Anda di halaman 1dari 75

A.

Konsep Medis
1. Defenisi
a. Neoplasma : kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus
secara terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (dr.
Achmad Tjarta dalam nurse87, 2009).
b. Kanker adalah: Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan
selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Marilynn E.
Doenges dalam nurse87, 2009)
c. Cancer: Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setiap bagian
tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan
manusia yang menjadi hospesnya. Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada
jaringan epitel. (Sue Hinchlif dalam nurse87, 2009).
d. Buli buli adalah tempat penampungan urine yang berasal dari ginjal.
e. Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kemih)
(nurse87, 2009)
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
a. Anatomi sistem perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas , dua ginjal, yang fungsinya membuang
limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih, dan dua ureter, yang
mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), maka kandung kemih ini
berfungsi sebagai reservoar bagi kemih , dan uretra, yang mengantar kemih dari kandung kemih
keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah. Setiap ginjal
mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu satuan fungsional ginjal ini lebih dari cukup untuk
tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi.
Pembentukan kemih pada garis besarnya, pertama, mereka menyaring air dan bahan terlarut dari
darah. Kedua, secara selektif mengadakan reabsorbsi sebagian zat kembali kedarah. Setiap
harinya rata-rata seorang dewasa memasukkan 2,7 L air. Sebagian besar dari minuman dan
makanan. Normalnya sejumlah air yang sama dikeluarkan, seperti berupa insensible Losser
melalui paru dan kulit, sisanya berupa kemih dan tinja.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling
tebal. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih
rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan
medialnya yang cekung disebut hilus renal, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran,
seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Ujung ureter, yang berpangkal diginjal, berbentuk corong lebar dan disebut pelvis renalis/renal.
Pelvis renis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang
membentuk kaliks minor. Kaliks minor menampung urine yang terus menerus keluar dari
papilla. Dari kaliks minor urine masuk kekaliks mayor, kepelvis renis, kemudian ke ureter,
sampai akhirnya ditampung didalam kandung kemih (vesika urinaria) kalau sedang kosong atau
terisi sebagian, kandung kemih ini terletak didalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya
teraba diatas pubis.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun
perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system
Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun
dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan
external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter
kecuali pada bayi dan pada cedera
b. Fisiologi sistem perkemihan
1) Mekanisme pembentukan urin
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin,proses tersebut berupa filtrasi
glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat darah mengalir melalui
glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul
bowman, proses ini yang dikenal sebagai filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama
dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrate glomerulus. Pada saat
filtrate mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma
kapiler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam
tubulus(lumen tubulus) kedalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat zat yang
direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke
system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Sekresi tubulus yang mengacu
pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus,
merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat
berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus melalui filtrasi glomerulus/ namun hanya sekitar
bowman, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
Eksresi urin mengacu pada eliminasi zat zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu proses
terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses utama. Semua konstituen plasma yang
mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi akan tetap berada
dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk disekresikan sebagai urin.1,
2) Filtrasi Glomerulus
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsul bowman harus melewati tiga lapisan yang
membentuk membrane glomerulus yaitu:
a) Dinding kapiler glomerulus
b) Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal
c) Lapisan dalam kapsul bowman.
Secara kolektif ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan
sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lainnya.
Faktor yang berperan dalam Filtrasi
untuk melaksanakan filtrasi glomerulus harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian
plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membrane glomerulus. Dalam perpindahan
cairan tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy local tetapi disebabkan
oleh gaya-gaya fisik pasif yang mirip dengan gaya yang terdapat di kapiler tubuh lainnya.
Kecuali dua perbedaan penting yaitu kapiler glomerulus jauh lebih permeable dibandinkan
dengan kapiler di tempat lain dan keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membrane glomerulus
sehingga filtrasi berlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Terdapat tiga gaya fisik yang
terlibat dalam filtrasi glomerulus yaitu :
a) Tekanan darah kapiler glomerulus
b) Tekanan osmotic koloid plasma
c) Tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam
kapiler glomerulus yang akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol
aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus, diperkirakan bernilai
rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi dari pada tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan ini
cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman. Sementara
tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi kedua gaya lain yaitu tekanan osmotic
koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid
plasma sekitar 30 mmHg ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma yang tidak seimbang
di kedua sisi membrane glomerulus. Cairan di dalam kapsul bowman menimbulkan tekanan
hidristatik yang diperkirakan sekitar 15 mmHg yang cenderung mendorong cairan keluar dari
kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul bowman. dengan
tekanan yang rendah menyebabkan adanya proses filtrasi dan reabsorbsi Dikutip dari
kepustakaan 3 Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) Terdapat ketidakseimbangan gaya gaya yang
bekerja melintasi glomerulus. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55 mmHg, dan jumlah
total gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi
(10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja pada
tekanan filtrasi netto tapi juga pada luas permukaan glomerulus dan seberapa permeabelnya
membrane glomerulus. Sifat-sifat membrane glomerulus ini disebut sebagai koefisien filtrasi
(Kf). dengan demikian 1,3 GFR = Kf x tekanan filtrasi netto
3) Pengontrolan GFR
Tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus
dan cairan kapsul bowman, perubahan pada salah satu dari gaya fisik ini akan mempengaruhi
GFR. Berbeda dengan tekanan darah kapiler glomerulus yang dapat dikontrol untuk
menyesuaikan GFR dalam memenuhi kebutuhan tubuh. GFR dikontrol oleh dua mekanisme
yang dapat menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur kaliber dan resistensi
arteriol aferen.keduanya adalah otoregulasi dan control simpatis ekstrinsik1.
Otoregulasi GFR
Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang
konstan walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan mengubah
tekanan arteri caliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh
ini dapat disesuaikan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab melaksanakan respon
otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini diperkirakan dua mekanisme yaitu
mekanisme miogenik dan mekanisme umpan balik tubule-glomerulus.
4) Mekanisme miogenik
Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhadap peregangan
yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian arteriol aferen secara
otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekanan arteri meningkat. Respon ini
membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri
meningkat. Sebaliknya arteriol aferen yeng tidak teregang akan melemas sehingga aliran darah
ke dalam glomerulus meningkat walaupun terjadi penurunan tekanan arteri1
5) Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus
Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu kombinasi khusus sel-sel tubulus
dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus. Sel-sel macula densa mendeteksi perubahan
kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi akan mencapai tubulus distal lebih banyak dari
pada normal. Sebagai respon sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif
dari apparatus jukstaglomerulus yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan
menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia
berhasil di identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan sebagian lainnya
vasodilator (bradikinin) tetapi kontribusi mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Melalui
apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan
didalamnya dan menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus
ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron mengatur kecepatan filtrasi melalui
glomerulus masing-masing.1
Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dirancang untuk
