KEMURGI
KASUS 1- TERMODINAMIKA KOMPONEN MURNI
KASUS 2- TERMODINAMIKA KESETIMBANGAN SISTEM
BINER
KASUS 3-SIMULASI PROSES EKSPANSI GAS PADA UNIT
PROSES TURBUNIN GAS
KASUS4- SIMULASI PROSES PENINGKATAN TEKANAN UAP
JENUH
SEMESTER I-2021/2022
D isusun oleh :
Yus ril M ahendra S imbolon (119280082)
LUK AS 1;37
Sukses persamaan Wilson dalam mempresentasikan data kesetimbangan fasa uap. cair
mendorong pengembangan persamaan alternatif yang berdasarkan konsep modern yaitu
komposisi lokal, diantaranya yang paling populer adalah persamaan NRTL oleh Renon dan
Prausnitz (1968) dan persamaan UNIQUAC.
Persamaan NRTL dikembangkan berdasarkan teori dua cairan dengan tambahan
parameter ketidak acakan α, yang membuat persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk
berbagai jenis campuran dan kesetimbangan cair. cair dengan jalan memilih harga α yang
sesuai. Estmasi parameter untuk persamaan ini dilakukan dengan menetapkan harga α pada
nilai tertentu dan berikutnya melakukan optimasi dari fungsi obyektif untuk memperoleh dua
interaksi parameter yang optimal. Di dalam paper asli harga α yang direkomendasi adalah
0,2.0,47. Berbeda dengan persamaan Wilson yang mengaandung dua parameter yang dapat
diatur, persamaan NRTL mengandung tiga parameter, sehingga persamaan NRTL bisa
dijadikan model alternatif jika model lain tidak memadai. Persamaan ini juga dapat
memperkirakan kesetimbangan sistem multikomponen tanpa parameter tambahan.
Pengembangan semiteoritis untuk memperoleh persamaan UNIQUAC, Abrams dan Prausnitz
(1975) mengadopsi model teori dua cairan dan komposisi lokal
1.2 Tu juan
Tujuan dari s imulas i kasus ini adalah:
1.2.1 Menganalis is Termodinamika komponen murni pada senyaw a
Alkohol (M ethanol, Ethanol, Propanol, Butanol, P entanol,
Heksanol, Heptanol, Oktanol, Nonanol dan D ekanol).
1.2.2 Menganalis is Termodinamika K es etimbangan S is tem Biner
pada senyaw a Butanol- Air dan Heks ana-H eptana.
1.2.3 Menganalis is proses eks pansi gas pada unit pros es turbunin
gas.
1.2.4 Membuat Simulasi Pros es peningkatan Tekanan U ap J enuh.
BAB II
KASUS PERMASALAHAN
2.3 Kasus 3 Mengan alis is Pros es Ekspansi Gas pad a Unit Pros es
Tu rbu nin Gas
Aliras gas etilan pada kondisi 300 ° C dan 45 bar di eks pansi s ecara
adiabatik di dalam turbin menjadi 2 bar. Hitung kerja is entropic yang
diproduksi!
Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PENG-ROB. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode IDEAL, NRTL, ELECNRTL,
UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 6 metode dan diamati perbedaan
dari hasil akhir simulasi. Komponen gas etilen yang masuk pada turbin kondisi 300°C dan 45
bar diekspansi secara adiabati akan menghasilkan kerja isentropik menjadi tekanan 2 bar
2.4 Kasus 4 Membu at S imulas i Pros es pen in gk atan Tekanan U ap Jenuh
Kukus uap jenuh pada 100 kPa di tekan secara adiabatik hingga 300 kPa. Apabila
efisiensi dikompresi 0,75. Berapakaj kerja yang dibutuhkan dan vagaimana properti aliran
keluaran?
Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode STEAMNBS. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode PENG-ROB, IDEAL, NRTL,
ELECNRTL, UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 7 metode dan diamati
perbedaan dari hasil akhir simulasi. Kukus uap jenuh yang masuk pada kompresor dengan
kondisi 100 kpa ditekan secara adiabatik menjadi tekanan 300 kpa dengan efisiensi kerja
isentropic 75 %
BAB III
METODOLOGI
3.3 Kasus 3 Men ganalisis Pros es Eksp ans i Gas pada Unit Proses
Tu rbu nin Gas
Untuk menyelesaikan kasus 3 ini, pertama- tama dimasukkan
komponen Ethylene . Kemudian ditentukan metode simulasi yang akan
digunakan, yaitu P ENG-RO B. Bagian S imulas i, pada Model Palette pilih
blok Compr (kompres or) dengan icon turbin. Beri nama blok s ebagai nama
turbin. K emudian hubungkan aliran masuk dan aliran keluar pada turbin
ters ebut s eperti pada gambar berikut.
300.00
45.00
1.00
IN Temperature (C)
Pressure (bar)
TURBIN
Molar Vapor Fractio n
W Power(kW)
96.74
W=-12.1521 2.00
Y USRIL MAHENDRA SIMBOLON 1.00
119280082
OUT
INSTIT UT T EKNOLOGI SUMATERA
3.4 Memb uat Simu lasi Proses p eningkatan Tek an an Uap Jen uh
Pada kasus ini, pertama- tama dimas ukkan komponen water . Kemudian
ditentukan metode s imulas i yang akan digunakan, yaitu S TEAMN BS .
Bagian S imulas i, pada Model Palette pilih blok Compr (kompresor) dengan
icon compres or. Beri nama blok sebagai nama KOMPRES R. Kemudian
hubungkan aliran masuk dan aliran keluar pada kompres or tersebut seperti
pada gambar berikut.
240.61
3.00
1.00
OUT
Temperature (C)
KOMPRESR
Y USRIL MAHENDRA SIMBOLON
119280082 Pressure (bar)
IN
PL vs. Temperature
1600
LIQUID PL METHANOL
LIQUID PL ETHANOL
1400 LIQUID PL PROPANOL
LIQUID PL BUTANOL
LIQUID PL PENTANOL
1200 LIQUID PL HEKSANOL
LIQUID PL HEPTANOL
LIQUID PL OKTANOL
LIQUID PL NONANOL
1000 LIQUID PL DEKAN OL
PL b ar
800
600
400
200
0
200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500
Temperature C
Gambar 4.1 Kasus 1.1 Profil Tekanan Uap alkohol sebagai fungsi temperature
Hasil simulasi pada kasus 4.1.1 ini menggambarkan tekanan uap alkohol
sebagai fungsi temperature (°C), dari grafik tersebut bahwa semakin panjang rantai
karbonnya maka tekanan uap yang dihasilkan akan semakin tinggi, dimana dari suhu
0-500 °C memiliki profil gambar yang hampir sama tetapi yang membedakan adalah
tekanan yang dihasilkan. Rumus ini dapat di hitung pada persamaan Antonie dalam
termodinamika. Dengan menggunakan aspen plus V11 maka ddapatkan hasil plot
semakin tinggi suhu alkohol maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan
semakin Panjang gugus fungsi C, profil tekanan uap juga semakin tinggi
4.1.2. Perhitungan kapasitas panas gas ideal (CPIG) Alkohol pada tekanan 1 atm.
Pada kasus 4.1.2 ini metode yang digunakan adalah masih sama yaitu
pengrobinson. Lalu pada halaman pure isi property type dengan memilih
Thermodynamic dan isi Property dengan memilih CPIG (Panas gas ideal/ Kj/ mol K).
Lalu setelah diisi temperature (K) dan melengkapi interval suhu pada Equidistant yang
dipilih maka semua komponen pada tab Available components dipindahkan pada
selected componrnts. Lalu diisi tekanan sesuai dengan simulasi diminta dan klik Run
Analysis.
Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan di bagian jendela pure
CPIG vs. Temperature
375
200
175
150
125
100
75
50
25
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K
Gambar 4.2 Profil CPIG alkohol pada tekanan 1 atm sebagai fungsi temperature (K)
Hasil simulasi pada kasus 4.1.2 ini menggambarkan kapasitas panas gas ideal
(CPIG) alkohol pada tekanan 1 atm sebagai fungsi temperature (K), dari grafik
tersebut bahwa semakin panjang rantai karbonnya maka panas gas ideal yang
dihasilkan akan semakin besar, dimana dari suhu 240-500 K memiliki profil gambar
yang hampir sama tetapi yang membedakan adalah kapasitas panas gas ideal (CPIG)
yang dihasilkan. Gas ideal gas teoretis yang terdiri dari partikel-partikel titik yang
bergerak secara acak dan saling tidak berinteraksi. Pada kasus ini hukum yang
digunakan adalah hukum dasar gas ideal yaitu hukum Boyle Mariotte. Dengan
menggunakan aspen plus V11 maka didapatkan hasil plot semakin tinggi suhu alkohol
maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin panjang gugus fungsi
C, profil kapasitas panas gas ideal (CPIG) juga semakin tinggi
Berikut adalah hasil plot entalpi Alkohol terhadap fungsi temperatur pada tekanan 20 bar
H vs. Temperature
-2000
VAPOR H METHANOL
-2500 VAPOR H ETHANOL
VAPOR H PROPANOL
-3000 VAPOR H BUTANOL
VAPOR H PENTANOL
-3500 VAPOR H HEKSANOL
VAPOR H HEPTANOL
VAPOR H OKTANOL
-4000
VAPOR H NONANOL
VAPOR H DEKANOL
-4500 LIQUID H METHANOL
LIQUID H ETHANOL
H kJ/kg
-7000
-7500
-8000
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K
Gambar 4.3 Profil entalpi (H) alkohol pada tekanan 20 bar sebagai fungsi temperature (K)
Tabel 4.3 Hasil Simulasi perhitungan Entalpi (H) alkohol sebagai fungsi temperature pada Tekanan 2 Bar
VAPOR H METHANOL
-2500 VAPOR H ETHANOL
VAPOR H PROPANOL
-3000 VAPOR H BUTANOL
VAPOR H PENTANOL
-3500 VAPOR H HEKSANOL
VAPOR H HEPTANOL
VAPOR H OKTANOL
-4000
VAPOR H NONANOL
VAPOR H DEKANOL
-4500 LIQUID H METHANOL
LIQUID H ETHANOL
H kJ/kg
-7000
-7500
-8000
240 260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500
Temperature K
Gambar 4.4 Profil entalpi (H) alkohol pada tekanan 20 bar sebagai fungsi temperature (K)
Hasil simulasi pada kasus 4.1.3 ini menghitung harga entalpi vapor dan liquid
pada komponen alkohol tersebut dengan tekanan 2 dan 20 bar sebagai fungsi
temperature (K). Entalpi merupakan jumlah panas yang terlibat dalam suatu proses
kimia seperti halnya dalam komponen alkohol pada simulasi ini dimana panas yang di
lepaskan. Dapat dilihat dalam tabel 4.3 dan tabel 4.4 nilai entalpi yang dihasilkan
hampir sama, berarti dalam hal ini pengaruh tekanan tidak berpengaruh besar terhadap
nilai entalpi. Dari grafik tersebut bahwa semakin panjang rantai karbonnya maka nilai
entalpi yang dihasilkan akan semakin besar, dimana dari suhu 240-500 K memiliki
profil gambar yang hampir sama. Dari hasil simulasi juga dapat diketahui bahwa hasil
analisis senyawa komponen murni tersebut eksoterm atau perubahan yang terjadi
dengan melepaskan sejumlah panas dan energi tertentu.
Dengan menggunakan aspen plus V11 maka didapatkan hasil plot semakin
tinggi suhu alkohol maka tekanan yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin
panjang gugus fungsi C. Dari komponen-komponen tersebut Delkanol adalah nilai
entalpi tertinggi karena Panjang rantai carbon dekanol lebih Panjang dari komponen
lain. Titik pertemuan antara liquid dan vapor dapat dilihat semakin panjang rantai
karbonnya maka nilai liquid akan semakin tinggi dari vapor dan titik suhu pertemuan
antara liquid dan vapor berdasarkan grafik 4.3 dan 4.4 juga menggambarkan semakin
pendek rantai karbonnya suhu titik pertemuan fase liquid dan vapor semakin tinggi.
