Anda di halaman 1dari 38

TB4010 PEMODELAN DAN SIMULASI BIOENRGI DAN

KEMURGI
KASUS 1- TERMODINAMIKA KOMPONEN MURNI
KASUS 2- TERMODINAMIKA KESETIMBANGAN SISTEM
BINER
KASUS 3-SIMULASI PROSES EKSPANSI GAS PADA UNIT
PROSES TURBUNIN GAS
KASUS4- SIMULASI PROSES PENINGKATAN TEKANAN UAP
JENUH
SEMESTER I-2021/2022

D isusun oleh :
Yus ril M ahendra S imbolon (119280082)

PROGRAM STUDI TEKNIK BIONERGI & KEMURGI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belak an g


Alkohol adalah kelompok s enyaw a yang mengandung s atu atau lebih
gugus fungsi hidroksil (-OH) pada s uata s enyawa alkana. Alkohol dapat
dikenali dengan rumus R-OH. A lkohol merupakan salah satu zat yang
penting dalam kimia organik karena dapat diubah dari dan ke banyak tipe
senyaw a lainnya. Reaksi dengan alcohol akan menghasilkan 2 macam
senyaw a. Reaks i bis a menghas ilkan senyaw a yang mengandung ikatan R-O
atau dapat juga menghas ilkan senyaw a mengandung ikatan O-H.
Mas alah yang paling sering dijumpai dalam komponen murni adalah
sus ahnya membedakan profil tekanan uap alkohol sebgai fungsi temperature,
perhitngan kapas itas panas gas ideal (CP IG) alkohol, Perhitungan entalpi
(H) alkohol pada s etiap tekanan, s erta perhitungan energi G ibs (G) alkohol.
Kes etimbangan adalah keadaan dimana tidak terjadi perubahan s ifat
mikros kopis dari system terhadap waktu. S emakin dekat keadaan s istem
dengan titik kes etimbangan maka s emakin kecil gaya penggerak pros es,
semakin kecil pula laju pros es dan akhirnya s ama dengan nol bila titik
kesetimbangan s alah tercapai. Kes etimbangan uap cair dapat ditentukan
ketika ada variabel yang tetap pada suatu waktu tertentu. Pada
kesetimbangan ini, kecepatan molekul- molekul campuran yang membentuk
fase uap sama dengan kecepatan molekul- molekul yang membentuk cairan
kembali. D ata kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang
diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom istilas i
(Geankoplis , 1997).
Model energi G ibbs seperti Wils on, NRTL (N on Random Tw o Liquid),
UNIF AC (U nivers al Functional Activity Coefficient) dan UNIQUAC
(Universal Quasi-Chemical) s ering digunakan untuk korelas i VLE campuran
non-ideal. M odel ini membutuhkan parameter interaks i biner tiap pasangan
antar molekulnya (pair) (Novera & S alam, 2015).M odel NRTL diturunkan
dari model Scott twoliquid dan dias umsikan bahwa ketidakrandoman sama
dengan model yang digunakan pada Model Wils on. Model N RTL memiliki
parameter ketidakrandoman (α12) sehingga memungkinkan untuk digunakan
dalam berbagai macam campuran. Melaui set nilai α 12 maka model NR TL
mempunyai keunggulan yaitu dapat merepresentas ikan berbagai macam
campuran larutan dengan baik saat persamaan kompos is i lokal yang lain
terbatas . Model NRTL ini hanya menggunakan parameter biner untuk
menghitung properti kesetimbangan fasa (H artanto, 2014).

LUK AS 1;37
Sukses persamaan Wilson dalam mempresentasikan data kesetimbangan fasa uap. cair
mendorong pengembangan persamaan alternatif yang berdasarkan konsep modern yaitu
komposisi lokal, diantaranya yang paling populer adalah persamaan NRTL oleh Renon dan
Prausnitz (1968) dan persamaan UNIQUAC.
Persamaan NRTL dikembangkan berdasarkan teori dua cairan dengan tambahan
parameter ketidak acakan α, yang membuat persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk
berbagai jenis campuran dan kesetimbangan cair. cair dengan jalan memilih harga α yang
sesuai. Estmasi parameter untuk persamaan ini dilakukan dengan menetapkan harga α pada
nilai tertentu dan berikutnya melakukan optimasi dari fungsi obyektif untuk memperoleh dua
interaksi parameter yang optimal. Di dalam paper asli harga α yang direkomendasi adalah
0,2.0,47. Berbeda dengan persamaan Wilson yang mengaandung dua parameter yang dapat
diatur, persamaan NRTL mengandung tiga parameter, sehingga persamaan NRTL bisa
dijadikan model alternatif jika model lain tidak memadai. Persamaan ini juga dapat
memperkirakan kesetimbangan sistem multikomponen tanpa parameter tambahan.
Pengembangan semiteoritis untuk memperoleh persamaan UNIQUAC, Abrams dan Prausnitz
(1975) mengadopsi model teori dua cairan dan komposisi lokal

1.2 Tu juan
Tujuan dari s imulas i kasus ini adalah:
1.2.1 Menganalis is Termodinamika komponen murni pada senyaw a
Alkohol (M ethanol, Ethanol, Propanol, Butanol, P entanol,
Heksanol, Heptanol, Oktanol, Nonanol dan D ekanol).
1.2.2 Menganalis is Termodinamika K es etimbangan S is tem Biner
pada senyaw a Butanol- Air dan Heks ana-H eptana.
1.2.3 Menganalis is proses eks pansi gas pada unit pros es turbunin
gas.
1.2.4 Membuat Simulasi Pros es peningkatan Tekanan U ap J enuh.
BAB II
KASUS PERMASALAHAN

2.1 Kasus 1 Menganalisis Termodinamika komponen murni pada senyawa Alkohol


Senyawa Alkohol (Methanol, Ethanol, Propanol, Butanol, Pentanol, Heksanol,
Heptanol, Oktanol, Nonanol dan Dekanol) untuk menganalisis dan mencari tekanan uap
alkhol sebagai fungsi temperatur ( 250°C - 500°C), perhitungan kapasitas panas gas ideal
(CPIG) dan profil CPIG pada tekanan 1 atm, perhitungan entalpi (H) serta profilnya dengan
alkohol pada tekanan 2 bar dan 10 bar sebagai fungsi temperatur (250 K-500 K), serta
perhitngan dan priofil energi Gibss Alkohol uap dan cair pada tekanan 20 bar sebagai fungsi
temperatur.
2.2 Kasus 2 Menganalisis Termodinamika Kesetimbangan Sistem Biner
Termodinamika menjelaskan berbagai properti kesetimbangan uap-cair untuk
komponen murni maupun campuran. Di simulasi ini untuk menhitung kurva kesetimbangan
uap cair dengan metode ideal dan NRTL, menganalissi titik azeotrope dan menghitung energi
bebas gibs. Komponen yang digunakan adalah Kesetimbangan Butanol-Air Metoda Ideal (Uap
dan Larutan cair Ideal) dan NRTL, serta Kesetimbangan Heksana-Heptana Metoda Ideal (Uap dan
Larutan cair Ideal) dan NRTL.

