Anda di halaman 1dari 7

HIS DAN HIPERKONTRAKSI UTERUS

Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (Braxton hicks) dan kontraksi yang
sebenarnya. Pada kontraksi palsu berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan tidak teratur,
semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi. Sedangkan kontraksi yang sebenarnya
bila ibu hamil merasakan kenceng-kenceng makin sering, waktunya semakin lama, dan makin
kuat terasa, diserta mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut bumil juga terasa kencang.
Kontraksi bersifat fundal recumbent /nyeri yang dirasakan terjadi pada bagian atas atau bagian
tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus), pinggang dan panggul serta perut bagian
bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami kontraksi (His) palsu. Kontraksi ini merupakan hal
normal untuk mempersiapkan rahim untuk bersiap mengadapi persalinan.

HIS dan Tenaga Lain Dalam Persalinan


Uterus terdiri atas tiga lapisan otot polos, yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan dalam
sirkular,dan di antra dua lapisan in terdapat lapisan dengan otot- otot yang beranyaman tikar.
Berbeda dengan otot polos lain, pemendeka otot rahim lebih besar, tenaga daat di sebarkan ke
segala arah dan karena susunannya tidak terorganisasi secara memanjang hal ini memudhkan
pemendekan, kapasitas untuk meningkatkan tekanan dan menyebabkannya tidak bergantung
pada letak atau presentasi janin.
His yang sempurna bila terdapat
a. Kontraksi yang simeris
b. Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri
c. Sesudh itu terjadi relaksasi
Pengetahuan fungsi uterus dalam masa kehamilan dan persalinan banyak di pelajari oleh
Caldeyro-Barcia dengan memasukan kateter polietilen halus ke dalam ruang amnion dan
memasang mikrobalon dan miometrium fundus uteri, di tengah-tengah korpus uteri dan bagian
bawah uterus, semuanya disambung kateter polietilen halus ke alat pencatat (electrometer).
Ternyata di ketahui bahwa otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi sampai 0, akan tetapi
masih mempunyai tonus, sehingga tekanan di dalam riang amnion masih terukur antara 6-12
mmHg. Pada setiap konraksi tekanan tersebut meningkat, disebu amplitudo atau intensitas his
yang mempunyai dua bagian:
Bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cept dan bagian kedua penurunan tekanan yang
agak lamban.

Gambar 1. Anyaman otot rahim dan beda retraksi otot rahim dan kontraksi otot bergaris

Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan
frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan keaktifan uterus dan ini di ini ukur dengan unit
Montevideo. Umpama amplitudo 50 mmHg, frekuensi his 3 x dalam 10 menit, maka aktifitas
uterus adalah 50 x 3 = 150 unit Montevideo. Nilai yang adekuat untuk terjadinya persalinan ialah
150-250 unit Montevideo.
Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding
uterus yang disebut sebagai pace maker. tempat gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke
dalam dan ke bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai ke seluruh uterus.

Gambar 2. Tiga lapis otot Rahim


His paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak kontraksi
terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih
pendek daripada sebelumnya yang di sebut sebagai retraksi. Oleh karna serviks kurang
mengandung otot, servks tertarik dan terbuka (penipisan dan pembukaan) : lebih-lebih juka ada
tekanan oleh bagian janin yang keras, umpamanya kepala.

Gambar 3. Mulai penyebaran his

Aktifitas miometrium dimuali saat kehamian. Bila melakukan pemeriksaan ginekologik


