
= 0,5
Percobaan 3
3
=
4,5
= 0,67
b. Pembahasan
Percobaan IPA 1 dengan topik Destilasi dan Kromatografi yang dilakukan pada hari
Rabu tanggal 14 Oktober 2015 ini dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan pertama
adalah pemisahan campuran dengan cara destilasi, dan kegiatan kedua menggunakan cara
kromatografi. Percobaan destilasi bertujuan untuk memperoleh air tawar dari air laut
dengan mengamati peranan kalor dan keterhubungan antara pemisahan campuran dengan
teknik destilasi sedangkan pemisahan campuran menggunakan cara kromatografi yaitu
bertujuan mengetahui teknik pemisahan warna dengan Teknik Kromatografi.
Berikut adalah hasilnya :
1. Kegiatan Destilasi
Percobaan destilasi ini, praktikan menggunakan erlenmeyer 2 buah yang
digunakan sebagai tempat larutan garam dan sebagai wadah tetesan air yang diperoleh.
Baskom yang digunakan untuk wadah larutan garam dan es yang diletakkan ditengah-
tengah erlenmeyer. Gelas beker besar buah yang digunakan untuk penyangga baskom.
Selang yang digunakan untuk mengalirkkan hasil destilasi. Pembakar bunsen untuk
menaikkan titik didih larutan. Kaki tiga sebagai penyangga. Termometer untuk
mengukur suhu larutan. Sumbat berlubang untuk meyumbat kedua tabung erlenmeyer.
Air untuk membuat larutan garam. Garam untuk dicampurkan dengan air. Es untuk
menurunkan titik didih.
Teknik pemisahan campuran dengan cara destilasi adalah teknik pemisahan
campuran berdasarkan perbedaan titik didih dari komponen-komponen campurannya.
Titik didih merupakan sifat fisika zat sehingga destilasi merupakan pemisahan
campuran berdasarkan sifat fisikanya. Destilat yang dihasilkan adalah komponen
campuran yang memiliki titik didih lebih rendah (pelarut) dari pengotornya (zat
terlarut). Dengan memanaskan campuran yang akan dimurnikan, yaitu air garam maka
tekanan uap cairan meningkat hingga mencapai titik didihnya. Air yang akan
dipisahkan dari garam yang memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Pada perlakuan I, yaitu saat garam pada air es (pendingin), larutan mendidih pada
suhu uap 94 oC. Berdasarkan sifat koligatif larutan, yaitu kenaikan titik didih, maka
dapat diketahui bahwa titik didih air pada percobaan lebih rendah dari pada titik didih
larutan tersebut. Namun karena garam yang ditambahkan atau tekanan udara pada
percobaan tidak diketahui maka tidak dapat dipastikan berapa titik didih air pada
percobaan.
Karena larutan terus-menerus mendapat kalor dari pemanasan maka uap yang
terbentuk semakin banyak dan mengakibatkan tekanan uap semakin tinggi. Uap akan
terdorong menuju selang yang membawa uap pada proses selanjutnya, yaitu
pengembunan. Pengembunan adalah proses perubahan fisika yang terjadi jika uap
mengalami pendinginan atau kehilangan kalor. Uap yang merupakan zat gas akan
berubah ke fase cairnya. Karena pada percobaan uap yang terbentuk adalah uap air
maka setelah mengalami pengembunan maka zat yang terbentuk adalah air.
Pada perlakuan I ini terjadi dua kesalahan teknis yang menyebabkan
pembentukkan embun sedikit lama. Kesalahan pertama adalah terlalu rapatnya
pemasangan sumbat pada erlenmeyer penampung. Kesalahan ini menyebabkan
tekanan pada sistem membesar, dan sumbat pada erlenmeyer yang dipanaskan terbuka
sedikit. Akibatnya uap yang terbentuk keluar melalui celah tersebut dan tidak masuk
ke selang. Kesalahan kedua adalah pendingin yang hanya terdiri dari es saja. Hal ini
menyebabkan suhu pendingin kurang dingin dan tidak merata, sehingga uap yang telah
terbentuk susah untuk diembunkan. Namun kesalahan-kesalahan tersebut segera
diketahui dan ditangani praktikan. Praktikan segera mengendorkan sumbat pada
erlenmeyer penampung dan mengencangkan sumbat pada erlenmeyer yang
dipanaskan, serta menambahkan air garam pada pendingin. Penambahan air garam
menyebabkan suhu pendingin 2 oC. Air pada larutan garam yang ditambahkan tersebut
akan menghantarkan suhu dingin es secara merata pada selang, sehingga pengembunan
dapat berlangsung lebih cepat. Hasilnya air hasil destilasi mulai terbentuk pada suhu
larutan garam yang dipanaskan 97 oC.
Embun terus-menerus terbentuk dan dengan semakin
besarnya tekanan uap dari erlenmeyer yang
dipanaskan, air yang terbentuk pada selang dengan
pendingin terdorong menuju erlenmeyer penampung.
Air yang terbentuk tidak serta-merta keluar ke
pendingin, namun air tersebut terkadang kembali ke
bagian selang yang didinginkan. Hal ini terjadi karena
tekanan uap yang berasal dari erlenmeyer yang
dipanaskan tidak konstan meningkat.
Selang yang digunakan memang melengkung dan memiliki titik terendah pada
bagian yang didinginkan, sedangkan ujung selang yang menuju penampung sedikit
lebih tinggi. Sesuai dengan teori bahwa dibutuhkan gaya dorong untuk melawan gaya
gravitasi, maka tekanan uap dari erlenmeyer yang dipanaskan harus cukup tinggi untuk
mendorong air dalam selang tersebut.