menjaga agar GFR konstan,GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja oleh mekanisme control
ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Control ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai
oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mangetur tekanan darah
arteri, system saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume
plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor
arkus aorta dan sinus karotis yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke
tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang
otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluih
darah. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah.
Selama reflex ini, terjadi vasokonstriksi yang di induksi oleh system simpatis di sebagian besar
arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total.
Sebaliknya jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan mendeteksi peningkatan tekanan
darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arteriol aferen secara reflex
berkurang sehingga terjadi vasodilalatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus
malalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus
meningkat dan GFR juga meningkat.1
6) Reabsorbsi Tubulus
Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Setiap bahan yang direabsorbsi
adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan
internal yang sesuai. Tubulus memilik ketebalan satu lapisan sel dan terletak berdekatan dengan
kapiler peritubulus di dekatnya. Untuk dapat direabsorbsi suatu bahan harus harus melewati lima
sawar terpisah
a) Bahan tersebut harus meninggalkan cairab tubulus dengan melintasi membrane luminal sel
tubulus
b) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
c) Bahan tersebut harus menyebrangi membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan
interstisium
d) Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium
e) Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah Keseluruhan
langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel.
Reabsorbsi Natrium reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari
kebutuhan energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+.1
f) Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa, asam
amino,H2O,Cl-, dan urea
g) Reabsorbsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan penting
dalam kemampuan ginjal menhasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda-beda,
bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H2O
h) Reabsorbsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di bawah control
hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorbsi tersebut juga berkaitan
dengan sekresi K- dan H+
Langkah aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan transport akif Na+K+ATPase yang terletak di
membrane basolateral sel tubulus. transport ini merupakan pembawa yang sama dengan yang
terdapat di semua sel dan secara aktif megeluarkan Na+ dari sel. Ginjal mensekresikan hormone
renin sebagai respons terhadap penuruna NaCl,volume CES, dan tekanan darah arteri. Renin
mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I,kemudian dengan angiotensin converting
enzim yang diproduksi di paru angiotensin I diubah menjadi angiotensin II yang dapat
merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormone aldosteron yang dapat merangsang
reansorbsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul melalui dua cara sebagai berikut :
a) Mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membrane luminal sel tubulus distal dan
pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel.
b) Menginduksi sintesis pembawa Na+K+ATPase yang disisipkan ke dalam membrane
basolateral sel-sel tersebut.
Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorbsi Na+. Ion klorida mengikuti secara pasif sesuai
gradient listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif Na+.1 Reabsorbsi Glukosa Sejumlah besar
molekul organic yang mengandung nutrisi misalnya glukosa dan asam amino difiltrassi setiap
harinya karena zat zat ini secara normal direabsorbsi secara total kembali ke darah oleh
mekanisme yang bergantung energy dan Na+ yang terletak di tubulus proksimal. Konsentrasi
glukosa normal dalam plasma adalh 100 mg glukosa/100 ml plasma. Glukosa dan asam amino
diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder . gradient konsentrasi Na+ lumen ke sel-sel
yang diciptakan oleh pompa Na+K+ATPase basolatreal yang memerlukan energy ini
mengaktifkan system kontransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan
gradient konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy. Pada dasarnya glukosa
dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorbsi Na+ yang mengunakan
energi.1
Reabsorbsi urea Reabsorbsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorbsi
aktif Na+. reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang sekunder
terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradient konsentrasi untuk urea yang mendorong
reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus setara
dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun jumlah urea
yang terdapat di dalam 125 ml cairan filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami
pemekatan hamper tiga kali lipat, akibatnya konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi
jauh lebih besar daripada konsentrasi urea dalam plasma kapiler-kapiler di sekitarnya. Dengan
demikian tercipta gradient konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari lumen tubulus ke
dalam plasma kapiler peritubulus1
7) Sekresi tubulus
Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi
tubulus dan tidak direabsorbsi akann dieliminasi di urin. Sekresi tubulus melibatkan transportasi
transepitel seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan
arah. Seperti reabsorbsi, sekresi dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan
oleh tubulus adalah ion H+,ion K+, serta anion dan kation organic yang banyak diantaranya
adalah senyawa-senyawa asing bagi tubuh. Sekresi ion kalium ditubulus distal dan pengumpul
digabungkan dengan reabsorbsi Na+ melalui pompa Na+K+ basolateral yang bergantung energy.
Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar keruang lateral tetapi juga memindahkan K+ ke
dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong difusi K+ dari sel ke
dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus lumen membrane luminsal berlangsung secara
pasif melalui sejumlah besar saluran K+ yang terdapat di sawar tersebut. Beberapa factor mampu
mengubah kecepatan sekresi K+,yang paling penting adalah hormone aldosteron, yang
merangsang sekresi K+ oles sel sel tubulus di bagian akhir nefron secara simukltan untuk
meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara
langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang
kemjudian mendorong sekresi dan eksresi kelebihan K+ . Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+
plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteronh sehingga sekresi K+ oleh ginjal yang
dirangsang oleh aldosteron juga berkurang.1
8) Eksresi dan pemekatan urin
Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi permenit,124 ml/menit direabsorbsi, sehingga
jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian urin yang
dieksresikan perhari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Urin mengandung berbagai
produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan, dengan jumlah bervariasi yang
diatur oleh ginjal dan kelebihan akan dikeluarkan melalui urin. Osmolaritas CES bergantung
pada jumlahh relative H2O dibanding dengan zat terlarut. Secara umum,osmolaritas CES sama
di seluruh tubuh. Ginjal tidak dapat mengeksresi urin dengan konsentrasi yang lebih tinggi atau
lebih remdah dari pada cairan tubuh. Pada cairan intertisium medulla kedua ginjal terdapat
gradien osmotic vertikel besar. Konsentrasi cairan intertisium secara progresif meningkat dari
batas korteks turun ke kedalamn medulla ginjal sampai mencapai maksimum 1.200mosm/l pada
manusia ditaut dengan pelvis ginjal. Gradient osmotic vertical ini bersifat konstan tanpa
bergantung pada keseimbangan cairan tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal
menghasilkan urin dengan konsentrasi antara 100 sampai 1.200 mosm/l1
Tidak seperti tubulus proksimal, bagian awal tubulus pengumpul bersifat impermeable terhadap
urea. Akibatnya,urea secara progresif lebih pekat di segmen ini karena H2O direabsorbsi oleh
keberadaan vasopressin. Urea tidak dapat keluar mengikuti penurunan gradient konsentrasi
karena segmen ini impermeable terhadap urea. Urea berdifusi keluar dibagian terakhir tubulus
pengumpul mengikuti penurunan gradient konsentrasinya kedalam cairan intertisium dan bagian
dasar lengkung henle karena segmen-segmen tubulus ini permeable terhadap urea. Vasopressin
meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea. Masuknya urea
kedalam cairan intertisium ikut menentukan hipertonisitas medulla di medulla bagian dalam.
Sewaktu cairan tubulus mengalir melalui pars ascendens dan tubulus distal, urea tidak dapat
keluar karena segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian urea tidak dapat
berdifusi keluar walaupun cairan melewati daerah dengan konsentrasi ura yang lebih rendah.
Konsentrasi urea cairan tubulus semakin meningkat karena air direabsorbsi sewaktu cairan sekali
lagi memasuki bagian awal tubulus pengumpul. Dengan demikian apabila terjadi sekresi
vasopressin akibat deficit H2O, daur ulang urea ini secara progresif memekatkan urea di dalam
vairan tubulus yang dieksresikan sebagai urin.1
9) Proses Berkemih
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih,aliran urin di
ureter tidak semata-mata bargantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltic otot polos di
dinding urethra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter
menembus kandung kemih secara obliq, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter
sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih

3. Etiologi
Penyebab yang pasti dari kanker kandung kemih tidak diketahui. Tetapi penelitian telah
menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko:
a. Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
b. Merokok, merupakan faktor resiko yang utama.
c. Lingkungan pekerjaan, beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker).
Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit.
d. Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis).
e. Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.
f. Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkecil terdapat pada orang
Asia.
g. Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar.
h. Riwayat keluarga, orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya
perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.

4. Klasifikasi Cancer Buli


a. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk
menentukan operasi atau observasi :
1) T = Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy,
cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral
reseksi.
a) Tis= Carcinoma insitu (pre invasive Ca)
b) Tx = Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
c) To = Tanda-tanda tumor primer tidak ada
d) T1 = Pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
e) T2 = Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi dari pada dinding buli-buli.
f) T3 = Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat
diraba di buli-buli.
T3a= Invasi otot yang lebih dalam
T3b= Perluasan lewat dinding buli-buli
g) T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a= Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b= Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.
2) N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
a) Nx= Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
b) No = Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
c) N1= Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
d) N2= Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
e) N3 = Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebas antaranya dan tumor
f) N4= Pembesaran lkelenjar lymfe juxta regional
3) M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
a) Mx= Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak
dapat dilaksanakan
b) M1= Adanya metastase jauh
M1a = Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b = Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c = Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d = Metastase dalam organ yang multiple
b. Type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1) Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa cell., anaplastik, invasi yang
dalam dan cepat metastasenya.
2) Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3) Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase
cepat dan biasanya fatal
4) Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan
serangan hipertensi selama kencing
5) Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke
buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

5. Patofisiologi
BULI-BULI

Ca Buli-Buli

Ulserasi

Infeksi sekunder :
panas waktu kencing
merasa panas dan tubuh lemah
kencing campur darah Metastase

Invasi pada bladder

Retensio urine :
Sulit/sukar kenicing Oklusi ureter/pelvic renal

Refluks

Hydronephrosis
Nyeri suprapubic
Nyeri pinggang

Ginjal membesar

Penatalaksanaan
Pre Operasi

Operasi Sistektomi (post op operasi)


Kecemasan
Takut
Kurang pengetahuan Radioterapy
Defifsit ekonomi
Tidak adequatnya terapi Chemotherapy
Tidak adequatnya terapi
Efek samping chemotherapy
Panas tubuh dan lemah
Nafsu makan menurun
Intoleransi aktivitas
Depresi
Gangguan konsep diri

6. Manifestasi Klinik
a. Kencing campur darah yang intermitten
b. Merasa panas waktu kencing
c. Merasa ingin kencing
d. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
e. Nyeri suprapubik yang konstan
f. Panas badan dan merasa lemah
g. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
h. Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis. Gejala dari kanker kandung kemih menyerupai
gejala infeksi kandung kemih (sistitis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan.
Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi, gejalanya tidak
menghilang.
7. Komplikasi
a. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
b. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
c. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan Hb
a) Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria

2) Pemeriksaan Leukosit
a) Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
b) Acid phospatase meningkat; kanker prostat metastase,
c) ACTH meningkat kanker paru
d) Alkaline phosphatase meningkat; kanker tulang atau metastase ke tulang, kanker hati,
lymphoma, leukemia.
e) Calsium meningkat; metastase tulang, kanker mamae, leukemia, lymphoma, multiple
myeloma, kanker; paru, ginjal, bladder, hati, paratiroid.
f) LDH meningkat; kanker hati, metastase ke hati, lymphoma, leukemia akut
g) SGPT (AST), SGOT (ALT) meningkat; kanker metastase ke hati.
h) Testosteron meningkat; kanker adrenal, ovarium
b. Radiology
1) Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
2) Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
3) Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
4) Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
c. Cystocopy dan biopsy
1) Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
2) Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
d. Cystologi
pada sedimen urine terdapat transionil cel daripada tumor
9. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Operasi
Operasi kanker yang terbatas pada permukaan dalam kandung kemih atau hanya menyusup ke
lapisan otot paling atas, bisa diangkat seluruhnya melalui sistoskopi. Tetapi sering terbentuk
kanker yang baru, kadang di tempat yang sama, tetapi lebih sering terbentuk di tempat yang baru.
Angka kekambuhan bisa dikurangi dengan memberikan obat anti-kanker atau BCG ke dalam
kandung kemih setelah seluruh kanker diangkat melalui sistoskopi. Pemberian obat ini bisa
digunakan sebagai pengobatan pada penderita yang tumornya tidak dapat diangkat melalui
sistoskopi.
Kanker yang tumbuh lebih dalam atau telah menembus dinding kandung kemih, tidak dapat
diangkat seluruhnya dengan sistoskopi. Biasanya dilakukan pengangkatan sebagaian atau seluruh
kandung kemih (sistektomi).
Kelenjar getah bening biasanya juga diangkat untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar
atau belum.Terapi penyinaran saja atau dikombinasikan dengan kemoterapi kadang bisa
mengobati kanker. Jika kandung kemih diangkat seluruhnya, maka harus dipasang alat untuk
membuang air kemih.Biasanya air kemih dialirkan ke suatu lubang di dinding perut (stoma)
melalui suatu saluran yang terbuat dari usus, yang disebut ileal loop. Selanjutnya air kemih
dikumpulkan dalam suatu kantong.
Cara untuk mengalihkan air kemih pada penderita yang kandung kemihnya telah diangkat,
digolongkan ke dalam 2 kategori:
a) Orthotopic neobladder
b) Continent cutaneous diversion.
Pada kedua cara tersebut, suatu penampung internal dibuat dari usus.
Pada orthotopic neobladder, penampung ini dihubungkan dengan uretra. Penderita diajarkan
untuk mengosongkan penampung ini dengan cara mengendurkan otot dasar panggul dan
meningkatkan tekanan dalam perut, sehingga air kemih mengalir melalui uretra. Pada continent
cutaneous urinary diversion, penampung ini dihubungkan dengan sebuah lubang di dinding
perut. Diperlukan kantong luar, karena air kemih tetap berada dalam penampung sebelum
dikosongkan oleh penderita dengan cara memasang selang melalui lubang di dinding perut ke
dalam penampung. Penderita melakukan pengosongan ini secara teratur. Kanker yang sudah
menyebar diobati dengan kemoterapi.
2) Radioterapy
a) Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage
B2-C.
b) RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita
dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6
minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads
selam 2-3 minggu.
3) Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a) Citral, 5 fluoro urasil
b) Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil
(5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa
dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita
dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-
buli selama dua jam
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli
terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga
lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
b. Riwayat keperawatan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas
waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase
selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri
pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
c. Pemeriksaan fisik dan klinis
1) Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah
bear.
2) Palpasi, teraba tumor (masa) suprapubic, pemeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-
buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Pemeriksaan Hb
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria
b) Pemeriksaan Leukosit
Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
Acid phospatase meningkat; kanker prostat metastase,
ACTH meningkat kanker paru
Alkaline phosphatase meningkat; kanker tulang atau metastase ke tulang, kanker hati,
lymphoma, leukemia.
Calsium meningkat; metastase tulang, kanker mamae, leukemia, lymphoma, multiple myeloma,
kanker; paru, ginjal, bladder, hati, paratiroid.
LDH meningkat; kanker hati, metastase ke hati, lymphoma, leukemia akut
SGPT (AST), SGOT (ALT) meningkat; kanker bermetastase ke hati.
Testosteron meningkat; kanker adrenal, ovarium
c) Radiology
Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
d) Cystocopy dan biopsy
Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
c) Cystologi
Pengecatan sieman/papanicelaou pada sedimen urine terdapat transionil cel dari pada tumor.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi keperawatan pre operasi
a. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio
ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga
ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran,
perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
1) Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
2) Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3) Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.

b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.

c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri
informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam
pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.

f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.


g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar. a. Data-data mengenai
pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari
adanya duplikasi.
b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.

d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.

e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam
upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf,
infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker
ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian,
ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
1) Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2) Melaporkan nyeri yang dialaminya
3) Mengikuti program pengobatan
4) Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga
tentang cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik
atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira,
dan berikan sentuhan therapeutik.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.

f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien


g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan
informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.

e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien
mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Untuk mengatasi nyeri.


c. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang
berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi
lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan
mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap,
kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot
dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
1) Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
2) Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3) Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang
adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu
manis, berlemak dan pedas.
f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
i. Kolaboratif
1) Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin

2) Berikan pengobatan sesuai indikasi

3) Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.


c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.

d. Kalori merupakan sumber energi.

e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu
makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.

h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

1) Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit,


pengobatan dan perawatan terhadap klien.
2) Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan
klien.
3) Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai
kebutuhan.

d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan


kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya,
menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
1) Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.
2) Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
3) Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.
4) Bekerjasama dengan pemberi informasi.
INTERVENSI RASIONAL
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang
pengalaman klien lain yang menderita kanker.
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi
yang tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy
yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang
penyakitnya.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya
eritema, ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.


a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.

b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta


kesalahan pengertian.

c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.

d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.

f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah


dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.

