Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gelombang


Gelombang adalah getaran yang merambat yaitu rambatan energi dengan tidak
disertai perpindahan partikelnya. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan
mengikuti gerak sinusoidal seperti pada gambar (2.1). (Lev A. Ostrovsky &
Alexander I. Potapov, 2002)

Gambar 2.1 Gelombang transversal

2.2 Jenis Jenis Gelombang


Jenis-jenis Gelombang dapat dibedakan berdasarkan arah rambatannya, medium
perambatannya dan amplitudo simpangannya. Berdasarkan arah rambatannya ada
dua macam gelombang, yaitu :
1. Gelombang transversal yaitu gelombang yang arah rambatannya tegak lurus
terhadap simpangannya
2. Gelombang longitudinal yaitu gelombang yang arah rambatannya sejajar
dengan simpangannya. (Halliday & Resnick, 1991)
Berdasarkan medium perambatannya :
1. Gelombang mekanik yaitu gelombang yang memerlukan medium perambatan

Universitas Sumatera Utara


10

2. Gelombang elektromagnetik yaitu gelombang tanpa memerlukan medium


perambatan.
Hubungan dari setiap besaran - besaran pada gelombang, kecepatan
perambatan gelombang adalah satu panjang gelombang dibagi periode. Secara
matematis kecepatan perambatan gelombang ( ) dapat ditulis sebagai berikut :
(2.1)
Karena f = 1/T maka kecepatan perambatan gelombang juga dapat ditulis sebagai
berikut :
(2.2)
dengan :
= Kecepatan perambatan gelombang (m/s)
= Panjang gelombang (m)
f = Frekuensi gelombang (Hz)
T = Periode gelombang (s)
Persamaan gelombang yang bergerak secara periodik selama waktu (t)
sekon memenuhi simpangan getaran harmonik, yang memenuhi persamaan
berikut: (Young, Hugh D & Freedman, Roger A, 2002)
(2.3)
dengan:
y = Simpangan gelombang (m)
A = Amplitudo atau simpangan maksimum (m)
= Kecepatan sudut (rad/s)
t = Lamanya getaran (s)
Oleh karena :
(2.4)

maka persamaan simpangan diatas dapat ditulis menjadi :

. / (2.5)

(2.6)

dimana, = . / = sudut fase gelombang

Universitas Sumatera Utara


11

2.3 Gelombang Elektromagnetik


2.3.1 Persamaan Gelombang Elektromagnetik
Sepanjang abad ke-17, dua teori emisi cahaya yang udah dikembangkan
merupakan teori gelombang Hooke Huygens dan Newton. Observasi Young,
Malus, Euler, dan beberapa yang lain ternyata juga mendukung teori gelombang.
Kemudian tahun 1864 Maxwell mengombinasikan persamaan elektromagnetik
dalam bentuk umum dan menunjukkan bahwa persamaan itu mendukung
keberadaan gelombang transversal. Sejarah telah mencatat bahwa hukum-hukum
tentang elektrostatik, magnetostatik dan elektrodinamik ditemukan pada awal
abad ke-19. Maxwell mendefenisikan gelombang elektromagnetik merupakan
perpaduan gelombang listrik dan gelombang magnet yang merambat saling tegak
lurus. Sifat ini juga menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik adalah
gelombang transversal, seperti ditunjukan pada gambar (2.2)

Gambar 2.2 Propagation gelombang elektromagnetik

Beberapa dari hukum-hukum itu, seperti hukum Faraday, hukum Ampere


dan konsep mengenai displacement current, secara sistematik telah disusun oleh
Maxwell menjadi apa yang dikenal sekarang ini sebagai persamaan Maxwell.
Khusus pada ruang vakum dan berlaku juga pada medium udara, persamaan
Maxwell dinyatakan sebagai:
(2.7)

Universitas Sumatera Utara


12

(2.8)

(2.9)

(2.10)

dengan E = vektor medan listrik, B = vektor medan magnet, 0 = permitivitas

listrik di udara atau vakum ( ), 0 = permeabilitas magnet


di udara atau vakum ( ). (Wangsness R. K, 1979)
Operasi curl yang dilakukan pada persamaan (2.9) dan (2.10) menghasilkan
persamaan gelombang medan listrik dan gelombang medan magnet sebagai
berikut :

