Anda di halaman 1dari 17

GERAKAN SOSIAL BUDAYA LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

PAPER

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah : Sosiologi dan Antropologi Lingkungan

Dosen pengampu : Ahmad Faqih, S.Ag, M.Si

Disusun oleh :

1. Nawaz Ainun Najib (1601046036)


2. Misbahussudur (1601046013)
3. Fatimatu Zahro (1601046024)
4. Indah Mei Anggraini (1601046027)
5. Layalia Mawaddah (1601046012)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia yang bijaksana adalah manusia yang mampu cinta pada kebenaran dan
mencintai dengan kebijaksanaan, terutama terhadap lingkungan hidup sendiri. Hubungan
atau relasi makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup yang lainnya. Dalam proses
sosial dan budaya, makhluk hidup tentu selalu berada dalam lingkungan kehidupan, artinya
makhluk hidup secara alami selalu membutuhkan lingkungan sebagai tempat hidup yang
tergambar pada hubungan makhluk hidup dengan lingkungan manusia dengan
lingkungannya. Dimanapun makhluk hidup melakukan suatu gerakan sebagai organisme
pasti organisme tersebut sedang hidup di lingkungan. yang mana merupakan kesatuan ruang
yang luas berupa benda, daya, keadaan, pohon udara, tanah ladang, pertanian, makanan,
laut, sungai, danau, semua tempat kegiatan serta perilaku makhluk hidup yang didalamnya
dapat mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Setiap perilaku makhluk hidup terutama perilaku manusia terhadap
lingkungannya akan memberikan kesan dan pengaruh yang baik, apabila perilaku manusia
tersebut baik pula pada lingkungan maka akan mengakibatkan lingkungan menjadi subur
dan indah. Sebaliknya apabila perilaku manusia itu buruk, maka akan mengakibatkan
lingkungan itu menjadi rusak. Lingkungan yang rusak atau tidaknya itu tergantung dari
perilaku manusia sendiri bagaimana manusia itu bisa memanfaatkan lingkungan dan
memberikan manfaat pada lingkungan dengan sebaik mungkin.
Salah satu yang menjadi pendorong setiap manusia beretika terhadap lingkungan
hidupnya adalah melakukan gerakan sosial budaya yang merupakan proses dan adaptasi
mereka terhadap lingkungannya. Proses adaptasi setiap manusia yang hidup dalam
lingkungannya dapat diterapkan dengan melakukan gerakan sosial budaya. Tentu hal ini
menjadi bagian yang terpenting dalam mewujudkan sebuah lingkungan yang tetap
menjunjung tinggi kearifan lokal lingkungan tersebut. Gerakan sosial budaya yang baik
tentu setiap manusia dituntut untuk bisa menjaga dan melestarikan lingkungan alamnya
agar menjadi lingkungan yang arif lokal. Tidak hanya bergerak melainkan juga menerapkan
etika-etika lingkungan ketika melakukan gerakan sosial budaya terhadap lingkungan hidup
manusia.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal?
2. Bagaimana Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal?
3. Bagaimana Dampak Dari Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan
Lokal?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal


Kearifan lokal (local wisdom) sering kali dikaitkan dengan masyarakat lokal dengan
pengertian yang bervariasi. Secara etimologi kearifan lokal terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Lokal berarti setempat dan kearifan berarti
kebijaksanaan. Kearifan lokal berarti sebuah gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-
pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang
tertanam dan diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Tentu dalam sistem pemenuhan
kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan, agama, ilmu pengetahuan,
ekonomi, teknologi, oraganisasi sosial, bahasa dan komunikasi. Menurut Zulkarnain dan
Febriansyah mengatakan bahwa kearifan lokal adalah sebuah prinsip-prinsip dan cara-cara
tertentu yang dianut, dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam
berinteraksi dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan
norma adat. Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam
pelestarian sumber daya alam dan manusia, pemertahanan adat dan budaya yang
bermanfaat untuk kehidupan.
Pada dasarnya, gerakan sosial budaya lingkungan berbasis kearifan lokal merupakan
gerakan sosial yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan, aspirasi serta
menuntut perubahan yang ditujukan untuk kelompok tertentu dengan prinsip tetap
melindungi, menjaga dan melestarikan alam tersebut sebagai bentuk rasa tunduk individu
terhadap lingkungan alam. Seperti kita ketahui tentang adanya pemerintah dan penguasa,
dalam gerakan sosial budaya bisa menjadi pro dan kontra dengan pemerintah meskipun
pada dasarnya setiap manusia berpandangan tentang lingkungan yang harus dilindungi dan
lingkungan yang harus dikuasai. Gerakan sosial budaya terhadap lingkungan yang berbasis
kearifan lokal merupakan sebuah bentuk kolektivitas orang-orang yang hidup dalam satu
lingkungan untuk membawa dan menentang perubahan yang dilakukan dengan prinsip
tetap menjaga lingkungan agar tidak teradi kerusakan. Namun, biasanya sering kali
gerakan sosial budaya terhadap lingkungan itu tidak terwujud sebagai organisasi formal
melainkan hanya dianggap sebagai bagian dari organisasi tertentu. Sehingga hal itu tidak
membuat kita merasa heran bahwa apabila di dalam organisasi terdapat kelompok-
kelompok yang saling bertentangan dan masing-masing mewujudkan dirinya dalam
bentuk gerakan sosial. Menurut Sztompka (1994) telah memberikan batasan pengertian