Penyimpangan KDM (Kebutuhan Dasar Manusia) CA VESIKA URINARIA

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 27, 2011


oleh firmanpharos
filed under KUMPULAN ASKEB, KUMPULAN ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN COMBUSTIO
BASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo,
2001).

Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar


A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.

B. Fase sub akut.


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel
luas dan atau pada struktur atau organ organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi
organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar


A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah. Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang
kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

B. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine
atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang moderate:
a) Tingkat II : 15 30%
b) Tingkat III : 1 10%
C. Ringan minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan Tingkatan hipovolemik


( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik
(12 jam 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit
sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang
ekskresi karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari
setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak
kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan
asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum.
Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai
peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal
berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di
hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit
yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26
unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
CO menurun.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar


A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi
gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi
relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:


RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 3 tahun : BB x 75 cc
3 5 tahun : BB x 50 cc
diberikan 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.


E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting
untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada
luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilangan perdarahan.
3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka.
6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema.
7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik
(sebanyak 50 % 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme
protein.
8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena
destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian
traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.

Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;
oedema mukosa; kompressi jalan nafas . Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis. Kaji
refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak,
batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum
mengandung karbon atau merah muda.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi

Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.


Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral
secara periodik.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.

Lakukan program kolaborasi meliputi :


Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA

Kaji ulang seri rontgen

Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.

Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi. Dugaan cedera inhalasi

Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress
pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48
jam setelah terbakar.

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.


Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat
menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan
meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena
edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema
trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan
terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan :
Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan
dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan.
PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap
dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 3 hari setelah
terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk
memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan
atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi
fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
Kehilangan perdarahan. Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas
normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan
kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.

Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Selidiki perubahan mental

Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.


Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine

Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.


Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :


- Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)

- Kalium

- Antasida

Pantau:
- Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
- Warna urine.
- Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
- Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit
yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala
syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan
CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat
serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer
gelap.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.

Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin Memberikan
pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang
dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya
mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan
melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi
pada awal minggu pertama).

Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah
komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan
elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai
oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.

Inspeksi adekuat dari luka bakar.


Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna
terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral
memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.

Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar
luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan
adaya stres ulkus (Curlings).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan
peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. Pasien
dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi
nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas. Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida
serum.

Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang
endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi
pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah
baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea.
Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat
merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi
mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.

Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi)
memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi
Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik. Pantau:
- Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial
tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
- Suhu setiap 4 jam.
- Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai
pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan
untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan
beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan
krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau
balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien.
Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk
menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai
pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi
seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%.
Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.

Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.

Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien
dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab


sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti
setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan
perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang
ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.

Melindungi terhadap tetanus.

Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan
merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu
penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka. Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur
tubuh rileks. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum
prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk
memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.

Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan
sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM
buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial
berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal
ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap
luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar
selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema. Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat
diraba. Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status
neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau
penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan
jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar. Kaji/catat ukuran,
warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.


Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area
bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari,
setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Memberikan informasi dasar tentang
kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan
luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft
dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk
mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka
bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 752 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan).


PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A.
Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih
bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Tinggalkan komentar

ditulis pada September 26, 2010


oleh firmanpharos
filed under KUMPULAN ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN HEPATITIS
HEPATITIS

A. DEFINISI
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta
seluler yang khas (Smeltzer, 2001)

B. ETIOLOGI
1. Virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Parenteral seksual, perinatal Parenteral jarang
seksual, orang ke orang, perinatal Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B
Fekal-oral
Keparah-an Tak ikterik dan asimto- matik Parah Menyebar luas, dapat berkem-bang sampai
kronis Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut
Sama dengan D
Sumber virus Darah, feces, saliva Darah, saliva, semen, sekresi vagina Terutama melalui darah
Melalui darah Darah, feces, saliva

2. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7
hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati)
dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek
terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing,
nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan
bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap
dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan,
rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul
bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine
tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

D. PATOFOSIOLOGI
Patways terlampir.
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh
reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar
disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan
peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran
kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati
dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak
sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek),
maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul
disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena
bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan pigmen
- urobilirubin direk
- bilirubun serum total
- bilirubin urine
- urobilinogen urine
- urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein
- protein totel serum
- albumin serum
- globulin serum
- HbsAG
c. Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum
2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
- kolestogram dan kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
- biopsi hati

F. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia
serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan
paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada alkoholik.
PATHWAYS

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1. Aktivitas
Kelemahan
Kelelahan
Malaise

2. Sirkulasi
Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
Urine gelap
Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
Anoreksia
Berat badan menurun
Mual dan muntah
Peningkatan oedema
Asites
5. Neurosensori
Peka terhadap rangsang
Cenderung tidur
Letargi
Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
Kram abdomen
Nyeri tekan pada kuadran kanan
Mialgia
Atralgia
Sakit kepala
Gatal ( pruritus )

7. Keamanan
Demam
Urtikaria
Lesi makulopopuler
Eritema
Splenomegali
Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman
di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus

G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman
di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi
paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan
kapasitasnya.
c. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit
untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan,
menangis intensitas dan lokasinya)
a. Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas
nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat
peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan
kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
- Akui adanya nyeri
- Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami
nyeri
c. Berikan informasi akurat dan
- Jelaskan penyebab nyeri
- Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya
akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat
penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk
mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur


R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan
mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis


a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat
digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan
minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan
meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu
kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan
keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik
relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
- Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
- Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan
kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui
vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area
pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites
penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam
abdomen

b. Auskultasi bunyi nafas tambahan


R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan
ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua
cairan tubuh
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
- Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
- Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup
kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk
membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan
mencegah transmisi penyakit
c. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain
dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang
lain terinfeksi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa
Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta,
Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit
FKUI, jakarta.

Tinggalkan komentar

ditulis pada September 26, 2010


oleh firmanpharos
filed under KUMPULAN ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN ERITRODERMA
ERITRODERMA

A. DEFINISI
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief Mansjoer , 2000 : 121
).
Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau di
seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan
eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif
dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh
( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).

B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1. Eritrodarma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis
dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(50 % ).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder


a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis
rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239 )

C. ANATOMI
Kulit mepunyai tiga lapisan utama : Epidermis , Dermis dan Jaringan sub kutis. Epidermis (
lapisan luar ) tersusun dari beberapa lapisan tipis yang mengalami tahap diferensiasi
pematangan.
Kulit ini melapisi dan melindungi organ di bawahnya terhadap kehilangan air , cedera mekanik
atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Lapisan paling dalam
epidermis membentuk sel sel baru yang bermigrasi kearah permukaan luar kulit. Epidermis
terdalam juga menutup luka dan mengembalikan integritas kulit sel sel khusus yang disebut
melanosit dapat ditemukan dalam epidermis. Mereka memproduksi melanin , pigmen gelap kulit.
Orang berkulit lebih gelap mempunyai lebih banyak melanosit aktif.

Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :


a. Stratum Korneum
Selnya sudah mati , tidak mempunyai intisel , intiselnya sudah mati dan mengandung zat keratin.
b. Stratum lusidum
Selnya pipih , bedanya dengan stratum granulosum ialah sel sel sudah banyak yang kehilangan
inti dan butir butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum Granulosum
Stratum ini terdiri dari sel sel pipih. Dalam sitoplasma terdapat butirbutir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin.
d. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum
Lapisan yang paling tebal.
e. Stratum Basal / Germinativum
Stratum germinativum menggantikan sel sel yang diatasnya dan merupakan sel sel induk.
Dermis terdiri dari 2 lapisan :
a. Bagian atas , papilaris ( stratum papilaris )
b. Bagian bawah , retikularis ( stratum retikularis )
Kedua jaringan tersebut terdiri dari jaringan ikat lonngar yang tersusun dari serabut serabut
kolagen , serabut elastis dan serabut retikulus
Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit. Serabut elastis memberikan kelenturan
pada kulit.
Retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan
pada alat tersebut.
Subkutis
Terdiri dari kumpulan kumpulan sel sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut
serabut jaringan ikat dermis.
Fungsi kulit :
- Proteksi - Pengatur suhu
- Absorbsi - Pembentukan pigmen
- Eksresi - Keratinisasi
- Sensasi - Pembentukan vit D
( Syaifuddin , 1997 : 141 142 )

D. PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar )
yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas
akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel
sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel sel yang baru terbentuk
bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis
yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik ( alergik
) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat
terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat
dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten
). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya
jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul
yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.
( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )

E. PATHWAY

F. MANIFESTASSI KLINIS
Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut dalam
waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat
penyembuhan.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan dermatitis
seboroik pada bayi ( Penyakit Leiner ).
Eritroderma karena psoriasis
Ditemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan
yang lebih eritematosa dan agak meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih kebal.
Dapat ditemukan pitting nail.
Penyakit leiner ( eritroderma deskuamativum )
Usia pasien antara 4 -20 minggu keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit
berupa eritama seluruh tubuh disertai skuama kasar.
Eritroderma akibat penyakit sistemik , termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya penyakit
pada alat dalam , infeksi dalam dan infeksi fokal. ( Arif Masjoor , 2000 : 121 )

G. KOMPLIKASI
Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :
- Abses - Limfadenopati
- Furunkulosis - Hepatomegali
- Konjungtivitis - Rinitis
- Stomatitis - Kolitis
- Bronkitis
( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )

H. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang
mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi
tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi antibiotik , yang
diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.

I. BIODATA
a. Jenis Kelamin
Biasnya laki lak 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis , pitiasis rubra
pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik , limfoblastoma.
Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.

c. Pola Fungsi Gordon


1. Pola Nutrisi dan metabolisme
Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negative
mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien ( dehidrasi ).
2. Pola persepsi dan konsep diri
Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat tanduk yang
besr besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga mengganggu harga diri.
3. Pemeriksaan fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan
kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner & Suddarth , 2002 :
1878 ).

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI


1. Gangguan integritas kulit bd lesi dan respon peradangan
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan integritas kulit
menghindari cidera kulit
Intervensi
a. kaji keadaaan kulit secara umum
b. anjurkan pasien untuk tidak mencubit atau menggaruk daerah kulit
c. pertahankan kelembaban kulit
d. kurangi pembentukan sisik dengan pemberian bath oil
e. motivasi pasien untuk memakan nutrisi TKTP
2. Gangguan rasa nyaman : gatal bd adanya bakteri / virus di kulit
Tujuan : setelah dilakuakn asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi luka pada kulit karena
gatal
Kriteria hasil : tidak terjadi lecet di kulit
- pasien berkurang gatalnya
Intervensi
a. beritahu pasien untuk tidak meggaruk saat gatal
b. mandikan seluruh badan pasien ddengan Nacl
c. oleskan badan pasien dengan minyak dan salep setelah pakai Nacl
d. jaga kebersihan kulit pasien
e. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal
3. Resti infeksi bd hipoproteinemia
Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi
( rubor , kalor , dolor , fungsio laesa )
tidak timbul luka baru
Intervensi
a. monitor TTV
b. kaji tanda tanda infeksi
c. motivasi pasien untuk meningkatkan nutrisi TKTP
d. jaga kebersihan luka
e. kolaborasi pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

- Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGG


- Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi
perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC
- Harahap Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates
- Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI
- Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC
- Syaifudin , 1997 , anatomi Fisiologi , Jakarta : EGC

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 23, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP ERITRODERMA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN IKTERUS
IKTERUS

A. Batasan-Batasan
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki
karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
Timbul pada hari kedua-ketiga
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan
dan 10 mg % pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada
bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.

D. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

E . Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam
lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah
konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.

Diagram Metabolisme Bilirubin

ERITROSIT

HEMOGLOBIN

HEM

GLOBIN
BESI/FE
BILIRUBIN INDIREK
( tidak larut dalal air )

Terjadi pada
Limpha, Makofag

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN

Terjadi dalam
plasma darah

MELALUI HATI

BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK


( larut dalam air )
Hati

BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU

Melalui
Duktus Billiaris

KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM

BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
G. Penata Laksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar
Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin
tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.

Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:


1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun
sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:


Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap.
Golongan darah ibu dan bayi.
Test Coombs.
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 72 jam sesudah lahir.


Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
Polisetimia.
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula
dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
Sepsis.
Dehidrasi dan Asidosis.
Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


Karena ikterus obstruktif.
Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:


Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi
Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,
Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang
lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah
Bonding, perpisahan dengan anak.

4. Pengetahuan Keluarga meliputi :


Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang
memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy
Smith Greenberg. 1988)

2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi


Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan
interpretasi data yang diperoleh.
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air
diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek
fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 37Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral,
pertahankan suhu antara 35,5

3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan


diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2
jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan


Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial
dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam
perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.

5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan


pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk
menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi
dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.

6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi


Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan
lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata
setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.

7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar


Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl
selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan,
pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan
suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang;
monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.

Aplikasi Discharge Planing.


Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam
memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di
Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.

Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam
perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar
bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah
peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang
rusak.
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet
karena gesekan
Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama,
garukan .
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :


1. Cara memandikan bayi dengan air hangat celsius)(37 -38
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu
yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
demam ( suhu > celsius)37
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
diare ( lebih dari 3 x)
tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah
dijangkau oleh bayi / balita.
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara saudaranya.

DAFTAR PUSTAKA

H. Markum : Ilmu Kesehatan Anak. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.


Bobak, J. : Materity and Gynecologic Care, Precenton, 1985.
Cloherty, P. John : Manual of Neonatal Care, USA, 1981.
Harper : Biokimia, Jakarta, EGC, 1994.
Jack A. Pritchard dkk : Obstetri Williams, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press,
1991
Marlene Mayers, et. al. : Clinical Care Planes Pediatric Nursing, New York, Mc.Graw-Hill.
Inc, 1995.
Mary Fran Hazinki : Nursing Care of Critically Ill Child, Toronto, The Mosby Compani CV,
1984.
Susan R. J. et. al. : Child Health Nursing, California, 1988.

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 16, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP ANAK IKTERUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN DIARE
DIARE

Definisi
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu
kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair.
Patofisiologi
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intensinal merupakan akibat dari
gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpinah dari rongga ektraseluler ke dalam tinjaa,
sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik.
Diare yang terjadi merupakan proses dari ;
Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel
dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area
permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit.
Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit
dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.
Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.