2.3 Kasus 3 Mengan alis is Pros es Ekspansi Gas pad a Unit Pros es
Tu rbu nin Gas

Aliras gas etilan pada kondisi 300 ° C dan 45 bar di eks pansi s ecara
adiabatik di dalam turbin menjadi 2 bar. Hitung kerja is entropic yang
diproduksi!
Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PENG-ROB. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode IDEAL, NRTL, ELECNRTL,
UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 6 metode dan diamati perbedaan
dari hasil akhir simulasi. Komponen gas etilen yang masuk pada turbin kondisi 300°C dan 45
bar diekspansi secara adiabati akan menghasilkan kerja isentropik menjadi tekanan 2 bar
2.4 Kasus 4 Membu at S imulas i Pros es pen in gk atan Tekanan U ap Jenuh
Kukus uap jenuh pada 100 kPa di tekan secara adiabatik hingga 300 kPa. Apabila
efisiensi dikompresi 0,75. Berapakaj kerja yang dibutuhkan dan vagaimana properti aliran
keluaran?
Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode STEAMNBS. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode PENG-ROB, IDEAL, NRTL,
ELECNRTL, UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 7 metode dan diamati
perbedaan dari hasil akhir simulasi. Kukus uap jenuh yang masuk pada kompresor dengan
kondisi 100 kpa ditekan secara adiabatik menjadi tekanan 300 kpa dengan efisiensi kerja
isentropic 75 %
BAB III
METODOLOGI

3.1 Kasus 1 Menganalisis Termodinamika komponen murni pada senyawa Alkohol


Untuk menyelesaikan kasus pertama ini, pertama-tama buka aplikasi Aspen Plus V.10
kemudian dibuat blank simulation dan pada tab component dimasukkan komponen-
komponem yang digubakan dalam simulasi ini. Komponen yang dimasukkan adalah
Methanol, Ethanol, Propanol, Butanol, Pentanol, Heksanol, Heptanol,
Oktanol, Nonanol dan Dekanol. Kemudian beralih kehalama Methods dan pilih
Base method yang akan digunakan dalam simulasi. Metode yang digunakan
adalah PENG-ROB lalu dilanjutkan dengan NRTL. Selanjutnya klik icon pure
pada bingkai Anlysis untuk menganalisis komponen murni alkohol. Berikut
merupakan jendela analisis komponen murni Alkohol.

Gambar 3.1 Simulasi kasus 1


Setelah jendela pure analysis muncul, selanjutnya adalah analisis komponen murni
propery type adalah Thermodynamic, Trnspor dan All. Pilih property termodinamika yang
akan dianalisis. Selanjutnya pada Property pilih variasi yang digunakan adalah PL (Vapoure
Pressure), CPIG (Perhitungan Panas Gas Ideal) pada tekanan 1 atm, H (Perhitungan entalpi)
pada tekanan 2 bar , G (Perhitungan Energi Gibbs) pada tekanan 2 bar dan 20 bar. Variasi
property yang digunakan satu persatu. Lalu pindahkan komponen alokohol ke bingkai
komponen yanh terpilih. Analisis property pada tekanan dan rentang temperature yang
digunakan sesuai pada simulasi komponen murni ini. Lalu klik Run Analysis dan akan
dimunculkan pada jendela plot (grafik) dan hasil property ada dalam jendela Results. Setelah
metode PENG-ROB selesai maka gunakan cara yang sama pada metode NRTL.
3. 2 Kasus 2 Menganalisis Termodinamika Kesetimbangan Sistem Biner
Pada kasus 2 ini, dilakukan analisis termodinamika Kurva Kesetimbangan Butanol-Air
dan kurva kesetimbangan Heksana-Heptana dengan Metoda Ideal (Uap dan Larutan cair Ideal) dan
NRTL. Proses diawali dengan Blank Simulation, kemudian komponen berupa Butanol dan Air. Lalu
ditentukan metode yang digunakan untuk melakukan simulasi kasus, dipilih metode IDEAL sesuai
dengan keterangan pada deskripsi kasus. Selanjutnya klik icon analysis dan pilih Binary Analysis.
Berikut adalah jendela yang ditampilakan dalam Binary Analysis.

Gambar 3.2 Simulasi kasus 2


Setelah jendela Analysis muncul, selanjutnya adalah analisis komponen murni
Analysis type adalah Txy, Pxy, Txx, Txxy, Pxxy, dan Gibbs Energy of Maxing. Pilih
property Txy yang akan dianalisis. Selanjutnya pada Analysis pilih variasi yang digunakan
adalah Pxy lalu Gibbs Energy of Maxing Variasi Analysis type yang digunakan satu persatu.
Lalu pindahkan komponen alokohol ke bingkai komponen yanh terpilih. Analisis property
pada tekanan dan rentang temperature yang digunakan sesuai pada deskripsi masalah. Lalu
klik Run Analysis dan akan dimunculkan pada jendela plot (grafik) dan hasil property ada
dalam jendela Results. Setelah metode IDEAL selesai maka gunakan cara yang sama pada
metode NRTL. Gunakan cara yang sama pada komponen kurva kesetimbangan Heksana-
Heptana.

3.3 Kasus 3 Men ganalisis Pros es Eksp ans i Gas pada Unit Proses
Tu rbu nin Gas
Untuk menyelesaikan kasus 3 ini, pertama- tama dimasukkan
komponen Ethylene . Kemudian ditentukan metode simulasi yang akan
digunakan, yaitu P ENG-RO B. Bagian S imulas i, pada Model Palette pilih
blok Compr (kompres or) dengan icon turbin. Beri nama blok s ebagai nama
turbin. K emudian hubungkan aliran masuk dan aliran keluar pada turbin
ters ebut s eperti pada gambar berikut.
300.00
45.00
1.00

IN Temperature (C)

Pressure (bar)
TURBIN
Molar Vapor Fractio n

W Power(kW)

96.74
W=-12.1521 2.00
Y USRIL MAHENDRA SIMBOLON 1.00
119280082
OUT
INSTIT UT T EKNOLOGI SUMATERA

Gambar 3.3 Simulasi Kasus 3


Setelah warsheet dibuat, selanjutnya adalah mendefenisikan aliran masuk sesuai
dengan deskripsi masalah 3, Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PENG-ROB.
Setelah itu dengan menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode IDEAL,
NRTL, ELECNRTL, UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 6 metode dan
diamati perbedaan dari hasil akhir simulasi. Komponen gas etilen yang masuk pada turbin
kondisi 300°C dan 45 bar diekspansi secara adiabati akan menghasilkan kerja isentropik
menjadi tekanan 2 bar. Setelah itu klik Run maka akan keluar hasil simulasi pada bagian
Steam Result da Resuts.