. / . / (2.11)

dengan kecepatan rambat gelombang di udara dan ruang vakum sebesar


3, 00 m/s (2.12)

Persamaan (2.11) memiliki solusi sebagai berikut


( ) ( )
(2.13)
dengan E0 adalah amplitudo medan listrik pada sumbu y, sementara B0 adalah
amplitudo medan magnet pada sumbu z. Sedangkan k = konstanta propagasi, x =
arah rambat gelombang, E = beda fase gelombang medan listrik terhadap titik
acuan yaitu pada x=0, y=0, z=0 , dan B = beda fase gelombang medan magnet
terhadap titik acuan. Pada ruang vakum dan medium non-konduktor, tidak terjadi
beda fase antara medan listrik dan medan magnet, sehingga dapat dinyatakan E =
B = .
atau bila dinyatakan hanya dalam komponen riil
( ) ( ) (2.14)
Berdasarkan Hukum Faraday, persamaan (2.9) dapat dimengerti bahwa
arah getar medan listrik harus saling tegak lurus dengan arah getar medan magnet.
Hubungan antara amplitudo medan listrik dan medan magnet dapat dinyatakan
sebagai:
( ) ( ) (2.15)
atau dalam bentuk yang lebih umum

Universitas Sumatera Utara


13

(2.16)

Jadi suatu gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan sebagai


( )
( ) (2.17)
( )
( ) (2.18)

dan khusus untuk bagian riil adalah


( ) ( ) (1.19)

( ) ( ) (2.20)

2.3.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik


Spektrum merupakan ragam dari rentangan panjang dari suatu gelombang radiasi.
Spektrum gelombang elektromagnetik adalah ragam gelombang elektromagnetik
yang dikategorikan berdasarkan rentang frekuensinya seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.3. Spektrum gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh transisi
elektron yaitu ketika suatu elektron berpindah dari orbit satu ke orbit yang lain.

Gambar 2.3 Spektrum gelombang elektromagnetik

Jenis-Jenis spektrum gelombang elektromagnetik ada 7 macam. Jenis


tersebut dikategorikan berdasarkan besar frekuensi gelombangnya. (Lena Pierre,
1998). Jika diurutkan dari frekuensinya yang paling besar ke yang paling kecil
adalah:
- Gelombang radio
- Gelombang mikro

Universitas Sumatera Utara


14

- Gelombang infrared
- Gelombang cahaya tampak
- Gelombang ultraviolet
- Gelombang sinar-x
- Geolmbang sinar-

2.3.3 Sifat - Sifat Gelombang Elektromagnetik


- Dapat merambat dalam ruang hampa
- Merupakan gelombang transversal
- Dapat mengalami polarisasi
- Dapat mengalami pemantulan (refleksi)
- Dapat mengalami pembiasan (refraksi)
- Dapat mengalami interferensi
- Dapat mengalami lenturan atau hamburan (difraksi)
- Merambat dalam arah lurus. (Wilson, J and Hawkes)

2.4 Hukum Pemantulan dan Pembiasan


Konsep pemantulan dan pembiasan cahaya dapat dijelaskan mengikuti tingkah
laku berkas-berkas cahaya yang merambat didalam medium dielektrik. Ketika
berkas cahaya melewati batas dua medium yang berbeda, maka sebagian berkas
dipantulkan masuk pada medium pertama dan sebagian lagi dibiaskan masuk pada
medium kedua. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.4

Universitas Sumatera Utara


15

Garis Normal

Sinar dibiaskan

1
n2< n1
Batas Medium
2
1 3 = 1
n1
1

Sinar datang Sianar dipantulkan

Gambar 2.4 Pembiasan dan pemantulan berkas cahaya melalui dua medium
berbeda. (Kaiser, 2000)

Pembiasan berkas cahaya pada permukaan medium yang sama merupakan


akibat perbedaan laju kecepatan cahaya pada dua medium yang mempunyai
indeks bias berbeda. Hubungan tersebut dapat dijelaskan menggunakan hukum
Snellius. (Kaiser, 2000)
(2.21)
ekuivalen dengan
(2.22)
dengan, n1 : indeks bias medium pertama
n2 : indeks bias medium kedua
: sudut datang (sudut antara sinar datang dan garis normal)
: sudut bias (sudut antara sinar bias dan garis normal)
: sudut antara sinar datang dan batas medium
: sudut antara sinar bias dengan medium
: sudut antara sinar pantul dan garis normal.