Komplikasi :
Dehidrasi
Hipokalemi
Hipokalsemi
Cardiac dysrhythmias akibat hipokalemi dan hipokalsemi
Hiponatremi
Syok hipovolemik
Asidosis

Etiologi :
Faktor Infeksi :
Bakteri; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinia enterocolitica
Virus; enterovirus echoviruses, adenovirus, human retrovirua seperti agent, rotavirus.
Jamur; candida enteritis
Parasit; giardia Clambia, crytosporidium
Protozoa
Bukan Fakror Infeksi :
Alergi makanan; susu, protein
Gangguan metabolik atau malabsorbsi; penyakit celiac, cystic fibrosis pada pankreas
Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
Obat-obatan; antibiotik,
Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
Emosional atau stress
Obstruksi usus
Penyakit infeksi; otitis media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih

Manifestasi kilinis
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun
dan mata cekung, membran mukosa kering
Keram abdominal
Demam
Mual dan muntah
Anorexia
Lemah
Pucat
Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernafasan cepat
Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
Kultur tinja
Pemeriksaan elektrolit; BUN, creatinine, dan glukosa
Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah

Penatalaksanaan Terapeutik
Penanganan fokus pada penyebab
Pemberian cairan dan elektrolit; oral (seperti; pedialyte atau oralit) atau terapi parenteral
Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI

Penatalaksanaan Perawatan
Pengkajian
Kaji riwayat diare
Kaji status hidrasi; ubun-ubun, turgor kulit, mata, membaran mukosa mulut
Kaji tinja; jumlah, warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar
Kaji intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
Kaji berat badan
Kaji tingkat aktivitas anak
Kaji tanda-tanda vital

Diagnosa Keperawatan
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan cencer
Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar
Risiko infeksi pada orang berhubungan dengan terinfeksi kuman diare atau kurangnya
pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake
(pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak
Cemas dan takut pada anak/orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan kondisi sakit

Implementasi
1. Meningkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Kaji status hidrasi,; ubun-ubun, mata, turgor kulit dan membran mukosa
Kaji pengeluaran urine; gravitasi urine atau berat jenis urine (1.005-1.020) atau sesuai dengan
usia pengeluaran urine 1-2 ml/kg per jam
Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Monitor tanda-tanda vital
Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Ht, pH, dan serum albumin
Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit, dan cairan parenteral bila
indikasi)
Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program
Anak diistirahatkan
2. Mempertahankan keutuhan kulit
Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar
Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau pH normal) untuk membersihkan anus setiap
baung air besar
Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Ganti popok / kain apabila lembab atau basah
Gunakan obat cream bila perlu untuk perawatan perineal
3. Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua dan pengunjung
Segera bersihkan dan angkat bekas baung air besar dan tempatkan pada tempat yang khusus
Gunakan standar pencegahan universal (seperi; gunakan sarung tangan dan lain-lain)
Tempatkan pada ruangan yang khusus
4. Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum
Timbang berat badan anak setiap hari
Monitor intake dan output (pemasukan dn pengeluaran)
Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan makanan yang sesuai dengan diit
dan usia dan atau berat badan anak
Hindari minuman buah-buahan
Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Bagi bayi, ASI tetap diteruskan
Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah laktosa

5. Meningkatkan pengetahuan orang tua


Kaji tingkat pemahaman orang tua
Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare
Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk menghindari kontaminasi
Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Jelaskan pentingnya kebersihan
6. Menurunkan rasa takut/cemas pada anak dan orang tua
Ajarkan pad orang tua untuk mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas; dengarkan
keluhan orang tua dan bersikap empati, dan sentuhan terapeutik
Gunakan komunikasi terapuetik; kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan
Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan orang tua
Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Jelaskan kondisi anak, alasan pegobatan dan perawatan
Perencanaan Pemulangan
Jelaskan penyebab diare
Ajarkan untuk mengenal komplikasi diare
Ajarkan untuk mencegah penyakit diare dan penularan; ajarkan tentang standar pencegahan
Ajarkan perawatan anak; pemberian makanan dan minuman (misalnya;oralit)
Ajarkan mengenal tanda-tanda dehidrasi, ubun-ubun dan mata cekung, turgor kulit tidak
elastis, membran mukosa kering
Jelaskan obat-obatan yang diberikan; efek samping dan kegunaannya

Pustaka

1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan


Pediatik, Jakarta, EGC
2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa :
Manulang R.F. Jakarta, EGC
4. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
5. Kejang pada anak. www. Pediatik.com / knal.php

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 16, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP DIARE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN GANGGUAN
HUBUNGAN SOSIAL
GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

Manusia adalah mahkluk, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan , bina hubungan
interpersonal yang positif.

I. Pengertian
Dibawah ini ada beberapa pengertian menurut tokoh tokoh antara lain ;
Stuart and Sudden (1998)
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan
kedekatan, sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan.
Rogers
Karakteristik hubungan yang sehat : terbuka, menerima orang lain sebagaisebagai orang yang
mempunyai nilai sendiridan adanya rasa empati.

Gangguan hubungan social


Pengertian:
Keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak
cukup atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial (Townsend,1998)

II. RENTANGAN RESPONDEN SOSIAL

R. Adapati R. Maladapatif

Sosial Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan

(Stuart and Sundeen,hal 441)

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPONDEN SOSIAL MALADAPTIF

Perilaku Karakteristik
Manipulasi Orang lain diperlakukan seperti obyek hubungan terpusat pada masalah pengendalian
individu, berorientasi pada diri sediri atau pada tujuan, bukan berorintasi pada orang lain.
Narkisisme Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
Inplusif Mendapatkan penghargaan, pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain
tidak mendukung. Tak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman ,
penilaian yang buruk tidak dapat diandalkan

Perilaku menarik diri :


Adalah usaha menghidari interaksi dengan orang lain dimana individu merasa bahwa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan membagi rasa, fikiran, prestasi / kegagalan, ia
mempunai kesulitan berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tak sanggup membagi pengalaman
dengan orang lain.

III. KARAKTERISTIK PERILAKU MENARIK DIRI


. Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan / minum berlebihan
. Berat badan menurun /meningkat dratis
. Kemunduran kesehatan fisik
. Tidur berlebihan
. Tingal ditempat tidur dalam waktu yang lama
. Banyak tidur siang
. Kurang bergairah
. Tak mempedulikan lingkungan
. Aktivitas menurun
. Mondar mandir / sikap mematung, melakukan gerakan secra berulang (jalan mondar mandir)
. Menurunnya kegiatan seksual

TUGAS PERKEMBANGAN BRHUBUNGAN DENGAN


PERTUMBUHAN INTERPERSONAL

Tahap perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan landasan percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak tergantung pada orsng tua
Masa dewasa muda Menjadi saling tergantung dengan orang tua, teman, menikah dan
mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima
Masa dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan
budaya.

IV. FAKTOR FAKTOR PENCETUS GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL.


1. Faktor perkembangan
. Gangguan dalam pencapaian tingkat perkembangan
. Sistem kelarga yang terganggu
. Norma keluarga kurang mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2. Faktor biologik
. Genetik, neurotransmiter masih perlu penelitian lebih lanjut.
3. Faktor sosio cultural
. Isolasi akibat dari norma yang tidak mendukng
. Harapan yang tidak realistic terhadap hubungan

V. STRESSOR PENCETUS
1. Stressor sosio cultural
. Menurunya satabilitas unit keluarga
. Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
2. Stresor psikologik
Ansietas berat yang berkepenjangan dengan keterbatasan untuk mengatasi.

VI. SUMBER KOPING


Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.
Hubungan dengan hewan peliharaan
Gunakan kreatifitas utuk mengekspresikan stress interpersonalseerti kesenian,musik,tulisan.

VII. MEKANISME KOPING


1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
. Poyeksi
. Pemisahan
. Merendahkan orang lain
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian border line
. Pemisahan
. Reaksi formasi
. Proyeksi
. Isolasi
. Idealisasi orang lain
. Merendahkan orang lain

LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Fraktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang
harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri
Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuyhi akan menghambat tahap
Perkembangan selanjutnya dan dapat terjadi gangguan hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadi
nya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (
double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan
pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk
berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan factor
pendukung untuk terjadinaya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya
misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain.