3.4 Memb uat Simu lasi Proses p eningkatan Tek an an Uap Jen uh
Pada kasus ini, pertama- tama dimas ukkan komponen water . Kemudian
ditentukan metode s imulas i yang akan digunakan, yaitu S TEAMN BS .
Bagian S imulas i, pada Model Palette pilih blok Compr (kompresor) dengan
icon compres or. Beri nama blok sebagai nama KOMPRES R. Kemudian
hubungkan aliran masuk dan aliran keluar pada kompres or tersebut seperti
pada gambar berikut.
240.61
3.00
1.00

OUT

Temperature (C)
KOMPRESR
Y USRIL MAHENDRA SIMBOLON
119280082 Pressure (bar)

INSTIT UT T EKNOLOGI SUMATERA 99.75 W=5.0 834 Molar Vapor Fraction


1.00
1.00 W Power(kW)

IN

Gambar 3.4 Simulasi Kasus 4


Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode STEAMNBS. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode PENG-ROB, IDEAL, NRTL,
ELECNRTL, UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 7 metode dan diamati
perbedaan dari hasil akhir simulasi. Kukus uap jenuh yang masuk pada kompresor dengan
kondisi 100 kpa ditekan secara adiabatik menjadi tekanan 300 kpa dengan efisiensi kerja
isentropic 75 % sesuai pada deskripsi masalah. Setelah itu klik Run maka akan keluar hasil
simulasi pada bagian Steam Result da Resuts.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Menganalisis Termodinamika komponen murni pada senyawa Alkohol


Pada kasus pertama ini, mencari tekanan uap alkhol sebagai fungsi temperatur ( 250°C
- 500°C), perhitungan kapasitas panas gas ideal (CPIG) dan profil CPIG pada tekanan 1 atm,
perhitungan entalpi (H) serta profilnya dengan alkohol pada tekanan 2 bar dan 10 bar sebagai
fungsi temperatur (250 K-500 K), serta perhitngan dan priofil energi Gibss Alkohol uap dan
cair pada tekanan 20 bar sebagai fungsi temperature.
4.1.1 Mencari tekanan uap alkohol sebagai fungsi temperature
Pemodelandan SimulasiProses Menggunakan Aspen Plus® V11 pada kasus ini
adalah untuk menganalisi termodinamika pengaruh tekanan uap alkohol sebagai
fungsi temperature. Proses diawali dengan membuat blank simulation dan pada tab
component dimasukkan komponen Methanol, Ethanol, Propanol, Butanol, Pentanol,
Heksanol, Heptanol, Oktanol, Nonanol dan Dekanol yang digunakan pada saat
simulasi. Setelah itu masuk kedalam halaman method dan metode yang digunakan
adalah pengrobinson. Setelah itu untuk menganalisis senyawa komponen murni pada
alkohol tersebut pure pada pilihan analysis. Setelah itu maka akan dimunculkan pada
halaman pure lalu isi property type dengan memilih Thermodynamic dan isi Property
dengan memilih PL (Tekanan Uap). Lalu setelah diisi temperature (°C) dan
melengkapi interval suhu pada Equidistant yang dipilih maka semua komponen pada
tab Available components dipindahkan pada selected componrnts. Lalu diisi tekanan
sesuai dengan simulasi diminta dan klik Run Analysis.
Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan pada Result bagian jendela pure
Tabel 4.1 Hasil Simulasi Tekanan Uap alkohol sebagai fungsi temperature pada Tekanan 1.01325 Bar
Temperature Tekanan Methano Ethano Propano Heptano Nonano
Butanol Pentanol Heksanol Oktanol Dekanol
(°C) (Bar) l l l l l
200 1.01 41.01 29.58 16.63 9.11 5.33 6.65 1.91 7.49 2.05 0.46
230 1.01 69.44 51.25 29.41 16.44 9.88 11.33 3.74 12.11 3.88 1.01
290 1.01 175.46 125.38 75.09 44.04 27.52 27.75 11.30 27.29 11.14 3.58
320 1.01 259.86 183.40 110.30 65.80 41.82 44.27 17.97 38.35 17.38 6.05
350 1.01 370.58 258.63 156.14 94.57 62.27 78.15 27.34 52.16 26.02 9.66
380 1.01 511.51 353.37 214.08 131.48 89.39 137.96 39.23 68.96 39.04 14.76
440 1.01 898.42 609.72 371.63 233.85 168.15 429.91 76.95 112.35 88.35 31.83
470 1.01 1150.74 774.89 473.57 301.18 221.96 758.91 103.46 139.22 132.91 45.36
500 1.01 1445.89 966.64 592.21 380.36 286.74 1339.70 135.94 169.67 199.94 62.89
Berikut adalah hasil plot gas uap Etanol terhadap fungsi temperatur

PL vs. Temperature
1600

LIQUID PL METHANOL
LIQUID PL ETHANOL
1400 LIQUID PL PROPANOL
LIQUID PL BUTANOL
LIQUID PL PENTANOL
1200 LIQUID PL HEKSANOL
LIQUID PL HEPTANOL
LIQUID PL OKTANOL
LIQUID PL NONANOL
1000 LIQUID PL DEKAN OL
PL b ar

800

600

400

200

0
200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500
Temperature C

Gambar 4.1 Kasus 1.1 Profil Tekanan Uap alkohol sebagai fungsi temperature
Hasil simulasi pada kasus 4.1.1 ini menggambarkan tekanan uap alkohol
sebagai fungsi temperature (°C), dari grafik tersebut bahwa semakin panjang rantai
karbonnya maka tekanan uap yang dihasilkan akan semakin tinggi, dimana dari suhu
0-500 °C memiliki profil gambar yang hampir sama tetapi yang membedakan adalah
tekanan yang dihasilkan. Rumus ini dapat di hitung pada persamaan Antonie dalam
termodinamika. Dengan menggunakan aspen plus V11 maka ddapatkan hasil plot
semakin tinggi suhu alkohol maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan
semakin Panjang gugus fungsi C, profil tekanan uap juga semakin tinggi

4.1.2. Perhitungan kapasitas panas gas ideal (CPIG) Alkohol pada tekanan 1 atm.
Pada kasus 4.1.2 ini metode yang digunakan adalah masih sama yaitu
pengrobinson. Lalu pada halaman pure isi property type dengan memilih
Thermodynamic dan isi Property dengan memilih CPIG (Panas gas ideal/ Kj/ mol K).
Lalu setelah diisi temperature (K) dan melengkapi interval suhu pada Equidistant yang
dipilih maka semua komponen pada tab Available components dipindahkan pada
selected componrnts. Lalu diisi tekanan sesuai dengan simulasi diminta dan klik Run
Analysis.
Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan di bagian jendela pure
CPIG vs. Temperature
375

VAPOR CPIG METHANOL


350
VAPOR CPIG ETHANOL
VAPOR CPIG PROPANOL
325
VAPOR CPIG BUTANOL
300 VAPOR CPIG PENTANOL
VAPOR CPIG HEKSANOL
275 VAPOR CPIG HEPTANOL
VAPOR CPIG OKTANOL
250 VAPOR CPIG NONANOL
VAPOR CPIG DEKANOL
225
CPIG kJ/kmol-K

