Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM IPA I

Pemisahan Campuran dengan Teknik Destilasi dan Kromatografi

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

1. Lulik Rina Widyastutik 14312241020


2. Iga Nur Azizah 14312241042
3. Yumna Solichatun Y 14312241048
4. Donna Meylinda 14312244002
5. Rizqy Ragil Pamungkas 14312244005

PENDIDIKAN IPA I 2015

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
A. JUDUL
Pemisahan Campuran dengan Teknik Destilasi dan Kromatografi
B. TUJUAN
1. Memperoleh air tawar dari air laut dengan mengamati peranan kalor dan
keterhubungan antara pemisahan campuran dengan teknik destilasi
2. Mengetahui teknik pemisahan warna dengan teknik kromatografi.
C. LATAR BELAKANG
Suatu larutan terdiri dari komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Pada
campuran air garam terdiri dari air dan garam. Air laut merupakan air garam dalam
jumlah sangat banyak, untuk mendapatkan air tawar dari air laut dapat dilakukan
dengan proses pemisahan campuran. Dalam pemisahan campuran dapat dilakukan
dengan berbagai cara salah satunya dengan teknikdestilasi.
Analisis kimia menjadi meragukan jika pengukuran sifat tidak berhubungan
dengan sifat spesifik senyawa terukur. Pada kebanyakan analisis meliputi pengambilan
cuplikan ,pemisahan senyawa, pemekatan terlebih dahulu sebelum identifikasi dan
pengukuran . Ada banyak teknik pemisahan, tetapi kromatografi merupakan teknik
paling banyak digunakan . Kebanyakan pemisahan kromatografi rutin dari suatu
campuran dikerjakan dibeberapa menit dengan peralatan relatif sederhana.
Untuk mengetahui bagaimana teknik destilasi dan kromatografi maka perlu
dilakukan kegiatan praktikum terkait.

D. DASAR TEORI
1. DESTILASI
a. Pengertian
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi
kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Pada proses pemisahan secara distilasi, fasa uap akan segera terbentuk setelah
campuran dipanaskan. Uap dan sisa cairannya dibiarkan saling kontak sedemikian
hingga pada suatu saat, semua komponen yang terdapat dalam campuran akan
terdistribusi dalam kedua fasa membentuk keseimbangan. Setelah keseimbangan
dicapai, uap segera dipisahkan dari cairannya, kemudian dikondensasikan
membentuk destilat dan residu. Menurut Mc.Cabe (1999), distilasi adalah suatu
proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu campuran berdasarkan
perbedaan titik didih dari masing-masing komponen dengan menggunakan panas
sebagai tenaga pemisah.

Proses pemisahan secara distilasi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:

1. Proses penguapan atau penambahan panas dalam larutan yang dipisahkan

2. Proses pembentukan fase seimbang

3. Proses pemisahan kedua fase seimbang

b. Macam-macam Destilasi
1. Distilasi sederhana
Prinsip pada destilasi biasa adalah pemisahan dua zat atau lebih yang
mempunyai perbedaan titik didih. Prinsip pemisahan campuran yang melewati
dua fase, yakni gas menjadi fase cair dinamakan dengan proses destilasi. Biasanya
distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik didih nya
rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau miniyak. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu
hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni
atau biasa dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang
titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak. (C Pratama - 2013).
Uap zat yang bersifat volatil dan memiliki titik didih yang rendah akan masuk
ke dalam pipa pada kondensator (terjadi proses pendinginan) sehingga akan turun
berupa tetesan-tetesan yang turun ke dalam penampung atau disebut juga destilat.
Tekanan uap suatu cairan akan meningkat seiring dengan bertambanya
temperatur, dan titik dimana tekan uap sama dengan tekanan eksternal cairan
disebut sebagai titk didih. Hukum Dalton dan Raoult merupakan pernyataan
matematis yang dapat menggambarkan apa yang terjadi selama distilasi, yaitu
menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih
selama proses distilasi. Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki
komposisi yang berbeda dari komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol
dan tekanan uapnya lebih besar). Komposisi uap dan cairan terhadap suhu
tersebut dapat digambarkan dalam suatu grafik diagram fasa berikut ini.