4
gerakan sosial budaya lingkungan. ia mengatakan bahwa gerakan sosial budaya
lingkungan yang berbasis kearifan lokal memiliki empat kriteria, yaitu : Pertama,
Collectivation yang berarti kolektivitas, Kedua, Having Joint Purpose yang berarti
mempunyai tujuan bersama yaitu mewujudkan perubahan tertentu dalam masyarakat dan
lingkungan mereka yang ditetapkan partisipan dengan cara yang bijaksana, Ketiga,
Spreading collectivation relatively berarti tersebarnya kolektivitas yang relatif dalam
artian masih lebih rendah derajatnya dari pada organisasi formal, Keempat, heigh
spontaneity action berarti tindakannya memiliki gerakan spontanitas tinggi tetapi tidak
terlembaga dan bentuknya tidak konvensional.
Pada awalnya, gerakan sosial budaya lingkungan yang berbasis kearifan lokal terlahir
sebagai suatu sekelompok orang yang tidak puas terhadap keadaan masyarakat dan
keadaan lingkungannya. Kelompok itu mulanya tidak terorganisasi dan terarah, serta tidak
mempunyai rencana sebelumnya. Yang ditandai dengan sikap masyarakat yang mengeluh,
para cendikiawan menulis karangan, para warga negara menulis surat pembaca editor,
invidu melakukan eksperimen terkait bentuk eksperimen yang baru. Mayoritas seorang
pemimpin dan organisasi biasanya muncul tidak sama setelah situasi dan kondisi
sedemikian tercipta. Setelah mengalami masa tahap aktif yang jarang melebihi masa satu
atau dua dasawarsa, gerakan sosial budaya itu kemudian mengalami penurunan kegiatan.
Kadang-kadang gerakan itu sempat menciptakan organisasi permanen atau suatu
perubahan (hak pilih bagi kaum wanita) dan sering kali gerakan itu hilang begitu saja
tanpa bekas yang berarti. Jadi gerakan sosial budaya lingkungan yang berbasis kearifan
lokal adalah sebuah kolektivitas yang terorganisir terdiri dari sekolompok orang yang
hidup dalam satu lingkungan yang lebih menekankan pada sebuah perubahan dan
perbaikan yang terarah dan terencana dalam masyarakat dan lingkungan hidup yang
dilakukan dengan cara yang bijaksana dan tetap melindungi dan melesatarikan lingkungan
hidup untuk meningkatkan kesejahteran hidup manusia dalam masyarakat dan lingkungan
hidupnya. Dan didalam kearifan lokal tersebut terdapat karakter yang khas berupa
hubungan timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya,. Terutama
manusia yang memiliki peranan kompleks dan nyata. Oleh karena itu gerakan sosial
budaya lingkungan yang berbasis kearifan lokal itu mengarah pada sebuah perbaikan dan
perubahan yang baik bagi mayarakat dan lingkungan hidupnya.

B. Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal


5
Menurut Puronomo dkk (1989) dalam konteks sejarah gerakan sosial budaya lingkungan
yang berbasis kearifan lokal di indonesia yang termanifestasi dalam bentuk NGO (Non
Gevernmental Organization) atau yang dikenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Pada dasarnya telah ada pada agenda gerakan sosial budaya sejak 1970-an
(Suharko, 1998). Gerakan sosial budaya lingkungan yang berbasis kearifan lokal di
Indonesia memperoleh momentum penguatan pada periode 1980-an, Eldridge (1995)
menyebut periode ini sebagai gelombang kedua (second wave) aktivitas NGO atau LSM
di Indonesia. Pada tanggak 15 oktober 1980 muncul salah satu gerakan sosial budaya
lingkungan bernama WALHI (Wahana Lingkungan Hidup). Pada tahun 1995, jumlah
gerakan sosial budaya beerbasis kearifan lokal di Indonesia mencapai angka 1.000
2.000. Adapun gerakan sosial budaya lingkungan berbasis kearifan lokal, yaitu :
1. Ekofeminisme
Ekofeminisme merupakan sebuah gerakan yang muncul dikalangan perempuan di
berbagai belahan dunia dari berbagai profesi sebagai akibat adanya ketidakadilan
terhadap perempuan yang selalu dimitoskan dengan alam. Ekofiminisme juga terkait
pada lingkungan sebagai implikasi kesadaran feminis yang tinggi di kalangan ilmuwan
perempuan di perguruan tinggi di berbagai belahan dunia. kesadaran para perempuan
feminis terhadap eksploitasi alam membuat mereka bangkit berperan dalam
penyelamatan lingkungan hidup sehingga tercipta kehidupan yang ecofriendly and
womenfriendly. Adanya gerakan ekofeminisme ini melibatkan empati terhadap
perempuan dalam perannya dalam lingkungan hidup. oleh karena itu perlu sekali
dalam memahami kearifal lokal agar muncul rekonstruksi kearifan lokal baru yang
ramah lingkungan. ekofeminisme ini juga memberikan pelajaran tentang hubungan
antara manusia dengan lingkungan hidupnya (ekologi). Adanya ekologi ini membantu
dalam hasil reaksi kritis atas pandangan umum terhadap dunia yang dualistis-
dikotomis. Yang mana ini menunjukan sebuah usaha pelestarian lingkungan dalam
mewujudkan sebuah kearifan lokal yang ditandai dengan manusia mau bekerja sama
dengan alam lingkungan untuk mengarahkan hidup ini secara bersama-sama kepada
kesejahteraan seluruh anggota komunitas dunia. ini bisa dibuktikan dengan mengakui
dengan menghargai dan mengakui hak hidup setiap makhluk sebagai subyek yang
mandiri dan martabat dalam dunia yang konkret integral (Darmawati, 2002).
Berkaitan dengan gerakan feminisme dan lingkungan hidup berbasis kearifan lokal
adalah sebuah historis kausal. Konsep dasar dari dominasi kembar terhadap alam dan
perempuan adalah dualisme nilai dan hirarki nilai. Sehingga hubungan peran etika

6
feminisme dan lingkungan hidup berbasis kearifan lokal adalah mengekspos dan
membongkar dualisme ini serta menyusun kembali gagasan filosofis yang
mendasarinya. Jadi, peran gerakan feminisme ini tentunya untuk menaruh perhatian
kepada keterkaitan antara kehidupan manusia dan lingkungannya. Menurut Strong
(1995) kunci untuk memperbaiki bumi terletak pada penghormatan terhadap hukum
alam yang dipahami oleh masyarakat asli tradisional. Yang mana menuntun relasi
manusia dengan empat elemen pemberi kehidupan seperti tanah, air, udara dan api
(energi) serta mengajarkan penghormatan kepada kesatuan dan kesinambungan dari
seluruh kehidupan manusia. Adapun contoh peran perempuan dalam penyelamatan
lingkungan diberbagai negara dapat dibuktikan sebagai berikut :bahwa pengalaman
orang-orang Irian Jaya dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan alam lingkungan
seperti tidak memisahkan aktivitas ekonomi dari pengalaman beragamanya.
Perempuan-perempuan Irian Jaya menghalangi para suami-suami mereka yang akan
menebang pohon-pohon di hutan dengan berpuisi dan mengitari bahkan sampai
memeluk atau mendekap pohon-pohon yang ada dilingkungan tersebut dan ini terbukti
berhasil (Darmawati, 2002). Pada dasarnya apa yang dilakukan perempuan Irian Jaya
ini sama halnya seperti di India. Pada tahun 1974, perempuan di Kota Reni, bagian
utara India, mereka bersepakat untuk menghentikan penebangan hutan. Mereka selain
melarang untuk menebang, ternyata mereka juga mendekap dan memeluk erat-erat
pohon-pohon yang akan ditebang oleh mesin pemotong kayu yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar. Gerakan perempuan ini dikenal dengan sebutan gerakan
Chipko (dalam bahasa Hindi berarti memeluk). Gerakan perempuan ini telah
berhasil menyelamatkan sebanyak 12.000 km areal hutan. Gerakan ini pada dasarnya
mempunyai unsur ekonomi dan budaya. Pada unsur ekonomi ditandai dengan adanya
sentimen para kontraktor-kontraktor besar yang menggunduli hutan penduduk asli
untuk kepentingan bisnis para kontraktor. Sedangkan pada unsur budaya ditandai
dengan adanya kepercayaan yang tertanam pada dalam masyarakat untuk melindungi
hutan nenek-moyang mereka. Menurut orang-orang india, mereka memandang bahwa
Hutan mempunyai makna sakral yang harus dilindungi dan tunduk pada hutan yang
dkenal dengan sebutan Aranya Sanskrit (Warren, 2000). Menurut Jayanta
Bandoyopadhay dan Vandana Shiva (2 orang aktivis lingkungan ternama)
mengatakan bahwa Gerakan Chipko dan kepercayaan Aranya Sanskrit memiliki basis
ekologis yang kuat (Warren, 2000). Selain basis ekologis yang kuat, gerakan Chipko
juga mempunyai perspektif perempuan yang tangguh yang terdiri dari para perempuan