200

175

150

125

100

75

50

25
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K

Gambar 4.2 Profil CPIG alkohol pada tekanan 1 atm sebagai fungsi temperature (K)
Hasil simulasi pada kasus 4.1.2 ini menggambarkan kapasitas panas gas ideal
(CPIG) alkohol pada tekanan 1 atm sebagai fungsi temperature (K), dari grafik
tersebut bahwa semakin panjang rantai karbonnya maka panas gas ideal yang
dihasilkan akan semakin besar, dimana dari suhu 240-500 K memiliki profil gambar
yang hampir sama tetapi yang membedakan adalah kapasitas panas gas ideal (CPIG)
yang dihasilkan. Gas ideal gas teoretis yang terdiri dari partikel-partikel titik yang
bergerak secara acak dan saling tidak berinteraksi. Pada kasus ini hukum yang
digunakan adalah hukum dasar gas ideal yaitu hukum Boyle Mariotte. Dengan
menggunakan aspen plus V11 maka didapatkan hasil plot semakin tinggi suhu alkohol
maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin panjang gugus fungsi
C, profil kapasitas panas gas ideal (CPIG) juga semakin tinggi

4.1.3 Perhitungan entalpi (H) Alkohol


Pada kasus 4.1.2 ini metode yang digunakan adalah masih sama yaitu
pengrobinson. Lalu pada halaman pure isi property type dengan memilih
Thermodynamic dan isi Property dengan memilih H (Entalpi (Kj/ kg)). Lalu setelah
diisi temperature (K) dan melengkapi interval suhu pada Equidistant yang dipilih
maka semua komponen pada tab Available components dipindahkan pada selected
componrnts. Lalu diisi tekanan sesuai dengan simulasi diminta dan klik Run Analysis.
Pada simulasi ini juga membandingkan nilai entalpi fase vapor dan liquid, sehingga
pada tab pure analysis harus mengklih phase vapor dan liquid.
Berikut adalah hasil entalpi (H) vapor dan liquid pada tekanan 20 dan 2 bar
sebagai fungsi temperature 250-500 K.
Tabel 4.2 Hasil Simulasi perhitungan Entalpi (H) alkohol sebagai fungsi temperature pada Tekanan 20 Bar
P Methanol Ethanol Propanol Butanol Pentanol
T (K) (bar
Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid
)
283.333 20 -6435.93 -7579.85 -5225.23 -6079.98 -4337.34 -5030.81 -3796.85 -4385.99 -3429.75 -3952.66
300 20 -6422.04 -7522.17 -5209.31 -6029.79 -4319.81 -4987.28 -3777.71 -4346.47 -3409.46 -3915.36
316.667 20 -6406.87 -7463.62 -5192.35 -5978.45 -4301.29 -4942.64 -3757.49 -4305.78 -3388.07 -3876.90
333.333 20 -6389.73 -7403.94 -5174.22 -5925.80 -4281.72 -4896.78 -3736.18 -4263.86 -3365.55 -3837.24
350 20 -6368.88 -7342.83 -5154.67 -5871.65 -4261.08 -4849.59 -3713.76 -4220.64 -3341.93 -3796.31
366.667 20 -6315.06 -7279.95 -5133.24 -5815.77 -4239.27 -4800.96 -3690.25 -4176.08 -3317.21 -3754.10
383.333 20 -6252.28 -7214.87 -5108.73 -5757.89 -4216.17 -4750.74 -3665.64 -4130.10 -3291.41 -3710.57
400 20 -6210.14 -7146.99 -5072.33 -5697.65 -4191.50 -4698.76 -3639.91 -4082.62 -3264.57 -3665.68
416.667 20 -6172.24 -7075.44 -4997.65 -5634.46 -4164.51 -4644.79 -3612.98 -4033.55 -3236.68 -3619.37
433.333 20 -6136.14 -6998.78 -4953.26 -5567.45 -4132.00 -4588.46 -3584.72 -3982.74 -3207.74 -3571.58
450 20 -6100.88 -6914.31 -4912.39 -5494.95 -4060.73 -4529.21 -3554.70 -3929.97 -3177.74 -3522.21
466.667 20 -6065.99 -6815.16 -4872.82 -5413.16 -4014.04 -4466.07 -3521.55 -3874.92 -3146.55 -3471.11
483.333 20 -6031.20 -6656.48 -4833.75 -5306.90 -3971.27 -4396.99 -3457.63 -3817.02 -3113.89 -3418.06
500 20 -5996.32 -6347.26 -4794.76 -5053.56 -3929.77 -4316.00 -3405.29 -3755.26 -3078.84 -3362.69

P Heksanol Heptanol Oktanol Nonanol Dekanol


T (K) (bar
Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid
)
-
283.33 -
20 -3426.95 -3784.20 -3397.81 -2833.29 -3069.69 2815.5 -3143.11 -2569.19 -2947.55
3 2960.47
5
-
-
300 20 -3404.69 -3750.69 -3363.30 -2810.07 -3038.38 2791.9 -3109.98 -2546.15 -2914.62
2938.66
5
316.66 20 -3381.17 -3715.83 - -3327.64 -2785.74 -3005.83 - -3075.58 -2521.90 -2880.53
2767.1
7 2915.68
0
-
333.33 -
20 -3356.43 -3679.65 -3290.79 -2760.27 -2972.00 2741.0 -3039.93 -2496.44 -2845.25
3 2891.54
4
-
-
350 20 -3330.52 -3642.14 -3252.72 -2733.65 -2936.84 2713.8 -3003.04 -2469.79 -2808.76
2866.25
0
-
366.66 -
20 -3303.48 -3603.30 -3213.41 -2705.90 -2900.31 2685.4 -2964.93 -2441.95 -2771.06
7 2839.82
4
-
383.33 -
20 -3275.33 -3563.14 -3172.87 -2677.02 -2862.40 2655.9 -2925.59 -2412.97 -2732.16
3 2812.29
9
-
-
400 20 -3246.11 -3521.63 -3131.08 -2647.06 -2823.07 2625.4 -2885.05 -2382.86 -2692.06
2783.68
7
-
416.66 -
20 -3215.84 -3478.75 -3088.05 -2616.05 -2782.28 2593.9 -2843.29 -2351.67 -2650.79
7 2754.04
3
-
433.33 -
20 -3184.52 -3434.44 -3043.76 -2584.03 -2739.99 2561.3 -2800.31 -2319.45 -2608.35
3 2723.41
9
-
-
450 20 -3152.14 -3388.62 -2998.19 -2551.05 -2696.12 2527.8 -2756.08 -2286.22 -2564.75
2691.81
9
-
466.66 -
20 -3118.61 -3341.17 -2951.32 -2517.18 -2650.53 2493.4 -2710.57 -2252.05 -2520.01
7 2659.29
4
-
483.33 -
20 -3083.76 -3291.90 -2903.10 -2482.46 -2603.00 2458.0 -2663.76 -2216.96 -2474.13
3 2625.87
8
-
-
500 20 -3046.99 -3240.47 -2853.45 -2446.37 -2553.06 2421.8 -2615.55 -2181.01 -2427.12
2591.57
3