Jika uap dipindahkan dari campuran cairan, maka pada suatu waktu tertentu,
komposisi campuran cairan akan berubah. Fraksi mol cairan yang memiliki titik didih
lebih tinggi akan meningkat di dalam campuran. Karena komposisi campuran cairan
berubah, maka titik didih akan berubah. Biasanya yang diukur adalah suhu uap. Plot
berbagai jenis kurva pemanasan ditunjukkan pada grafik di bawah ini

Untuk memperoleh distilasi sederhana yang efektif diperlukan suatu kurva


seperti lurva C. Kita akan mengamati suhu uap yang konstan, sangat dekat dengan
titik didih cairan yang memiliki titik didih lebih rendah. Jika suhu uap mulai naik
dengan cepat, maka kita dapat menghentikan pengumpulan distilat. Pada prakteknya,
kebanyakan campuran sukar untuk dimurnikan melalui satu distilasi sederhana.
Gambar 1. Distilasi sederhana
Sumber : Walangare, K.B.A., dkk. 2013

2. Distilasi Bertingkat (Fraksionasi)


Proses ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan.
Pada dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja memiliki kondensor
yang lebih banyak sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memliki
perbedaan titik didih yang bertekanan. Pada proses ini akan didapatkan substan
kimia yang lebih murni, karena melewati kondensor yang banyak.
3. Distilasi Azeotrop
Teknik distilasi ini digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran
dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya
digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau
dengan menggunakan tekanan tinggi.
4. Distilasi Vakum (Destilasi Tekanan Rendah)
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300 mmHg
absolut). Distilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya karena
beberapa alasan yaitu :
a. Sifat penguapan relatif antar komponen biasanya meningkat seiring dengan
menurunnya boiling temperature. Sifat penguapan relatif yang meningkat
memudahkan terjadinya proses separasi sehingga jumlah stage teoritis yang
dibutuhkan berkurang. Jika jumlah stage teoritis konstan, rasio refluks yang
diperlukan untuk proses separasi yang sama dapat dikurangi. Jika kedua variabel
di atas konstan maka kemurnian produk yang dihasilkan akan meningkat.
b. Distilasi pada temperatur rendah dilakukan ketika mengolah produk yang
sensitif terhadap variabel temperatur. Temperatur bagian bawah yang rendah
menghasilkan beberapa reaksi yang tidak diinginkan seperti dekomposisi produk,
polimerisasi, dan penghilangan warna.

c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap yang
sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada titik
didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi
dengan harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air
panas.

5. Refluks / Destruksi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam macam destilasi walau pada
prinsipnya agak berlainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan jalan
pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana pada umumnya
reaksi- reaksi senyawa organik adalah lambat maka campuran reaksi perlu
dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi
maupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan
jalan pemanasan dan jumlahnya selalu tetap reaksinya dapat dilakukan secara refluks.
6. Distilasi Kering
Prinsipnya memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya.
Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara.

c. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air
(Walangare, dkk, 2013). Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air
laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas
menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat
(viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas.
Desalinasi adalah proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air
untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang tanaman dan manusia. Dua
metode yang paling banyak di gunakan dalam proses desalinasi adalah Riverse
osmosis dan Destilasi.
2. KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan
partisi cuplikan antara fase yang bergerak , dapat berupa gas atau zat cair dan fase
diam , dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson.1991 : 1). Dalam
kromatografi, komponen - komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase gerak
dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila
molekul - molekul campuran serap pada permukaan partikel - partikel atau
terserap.

a. Macam Macam Kromatografi


Ada beberapa cara dalam mengelompokan tehnik kromatografi.
Kebanyakan berdasarkan pada macam fase yang digunakan (fase gerak-fase
diam) ( Sudjadi.1988: 75). Berikut pengelompokan metode kromatografi
berdasarkan macam fase yang digunakan :
1. Kromatografi Cairan-Padat atau Kromatografi Serapan
Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silica gel atau alumina, yang
mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat besar.
Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap , maka pemilihannya
sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataan bahwa
koefisien distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total.
Hal ini akan menyebabkan pemisahan tidak sempurna.