Berikut adalah hasil prediksi Kurva Kesetimbangan Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan
Larutan cair Ideal)
T-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
118
115
114
113
112
111
110
Temperature, C
109
108
107
106
105
104
103
102
101
100
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, WATER
Gambar 4.5 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode ideal pada tekanan 1
bar.
P-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
0.032
x 25.0 C
0.030 y 25.0 C
0.028
0.026
0.024
0.022
Pressure, bar
0.020
0.018
0.016
0.014
0.012
0.010
0.008
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, WATER
Gambar 4.6 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Pxy) dengan metode ideal pada tekanan 1
bar.
Gibbs free energy of mixing for N-BUTNOL/WATER
0
5.0 C
-50 25.0 C
50.0 C
100.0 C
-100
-150
-200
Gibbs free energy of mixing, cal/mol
-250
-300
-350
-400
-450
-500
-550
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, WATER
Gambar 4.7 Gibb free energy of mixing Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada suhu 5 °C, 25 °C, 50 °C dan 100 °C
Berikut adalah hasil prediksi Kurva Kesetimbangan Butanol-Air Metoda NRTL (Uap dan
Larutan cair);
T-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
120.0
x 1.0132 bar
117.5 y 1.0132 bar
115.0
112.5
110.0
Temperature, C
107.5
105.0
102.5
100.0
97.5
95.0
92.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-BUTNOL
Gambar 4.8 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode NRTL pada tekanan 1
bar
P-xy diagram for N-BUTNOL/WATER
0.0350
x 25.0 C
0.0325 y 25.0 C
0.0300
0.0275
0.0250
0.0225
Pressure, bar
0.0200
0.0175
0.0150
0.0125
0.0100
0.0075
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fr action, N-BUTNOL
-10 5.0 C
25.0 C
-20 50.0 C
-30
-40
-50
-60
Gibbs free energy of mixing, cal/mol
-70
-80
-90
-100
-110
-120
-130
-140
-150
-160
-170
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-BUTNOL
Gambar 4.10 Gibb free energy of mixing Butanol-Air Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C.
Berikut adalah hasil prediksi kurva kesetimbangan uap-cair pada Heksana-Heptana
dengan metode Ideal (Uap dan larutan Cair Ideal).
x 50.0 C
y 50.0 C
0.50
0.45
0.40
Pressure, bar
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01
x 1.0132 bar
97.5
y 1.0132 bar
95.0
92.5
90.0
87.5
85.0
Temperature, C
82.5
80.0
77.5
75.0
72.5
70.0
67.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01
Gambar 4.12 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode ideal pada
tekanan 1 bar.
Gibbs free energy of mixing for N-HEX-01/N-HEP-01
0
5.0 C
25.0 C
-50
50.0 C
-100
-150
Gibbs free energy of mixing, cal/mol
-200
-250
-300
-350
-400
-450
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-HEX-01
Gambar 4.13 Gibb free energy of mixing Heksana-Heptana Metoda Ideal (Uap dan Larutan
Ideal) pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C
x 1.0325 bar
97.5
y 1.0325 bar
95.0
92.5
90.0
87.5
85.0
Temperature, C
82.5
80.0
77.5
75.0
72.5
70.0
67.5
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01
Gambar 4.14 Kurva Kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode NRTL pada
tekanan 1 bar.