Berikut adalah hasil plot entalpi Alkohol terhadap fungsi temperatur pada tekanan 20 bar
H vs. Temperature
-2000

VAPOR H METHANOL
-2500 VAPOR H ETHANOL
VAPOR H PROPANOL
-3000 VAPOR H BUTANOL
VAPOR H PENTANOL
-3500 VAPOR H HEKSANOL
VAPOR H HEPTANOL
VAPOR H OKTANOL
-4000
VAPOR H NONANOL
VAPOR H DEKANOL
-4500 LIQUID H METHANOL
LIQUID H ETHANOL
H kJ/kg

-5000 LIQUID H PROPANOL


LIQUID H BUTANOL
LIQUID H PENTANOL
-5500
LIQUID H HEKSANOL
LIQUID H HEPTANOL
-6000 LIQUID H OKTANOL
LIQUID H NONANOL
-6500 LIQUID H DEKANOL

-7000

-7500

-8000
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K

Gambar 4.3 Profil entalpi (H) alkohol pada tekanan 20 bar sebagai fungsi temperature (K)
Tabel 4.3 Hasil Simulasi perhitungan Entalpi (H) alkohol sebagai fungsi temperature pada Tekanan 2 Bar

Methanol Ethanol Propanol Butanol Pentanol


T (K) P (bar)
Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid
250.00 2 -6350.69 -7695.61 -5179.94 -6179.52 -4317.58 -5116.85 -3796.04 -4463.75 -3446.18 -4025.99
266.67 2 -6327.35 -7638.88 -5156.79 -6131.03 -4294.20 -5075.13 -3771.60 -4426.24 -3418.32 -3990.72
283.33 2 -6303.83 -7581.75 -5133.09 -6081.74 -4270.31 -5032.54 -3746.90 -4387.76 -3392.31 -3954.46
300.00 2 -6280.01 -7523.98 -5108.70 -6031.46 -4245.70 -4988.94 -3721.52 -4348.18 -3366.06 -3917.12
316.67 2 -6255.78 -7465.30 -5083.51 -5980.01 -4220.24 -4944.22 -3695.27 -4307.42 -3339.10 -3878.60
333.33 2 -6231.07 -7405.45 -5057.47 -5927.22 -4193.87 -4898.25 -3668.05 -4265.42 -3311.24 -3838.87
350.00 2 -6205.83 -7344.12 -5030.55 -5872.87 -4166.56 -4850.93 -3639.82 -4222.10 -3282.40 -3797.86
366.67 2 -6180.00 -7280.95 -5002.74 -5816.74 -4138.29 -4802.11 -3610.56 -4177.40 -3252.53 -3755.55
383.33 2 -6153.55 -7215.46 -4974.02 -5758.51 -4109.06 -4751.66 -3580.27 -4131.25 -3221.63 -3711.89
416.67 2 -6098.73 -7074.55 -4913.93 -5633.81 -4047.77 -4644.93 -3516.68 -4034.20 -3156.76 -3620.31
433.33 2 -6070.33 -6996.40 -4882.58 -5565.55 -4015.73 -4587.94 -3483.41 -3982.99 -3122.82 -3572.24
450.00 2 -6041.26 -6908.99 -4850.39 -5490.70 -3982.81 -4527.64 -3449.20 -3929.65 -3087.92 -3522.50
466.67 2 -6011.53 -6801.61 -4817.37 -5403.01 -3949.00 -4462.64 -3414.06 -3873.74 -3052.08 -3470.87
483.33 2 -5981.13 -6505.68 -4783.55 -5205.08 -3914.34 -4389.47 -3378.04 -3814.43 -3015.32 -3417.04
500.00 2 -5950.08 -6329.80 -4748.94 -5028.03 -3878.85 -4289.18 -3341.14 -3749.94 -2977.68 -3360.43

Heksanol Heptanol Oktanol Nonanol Dekanol


T (K) P (bar)
Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid Vapor Liquid
250.00 2 -3446.86 -3848.91 -2996.13 -3465.54 -2870.12 -3130.88 -2855.45 -3207.28 -2610.13 -3012.26
266.67 2 -3420.84 -3818.08 -2974.62 -3433.13 -2839.16 -3101.73 -2833.18 -3176.70 -2588.83 -2981.45
283.33 2 -3394.75 -3785.88 -2950.38 -3399.69 -2811.26 -3071.51 -2808.81 -3144.83 -2566.26 -2949.61
300.00 2 -3367.84 -3752.33 -2915.31 -3365.15 -2783.62 -3040.12 -2775.91 -3111.66 -2542.30 -2916.65
316.67 2 -3339.94 -3717.41 -2886.05 -3329.45 -2755.33 -3007.49 -2744.90 -3077.22 -2516.80 -2882.53
333.33 2 -3310.97 -3681.16 -2856.76 -3292.55 -2726.12 -2973.56 -2714.33 -3041.52 -2489.51 -2847.21
350.00 2 -3280.91 -3643.56 -2826.78 -3254.42 -2695.88 -2938.27 -2683.14 -3004.58 -2458.45 -2810.69
383.33 2 -3217.55 -3564.31 -2764.07 -3174.42 -2632.10 -2863.45 -2618.05 -2926.98 -2385.77 -2733.98
416.67 2 -3149.98 -3479.52 -2697.39 -3089.37 -2563.87 -2782.66 -2549.04 -2844.45 -2316.34 -2652.46
450.00 2 -3078.36 -3388.67 -2626.73 -2999.15 -2491.31 -2695.18 -2476.05 -2756.88 -2243.57 -2566.20
466.67 2 -3041.08 -3340.63 -2589.97 -2952.02 -2453.48 -2648.34 -2438.09 -2711.13 -2205.82 -2521.32
483.33 2 -3002.85 -3290.45 -2552.27 -2903.46 -2414.66 -2598.53 -2399.15 -2663.96 -2167.17 -2475.27
500.00 2 -2963.67 -3237.52 -2513.66 -2853.35 -2374.87 -2542.99 -2359.27 -2615.29 -2127.63 -2428.03
Berikut adalah hasil plot entalpi Alkohol terhadap fungsi temperatur pada t ekanan 20 bar
H vs. Temperature
-2000

VAPOR H METHANOL
-2500 VAPOR H ETHANOL
VAPOR H PROPANOL
-3000 VAPOR H BUTANOL
VAPOR H PENTANOL
-3500 VAPOR H HEKSANOL
VAPOR H HEPTANOL
VAPOR H OKTANOL
-4000
VAPOR H NONANOL
VAPOR H DEKANOL
-4500 LIQUID H METHANOL
LIQUID H ETHANOL
H kJ/kg

-5000 LIQUID H PROPANOL


LIQUID H BUTANOL
LIQUID H PENTANOL
-5500
LIQUID H HEKSANOL
LIQUID H HEPTANOL
-6000 LIQUID H OKTANOL
LIQUID H NONANOL
-6500 LIQUID H DEKANOL