7
dari organisasi akar rumput yang sangat sadar akan keterkaitan isu perempuan
dengan lingkungan. dalam hal kasus penebangan hutan ini, para anggota gerakan
Chipko menilai kepentingan peremuan telah dikorbakan demi kepentingan bisnis.
Gerakan Chipko sendiri memiliki 2 hal yang menarik untuk diamati argumenetasi-
argumentasinya, yaitu : Pertama, perempuan di India seperti di negara berkembang
lainnya yang merupakan korban rumah tangga: makanan, bahan bakar, produk-produk
rumah (termasuk peralatan membersihkan rumah, peralatan masak), dan menghasilkan
ekonomi rumah tangga. Para perempuan ini biasanya tinggal di pedesaan sedangkan
suaminya bekerja di luar kota. Pada akhirnya seorang perempuan mempunyai beban
kerja lebih seperti mengambil ranting-ranting pohon untuk bahan bakar sendiri dan
mengambil air untuk mencari penghasilan rumah tangga. Sementara akibat dari
penebangan pohon-pohon yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti pohon
menjadi semakin langka. Sehingga menyulitkan kehidupan mereka sehari-hari. Kedua,
mereka perempuan jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama
ketika bermusyawarah di dalam memutuskan kebaikan bagi desa mereka. Akibatnya,
perempuan ini cenderung tersisih penentuan kebutuhan desa mereka padahal kegiatan
desa merupakan kegiatan yang sebagian besar dijalankan oleh seluruh perempuan
seperti contohnya penyediaan air bersih.
Berkaitan dengan Ekofeminisme, di korea juga terdapat yang namanya Salimist adalah
sebutan untuk ekofeminis korea yang mempunyai 10 prinsip kehidupan berdasarkan
elemen-elemen dasar kebijaksanaan historis dan spiritual dari perempuan Korea. Pada
dasarnya wawasan dari orang-orang di seputar dunia yang bergema bersama para
ekofeminis Korea pada pokoknya merindukan kehidupan dalam kepenuhannya.
Adapun 10 prinsip kehidupan mereka adalah hutan, air, api, udara, keadialan-cinta
kasih, keindahan, sukacita, dan perayaan, kekuatan semut, dan laba-laba, tujuh
generasi, kemurahan hati Ahimsa (Kyung, 2001). Salimist membuat segalanya
menjadi hidup, terutama yang mati seperti bumi, selain itu Salimist juga menyentuh
setiap hal seperti seorang pesulap yang mendaur ulang setiap hal. Bagi mereka seorang
aktivis perdamaian yang berfikir seperti gunung dan para Salimist yang mencintai
perempuan, alam, bumi dan tuhan.
Sedangkan di Venezuela ada sebuah organisasi yang mengambil tipe simbolik
kultural terkenal, yaitu AMIGRANSA (Association de Amigos en Defensa de la Gran
Sabana) atau asosiasi sahabat adalah sebutan untuk ekofeminis Venezuela untuk
perlindungan padang rumput besar . sebuah organisasi LSM yang berdiri tahun1985

8
yang merupakan hasil inisiatif 5 orang perempuan (Gracia, 1992) yang mana mereka
merancang berbagai strategi kelompok. Tujuannya adalah memelihara alam
lingkungan dengan menentang berbagai aktivitas kegiatan yang dapat merusak
lingkungan dan mengajukan berbagai proposal alternatif sebagai solusinya. Kegiatan
utamanya adalah mempertahankan tanah Nasional Padang Rumput Besar Canaima (La
Gran Sabana Canaima) yang merupakan taman Nasional kelima terbesar di dunia.
pada dasarnya keberhasilan organisasi ini bertumpu pada kemampuan mereka dalam
memperoleh akses dan penggunaan informasi dan sistem-sistem simbolik (khususnya
media) sebagai suatu mekanisme utama melalui isu-isu lingkungan yang dibangun dan
dikonsumsi sebagai suatu budaya politik baru. Masih di Venezuela, juga terdapat
sebuah organisasi yang bernama GEMA (Group de Estudious Mujer Y Ambiente)
adalah sebuah kelompok kajian perempuan dan lingkungan yang merupakan sebuah
organisasi yang didirikan pada tahun 1989 oleh kalangan profesional perempuan.
Proyek-proyek utama mereka itu berkaitan dengan masalah kesehatan dan lingkungan
di dua penampungan besar penghuni liar di Caracas, ibukota Venezuela sedangkan
kondisi perempuan saat itu di pertambangan di wilayah Guayana (Gracia, 1992).
Organisasi yang terkait dengan perempuan dan lingkungan yang lainnya adalah
AMAVEN (Association Venezolana de Mujery Ambiente) adalah Persatuan
Perempuan Venezuela dan Lingkungan yang didirikan pada bulan November 1991
yang bertujuan untuk membangun kesadaran lingkungan di antara masyarakat dengan
harapan akan mendorong partisipasi dan konstribusi atas konservasi lingkungan. hal
ini menunjukkan bahwa ekofeminisme membawa perbaikan standar kehidupan dan
mendapatkan keuntungan-keuntungan yang lebih adil bagi masyarakat, khususnya
perempuan kelas bawah (Gracia, 1992).
2. Gerakan Sabuk Hijau (The Green Belt Movement)
Gerakan Sabuk Hijau (The Green Belt Movement) adalah suatu organisasi non-
government yang terbentuk pada tahun 1997 di Kenya, Afrika. Gerakan Sabuk hijau
merupakan suatu organisasi yang di dalamnya membahas tentang penjagaan
lingkungan di Afrika. Banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi di Afrika
mendorong terbentuknya organisasi gerakan sabuk hijau tersebut seperti terjadinya
krisis kayu bakar, air, pangan, dan kerusakan lingkungan mendorong Wangari Maathai
untuk membentuk organisasi pecinta lingkungan di Afrika. Pada awalnya, Gerakan
Sabuk Hijau adalah sebuah aktivitas kegiatan penanaman pohon saja dengan tidak
menyentuh isu-isu demokrasi dan perdamaian, namun Wangari berfikir bahwa