2.5 Indeks Bias


Cahaya yang ditransmisikan dari suatu medium ke medium lain, misalnya dari
udara ke kaca akan mengalami pembiasan. Pembiasan cahaya ini adalah akibat

Universitas Sumatera Utara


16

perubahan kecepatan rambat cahaya dalam medium yang disebabkan oleh


interaksi antara cahaya dengan elektron dari medium. Interaksi tersebut
menyebabkan polarisasi yang besarnya sebanding dengan rapat muatan. Indeks
bias suatu materi didefenisikan sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya di
dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya dalam medium. (Malcom, 2001)
Perbandingan itu dapat ditentukan dengan menggunakan Hukum Snellius, indeks
bias dinyatakan dengan persamaan :

(2.23)

(2.24)

dengan n = indeks bias


i = sudut datang
r = sudut bias
c = kecepatan cahaya diruang hampa (3x108 m/s)
cn = kecepatan cahaya dalam medium
Beberapa hal yang mempengaruhi indeks bias suatu material, yaitu:
a. Kerapatan Elektron (Electron Density) dan Polarisabilitas
(Polarizability)
Indeks bias pada material ditetukan oleh interaksi cahaya dengan
elektron pada material.
b. Kerapatan Material
Massa jenis atau kerapatan material didefenisikan sebagai
perbandingan antara massa (m) dan volume (V). Cahaya yang
merambat pada medium yang memiliki kerapatan yang tinggi akan
memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada medium yang
kerapatannya rendah, karena pada medium kerapatan tinggi
partikel cahaya akan lebih banyak mengenai tumbukan akibatnya
indeks bias di medium tersebut berbeda.
c. Ekspansi Thermal (Thermal Ekspantion)
Material yang dipanaskan akan menurunkan kerapatan material
karena volume dari material mengembung sehingga indeks bias
akan menurun. (Thomas, 1997)

Universitas Sumatera Utara


17

2.5.1 Fase Indeks Efektif


Gelombang merambat dalam waveguide pada inti dengan indeks bias n1 dan
dilapisi cladding dengan indeks bias n2. Gelombang terjebak dalam inti oleh
pemantulan internal total. Gelombang dalam waveguide merambat zig-zag pada
arah sudut sebesar . Gelombang ini mempunyai faktor propagasi k = k0.n1
dengan k0 adalah faktor propagasi ruang bebas. Pada gambar 2.5 berikut ini
diperlihatkan komponen-komponen faktor propagasi gelombang. Komponen
disebut faktor propagasi longitudinal dan h adalah komponen vertikal dari
k. (2.25)



k
h
k h

Gambar 2.5 Faktor propagasi untuk gelombang dalam pemandu gelombang


plat.

Faktor propagasi adalah perbandingan antara frekuensi sudut dengan kecepatan


fase dalam pemandu gelombang, yaitu .

atau (2.26)

Jika indeks bias adalah kecepatan cahaya di ruang hampa dibagi kecepatan dalam
suatu medium, maka dapat didefinisikan indeks bias efektif (neff) yaitu
perbandingan antara kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan dalam
pemandu.

(2.27)

Karena maka:

(2.28)

Sehingga,

Universitas Sumatera Utara


18

(2.29)
Dengan: = Faktor propagasi
= Frekuensi sudut
g = Kecepatan fase gelombang dalam waveguide
= Indeks bias efektif
= Bilangan gelombang diruang hampa/udara