-7000

-7500

-8000
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K

Gambar 4.4 Profil entalpi (H) alkohol pada tekanan 20 bar sebagai fungsi temperature (K)
Hasil simulasi pada kasus 4.1.3 ini menghitung harga entalpi vapor dan liquid
pada komponen alkohol tersebut dengan tekanan 2 dan 20 bar sebagai fungsi
temperature (K). Entalpi merupakan jumlah panas yang terlibat dalam suatu proses
kimia seperti halnya dalam komponen alkohol pada simulasi ini dimana panas yang di
lepaskan. Dapat dilihat dalam tabel 4.3 dan tabel 4.4 nilai entalpi yang dihasilkan
hampir sama, berarti dalam hal ini pengaruh tekanan tidak berpengaruh besar terhadap
nilai entalpi. Dari grafik tersebut bahwa semakin panjang rantai karbonnya maka nilai
entalpi yang dihasilkan akan semakin besar, dimana dari suhu 240-500 K memiliki
profil gambar yang hampir sama. Dari hasil simulasi juga dapat diketahui bahwa hasil
analisis senyawa komponen murni tersebut eksoterm atau perubahan yang terjadi
dengan melepaskan sejumlah panas dan energi tertentu.
Dengan menggunakan aspen plus V11 maka didapatkan hasil plot semakin
tinggi suhu alkohol maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin
panjang gugus fungsi C. Dari komponen-komponen tersebut Delkanol adalah nilai
entalpi tertinggi karena Panjang rantai carbon dekanol lebih Panjang dari komponen
lain. Titik pertemuan antara liquid dan vapor dapat dilihat semakin panjang rantai
karbonnya maka nilai liquid akan semakin tinggi dari vapor dan titik suhu pertemuan
antara liquid dan vapor berdasarkan grafik 4.3 dan 4.4 juga menggambarkan semakin
pendek rantai karbonnya suhu titik pertemuan fase liquid dan vapor semakin tinggi.

4.2 Menganalisis Termodinamika komponen murni pada senyawa Alkohol


Pada kasus ini untuk menganalisis termodinamika pada senyawa N-Butanol dengan
Air (H2O) Serta N-Hexane dengan N-Heptane. Variasi metode yang digunakan pada kasus ini
adalah membandingkan metode ideal dengan metide NRTL. Metode ideal dan NRTL untuk
membandingkan kurva kesetimbangan uap cair pada Txy dan Pxy serta energi bebas gibs. Dan untuk
mengetahui apakah senyawa biner azeotrop atau tidak azeotrope.

Berikut adalah hasil prediksi Kurva Kesetimbangan Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan
Larutan cair Ideal)
T-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
118

117 x 1.0132 bar


y 1.0132 bar
116

115

114

113

112

111

110
Temperature, C

109

108

107

106

105

104

103

102

101

100
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, WATER

Gambar 4.5 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode ideal pada tekanan 1
bar.
P-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
0.032

x 25.0 C
0.030 y 25.0 C

0.028

0.026

0.024

0.022
Pressure, bar

0.020

0.018

0.016

0.014

0.012

0.010

0.008
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, WATER

Gambar 4.6 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Pxy) dengan metode ideal pada tekanan 1
bar.
Gibbs free energy of mixing for N-BUTNOL/WATER
0

5.0 C
-50 25.0 C
50.0 C
100.0 C
-100

-150

-200
Gibbs free energy of mixing, cal/mol

-250

-300

-350

-400

-450

-500

-550
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, WATER

Gambar 4.7 Gibb free energy of mixing Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada suhu 5 °C, 25 °C, 50 °C dan 100 °C

Berikut adalah hasil prediksi Kurva Kesetimbangan Butanol-Air Metoda NRTL (Uap dan
Larutan cair);
T-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
120.0

x 1.0132 bar
117.5 y 1.0132 bar

115.0

112.5

110.0
Temperature, C

107.5

105.0

102.5

100.0

97.5

95.0

92.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-BUTNOL

Gambar 4.8 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode NRTL pada tekanan 1
bar
P-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
0.0350

x 25.0 C
0.0325 y 25.0 C

0.0300

0.0275

0.0250

0.0225
Pressure, bar

0.0200

0.0175

0.0150

0.0125

0.0100

0.0075
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fr action, N-BUTNOL

Gambar 4.9 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Pxy) dengan metode NRTL


Gibbs free energy of mixing for N-BUTNOL/WATER
0

-10 5.0 C
25.0 C
-20 50.0 C
-30

-40

-50

-60
Gibbs free energy of mixing, cal/mol

-70

-80

-90

-100

-110

-120

-130

-140

-150

-160

-170
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-BUTNOL

Gambar 4.10 Gibb free energy of mixing Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C.
Berikut adalah hasil prediksi kurva kesetimbangan uap-cair pada Heksana-Heptana
dengan metode Ideal (Uap dan larutan Cair Ideal).

P-xy diagram for N-HEX-01/N-HEP-01


0.55

x 50.0 C
y 50.0 C
0.50

0.45

0.40
Pressure, bar

0.35

0.30

0.25

0.20

0.15
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.11 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode ideal


T-xy diagram for N-HEX-01/N-HEP-01
100.0

x 1.0132 bar
97.5
y 1.0132 bar

95.0

92.5

90.0

87.5

85.0
Temperature, C

82.5

80.0

77.5

75.0

72.5

70.0

67.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.12 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode ideal pada
tekanan 1 bar.
Gibbs free energy of mixing for N-HEX-01/N-HEP-01
0

5.0 C
25.0 C
-50
50.0 C

-100

-150
Gibbs free energy of mixing, cal/mol

-200

-250

-300

-350

-400

-450
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.13 Gibb free energy of mixing Heksana-Heptana Metoda Ideal (Uap dan Larutan
Ideal) pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C

Berikut adalah hasil prediksi Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana Metoda NRTL


(Uap dan Larutan cair);
T-xy diagram for N-HEX-01/N-HEP-01
100.0

x 1.0325 bar
97.5
y 1.0325 bar

95.0

92.5

90.0

87.5

85.0
Temperature, C

82.5

80.0

77.5

75.0

72.5

70.0

67.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.14 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode NRTL pada
tekanan 1 bar.
P-xy diagram for N-HEX-01/N-HEP-01
0.065

x 1.0325 C
0.060 y 1.0325 C

0.055

0.050

0.045
Pressure, bar

0.040

0.035

0.030

0.025

0.020

0.015
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.15 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode NRTL