Pada akhirnya tetesan pertama destilat jatuh pada suhu larutan garam yang
dipanaskan 97 oC. Selang beberapa lama kemudian tetesan ke 2 dan 3 terjatuh pada
suhu yang sama. Begitu pula pada tetesan destilat ke 4 dan 5, disusul tetesan 6 dan 7,
dan keloter terakhir yaitu tetesan ke 8, 9, 10 yang jatuh degan sedikit jeda. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa tekanan uap yang mendorong air untuk keluar ke
penampung tidak konstan seperti yang sudah dijelaskan. Selain itu suhu larutan garam
yang dipanaskan adalah sama pada setiap tetesan destilat atau konstan terhadap waktu.
Hal ini menunjukkan bahwa destilasi sederhana yang dilakukan tidak efektif. Berikut
adalah grafik kurva pemanasannya.
Sedangkan kurva yang menunjukkan destilasi sederhana yang efektif adalah sebagai
berikut.
Pada perlakuan II, yaitu saat garam pada air es (pendingin) banyak, larutan garam
mendidih pada suhu uap 95oC atau 1 oC lebih tinggi dibanding perlakuan I. Ini
disebabkan karena air garam yang akan dipisahkan merupakan sisa dari perlakuan I.
Sehingga dimungkinkan komponen-komponen penyusunnya memiliki fraksi mol
berbeda. Zat pelarut (air) lebih sedikit pada perlakuan II ini karena pada perlakuan I
sebagian sudah dipisahkan dan menjadi destilat. Karenannya membuat larutan
memiliki lebih banyak garam, garam memiliki titik didih yang lebih tinggi. Akhirnya
titik didih larutan garam pada perlakuan II menjadi lebih tinggi, sesuai dengan sifat
koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih.
Selain itu, yang sebenarnya menjadi efek langsung dari perlakuan yaitu kadar
garam pada pendingin lebih banyak, adalah suhu pendingin yang menjadi lebih rendah.
Suhu pendingin pada perlakuan II adalah 1 oC. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu sifat
koligatif berupa panurunan titik beku. Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila
suhu diturunkan sehingga jarak antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan
akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-
partikel dari zat terlarut akan menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul
pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu
yang lebih rendah. Pada saat zat konvalatil (garam) ditambahkan kedalam larutan maka
akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, tetesan destilat pertama dan kedua jatuh beriringan
pada suhu larutan yang dipanaskan 97 oC. Tetesan ke 3 jatuh dengan rentang waktu
yang lebih lama pada suhu yang sama. Lalu tetesan ke 4, 5, 6, dan 7 jatuh secara
beruntun kemudian, diikuti tetesan ke 8 dan 9, serta tetesan ke 10 yang jatuh secara
sendirian. Pola jatuhnya tetesan ini tidak beraturan seperti pada perlakuan I, dan
penyebabnya juga sama yaitu tekanan uap yang mendorong air untuk keluar ke
penampung tidak konstan. Hal yang membedaan dari perlakuan I dan II adalah pada
perlakuan II pembentukan embun lebih cepat dan hasil akhir destilat lebih banyak.
Pada perlakuan I hasil akhir destilat adalah 3,0 ml sedangkan pada perlakuan II 5,1 ml.
Proses pengembuanan pada perlakuan II dapat lebih cepat karena suhu pendingin yang
digunakan lebih dingin. Akibatnya untuk mendekatkan partikel-partikel gas hingga
membentuk zat cair lebih cepat. Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil akhir destilat
yang dihasilkan.
Percobaan destilasi yang telah dilakukan masih belum sempurna.
Ketidaksempurnaan ini dapat disebabkan oleh kesalahan-kesalahan, seperti:
1. Kehati-hatian dan kecermatan praktikan yang kurang dalam menyusun alat,
sehingga terjadi kebocoran pada perlakuan I.
2. Ketidaktelitian pengamat dalam mengusun varibel-variabel yang digunakan, seperti:
kadar garam larutan garam yang didestilasi dan pada pendingin, dan waktu yang
diperlukan untuk membentuk tetesan destilat.
3. Kalor yang diberikan oleh pembakar bunsen yang tidak konstan, karena ada
kemungkinan api bergoyang terkena angin.
2. Kegiatan Kromatografi
h2
h3
h1
Akan tetapi, pada saat air merambat bersama spidol, warna pada spidol
yang dirambatkan bukan bewarna hitam, seperti warna spidol sebelumnya,
tetapi warna yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pengertian
darikromatografi sendiri, bahwa kromatografi merupakan teknik pemisahan
warna. Sehingga warna yang ditemukan pada percobaan ini adalah beberapa
warna yang terkandung pada spidol hitam yang digunakan. Beberapa warna
yang ditemukan antara lain adalah ungu, orange kecoklatan, dan biru.
Berdasarkanhasilperhitungan, didapatkanbahwa
a. Pada fase diam 1 cm dan fase gerakya adalah 4,2 cm didapatkan Rf sebesar
0,238.
b. Pada fase diam 2 cm dan fase gerakya adalah 4,0 cm didapatkan Rf sebesar
0,5.
c. Pada fase diam 3 cm dan fase gerakya adalah 4,5 cm didapatkan Rf sebesar
0,67.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35308/3/Chapter%20II.pdf
Sastrohamidjojo , Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty.
Sudjadi.1 988. Metode Pemisahan . Yogyakarta : Kanisius.
1. Kegiatan I Destilasi
2. Kegiatan II Kromatografi
Kertas saring yang sudah Hasil Kromatografi Hasil resapan beberapa saat
diberi coretan spidol
Gambar 1 : Proses Kromatografi
Sumber : Dokumen Pribadi