9
pengelolaan lingkungan yang tidak disertai dengan rasa tanggung jawab maka sulit
untuk berkembang dan maju tanpa adanya pembukaan ruang-ruang demokratis.
Sehingga dalam pencapaian berkembangnya lingkungan, pohon menjadi simbol
perjuangan demokrasi di Kenya dan merupakan sebuah prinsip untuk menantang
penyalahgunaan kekuasaan yang meluas, korupsi serta mismanajemen lingkungan
hidup. Gerakan Sabuk hijau seiring berjalannya waktu terus mengajak kelompok-
kelompok terutama kaum perempuan dalam aksi penanaman pohon. Gerakan ini tidak
hanya memperkenalkan proyek-proyeknya kepada masyarakat tetapi juga mengajarkan
masyarakat untuk menjadi pelindung lingkungan sekitar mereka. Dan menanamkan
sikap komitmen meraka akan kesadaran lingkungan yang harus dilindungi. Adapun
nilai-nilai implisit yang terkandung dalam Gerakan Sabuk Hijau, yaitu :
a. Cinta akan pelestarian lingkungan
b. Pemberdayaan diri dan komunitas
c. Kerelawanan
d. Merasa diri sebagai anggota komunitas hijau
e. Akuntabilitas, transparansi, dan kejujuran.
Meskipun nilai-nilai sudah ada dalam Gerakan Sabuk Hijau, tentu sebuah masalah
datang menyelimutinya. Baik masalah itu dari pemerintah, masyarakat maupun di
kantor-kantor pusat Gerakan Sabuk Hijau. Adapun beberapa permasalahan yang
terjadi, yaitu :
a. Permasalahan yang dihadapi dari kalangan masyarakat
Pandangan masyarakat mulai keliru tentang sebuah konservasi yang semata-mata
itu adalah tugas pemerintah dan bukan tugas mereka. Namun juga ada yang
menganggap bahwa karena banyak orang yang telah diajak untuk peduli
lingkungan dan mereka berfikir bahwa mereka sudah tidak diperdulikan dan
dibutuhkan lagi. Kesalahpahaman ini muncul karena mayoritas warga tidak cukup
terdidik, sehingga mereka akan sulit untuk memahami antara permasalahan mereka
sehari-hari dengan kerusakan lingkungan yang merupakan akar dari sebagian
masalah yang mereka hadapi saat itu. Disamping, sikap ketidakjujuran juga muncul
dari beberapa anggota kelompok dan staff pendukung kelompok-kelompok
pembibitan terhadap jalannya kampanye penanaman pohon. Hal ini terkadang
membuat masyarakat kecewa dan memilih kelaur dari keanggotaan organisasi
tersebut. Sehingga dalam proses penyusunan laporan dan pencampaian proyek
organisasipun menjadi terhambat.