P-xy diagram for N-HEX-01/N-HEP-01
0.065
x 1.0325 C
0.060 y 1.0325 C
0.055
0.050
0.045
Pressure, bar
0.040
0.035
0.030
0.025
0.020
0.015
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Liquid/vapor mole fraction, N-HEX-01
5.0 C
25.0 C
-50
50.0 C
-100
-150
Gibbs free energy of mixing, cal/mol
-200
-250
-300
-350
-400
-450
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Mole fraction, N-HEX-01
Gambar 4.16 Gibb free energy of mixing Heksana-Heptana Metoda NRTL (Uap dan Larutan
Ideal) pada suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C
Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan metode ideal dan NRTL, dapat
dilihat bahwa dari kedua kasus tersebut ada perbedaan/ perubahan. Pada termodinamika
Butanol-Air didapatkan kurva grafik kesetimbangan uap cair dengan metode ideal (uap dan
larutan cair ideal). Gambar 4.5 menunjukkan kurva kesetimbangan Butanol-Air (Txy) pada
tekanan 1 bar, sementara gambar 4.6 menunjukkan kurva kesetimbangan Butanol-Air (Pxy)
dengan metode ideal pada tekanan 1 bar. Hasil simulasi dari grafik butanol -air menunjukkan
bahwa semakin besar fraksi mol butanol, maka temperatur pada dew point dan bubble point
semakin menurun, hal ini menyebabkan karena komponen butanol dan air bersifat volatile,
dimana titik temperature dari kedua komponen tersebut 117 °C dan 100°C. Pada gambar 4.7
menunjukkan grafik Energi Bebas Gibss Butanol-Air dengan metoda Ideal (Uap dan Larutan
Ideal) pada variasi suhu 5 °C, 25 °C, 50 °C dan 100 °C. Hasil simulasi tersebut membentuk
energi bebas gibbs bahwa semakin tinggi temperature energi bebas Gibbs juga dihasilkan
bernilai semakin besar.
Kurva Kesetimbangan Uap-Cair system biner butanol-air dengan metode NRTL
memiliki perbedaaan, dimana pada metode NRTL ini membentuk titik Azeotrop pada fase
uap dan cair. Azeotrop adalah campuran dari uap dan cair dalam sedemikian rupa sehingga
komponen tidak dapat diubah atau berada pada titik yang tidak dapat dipisahkan pada suhu
tertentu. Pada gambar 4.8 kurva kesetimbangan Butanol-Air (Txy) dengan metode NRTL
pada tekanan 1 bar, gambar 4.9 Kurva Kesetimbangan Butanol-Air (Pxy) dengan metode
NRTL. Masing-masing memebentuk titik azeotrope. Salah satu contoh azeotrop yaitu terdiri
dari alokohol yang berkadar 96%, dimana 4 % adalah air membentuk suatu kondisi/
campuran. Hal ini disebabkan molekul alkohol dan air saling terikat dengan erat dan tidak
bisa dipisahkan. Sementara Gambar 4.10 menunjukkan Energi Bebas Gibs Butanol-Air
Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal) pada variasi suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C. Gambar yang
dihasilkan juga berbeda dengan metode ideal, dan dari grafik tersebut dapat diketahui semakin
tinggi temperatur pada senyawa biner tersebut maka energi bebas gibs yang dihasilkan juga
semakin besar.
Sementara itu pada proses simulasi kurva kesetimbangan uap-cair pada Heksana-
Heptana dengan metode Ideal (Uap dan larutan Cair Ideal) dan metode NRTL sangat berbeda
pada kurva kesetimbangan uap-cair Butanol-Air (Uap dan larutan Cair Ideal). Pada gambar
4.11 menunjukkan kurva kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode ideal,
gambar 4.12 menunjukkan kurva kesetimbangan Heksana-Heptana (Pxy) dengan metode
ideal pada tekanan 1 bar. Itu artinya senyawa biner Heksana-Heptana dapat membentuk kurva
kesetimbangan uap cair temperature pada dew point dan bubble point. Gambar 4.13
menunjukkan Energi Bebas Gibbs Heksana-Heptana Metoda Ideal (Uap dan Larutan Ideal)
pada variasi suhu 5 °C, 25 °C dan 50 °C. Artinya pada grafik tersebut dapat diketahui semakin
tinggi temperatur pada senyawa biner tersebut maka energi bebas gibs yang dihasilkan juga
semakin besar.
Sedangkan dengan menggunakan metode NRTL kurva kesetimbanagan uap-cair pada
heksana dan heptana tidak memiliki titik azeotrope dan kurva yang dihasilkan sama dengan
kurva pada metode ideal. Baik pada kurva dew point, Bubble Point dan Kurva Energi Bebas
Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal.