2. Faktor predisposisi
a. Struktur sosial budaya
Stres yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya antara lain keluarga yang
labil, berpisah dengan orang yang terdekat/berarti, perceraian dan lain-lain.
b. Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitary ) menyebabkan
turunya hormon FSH dan LH. Kondisi ini terdapat pada pasien skizofrenia.
c. Hipotesa virus
Virus HIV dapat menyebabkan prilaku spikotik.
d. Model biological lingkungan sosisal
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress pada
saat terjadinya interaksi dengan interaksi sosial.
e. Stressor psikologik
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan menyelasaikan
kecemasan tersebut.
3. Prilaku
a. Tingkah laku yang berhubungan dengan curiga
1. Tidak mampu mempercayai orang lain.
2. Bermusuhan.
3. Mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
1. Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
2. Kurang asertif
3. mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Harga diri rendah
5. Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
1. Hubungan interpersonal yang dangkal
2. Rendahnya motifasi untuk berubah
3. Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
1. Hubungan dengan orang lain sangat stabil
2. Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
3. Susunan hati yang negatif (depresif)
4. Prestasi yang rendah
5. Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
6. Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
1. Kurang spontan
2. Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
4. Tidak mau komonikasi verbal
5. Mengisolasi diri
6. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
7. Kebutuhan fisiologis terganggu
8. Aktivitas menurun
9. Kurang energi, harga diri rendah, postur tubuh berubah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang berubungan dengan hubungan sosial. Diagnosa menurut NANDA :
1. Resiko terjadi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan menarik diri
2. Koping keluarga inefektif
3. Koping indifidu inefektif
4. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
5. Perubahan proses berfikir
6. Isolasi sosial berhubungan dengan kemampuan hubungan sosial inadekuat
7. Ganggiuan persepsi (harga diri rendah) berhubungan dengan persepsi keluarga nonrealistik
dalam berhubungan.
8. Menarik diri berhubungan dengan waham curiga.
9. Kebersihan diri kurang berhubungan dengan kurang energi
10. Gangguan hubungan sosial berhubungan dengan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
11. Menurunya aktivitas motorik berhubungan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
12. Potensial defisit cairan berhubungan dengan tidak mau merawat diri.
13. Gangguan komonikasi verbal
14. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan menarik diri

C. PERENCANAAN
Ada beberapa prinsip rencana asuhan keperawatan dengan klien gangguan hubungan sosial,
antara lain :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3. Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan
kepuasan timbal balik :
Beri penguatan dan kritikan yang positif
Jangan perhatikan klien saat manipulatif/ekploratif,konfrontasi
Bertindak sebagai model peran, latih prilaku
Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
Hindari ketergantungan klien
Kembangkan hubungan terapeutik dengan klien bukan anda, tetapi perilaku anda yang tidak
dapat diterima.
4. Perhatikan kebutuhan ADL klien
5. Libatkan dalam kegiatan ruangan.
6. Ciptakan lingkungan terapeutik
7. Terapi somatic
8. Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

D. PELAKSANAAN
Pelaksanaan sesuai dengan rencana keperawatan yang ada dan dilakukan di lapangan

E. EVALUASI
Klien mengadakan hubungan interpersonal yang efektif, dapat bekerjasama dengan perawat dan
keluarga, klien dapat menggunakan sumber koping yang adekuat.

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 14, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN HARGA DELIREUM
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN DELIRIUM

I. KONSEP DASAR

A. Pendahuluan
Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa
kenyataan (sense of reality). Keadaa ini dapat digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa
yang serius, yang timbuk karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang
menunjukkan ganggua kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat,
berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian
rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa
ditandai oleh perilaku yang regresif, hiudp perasaan tidak sesuai , berkurangnya pengawasan
terhadap impuls-impuls serta waham dan halusinasi.

Menninger telah menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik
:
1. Perasan sedik, bersalah dan tidak mampu yang mendalam
2. keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan
motorilk yang berlebihan
3. regresi ke otisme manerisme pembicaran dan perilaku, isi pikiran yanng berlawanan, acuh tak
acuh terhadap harapan sosial.
4. preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecendrungan membela diri atau rasa
kebesaran
5. keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi.

B. Pengertian
Delirium adalah sindroma otak organik karena fungsi atau metabolisme otak secara umum atau
karena keracunan yan menghambat mnetabolisme otak.

C. Gejala
Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah suatu keadaan dengan
kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan berkurang secara keseluruhan (secara
kuantitatif).

Gejala-gejala lainnya penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik,
ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panik, adanya klien yan terutama halusinasi dan ada
yang hanya berbicara komat-kamit dan inkohern.

Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu
dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh
keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat
bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan
sekelilingnya.
D. Psikopatologi
Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkan sudah sembuh, mungkin
sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang
disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis,
gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak
atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan
sebagainya). Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi
mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Jika disebabkan oleh
proses yang langsung menyerang otak , bila proses itu sembuh maka gejala-gejalanya tergantung
pada besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala neurologik dan atau gangguan mental
dengan gejala utama gangguan intelegensi. Bisa juga didapatkan adanya febris. Terdapat gejala
psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang mempunyai dosis
efektif tinggi.

E. Penatalaksanaan
a. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi
kerusakan otak yang menetap.
b. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi
stimulansia.
c. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa
dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat
menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
d. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya
sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
e. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan
kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal
dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi.
f. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang
mempunyai dosis efektif tinggi.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan,
status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut klien dan atau
keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan
tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan
riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat
diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik
yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme
pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas
kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik
atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan
otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak
(meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang
terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan,
intoksikasi dan sebagainya).

4. Pemeriksaan fisik
Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, BB
menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

5. Psikososial
a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi
dari kembar dizigot .
b. Konsep diri
Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik
penyakit.
Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran
yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah
karena kegagalannya.
c. Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang
selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep
diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan
individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan
hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar
mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri
dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol
orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

d. Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu
dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

6. Status mental
a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya sendiri.
b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan
motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.
d. Alam perasaan
Klien nampak ketakutan dan putus asa.

e. Afek dan emosi.


Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena
jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini
menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang
telah berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari
lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai,
berlebihan dan ambivalen.

f. Interaksi selama wawancara


Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.

g. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu obyek. Perubahan
persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

h. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung berdasarkan
penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan
orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang
kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan
dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan
linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola
pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

i. Tingkat kesadaran
Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

j. Memori
Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari yang lampau)
dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu).

k. Tingkat konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi

l. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.

7. Kebutuhan klien sehari-hari


a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-
kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu
sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karea putus
asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari biasanya, karena
sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.

8. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau
meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan
mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku
patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah
mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan
menutup diri.

9. Dampak masalah
a. Individu
Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam melakukan kegiatas
sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti
pakaian.
Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri, harga diri rendah, merasa
tidak berarti, tidak berguna dan putus asa sehingga klien perlu diisolasi.
Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan pada keluarga atau
oorang yang merawat cukup tinggi, sehingga menimbulkan stres fisik.

10. Diagnosa Keperawatan


a. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
b. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan cara
mengekspresikan secara konstruktif.
c. Perubahahn proses berpikir berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mempercayai orang
d. Risiko terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, status emoosional yang meningkat.
e. Kesukaran komunikasi verbal berhubungan dengan pola komunikasi yang tak logis atau
inkohern dan efek samping obat-obatan, tekanan bicara dan hiperaktivitas.
f. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak
adequat.
g. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun
h. Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperaktivitas, respon tubuh pada halusinasi.
i. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan
kurangnya informasi.
B. Rencana Tindakan
a. Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
Batasan kriteria :
Sasaran jangka pendek :
Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaprkan pada
perwat agasr dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
Sasaran jangka panjang :
Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah,
sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)
2. Ciptakan lingkungan psikososial :
sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat)
Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur ,
tepat janji, empati dan menghargai.
Tunjukkan perwat yang bertanggung jawab
3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)

4. Kembangkan orientasi kenyataan :


Bantu kien untuk mengenal persepsinya
Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya
Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi an daya orientasi
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
Kajiu halusinasi klien
Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip
tindakan pada halusinasi.
7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek
samping obat). 1. Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh
stimulus.