10
b. Permasalahan yang dihadapi dari kalangan pemerintah
Lemahnya masyarakat di Afrika dalam konstruksinya berawal dari tata kelola
pemerintahnya yang kurang baik dan menyebabkan masyarakat menjadi lemah.
Meskipun ada sebagian pihak yang percaya bahwa masyarakat Afrika hidup
berkekurangan karena mereka tidak produktif dan kurang inisiatif. Pada dasarnya
adalah kesalahan kelola oleh para pemimpin yang menyebabkan kesengsaraan bagi
rakyat dan menimbulkan beberapa kendala yang tus menghambat aktivitas-
aktivitas pembangunan terutama pembangunan ekonomi yang buruk dan tingkat
korupsi yang tinggi yang merupakan salah satu faktor yang memperlambat
pembangunan daerah. Tidak hanya menghambat pembangunan daerah tetapi juga
sumber daya manusia melalui naiknya angka tingkat pengangguran dan kebutuhan
biaya hidup yang mahal. Ketika kemiskinan melanda masyarakat, mereka lebih
cenderung tidak ada keinginan untuk mau belajar atau menjaga lingkungan.
terlebih lagi jika hal ini tidak berkonstribusi langsung terhadap pemenuhan
mendesak mereka. Orang yang hidup dalam kemiskinan dan keputusasaan justru
mereka tidak akan berpikir panjang untuk merusak lingkungan. tetapi apabila
mereka yakin akan hal itu maka kebutuhan mereka akan terpenuhi.
c. Permasalahan yang dihadapi di kantor-kantor pusat
Penanaman pohon bersama kelompok-kelompok perempuan merupakan salah satu
upaya untuk mengubah pola hidup masyarakat yang kurang mampu. Sehingga
mengakibatkan staff pendukung yang bisa didapat baik di lapangan maupun di
staffkantor pusat hanya berpendidikan tidak lebih dari sekokah menengah.
Walaupun cara bekerja mereka relatif baik, tetapi mereka kurang percaya diri
dalam menghadapi masalah dalam organisasi seperti ketika mengemukakan
pengalaman dan komitmen. Sehingga para professional cenderung menyepelekan
mereka dan memandang mereka sebagai staff rendahan.
Gerakan Sabuk Hijau memiliki banyak pendukung di tingkat akar rumput.
Sebagian besar pendukung dari organisasi ini adalah petani. Pada dasarnya Kenya
adalah sebuah negara yang mempunyai perekonomian pedesaan yang mayoritas
rakyatnya menggarap pertanian subsisten. Sehingga hal tersebut dapat
mengefisienkan pelaksanaan aktivitas-aktivitas Sabuk Hijau karena mereka bekerja
mengolah tanah lebih sering dari pada masyarakat yang tinggal di wilayah
perkotaan. Selain itu dengan adanya Gerakan Sabuk Hijau ini, para petani yang
berpatisipasi juga membantu tercapainya kegiatan Sabuk Hijau baik dipusat-pusat

11
kota maupun memberikan inisiatif untuk terfokus pada advokasi terutama
melakukan perlawanan terhadap privatisasi ruang publik dan hutan. Adapun
manfaat lain dari organisasi ini, yaitu :
1. Penghijauan dan Reboisasi
2. Meluasnya Wilayah Tutupan Pohon
3. Perubahan positif Bagi Kehidupan Ribuan Masyarakat di pedesaan
4. Anggota Kelompok Pembibitan Memperoleh Pendapatan Untuk Kegiatan
Lanjutan Yang Mereka Lakukan
5. Penciptaan Lapangan Pekerjaan di Internal Gerakan Sabuk Hijau
6. Meningkatkan Kesadaran Tentang Pentingnya Melestarikan Lingkungan Hidup
7. Pemberdayaan Individu dan Komunitas
8. Mobilisasi Masyarakat
9. Meningkatkan Kesadaran Tentang Perlunya Melindungi Keanekaragaman
Hayati Tumbuhan dan Tanaman Pangan
10. Membaiknya Citra Perempuan.
3. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
WALHI adalah sebuah forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari
organisasi Non-Pemerintah/Non-Government (Ornop/NGO), Kelompok Pecinta Alam
(KPA), dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang didirikan pada tanggal 15
Oktober 1980 sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidakadilan dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan sumber-sumber kehidupan sebagai akibat dari paradigma dan
proses pembangunan yang semata-mata karena pertumbuhan ekonomi dan tidak
memihak keberlanjutan dan keadilan. Gerakan WALHI ini didirikan oleh seorang
tokoh yang bernama Emil Salim, setelah 2 bulan diangkat menjadi Menteri
Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Soeharto. Emil Salim mengadakan
pertemuan dengan beberapa kawannya seperti Bedjo Rahardjo, Erna Witoelar, Ir. Rio
Rahwartono (LIPI), dan Tjokropranolo (Gubernur DKI), untuk membicarakan agar
lingkungan menjadi sebuah gerakan dalam masyarakat. tujuan Emil Salim dalam
gerakan tersebut timbul dari perasaan bahwa betapa pentingnya belajar tentang alam,
karena ia melihat bahwa lingkungan ini adalah sesuatu yang baru dan belum populer
di Indonesia. Kemudian ada rasa keinginan dalam dirinya untuk terjun langsung ke
tengah-tengah masyarakat agar persoalan-persoalan lingkungan di masyarakat bisa
diketahui dan dicarikan solusi oleh masyarakat. Organisasi ini bergerak di bidang