2.6 Pandu Gelombang (Waveguide)


Pandu gelombang planar merupakan struktur dasar Integrated Optic (IO) karena
berfungsi sebagai optoboard tempat dibangunnya komponen IO. Ada beberapa
devisi optik nonlinear (ONL) yang dibuat berbasiskan pandu gelombang planar
optical swiching (Bahtiar, 2006). Pandu gelombang planar terdiri dari film tipis
(indeks bias nf) yang terletak diantara substrat (ns) dan selubung/cladding (nc)
yang berupa udara. Agar udara dapat berpropagasi didalam pandu gelombang
planar tersebut, maka selain persyaratan nf > ns > nc juga terdapat persyaratan
ketebalan minimum. Jumlah mode yang dapat berpropagasi dalam pandu
gelombang planar tersebut bergantung pada parameter ketebalan dan indeks bias
film. Selain ketebalan, karakteristik pandu gelombang yang penting adalah indeks
bias dan waveguide loss coefficient.
Kualitas pandu gelombang digambarkan dengan besarnya loss (atenuasi)
yang menyatakan jumlah gelombang yang bocor saat disalurkan melalui pandu
gelombang. Selain berasal dari absorbsi yang merupakan sifat intrinsik bahan,
atenuasi juga disebabkan oleh hamburan yang diakibatkan oleh kehadiran butir
kristal, dan ketidakmurnian. (R. Ravindranath dkk, 2003)
Mekanisme terjadinya gelombang terpandu dalam pandu gelombang
dapat dijelaskan dengan pendekatan ray optic maupun mode gelombang. Dalam
ray optic, gambaran mengenai mode-mode gelombang terpandu dapat dijelaskan
sebagai berkas yang berpropagasi zig-zag ini merupakan akibat dari pemantulan
total seperti pada gambar 2.6 (Thomas, 1997)

Universitas Sumatera Utara


19

n1
x=d
x


n2
z
y


x=0
n1

Gambar 2.6 Mekanisme pemandu gelombang dengan pendekatan ray optic.


(Palais, 2002)
Konsep pandu gelombang optik sebagai media transmisi pada suatu sistem
komunikasi didasarkan pada hukum Snellius untuk perambatan cahaya pada
media transparan. Pemandu gelombang optik dibentuk dari dua lapisan utama
yaitu lapisan utama yang pada plat dielektrik berupa lapisan tipis dengan indeks
bias n1 yang menempel pada indeks bias n2 yang lebih kecil dari n1. (Palais, 2002)
Profil indeks bias dari suatu permukaan pandu gelombang bias berupa
graded index atau step index. Step index mempunyai karakter indeks bias lapisan
tipis n1 yang seragam dan secara tegas berada pada indeks bias cladding n2, seperti
pada gambar 2.7(a). Graded index merupakan karakter indeks bias n1 lapisan tipis
yang berubah secara berangsur sebagai fungsi dari r, pada nilai r tertentu besarnya
sama dengan indeks bias n2 seperti gambar 2.7(b).
r

n2

n1

multimode
n1

(a)

Universitas Sumatera Utara


20

n2

n1

multimode
n2
n

(b)
Gambar 2.7 Profil indeks bias step index (a) dan graded index (b) (Moller, 1998)

2.7 Gelombang - Gelombang Terpandu (Guided Waves)


2.7.1 Distribusi Ruang/Spatial
Masing-masing komponen dari medan listrik dan medan magnet harus
memenuhi persamaan Helmholtz, , dimana n = n1 di dalam
core (r < a) dan n = n2 di dalam cladding (r > a) dan . Dengan
asumsi jari-jari cladding b cukup besar, sehingga dapat dianggap takhingga dalam
perhitungan cahaya terpandu didalam core dan didekat batas core - cladding.
Dalam koordinat silinder, persamaan Helmholz diberikan oleh :

( )

Kartesian dari medan listrik dan medan magnet atau komponen-komponen Ez dan
Hz dalam koordinat silinder seperti pada gambar 2.8

Universitas Sumatera Utara


21

Er

Cledding

a Ez

r
Z

E
Core

Gambar 2.8 Komponen gelombang elektromagnetik dalam sistem koordinat


silinder

Bentuk solusi dari gelombang harmonik yang menjalar dalam arah sumbu-
z dengan konstanta perambatan , diberikan oleh:
( ) ( ) ( ) ( ) (2.31)
Substitusi pers (2.30) kedalam pers (2.29) diperoleh:

. / (2.32)