2. Lingkungan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemampuan perasaan kenyataan.

3. Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat
dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman
4. Klien perlu dikembangkan kemampuannya untuk menilai realita secara adequat agar klien
dapat beradaptasi dengan lingkungan.Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien
tidak menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

5. Klien halusinasi pada faase berat tidak dapat mengontrol perilakunya. Lingkungan yang aman
dan pengawasan yang tepat dapat mencegah cedera.

6. Klien yang sudah dapat mengontrol halusinasinya perlu sokongan keluarga untuk
mempertahnkannya.

7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
status emosional yang meningkat.
Batasan kriteria :
Penurunan berat badan, konjunctiva dan membran mukosa pucat, turgor kulit jelek,
ketidakseimbangan elktrolit dan kelemahan)
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mencapai pertambahan 0,9 kg t hari kemudian
Hasil laboratorium elektrolit sserum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu
Sasaran jangka panjang :
Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor masukan, haluaran dan jumlah kalori sesuai kebutuhan.
2. timbang berat badan setiap pagi sebelum bangun
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan.

4. Kolaborasi
Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalam porsi yang cukup sesuai dengan
kebutuhan
Pemberian cairan perparenteral (IV-line)
Pantau hasil laboraotirum (serum elektrolit)

5. Sertakan keluarga dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan kebutuhan fisiologis
lainnya) 1. Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan
mempertahankan keamanan klien.
2. Kehilangan berat badan merupakan informasi penting untuk mengethui perkembangan status
nutrisi klien.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi
nutrisi yang baik untuk kesehatan.
4. Kolaborasi :
Klien lebih suka menghabiskan makan yang disukai oleh klien.

Cairan infus diberikan pada klien yang tidak, kurang dalam mengintake makanan.
Serrum elektrolit yang normal menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.
5. Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adequat.

c. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak
adequat.
Batasan kriteria :
Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komnuikasi yang
tidak realistik, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek
emosi yang dangkal.
Sasaran jangka pendek :
Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1
minggu.
Sasaran jangka panjang :
Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam
aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
- bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur ,
tepat janji, empati dan menghargai).
- tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
- tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien.
Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin
mnerupakan hal yang sukar bagi klien.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi. 1. Lingkungan fisik dan psikososial
yang terapeutik akan menstimulasi kemmapuan klien terhadap kenyataan.

2. hal ini akan membuat klien merasa menjado orang yang berguna.

3. kesadran diri yang meningkat dalam hubungannya dengan lingkungan waktu, tempat dan
orang.
4. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi

d. Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun


Batasan kriteria :
Kemauan yang kurang untuk membersihkan tubuh, defekasi, be3rkemih dan kurang minat dalam
berpakaian yang rapi.
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu
Sasaran jangka panjang :
Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan suatu
keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan
kien.
2. Dukung kemandirina klien, tetapi beri bantuan kien saat kurang mampu melakukan beberapa
kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuan mandiri.

4. Perlihatkan secara konkrit, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut kien sulit untuk
dilakukaknya.
1. Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan
harga diri.

2. Kenyamanan dan keamanan klien merupakan priotoritas dalam keperawatan.

3. Penguatan positif akan menignkatakan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan
perilaku yang diharapkan.
4. Karena berlaku pikiran yang konkrit, penjelasan harus diberikan sesuai tingkat pengetian yang
nyata.

e. Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Batasan kriteria :
Adanya pertanyaan kurangnya pengetahuan, permintaaan untuk mendaptkan informasi dan
mengastakan adanya permaslah yang dialami kien.
Sasaran jangka pendek :
Klien dapat mengatakan efek terhadap tubuh yang diikuti dengan implemetasi rencana
pengjaran.
Sasaran jangka panjang :
Klien dapat mengatan pentingnya mengetahui dan kerja sama dalam memantau gejala dan tanda
efek samping obat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Tetaplah bersama klien ketika minum obat antipsikotik

3. Amati klien akan adanya EPS, 4. Pantau keluaran urine,dan glukosa urine

4. Beritahu klien bahwa dapat terjadi perubahan yang berkaitandengan fungsi seksual dan
menstruasi. 1. Hipotensi ortostatik mungikn terjadi pada pemakain obat antipsikotik,
Pemeriksaan tekanan darah dalam posisi berbaring, dudujk dan berdiri.
2. Beberapa klien mungkin menyembusnyikan oabt-obat tersebut.
3. distonia akut (spame lidah, wajah, leher dan punggung), akatisia (gelisah, tidak dapat duduk
dengantenag, mengetuk-negetukan kaki,pseudoparkinsonisme (tremor otot, rifgiditas, berjalan
dengan menyeret kaki) dan diskinesia tardif (mengecapkan bibir, menjulurkan lidah dan gerakan
mengunyah yang konstan).
4. Wanita dapat mempunyai periode menstruasi yang tidak teratus atau amenorhea dan pria
mungkin mengalmi impotens atau ginekomastik.

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 14, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP DELIREUM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN KATARAK
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KATARAK
A. DEFINISI
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan
visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini
merupakan proses degeneratif (kemunduran ). Perubahan yang terjadi bersamaan dengan
presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu
pembiasan cahaya.
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan,
pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya
menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

B. ETIOLOGI
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
2. Trauma
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik (DM)
5. Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal,
seperti German Measles )

C. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang
paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam
serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar
lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes)
tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

D. MANIFESTASI KLINIK
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang
diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau
redup, emnyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

F. PENATALAKSANAAN
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana
pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan
glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.

2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler


Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak.
Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.

G. PENGKAJIAN.KEPERAWATAN
1. Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan
bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan
kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan
merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air mata.
3. Nyeri / Kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau
sekitar mata, sakit kepala

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler,
peningkatan TIO ditandai dengan :
Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman penglihatan
pandangan kabur, dll
Tujuan :
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
- Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
- Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
- Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
- Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
- Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
- Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
- Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
- Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki
kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
- Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
- Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.

2. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :
menurunnyaketajaman penglihatan
perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori
dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
- Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
- Orientasikan klien tehadap lingkungan
- Observasi tanda-tanda disorientasi.
- Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
- Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
- Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25
persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
- Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak
dioperasi.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak


mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif, yang ditandai
dengan :
pertanyaan/pernyataan salah konsepsi
tak akurat mengikuti instruksi
terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan :
Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
- Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
- Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
- Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi,
membongkok pada panggul, dll.
- Dorong aktifitas pengalihan perhatian.
- Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan kebutuhan tidur
menggunakan kacamata pelindung.
- Anjurkan klien tidur terlentang.
- Dorong pemasukkan cairan adekuat.
- Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta . EGC

Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta.
EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC

Tinggalkan komentar

ditulis pada April 14, 2010


oleh firmanpharos
filed under ASKEP KATARAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN ABLASIO RETINA
ABLASIO RETINA

PENGERTIAN
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina
dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut,
terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan
aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).

PENYEBAB
a. Malformasi kongenital
b. Kelainan metabolisme
c. Penyakit vaskuler
d. Inflamasi intraokuler
e. Neoplasma
f. Trauma
g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

MANIFESTASI KLINIS
Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya
Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina
benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa
adanya keterlibatan makula

PENATALAKSANAAN

Tirah baring dan aktivitas dibatasi


Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera
Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan
sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
Pasien tidak boleh terbaring terlentang
Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi
Cara Pengobatannya:
Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan
dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.
Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel
berpigmen.
Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk
mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat
robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa
silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan
mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan
robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi
fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
Peningkatan TIO
Glaukoma
Infeksi
Ablasio koroid
Kegagalan pelekatan retina
Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
Infeksi
Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
Diplopia
Kesalahan refraksi
astigmatisme

PATHWAYS
Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)


Peningkatan cairan eksudattif/sserosa
Vitreus mjd makin cair
Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral


Ditandai dengan:
- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba
- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang

DAFTAR PUSTAKA

C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .
Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta

Anda mungkin juga menyukai