2. Kromatografi Cairan-Cairan atau Kromatografi Partisi


Fasa diam terdiri dari lapisan tipis cairan yang melapisi permukaan dari
padatan inert yang berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan
yang dapat digunakan sehingga metode ini sangat berguna. Lebih lanjut ,
koefisien distribus system ini lebih tidak bergantung pada kadar,
memberikan pemisahan lebih tajam.
3. Kromatografi Gas-Padat
Pada waktu dulu teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya
yang sama seperti kromatografi cairan-padat , tetapi penelitian lebih lanjut
dengan macam fase padat baru memperluas penggunaan teknik ini.
4. Kromatografi Gas-Cairan
Merupakan metode pemisahan yang sangat efisien dan serbaguna. Teknik
ini telah menyebabkan revolusi dalam kimia organic, sejak dikenalkan
pertama kali oleh James dan Martin pada 1952. Hambatan yang paling
utama adalah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling
beberapa torr pada suhu kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat
dikatakan sebagai metode pilihan dalam kromatografi karena dapat
memisahkan dengan cepat dan peka.

Berdasarkan mekanisme pada distribusi fasa, metode kromatografi


dibagi menjadi :
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah serupa dengan kromatografi
kertas hanya saja kertas diganti dengan lempeng gelas atau aluminium
yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina , silica gel atau bahan serbuk
lainnya. Sistem kromatografi lapis tipis pada umunya dijadikan metode
pilihan pertama pada pemisahan kromatografi .
2. Penyaringan Gel
Penyaringan gel merupakan proses pemisahan dengan gel yang
terdiri modifikasi dekstran molekul polisakarida linier yang
mempunyai ikatan silang. Bahan ini dpata menyerap air dan
membentuk susunan seperti saringan yang dapat memisahkan molekul-
molekul berdasarkan ukurannya. Moleku-molekul dengan berat
molekul antara 100-sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan
dipisahkan . Kromatografi jenis ini merupakan teknik serupa yang
menggunakan polisitrena yang berguna untuk pemisahan polimer.
3. Komatografi Pemutar Ion
Komatografi pemutar ion merupakan bidang khusus
komatografi cairan-cairan . Seperti namanya, system ini khusus
digunakan untuk spesies ion.
4. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan kromatografi yang diberi medan
listrik sisinya dan tegak lurus aliran gerak fasa gerak. Senyawa
bermuatan positif akan menuju katode dan anion menuju anoda.
Sedangkan kecepatan gerak tergantung pada besarnya muatan.
5. Kromatografi Kertas
Kromatografi Kertas merupakan kromatografi cairan-cairan
dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari
lembab udara oleh kertas. Jenis fasa cair lainnya dapat digunakan.
Teknik ini sangat sederhana. Kromatografi kertas digunakan baik
untuk analisis kualitatif maupun kuntitatif. Senyawa - senyawa yang
dipisahkan kebanyakan bersifat sangat polar, misalnya asam amino,
gula - gula, dan pigmen - pigmen alam (Yazid, 2005).
Teknik kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden,
Gordon dan Martin (1994), yang menggunakan kertas saring sebagai
penunjang fase diam. Kertas merupakan selulosa murni yang memiliki
afinitas terhadap air atau pelarut polar lainnya. Bila air diadsorbsikan
pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis yang dapat dianggap
analog dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai penyangga
dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap di antara struktur
pori kertas. Cairan fase bergerak yang biasanya berupa campuran dari
pelarut organik dan air, akan mengalir membawa noda cuplikan yang
didepositkan pada kertas dengan kecepatan yang berbeda. Pemisahan
terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen di antara fase
diam dan fase bergeraknya.

Dalam teknik kromatografi kertas, proses pengeluaran asam


mineral dari kertas disebut desalting. Larutan ditempatkan pada kertas
dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2-3 cm dari salah satu
ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas
dikeringkan, diletakkan di ruang yang sudah dijenuhkan dengan air
atau dengan pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam
sebelum analisis. Descending adalah salah satu teknik di mana cairan
dibiarkan bergerak menuruni kertas akibat gravitasi. Pada teknik
ascending, pelarut bergerak ke atas dengan gaya kapiler. Nilai Rf
harus sama baik pada descending maupun ascending. Sedangkan yang
ketiga dikenal sebagai cara radial atau kromatografi kertas sirkuler.
Kondisi - kondisi berikut harus diperhatikan untuk memperoleh nilai
Rf yang reprodusibel. Temperatur harus dikendalikan dalam variasi
tidak boleh lebih dari 0,5oC. Kertas harus didiamkan dahulu paling
tidak 24 jam dengan atmosfer pelarutnya, agar mencapai
kesetimbangan sebelum pengaliran pelarutnya pada kertas. Dilakukan
beberapa pengerjaan yang parallel, Rfnya tidak boleh berbeda lebih
dari 0,02 (Khopkar, 2008 : 163). Rf sering disebut juga faktor retensi
yaitu nilai yang menyatakan derajat retensi suatu komponen fase
diam. .Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus:

Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

Nilai Rf sering digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar


sampel dan dapat dijadikan acuan dalam mengidentifikasi sampel
dengan cara membandingkan nilai Rf yang tidak diketahui dengan
nilai Rf senyawa yang dikenal.
Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran, di
mana adsorbsi didasarkan pada panjang komponen dalam campuran
yang diadsorbsi pada permukaan fase diam. dan kepolaran komponen
berpengaruh karena komponen akan larut dan terbawa oleh
pelarut jika memiliki kepolaran yang sama serta kecepatan migrasi
pada fase diam dan fase gerak (Yazid, 2005).
Menurut Sastrohamidjojo (1985 :16) bila akan melakukan
pemisahan dengan kromatografi kertas maka hal-hal seperti berikut
perlu mendapatkan perhatian :
a. Metode (penaikan, penurunan atau mendatar)
b. Macam dari kertas
c. Pemilahan dan pembuatan pelarut (fase gerak)
d. Kesetimbangan dalam bejana
e. Pembuatan cuplikan
f. Waktu pengembangan
g. Metode deteksi dan identifikasi.

Disamping sifat-sifat dari kertas dan pelarut , ada faktor-faktor


utama yang mempengaruhi pemisahan yaitu suhu , besarnya
bejana , waktu pengembangan dan arah dari aliran pelarut.

E. METODE PRAKTIKUM
a. Waktu dan Tempat
Hari ,Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015
Tempat : Laboratorium IPA 2
Waktu : 11.10 12.50 WIB
b. Alat dan Bahan
1. Kegiatan I Destilasi
Erlenmeyer (2 buah)
Baskom (1buah)
Gelas beker besar (1buah)
Selang (1 buah)
Penangas (1 buah)
Kaki tiga (1 buah)
Pembakar spiritus (1 buah)
Termometer (1 buah)
Sumbat berlubang (2 buah)
Air
Garam
Es
2. Kegiatan Kromatografi
Gelas bekker kecil
Spidol warna hitam
Air
Penggaris
Alat tulis
Kertas saring

F. LANGKAH KERJA
1. Kegiatan Destilasi

Membuat larutan garam yang akan didestilasi

Memasukkan larutan garam tersebut pada erlenmeyer

Memasukkan es ke dalam baskom

Menyusun alat seperti pada skema alat

Merapatkan sumbat pada erlenmeyer yang akan dipanaskan, dan


merenggangkan sumbat pada erlenmeyer penampung destilat

Menambahkan air garam pada es dalam baskom sampai selang tercelup

Mencatat suhu awal larutan dan es

Menghidupkan pembakar spisitus

Mengamati proses destilasi dan mencatat titik uap, suhu tiap tetesan
destilat, menukur volume akhir destilat

Mengulangi semua langkah dengan menambahkan garam pada es.


c. Skema Alat

2. Kegiatan Kromatografi

Menyiapkan alat dan bahan yang kan diperlukan.

Menggunting kertas saring menjadi persegi panjang.

Menyiapkan air didalam gelas bekker kecil.

Memberi titik dengan menggunakan spidol warna hitam pada kertas


saring. Sebelumnya telah dilakukan pengukuran pada variasi jarak h1.

Memasukkan kertas saring dengan jarak pada gelas bekker yang berisi air
.

Merendam kertas saring tersebut selama 2 menit.

Mengukur panjang pergerakan warna yang terjadi pada kertas saring.

Menuangkan data hasil pengamatan kedalam tabel hasil kegiatan 2.