12
lingkungan, nama dianggap independen dan tidak underbow kepada salah satu
organisasi/parpol, serta mencerminkan nama khas Indonesia atau bukan nama asing.
WALHI dalam visinya berusaha untuk mewujudkan suatu tatanan sosial,
ekonomi dan politik yang adil dan demokratis yang menjamin hak rakyat atas
sumber-sumber kehidupan dan lingkungan yang sehat. Sedangkan misi dan peran
WALHI adalah mengemban misi sebagai wahana perjuangan penegakkan kedaulatan
rakyat dan demokrasi untuk pemenuhan keadilan, pemerataan sosial, pengawasan
rakyat atas kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan
rakyat, serta penyelenggaraan kepemerintahan yang adil dan demokratis. salah
satunya adalah WALHI-sumut adalah jaringan pembela lingkungan hidup yang berifat
pluralistik dan independen yang aktif melakukan studi kebijakan, mensinergikan
kekuatan antar organisasi non pemerintah dalam advokasim lingkungan hidup dan
sumber-sumber kehidupan rakyat seperti advokasi hutan, tambang, air, pesisir, dan
laut, reformasi hukum dan pengelolaan sumber daya alam, energi, pencemaran,
pengelolaan bencana dan globalisasi. Disamping itu, juga dalam tujuannya adalah
untuk meningkatkan keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
hidup, melakukan pengelolaan informasi, memfasilitasi dialog antara masyarakat
dengan berbagai kelompok, menggalang dan memobilisasi sumber daya publik serta
mengembangkan kemampuan sumber daya organisasi serta dapat memmpererat
hubungan masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
4. Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI)
Pada awalnya organisasi ini dibentuk oleh sekelompok pemuda dari Jakarta yang
memiliki kepedulian terhadap berbagai pemasalahan lingkungan yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari (KOPHI), KOPHI resmi berdiri pada tanggal 28 Oktober 2010
dan diresmikan pada tanggal 30 Oktober 2010. Tujuan organisasi ini adalah
memberikan wadah atau tempat bagi anak muda yang ingin menajdi bagian dari solusi
masalah perubahan ilklim sehingg mereka dapat bergerak untuk melakukan sebuah
tindakan secara kolektif dan berkelanjutan demi terciptanya lingkungan yang lestari.
Pada tahun 2013, KOPHI sudha tersebar di 17 provinsi di Indonesia dan salah satunya
adalah di daerah Istimewa Yogyakarta. KOPHI Yogyakarta Sendiri diresmikan pada
tanggal 22 November 2011. Kegiatan KOPHI sendiri mengarahkan pada sarana-sarana
yang mengedukasi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari seperti pelatihan lubang
biopori di sekolah-sekolah. Dan KOPHI sendiri juga bisa disebut sebagai Kegiatan
pemberdayaan Masyarakat desa, Gerakan Aksi Sosial dan Lingkungan (Gelas

13
KOPHI), kampanye Aksi Wisata bersih bersama komunitas, edukasi sanitasi air untuk
anak jalanan, pelatihan dan pembibitan jamur, penghidupan kembali kegiatan taman
kota di Bandung. Serta terdapat kegiatan edukasi lingkungan bagi anak-anak. Semua
kegiatan itu disusun dan dikemas dalam program yang bernama KOPHI Insomnia
yang bekerja sama dengan berbagai LSM Swadaya Pro-Lingkungan lainnya. Seperti
bekerja sama dengan WWF Indonesia dalam penyelenggaraan Earth Hour pada
tahun 2011.

C. Dampak Dari Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal


Kita sebagai seorang pengembang masyarakat islam tentu mempunyai peranan yang
cukup besar dalam persoalan masyarakat dan lingkungan yang keduanya tidak bisa
dipisahkan lagi. Selain itu, kita juga sebagai generasi penerus, harus bisa memahami
pentingnya lingkungan bagi kehidupan masyarakat. tidak hanya memahami
melainkan juga menjaga, melindungi, serta melestarikan lingkungan disekitar kita.
walaupun tidak mudah untuk melakukan suatu perubahan dan perbaikan pada
lingkungan terutama budaya yang ada di dalam lingkungan kita sendiri. Tetapi
seharusnya dari kesulitan itu harus dijadikan acuan dan target dalam mempertahankan
budaya kita sendiri. Adapun dampak positifnya adalah :
1. Semakin Majunya Budaya Bangsa
2. Memiliki Eksistensi Budaya Yang Semakin Tinggi di Masyarakat
3. Dapat membanggakan Negara Dengan Mengapresiasikan Budaya Sendiri
4. Bangga Karena Budaya Lokal Adalah Suatu Identitas dan Kehormatan Suatu
Bangsa
5. Dapat Mempertahankan Ketahanan Budaya Sendiri Terhadap Pengaruh Budaya
Luar
Hal penting yang harus kita ketahui adalah ketika seorang pemuda atau
generasi muda tidak peduli, tidak memperhatikan lingkungan yang berbasis
kearifal lokal serta budaya sendiri, sehingga dapat mengakibatkan beberapa hal,
yaitu :
1. Lunturnya nilai-nilai budaya Indonesia
2. Berakibat banyaknya seorang penguasa lingkungan
3. Pencemaran lingkungan terjadi dimana mana khususnya lingkungan sendiri
4. Menurunnya ketahanan budaya nasional dan Lebih mudahnya budaya luar masuk
dan menyaingi budaya lokal khususnya lingkungan alam