Gibbs free energy of mixing for N-HEX-01/N-HEP-01
0

5.0 C
25.0 C
-50
50.0 C

-100

-150
Gibbs free energy of mixing, cal/mol

-200

-250

-300

-350

-400

-450
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-HEX-01

Gambar 4.16 Gibb free energy of mixing Heksana-Heptana Metoda NRTL (Uap dan Larutan
Ideal) pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C
Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan metode ideal dan NRTL, dapat
dilihat bahwa dari kedua kasus tersebut ada perbedaan/ perubahan. Pada termodinamika
Butanol-Air didapatkan kurva grafik kesetimbangan uap cair dengan metode ideal (uap dan
larutan cair ideal). Gambar 4.5 menunjukkan kurva kesetimbangan Butanol-Air (Txy) pada
tekanan 1 bar, sementara gambar 4.6 menunjukkan kurva kesetimbangan Butanol-Air (Pxy)
dengan metode ideal pada tekanan 1 bar. Hasil simulasi dari grafik butanol -air menunjukkan
bahwa semakin besar fraksi mol butanol, maka temperatur pada dew point dan bubble point
semakin menurun, hal ini menyebabkan karena komponen butanol dan air bersifat volatile,
dimana titik temperature dari kedua komponen tersebut 117 °C dan 100°C. Pada gambar 4.7
menunjukkan grafik Energi Bebas Gibss Butanol-Air dengan metoda Ideal (Uap dan Larutan
Ideal) pada variasi suhu 5 °C, 25 °C, 50 °C dan 100 °C. Hasil simulasi tersebut membentuk
energi bebas gibbs bahwa semakin tinggi temperature energi bebas Gibbs juga dihasilkan
bernilai semakin besar.
Kurva Kesetimbangan Uap-Cair system biner butanol-air dengan metode NRTL
memiliki perbedaaan, dimana pada metode NRTL ini membentuk titik Azeotrop pada fase
uap dan cair. Azeotrop adalah campuran dari uap dan cair dalam sedemikian rupa sehingga
komponen tidak dapat diubah atau berada pada titik yang tidak dapat dipisahkan pada suhu
tertentu. Pada gambar 4.8 kurva kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode NRTL
pada tekanan 1 bar, gambar 4.9 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Pxy) dengan metode
NRTL. Masing-masing memebentuk titik azeotrope. Salah satu contoh azeotrop yaitu terdiri
dari alokohol yang berkadar 96%, dimana 4 % adalah air membentuk suatu kondisi/
campuran. Hal ini disebabkan molekul alkohol dan air saling terikat dengan erat dan tidak
bisa dipisahkan. Sementara Gambar 4.10 menunjukkan Energi Bebas Gibs Butanol-Air
Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal) pada variasi suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C. Gambar yang
dihasilkan juga berbeda dengan metode ideal, dan dari grafik tersebut dapat diketahui semakin
tinggi temperatur pada senyawa biner tersebut maka energi bebas gibs yang dihasilkan juga
semakin besar.
Sementara itu pada proses simulasi kurva kesetimbangan uap-cair pada Heksana-
Heptana dengan metode Ideal (Uap dan larutan Cair Ideal) dan metode NRTL sangat berbeda
pada kurva kesetimbangan uap-cair Butanol-Air (Uap dan larutan Cair Ideal). Pada gambar
4.11 menunjukkan kurva kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode ideal,
gambar 4.12 menunjukkan kurva kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode
ideal pada tekanan 1 bar. Itu artinya senyawa biner Heksana-Heptana dapat membentuk kurva
kesetimbangan uap cair temperature pada dew point dan bubble point. Gambar 4.13
menunjukkan Energi Bebas Gibbs Heksana-Heptana Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada variasi suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C. Artinya pada grafik tersebut dapat diketahui semakin
tinggi temperatur pada senyawa biner tersebut maka energi bebas gibs yang dihasilkan juga
semakin besar.
Sedangkan dengan menggunakan metode NRTL kurva kesetimbanagan uap-cair pada
heksana dan heptana tidak memiliki titik azeotrope dan kurva yang dihasilkan sama dengan
kurva pada metode ideal. Baik pada kurva dew point, Bubble Point dan Kurva Energi Bebas
Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal.

4.3 Menganalisis Proses Ekspansi Gas pada Unit Proses Turbunin Gas
Pada kasus ini dilakukan analisis berbagai metode. Untuk kasus ini, mula-mula
simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PENG-ROB. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode IDEAL, NRTL, ELECNRTL,
UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 6 metode dan diamati perbedaan
dari hasil akhir simulasi. Komponen gas etilen yang masuk pada turbin kondisi 300°C dan 45
bar diekspansi secara adiabati akan menghasilkan kerja isentropik menjadi tekanan 2 bar.
Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan pada result Aspen V11;
Tabel 4.4 Kasus 4.3 dengan metode PENG-ROB

Compressor model Isentropic Turbine  


Phase calculations Vapor phase calculation  
Indicated horsepower -11.8622583 kW
Brake horsepower -11.8622583 kW
Net work required -11.8622583 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 90.7469251 C
Isentropic outlet temperature 90.7469251 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.5 Kasus 4.3 dengan metode IDEAL

Compressor model Isentropic Turbine  


Phase calculations Vapor phase calculation  
Indicated horsepower -12.1520961 kW
Brake horsepower -12.1520961 kW
Net work required -12.1520961 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 96.7387325 C
Isentropic outlet temperature 96.7387325 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.6 Kasus 4.3 dengan metode NRTL

Compressor model Isentropic Turbine  


Phase calculations Vapor phase calculation  
Indicated horsepower -12.1520961 kW
Brake horsepower -12.1520961 kW
Net work required -12.1520961 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 96.7387325 C
Isentropic outlet temperature 96.7387325 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.7 Kasus 4.3 dengan metode ELECNRTL

Compressor model Isentropic Turbine  


Phase calculations Vapor phase calculation  
Indicated horsepower -11.8861495 kW
Brake horsepower -11.8861495 kW
Net work required -11.8861495 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 91.6783617 C
Isentropic outlet temperature 91.6783617 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    
Tabel 4.8 Kasus 4.3 dengan metode UNIFAC
Compressor model Isentropic Turbine  
Phase calculations Vapor phase  
calculation
Indicated horsepower -11.8861495 kW
Brake horsepower -11.8861495 kW
Net work required -11.8861495 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 91.6783617 C
Isentropic outlet temperature 91.6783617 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.9 Kasus 4.3 dengan metode PC-SAFT


Compressor model Isentropic Turbine  
Vapor phase
Phase calculations calculation  
Indicated horsepower -11.8808177 kW
Brake horsepower -11.8808177 kW
Net work required -11.8808177 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 1  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 2 bar
Outlet temperature 91.0333553 C
Isentropic outlet temperature 91.0333553 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan berbagai macam metode, dapat


dilihat bahwa dari kasus 4.3 tersebut tidak terjadi perubahan hasil simulasi secara signifikan.
Hasil simulasi yang dibandingkan adalah Suhu Keluar (T out) dan Kerja Isentropik pada
turbin (W). Terdapat sedikit perbedaan nilai Suhu yang keluar (T out) dan nilai kerja (W)
tetapi perbedaan ini relative kecil sehingga tidak menimbulkan efek yang signifikan pada
proses simulasi. Perbedaan nilai tersebut hanya perhitungan pada rumus-rumus berbagai
metode yang digunakan pada proses simulasi ini.