G. DATA PENGAMATAN
1. Kegiatan Destilasi
a. Garam pada Air Es Sedikit
Tetesan Ke- Suhu Larutan Garam (oC)
0 30 (awal)
0 94 (mendidih)
1 97
2, 3 97
4, 5 97
6, 7 97
8, 9, 10 97

b. Garam pada Air Es Banyak


Tetesan Ke- Suhu Larutan Garam (oC)
0 30 (awal)
0 95 (mendidih)
1, 2 97
3 97
4, 5, 6, 7 97
8, 9 97
10 97

2. Kegiatan Kromatografi

h2
h3
h1
Percobaan h1 h2 h3
Ke- (cm) (cm) (cm) h = 1,5 cm
1 1 3,2 5,7
t = 2 menit = 120 sekon
2 2 2,0 5,5
3 3 1,5 6,0

H. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


a. Analisis Data

Kegiatan Kromatografi

Percobaan FaseDiam (cm) FaseGerak (cm)


1 1 4,2
2 2 4,0
3 3 4,5

Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

Percobaan 1

Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

1
=
4,2

= 0,238

Percobaan 2

Jarak (cm)dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

2
=
4,0
= 0,5

Percobaan 3

Jarak (cm)dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

3
=
4,5

= 0,67

b. Pembahasan

Percobaan IPA 1 dengan topik Destilasi dan Kromatografi yang dilakukan pada hari
Rabu tanggal 14 Oktober 2015 ini dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan pertama
adalah pemisahan campuran dengan cara destilasi, dan kegiatan kedua menggunakan cara
kromatografi. Percobaan destilasi bertujuan untuk memperoleh air tawar dari air laut
dengan mengamati peranan kalor dan keterhubungan antara pemisahan campuran dengan
teknik destilasi sedangkan pemisahan campuran menggunakan cara kromatografi yaitu
bertujuan mengetahui teknik pemisahan warna dengan Teknik Kromatografi.
Berikut adalah hasilnya :
1. Kegiatan Destilasi
Percobaan destilasi ini, praktikan menggunakan erlenmeyer 2 buah yang
digunakan sebagai tempat larutan garam dan sebagai wadah tetesan air yang diperoleh.
Baskom yang digunakan untuk wadah larutan garam dan es yang diletakkan ditengah-
tengah erlenmeyer. Gelas beker besar buah yang digunakan untuk penyangga baskom.
Selang yang digunakan untuk mengalirkkan hasil destilasi. Pembakar bunsen untuk
menaikkan titik didih larutan. Kaki tiga sebagai penyangga. Termometer untuk
mengukur suhu larutan. Sumbat berlubang untuk meyumbat kedua tabung erlenmeyer.
Air untuk membuat larutan garam. Garam untuk dicampurkan dengan air. Es untuk
menurunkan titik didih.
Teknik pemisahan campuran dengan cara destilasi adalah teknik pemisahan
campuran berdasarkan perbedaan titik didih dari komponen-komponen campurannya.
Titik didih merupakan sifat fisika zat sehingga destilasi merupakan pemisahan
campuran berdasarkan sifat fisikanya. Destilat yang dihasilkan adalah komponen
campuran yang memiliki titik didih lebih rendah (pelarut) dari pengotornya (zat
terlarut). Dengan memanaskan campuran yang akan dimurnikan, yaitu air garam maka
tekanan uap cairan meningkat hingga mencapai titik didihnya. Air yang akan
dipisahkan dari garam yang memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Pada perlakuan I, yaitu saat garam pada air es (pendingin), larutan mendidih pada
suhu uap 94 oC. Berdasarkan sifat koligatif larutan, yaitu kenaikan titik didih, maka
dapat diketahui bahwa titik didih air pada percobaan lebih rendah dari pada titik didih
larutan tersebut. Namun karena garam yang ditambahkan atau tekanan udara pada
percobaan tidak diketahui maka tidak dapat dipastikan berapa titik didih air pada
percobaan.
Karena larutan terus-menerus mendapat kalor dari pemanasan maka uap yang
terbentuk semakin banyak dan mengakibatkan tekanan uap semakin tinggi. Uap akan
terdorong menuju selang yang membawa uap pada proses selanjutnya, yaitu
pengembunan. Pengembunan adalah proses perubahan fisika yang terjadi jika uap
mengalami pendinginan atau kehilangan kalor. Uap yang merupakan zat gas akan
berubah ke fase cairnya. Karena pada percobaan uap yang terbentuk adalah uap air
maka setelah mengalami pengembunan maka zat yang terbentuk adalah air.
Pada perlakuan I ini terjadi dua kesalahan teknis yang menyebabkan
pembentukkan embun sedikit lama. Kesalahan pertama adalah terlalu rapatnya
pemasangan sumbat pada erlenmeyer penampung. Kesalahan ini menyebabkan
tekanan pada sistem membesar, dan sumbat pada erlenmeyer yang dipanaskan terbuka
sedikit. Akibatnya uap yang terbentuk keluar melalui celah tersebut dan tidak masuk
ke selang. Kesalahan kedua adalah pendingin yang hanya terdiri dari es saja. Hal ini
menyebabkan suhu pendingin kurang dingin dan tidak merata, sehingga uap yang telah
terbentuk susah untuk diembunkan. Namun kesalahan-kesalahan tersebut segera
diketahui dan ditangani praktikan. Praktikan segera mengendorkan sumbat pada
erlenmeyer penampung dan mengencangkan sumbat pada erlenmeyer yang
dipanaskan, serta menambahkan air garam pada pendingin. Penambahan air garam
menyebabkan suhu pendingin 2 oC. Air pada larutan garam yang ditambahkan tersebut
akan menghantarkan suhu dingin es secara merata pada selang, sehingga pengembunan
dapat berlangsung lebih cepat. Hasilnya air hasil destilasi mulai terbentuk pada suhu
larutan garam yang dipanaskan 97 oC.
Embun terus-menerus terbentuk dan dengan semakin
besarnya tekanan uap dari erlenmeyer yang
dipanaskan, air yang terbentuk pada selang dengan
pendingin terdorong menuju erlenmeyer penampung.
Air yang terbentuk tidak serta-merta keluar ke
pendingin, namun air tersebut terkadang kembali ke
bagian selang yang didinginkan. Hal ini terjadi karena
tekanan uap yang berasal dari erlenmeyer yang
dipanaskan tidak konstan meningkat.