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada dasarnya, gerakan sosial budaya lingkungan berbasis kearifan lokal merupakan
gerakan sosial yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan, aspirasi serta
menuntut perubahan yang ditujukan untuk kelompok tertentu dengan prinsip tetap
melindungi, menjaga dan melestarikan alam tersebut sebagai bentuk rasa tunduk individu
terhadap lingkungan alam. Seperti kita ketahui tentang adanya pemerintah dan penguasa,
dalam gerakan sosial budaya bisa menjadi pro dan kontra dengan pemerintah meskipun
pada dasarnya setiap manusia berpandangan tentang lingkungan yang harus dilindungi dan
lingkungan yang harus dikuasai. Gerakan sosial budaya terhadap lingkungan yang berbasis
kearifan lokal merupakan sebuah bentuk kolektivitas orang-orang yang hidup dalam satu
lingkungan untuk membawa dan menentang perubahan yang dilakukan dengan prinsip
tetap menjaga lingkungan agar tidak teradi kerusakan. Namun, biasanya sering kali
gerakan sosial budaya terhadap lingkungan itu tidak terwujud sebagai organisasi formal
melainkan hanya dianggap sebagai bagian dari organisasi tertentu. Sehingga hal itu tidak
membuat kita merasa heran bahwa apabila di dalam organisasi terdapat kelompok-
kelompok yang saling bertentangan dan masing-masing mewujudkan dirinya dalam
bentuk gerakan sosial.
2. Menurut Puronomo dkk (1989) dalam konteks sejarah gerakan sosial budaya lingkungan
yang berbasis kearifan lokal di indonesia yang termanifestasi dalam bentuk NGO (Non
Gevernmental Organization) atau yang dikenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Pada dasarnya telah ada pada agenda gerakan sosial budaya sejak 1970-an
(Suharko, 1998). Gerakan sosial budaya lingkungan yang berbasis kearifan lokal di
Indonesia memperoleh momentum penguatan pada periode 1980-an, Eldridge (1995)
menyebut periode ini sebagai gelombang kedua (second wave) aktivitas NGO atau LSM
di Indonesia. Pada tanggak 15 oktober 1980 muncul salah satu gerakan sosial budaya
lingkungan bernama WALHI (Wahana Lingkungan Hidup). Pada tahun 1995, jumlah
gerakan sosial budaya beerbasis kearifan lokal di Indonesia mencapai angka 1.000
2.000. Adapun gerakan sosial budaya lingkungan berbasis kearifan lokal, yaitu :
Ekofeminisme, Gerakan Sabuk Hijau (The Green Belt Movement), Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI).

15
3. Adapun dampak positif Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal
adalah Semakin Majunya Budaya Bangsa, Memiliki Eksistensi Budaya Yang Semakin
Tinggi di Masyarakat, Dapat membanggakan Negara Dengan Mengapresiasikan Budaya
Sendiri, Bangga Karena Budaya Lokal Adalah Suatu Identitas dan Kehormatan Suatu
Bangsa, Dapat Mempertahankan Ketahanan Budaya Sendiri Terhadap Pengaruh Budaya
Luar. Sedangkan dampak negatif Gerakan Sosial Budaya Lingkungan Berbasis Kearifan
Lokal, yaitu : Lunturnya nilai-nilai budaya Indonesia, Berakibat banyaknya seorang
penguasa lingkungan, Pencemaran lingkungan terjadi dimana mana khususnya lingkungan
sendiri, Menurunnya ketahanan budaya nasional, Lebih mudahnya budaya luar masuk dan
menyaingi budaya lokal khususnya lingkungan alam.

B. Saran
Mengenai karya ilmiah Paper ini, kami mencamtumkan berbagai sumber yang ada. Tetapi
pasti terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, sehingga kami menyadarkan bahwa
karya ilmiah Paper ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
membutuhkan saran dan kritik yang dapat membangun kesempurnaan dari pembaca. Agar
karya ilmiah Paper ini dapat menjadi lebih baik lagi dan kami berharap semoga karya
ilmiah Paper ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ranjabar. Jacobus. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bandung:


ALFABETA. 2006

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Depok: Djambatan. 2002

Martono. Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. 2014

Horton B. Paul dan Hunt L. Chester. Sosiologi. Jakarta: Gelora Aksara Pramata. 1984

Faisal. Dodi and Ahmad. Aminuddin and Sugeng. Soeharto (2012). Peran Walhi
Bengkulu Dalam Pengendalian Pencemaran Sungai Air Bengkulu Akibat Penambangan
Batu Bara. Undergraduated thesis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIB.

17

Anda mungkin juga menyukai