4.4 Membuat Simulasi Proses Peningkatan Tekanan Uap Jenuh


Pada kasus ini dilakukan analisis berbagai metode. Untuk kasus ini, mula-mula
simulasi dilakukan dengan menggunakan metode STEAMNBS. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode PENG-ROB, IDEAL, NRTL,
ELECNRTL, UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 7 metode dan diamati
perbedaan dari hasil akhir simulasi. Kukus uap jenuh yang masuk pada kompresor dengan
kondisi 100 kpa ditekan secara adiabatik menjadi tekanan 300 kpa dengan efisiensi kerja
isentropic 75 %. Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan pada result Aspen V11

Tabel 4.10 Kasus 4.4 dengan metode STEAMNBS

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.11586324 kW
Brake horsepower 5.11586324 kW
Net work required 5.11586324 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 246.082137 C
Isentropic outlet temperature 211.243418 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.11 Kasus 4.4 dengan metode PENG-ROB


Compressor model Isentropic Compressor
Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.17870487 kW
Brake horsepower 5.17870487 kW
Net work required 5.17870487 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75
Mechanical efficiency 1
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 252.295633 C
Isentropic outlet temperature 216.057768 C
Vapor fraction 1
Displacement
Volumetric efficiency    

Tabel 4.12 Kasus 4.4 dengan metode IDEAL

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.20156115 kW
Brake horsepower 5.20156115 kW
Net work required 5.20156115 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 249.511051 C
Isentropic outlet temperature 212.644413 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.13 Kasus 4.4 dengan metode NRTL

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.20156115 kW
Brake horsepower 5.20156115 kW
Net work required 5.20156115 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 249.511051 C
Isentropic outlet temperature 212.644413 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.14 Kasus 4.4 dengan metode ELECNRTL

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.1599045 kW
Brake horsepower 5.1599045 kW
Net work required 5.1599045 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75
Mechanical efficiency 1
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 249.564226 C
Isentropic outlet temperature 213.352566 C
Vapor fraction 1
Displacement
Volumetric efficiency

Tabel 4.15 Kasus 4.4 dengan metode UNIFAC

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.1599045 kW
Brake horsepower 5.1599045 kW
Net work required 5.1599045 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 249.564226 C
Isentropic outlet temperature 213.352566 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Tabel 4.16 Kasus 4.4 dengan metode PC-SAFT

Compressor model Isentropic Compressor


Phase calculations Vapor phase calculation
Indicated horsepower 5.08344421 kW
Brake horsepower 5.08344421 kW
Net work required 5.08344421 kW
Power loss 0 kW
Efficiency 0.75  
Mechanical efficiency 1  
Outlet pressure 300 kPa
Outlet temperature 240.614624 C
Isentropic outlet temperature 206.507689 C
Vapor fraction 1  
Displacement    
Volumetric efficiency    

Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan berbagai macam metode, dapat


dilihat bahwa dari kasus 4.4 tersebut tidak terjadi perubahan hasil simulasi secara signifikan.
Hasil simulasi yang dibandingkan adalah Suhu Masuk (T in), Suhu Keluar (T out) dan Kerja
kompresor tersebur (W). Terdapat sedikit perbedaan nilai Suhu yang masuk (T in). suhu yang
keluar (T out) dan nilai kerja (W) tetapi perbedaan ini relatif kecil sehingga tidak
menimbulkan efek yang signifikan pada proses simulasi. Perbedaan nilai tersebut hanya
perhitungan pada rumus-rumus berbagai metode yang digunakan pada proses simulasi ini.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan Aspen Pluas V.11 dapat disimpulkan
pada kasus 1 Senyawa Alkohol (Methanol, Ethanol, Propanol, Butanol, Pentanol,
Heksanol, Heptanol, Oktanol, Nonanol dan Dekanol) untuk menganalisis dan mencari tekanan
uap alkhol sebagai fungsi temperatur ( 250°C - 500°C), perhitungan kapasitas panas gas ideal
(CPIG) dan profil CPIG pada tekanan 1 atm, perhitungan entalpi (H) serta profilnya dengan
alkohol pada tekanan 2 bar dan 10 bar sebagai fungsi temperatur (250 K-500 K), serta
perhitUngan dan piofil energi Gibss Alkohol uap dan cair pada tekanan 20 bar sebagai fungsi
temperature dapat dihitung dan membentuk plot sebagai fungsi temperature pada metode
PENGROB.
Berdasarkan hasil metode yang diguanakan pada kasus 2 yaitu IDEAL dan NRTL.
Pada Kurva Kesetimbangan senyawa Biner Butanol-Air dapat membentuk kurva dew point,
Bubble Point dan Kurva Energi Bebas Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal. Begitu
juga dengan metode NRTL Kurva Kesetimbangan senyawa Biner Butanol-Air dapat
membentuk kurva dew point, Bubble Point dan Kurva Energi Bebas Gibbs sama dengan
kurva pada metode ideal dan membentuk titik Azeotrop. Tetapi pada Kurva Kesetimbangan
senyawa Biner Heksana-Heptana dapat membentuk kurva dew point, Bubble Point dan Kurva
Energi Bebas Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal dan metode NRTL tidak
didapatkan titik azeotrope.
Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan berbagai macam metode, pada
kasus 3 dan 4 tersebut tidak terjadi perubahan hasil simulasi secara signifikan. Hasil simulasi
yang dibandingkan adalah Suhu Masuk (T in), Suhu Keluar (T out) dan Kerja kompresor
tersebur (W). Terdapat sedikit perbedaan nilai Suhu yang masuk (T in). suhu yang keluar (T
out) dan nilai kerja (W) tetapi perbedaan ini relatif kecil sehingga tidak menimbulkan efek
yang signifikan pada proses simulasi..

DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C. . (1997). Transport Processes and Unit Operations. 3 rd edition. Eastern
Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd.

Hartanto, D. (2014). Review Model dan Parameter Interaksi pada Korelasi Kesetimbangan
Uap-Cair dan Cair-Cair Sistem Etanol ( 1 ) + Air ( 2 ) + Ionic Liquids ( 3 ) dalam
Pemurnian Bioetanol. 8(1).

Herington, E.F.G., 1951., Test for Consistency of Experimental Isobaric Vapor-Liquid


Equiloibrium, J. Inst. Pet., 37, 457-470

Hussain, Y. (2015). Equilibrium Separation Column. Jordan University Of Science and


Technology. http://www.just.edu.jo/~yahussain/files/Equilibrium Separation Columns.pdf

Novera, C. C., & Salam, M. R. (2015). PENGUKURAN KESETIMBANGAN UAP-CAIR


SOTHERMAL SISTEM BINER ETANOL + DIETIL KARBONAT DAN 2-PROPANOL +
DIETIL KARBONAT PADA 303.15 – 323.15 K. Institut Teknologi Sepuluh November.

Wisniak, J., 1994, The Herington Test for Thermodinamic Consistency, HEC, Res, 33.177-
180

LAMPIRAN
Komponen Alkohol

Tampilan Pure Analysis

Komponen -Heksana dan N-Heptana


Metode NRTL

Metode IDEAL
Metode PENG-ROB

Meode ELECNRTL
Metode UNIFAC

Metpde STEAMNBS

Anda mungkin juga menyukai