Gambar. Pemanasan larutan


Sumber : Dokumen Pribadi

Selang yang digunakan memang melengkung dan memiliki titik terendah pada
bagian yang didinginkan, sedangkan ujung selang yang menuju penampung sedikit
lebih tinggi. Sesuai dengan teori bahwa dibutuhkan gaya dorong untuk melawan gaya
gravitasi, maka tekanan uap dari erlenmeyer yang dipanaskan harus cukup tinggi untuk
mendorong air dalam selang tersebut.
Pada akhirnya tetesan pertama destilat jatuh pada suhu larutan garam yang
dipanaskan 97 oC. Selang beberapa lama kemudian tetesan ke 2 dan 3 terjatuh pada
suhu yang sama. Begitu pula pada tetesan destilat ke 4 dan 5, disusul tetesan 6 dan 7,
dan keloter terakhir yaitu tetesan ke 8, 9, 10 yang jatuh degan sedikit jeda. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa tekanan uap yang mendorong air untuk keluar ke
penampung tidak konstan seperti yang sudah dijelaskan. Selain itu suhu larutan garam
yang dipanaskan adalah sama pada setiap tetesan destilat atau konstan terhadap waktu.
Hal ini menunjukkan bahwa destilasi sederhana yang dilakukan tidak efektif. Berikut
adalah grafik kurva pemanasannya.
Sedangkan kurva yang menunjukkan destilasi sederhana yang efektif adalah sebagai
berikut.