4.3 Menganalisis Proses Ekspansi Gas pada Unit Proses Turbunin Gas
Pada kasus ini dilakukan analisis berbagai metode. Untuk kasus ini, mula-mula
simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PENG-ROB. Setelah itu dengan
menggunakan tata cara yang sama pada pengerjaan metode IDEAL, NRTL, ELECNRTL,
UNIFAC, dan FC-SAFT. Kasus ini dicoba menggunakan 6 metode dan diamati perbedaan
dari hasil akhir simulasi. Komponen gas etilen yang masuk pada turbin kondisi 300°C dan 45
bar diekspansi secara adiabati akan menghasilkan kerja isentropik menjadi tekanan 2 bar.
Berikut adalah hasil simulasi yang ditampilkan pada result Aspen V11;
Tabel 4.4 Kasus 4.3 dengan metode PENG-ROB
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan Aspen Pluas V.11 dapat disimpulkan
pada kasus 1 Senyawa Alkohol (Methanol, Ethanol, Propanol, Butanol, Pentanol,
Heksanol, Heptanol, Oktanol, Nonanol dan Dekanol) untuk menganalisis dan mencari tekanan
uap alkhol sebagai fungsi temperatur ( 250°C - 500°C), perhitungan kapasitas panas gas ideal
(CPIG) dan profil CPIG pada tekanan 1 atm, perhitungan entalpi (H) serta profilnya dengan
alkohol pada tekanan 2 bar dan 10 bar sebagai fungsi temperatur (250 K-500 K), serta
perhitUngan dan piofil energi Gibss Alkohol uap dan cair pada tekanan 20 bar sebagai fungsi
temperature dapat dihitung dan membentuk plot sebagai fungsi temperature pada metode
PENGROB.
Berdasarkan hasil metode yang diguanakan pada kasus 2 yaitu IDEAL dan NRTL.
Pada Kurva Kesetimbangan senyawa Biner Butanol-Air dapat membentuk kurva dew point,
Bubble Point dan Kurva Energi Bebas Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal. Begitu
juga dengan metode NRTL Kurva Kesetimbangan senyawa Biner Butanol-Air dapat
membentuk kurva dew point, Bubble Point dan Kurva Energi Bebas Gibbs sama dengan
kurva pada metode ideal dan membentuk titik Azeotrop. Tetapi pada Kurva Kesetimbangan
senyawa Biner Heksana-Heptana dapat membentuk kurva dew point, Bubble Point dan Kurva
Energi Bebas Gibbs sama dengan kurva pada metode ideal dan metode NRTL tidak
didapatkan titik azeotrope.
Berdasarkan proses simulasi dengan menggunakan berbagai macam metode, pada
kasus 3 dan 4 tersebut tidak terjadi perubahan hasil simulasi secara signifikan. Hasil simulasi
yang dibandingkan adalah Suhu Masuk (T in), Suhu Keluar (T out) dan Kerja kompresor
tersebur (W). Terdapat sedikit perbedaan nilai Suhu yang masuk (T in). suhu yang keluar (T
out) dan nilai kerja (W) tetapi perbedaan ini relatif kecil sehingga tidak menimbulkan efek
yang signifikan pada proses simulasi..
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C. . (1997). Transport Processes and Unit Operations. 3 rd edition. Eastern
Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd.
Hartanto, D. (2014). Review Model dan Parameter Interaksi pada Korelasi Kesetimbangan
Uap-Cair dan Cair-Cair Sistem Etanol ( 1 ) + Air ( 2 ) + Ionic Liquids ( 3 ) dalam
Pemurnian Bioetanol. 8(1).
Wisniak, J., 1994, The Herington Test for Thermodinamic Consistency, HEC, Res, 33.177-
180
LAMPIRAN
Komponen Alkohol
Metode IDEAL
Metode PENG-ROB
Meode ELECNRTL
Metode UNIFAC
Metpde STEAMNBS