waktu hamil kadang dapat di raba adaya kontraksi uterus (tanda Braxton Hicks). Pada seluruh
trimester kehamilan dapat di catat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg yang
tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36
minggu aktifitas uterus lebih meningkat lagi sampai persalinan di mulai. Jika persalinan mulai,
yakni pada permulaan kala 1, frekuensi dan amplitudo his meningkat.
Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala 1 dan frekuensi his
menjadi 2 sampai 4 kontraksi selama 10 menit. Dan durasi his menjadi meningkat dari hanya 20
detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala 1 atau pada permulaan kala II.
His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi
simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang
berdurasi 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit,dan pada
relaksasi relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg. Jika frekuensi dan amplitudo his lebih
tinggi, maka dapat mengurangi pertukaran O2. Terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin
yang secara klinik dapat di tentukan dengan antara lain menghitung detak jantung janin ataupun
dengan pemerikaan kardiotokografi.
His menyebabkan pembukaan dan penipisan di samping tekanan air ketuban pada
permulaan kala 1 dan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul dan
sebagai benda keras yang mengadakan tekanan kepada serviks hingga pembukaan menjadi
lengkap.
Secara klinis pengukuran ini kurang bermanfaat dan sampai saat ini pengukuran
kontraksi uterus di lakukan secara klinis dengan meletakan tangan pada daerah fundus dan
mencatat frekuansi, interval, dan durasinya. Arrabal dan Nagey menemukan bahwa pengukuran
klinik ini tidak akurat sehingga beberapa peneliti mencoba pengukuran yang lebih akurat dengan
berbagai peralatan misalnya Cohen dengan Electromyography, secara tidak langsung dengan
pemantauan internal janin melalui elektrode kulit kepala ataupun secara external dengan
kardiotokografi. Cohen dan Jamaica Hospital Medical Center melakukan pengukuran voltase
elektrik yang di akibatkan kontraksi uterus dengan teknik Uterine Electromyography memakai
elektrode permukaan yang mirip EKG yang mungkin merupakan satu trobosan pengukuran his
yang lebih sederhana dan akurat tetapi tanpa resiko. Diharapkan dengan penggunaan alat ini di
klinik, diagnosis impartu dan kelainannya lebih akurat di samping terjadi pengurangan biaya
akibat terdiagnosisnya false Labor.
Beberapa faktor yang di duga berpengaruh terhadap kontraksi rahim adalah besar rahim,
besar janin, berat badan ibu, dan lain-lain. Namun, di laporkan tidak adanya perbedaan hasil
pengukuran tekanan intrauterus kala II antara wanita obese dan tidak obese.

Gambar 4. His saat hamil, bersalin, dan nifas


Friedman, menjelaskan bahwa gambaran klinis kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, dan
durasi di atas tidak dapat di percaya untuk mengukur kemajuan persalinan ataupun indeks
normalitas. Yang berguna untuk mengakses kemajuan persalinan adalah pembukaan dan
penurunan.
Yang menarik adalah penelitian oppenheimer et al yang menyatakan bahwa pemendekan
interval antara kontraksi dan peningkatan regularitas kontraksi merupakan prediksi keberhasilan
satu augmentasi oksitosin dan persalinan pervginam.
Pada kala II ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan adanya
peningkatan tekanan intraabdomen akibat ibu melakukan kontraksi diafragma dan otot-otot
dinding abdomen yang akan lebih efisiien jika badan ibu dalam keadaan fleksi dan glotis
tertutup. Dagu ibu di dadanya, badan dalam fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada
lutut. Dengan demikian, kepala/ bokong janin di dorong membuka diafragma pelvis dan vulva,
setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran uri.
Pada kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitudo his masih
tinggi 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini di sebut aktifitas uterus
menurun. Sesudah 24 jam pascapersalinan intensitas dan frekuensi his menurun.
Hubungan antara kenaikan tekanan, palpasi kontraksi, dan nyeri yang di rasakan
parturient. Kenaikan tekanan selama 2,5 menit, terdeteksi 1,5 menit pada palpasi dan terasa oleh
parturien selama 45 detik.
Perasaan sakit ini tampaknya sesuai dengan puncak kontraksi yang tercatat secara manual
dan uncak tekanan yang tercatat dengan alat.
Perasaan sakit ini dapat di kurangi dengan cara nonmedikamentosa yaitu memberi
penjelasan apa yang terjadi /akan terjadi, pendampingan selama persalinan yang kontinyu,
bersalin di air (water birth), atau cara medis misalnya anestesia spinal, epidural, kombinasi spinal
dan epidural, PCEA, pemakaian akupuntur, atau pudendal block.
Hypertonic Uterin Contraction
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction. Walaupun pada
golongan coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun
hal ini dibicarakan juga di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah
selesai kurang dari 3 jam, dinamakan partus presipitus: sifat his normal, tonus otot di luar his
juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitus bagi ibu ialah
perineum, sedangkan bayi bias mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut
mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas
dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan lingkaran retraksi patologik atau
lingkaran Bandl. Ligamenta rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa
nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan
segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptura uteri.
Pemberian sedativa dan obat yang bersifat tokolitik (menekan kontraksi uterus) agar
kontraksi uterus tersebut hilang dan diharapkan kemudian timbul his normal. Denyut jantung
janin HARUS terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri
dengan sectio cesarea.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
2.

Anda mungkin juga menyukai