Pada perlakuan II, yaitu saat garam pada air es (pendingin) banyak, larutan garam
mendidih pada suhu uap 95oC atau 1 oC lebih tinggi dibanding perlakuan I. Ini
disebabkan karena air garam yang akan dipisahkan merupakan sisa dari perlakuan I.
Sehingga dimungkinkan komponen-komponen penyusunnya memiliki fraksi mol
berbeda. Zat pelarut (air) lebih sedikit pada perlakuan II ini karena pada perlakuan I
sebagian sudah dipisahkan dan menjadi destilat. Karenannya membuat larutan
memiliki lebih banyak garam, garam memiliki titik didih yang lebih tinggi. Akhirnya
titik didih larutan garam pada perlakuan II menjadi lebih tinggi, sesuai dengan sifat
koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih.
Selain itu, yang sebenarnya menjadi efek langsung dari perlakuan yaitu kadar
garam pada pendingin lebih banyak, adalah suhu pendingin yang menjadi lebih rendah.
Suhu pendingin pada perlakuan II adalah 1 oC. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu sifat
koligatif berupa panurunan titik beku. Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila
suhu diturunkan sehingga jarak antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan
akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-
partikel dari zat terlarut akan menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul
pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu
yang lebih rendah. Pada saat zat konvalatil (garam) ditambahkan kedalam larutan maka
akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, tetesan destilat pertama dan kedua jatuh beriringan
pada suhu larutan yang dipanaskan 97 oC. Tetesan ke 3 jatuh dengan rentang waktu
yang lebih lama pada suhu yang sama. Lalu tetesan ke 4, 5, 6, dan 7 jatuh secara
beruntun kemudian, diikuti tetesan ke 8 dan 9, serta tetesan ke 10 yang jatuh secara
sendirian. Pola jatuhnya tetesan ini tidak beraturan seperti pada perlakuan I, dan
penyebabnya juga sama yaitu tekanan uap yang mendorong air untuk keluar ke
penampung tidak konstan. Hal yang membedaan dari perlakuan I dan II adalah pada
perlakuan II pembentukan embun lebih cepat dan hasil akhir destilat lebih banyak.
Pada perlakuan I hasil akhir destilat adalah 3,0 ml sedangkan pada perlakuan II 5,1 ml.
Proses pengembuanan pada perlakuan II dapat lebih cepat karena suhu pendingin yang
digunakan lebih dingin. Akibatnya untuk mendekatkan partikel-partikel gas hingga
membentuk zat cair lebih cepat. Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil akhir destilat
yang dihasilkan.
Percobaan destilasi yang telah dilakukan masih belum sempurna.
Ketidaksempurnaan ini dapat disebabkan oleh kesalahan-kesalahan, seperti:
1. Kehati-hatian dan kecermatan praktikan yang kurang dalam menyusun alat,
sehingga terjadi kebocoran pada perlakuan I.
2. Ketidaktelitian pengamat dalam mengusun varibel-variabel yang digunakan, seperti:
kadar garam larutan garam yang didestilasi dan pada pendingin, dan waktu yang
diperlukan untuk membentuk tetesan destilat.
3. Kalor yang diberikan oleh pembakar bunsen yang tidak konstan, karena ada
kemungkinan api bergoyang terkena angin.

2. Kegiatan Kromatografi

Percobaan berjudul kromatografi yang dilakukan praktikan di


Laboratorium IPA 2 pada Rabu 21 Oktober 2015 memiliki tujuan untuk
mengetahui teknik pemisahan warna dengan Teknik Kromatografi.
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa
kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir
melalui kolom zat penyerap, sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot
molekulnya. Pada percobaan ini zat penyerap yang digunakan adalah air.

Penggunaan kertas saring pada percobaan ini sebagai zat penyerap


adalah karena kertas saring memiliki serat selulosa yang hidrofilik dari kertas
sehingga dapat mengikat air. Karena menggunakan kertas, pada percobaan ini
termasuk dengan kromatografi kertas yang masuk kelompok kromatografi
planar, dimana pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk
bidang (umumnya bidang datar) yaitu benuk kertas. Seluruh bentuk
kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung
pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui
fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama.
Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda
pula. Fase gerak disini, termasuk variabel terikat.

Percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan beberapa variabel,


di antaranya adalah variabel bebas, kontrol, dan terikat.Variabel kontrol yang
digunakan adalah jenis air, spidol sebagai zat yang akan dipisahkan, waktu
pengamatan dan tinggi kertas yang tercelup (h). Variabel bebas yang
digunakan adalah tinggi titik spidol dari permukaan air (h1). Sedangkan
variabel terikatnya adalah jarak tempuh zat terlarut (h2) dan jarak tempuh
pelarut (h3).

h2

h3
h1

Gambar : skema percobaan

Percobaan yang dilakukan praktikan dilakukan tiga kali dengan


mengubah tinggi titik spidol dari permukaan air (h1) atau dapat disebut sebagai
fase diam. Kertas saring yang telah dipotong sebagaimana dengan skema
(persegi panjang) kemudian dicelupkan pada zat cair (air). Kemudian dengan
menkontrol waktu percobaan, yaitu dua menit, praktikan mengamati
perambatan zat cair pada kertas saring. Saat diaamati dapat terlihat bahwa saat
zat cair telah bertemu dengan pusat zona, pada percobaan ini adalah coretan
spidol bewarna hitam, air kemudian merambat keatas bersama spidol.

Akan tetapi, pada saat air merambat bersama spidol, warna pada spidol
yang dirambatkan bukan bewarna hitam, seperti warna spidol sebelumnya,
tetapi warna yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pengertian
darikromatografi sendiri, bahwa kromatografi merupakan teknik pemisahan
warna. Sehingga warna yang ditemukan pada percobaan ini adalah beberapa
warna yang terkandung pada spidol hitam yang digunakan. Beberapa warna
yang ditemukan antara lain adalah ungu, orange kecoklatan, dan biru.

Dengan melakukan 3 kali percobaan, diharapkan praktikan juga dapat


mengetahui besar Rf. Rf merupakan kecepatan bergeraknya zona realtif
terhadap garis depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan
dan zona-zona dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh
hubungan:

Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona(Fase Diam)


=
Jarak (cm)dari garis awal ke garis depan pelarut(Fase Gerak)

Berdasarkanhasilperhitungan, didapatkanbahwa

a. Pada fase diam 1 cm dan fase gerakya adalah 4,2 cm didapatkan Rf sebesar
0,238.
b. Pada fase diam 2 cm dan fase gerakya adalah 4,0 cm didapatkan Rf sebesar
0,5.
c. Pada fase diam 3 cm dan fase gerakya adalah 4,5 cm didapatkan Rf sebesar
0,67.

Sehingga dapat diketahui bahwa semakin panjang fase diam, Rfnya


akan semakin besar. Seharusnya didapatkan hasil bahwa semakin panjang fase
diam, fase geraknya juga akan semakin panjang, akan tetapi hasil yang
didapatkan oleh praktikan menujukkan bahwa hasil tersebut fluktuatif. Salah
satu faktor penyebab hasil tersebut adalah dapat dikarenakan pada pengukuran
percobaan 1 praktikan tidak langsung mengukurnya karena, setelah
disingkapkan keudara yang lembab, kertas saring yang tampak kering
sebenarnya masih mengandung air dengan persentase tinggi. Sehingga masih
terjadi fase gerak pada kertas.
I. KESIMPULAN
1. Teknik destilasi berlangsung ketika larutan garam mendapatkan kalor dari pemanasan
yang menimbulkan uap yang terbentuk banyak dan mengakibatkan tekanan uap
semakin tinggi yang terdorong ke prose pengembunan sehingga dihasilkan air.
2. Untuk mengetahui cara pemisahan dengan teknik kromatografi kertas yaitu dengan
memasukkan kertas saring yang telahdigores oleh spidol kedalam gelas beker yang
berisi air, lalu beberapa saat kemudian pelarut dan spidol akan naik berdasarkan gaya
kapiler dengan memisahkan komponen-komponennya.
J. DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/44867/4/BAB_II.pdf oleh C Pratama - 2013
Johnson, Edward L dkk. 1991 .Dasar Kromatografi Cair . Bandung : ITB.

Khopkar, SM. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35308/3/Chapter%20II.pdf
Sastrohamidjojo , Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty.
Sudjadi.1 988. Metode Pemisahan . Yogyakarta : Kanisius.

Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisik untuk Paramedis. Yogyakarta : ANDI.


Walangare, K.B.A., dkk. 2013. Rancang Bangun Alat Konversi Air Laut Menjadi
Air Minum Dengan Proses Destilasi Sederhana Menggunakan Pemanas
Elektrik Jurnal Teknik Elektro dan Komputer. Manado
K. LAMPIRAN

1. Kegiatan I Destilasi

Erlenmeyer Rancangan alat Wadah es


Gambar 1 : Proses Destilasi
Sumber : Dokumen Pribadi

2. Kegiatan II Kromatografi

Kertas saring yang sudah Hasil Kromatografi Hasil resapan beberapa saat
diberi coretan spidol
Gambar 1 : Proses Kromatografi
Sumber : Dokumen Pribadi

Anda mungkin juga menyukai