Gelombang akan dipandu, jika konstanta perambatan lebih kecil daripada


bilangan gelombang dalam core ( < n1k0 ) dan lebih besar daripada bilangan
gelombang dalam cladding ( > n2k0 ). Dengan mendefinisikan:
(2.33)
sehingga untuk gelombang terpandu, kT2 dan 2 positif maka kT dan adalah riil.
Persamaan (5.5) dapat dipisahkan untuk core dan cladding:

. / , r < a (core) (2.34)

. / , r > a (cladding) (2.35)

Persamaan diatas dikenal sebagai persamaan diferensial dengan solusinya adalah


fungsi Bessel. Solusi persamaan diatas adalah:
( )
( ) {
( )
dimana J (x ) adalah fungsi Bessel jenis pertama dan orde ke-, sedangkan K(x)
adalah fungsi Bessel jenis kedua dan orde ke-. Fungsi J(x) berosilasi seperti
fungsi sinus atau cosinus tetapi dengan amplitudo yang meluruh. Dalam batas x

Universitas Sumatera Utara


22

>> 1:

( ) . / 0 . / 1 (2.36)

Dimana x >>1, fungsi K(x) diberian oleh :

( ) . / 0 . /1 ( ) (2.37)

Parameter-parameter kT dan berturut-turut menentukan laju perubahan


u(r) dalam core dan dalam cladding. Harga kT yang besar berarti distribusi radial
dalam core berosilasi dengan cepat. Nilai yang besar berarti lebih cepat meluruh
dan penetrasi gelombang ke dalam cladding kecil. Penjumlahan kuadrat dari kT
dan adalah konstan:
( ) (2.38)
sehingga bila kT meningkat, menurun dan medan berpenetrasi lebih dalam ke
dalam cladding.

2.7.2 Berkas - Berkas Meridional


Keadaan bagaimana cahaya dipandu dapat dilihat untuk berkas-berkas
meridional (berkas-berkas di dalam bidang yang memotong sumbu serat optik)
seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.9. Berkas-berkas ini memotong
sumbu serat optik dan memantul dalam bidang yang sama tanpa adanya
perubahan sudut datang (seperti dalam kasus pandu gelombang planar). Berkas-
berkas meridional dipandu jika sudut di dalam serat optik lebih kecil dari sudut
kritis tambahan ( ). Karena n1 n2 , maka sudut c

kecil.

Bidang Meredional

Gambar 2.9 Trajektori berkas-berkas meridional yang terletak di dalam bidang


yang memotong sumbu serat optik.

Universitas Sumatera Utara


23

2.7.3 Berkas-berkas yang terpelintir (skewed)


Suatu berkas sembarang dicirikan oleh bidang datangnya, yaitu suatu bidang yang
sejajar dengan sumbu serat optik dan melewati berkas tersebut dengan
membentuk sudut terhadap sumbu fiber.

Gambar 2.10 Suatu berkas terpelintir (skewed ray) terletak dalam suatu bidang
offset dari sumbu fiber dengan jarak R. Berkas dicirikan oleh sudut-sudut dan .
Berkas ini mengikuti trajektori heliks di dalam suatu kulit silinder dengan jari-jari
R dan a.
Pada gambar 2.10 bahwa bidang datang memotong batas silinder core-
cladding dengan membentuk sudut dengan normal pada bidang batas dan
terletak pada jarak R dari sumbu fiber. Berkas ini dicirikan oleh sudut dengan
sumbu fiber dan sudut dengan bidangnya. Jika 0 (R 0), berkas dikatakan
terpelintir (skewed). Untuk berkas-berkas meridional = 0 dan R = 0. Suatu
berkas yang terpelintir memantul secara berulang ke dalam bidang-bidang yang
membentuk sudut dengan batas core-cladding dan mengikuti lintasan
(trajektori) heliks di dalam suatu kulit silinder dengan jari-jari R dan a.

2.8 Mode Gelombang


Tidak semua gelombang yang mempunyai arah sinar antara sudut kritis dan 900,
akan terperangkap di dalam film oleh adanya pantulan total. Hanya sinar dengan

Universitas Sumatera Utara


24

arah tertentu saja yang sesuai dengan mode pandu gelombang yang akan
merambat disepanjang struktur. Fase gelombang bergeser sepanjang lintasan dan
pada batas pantulan. Pergeseran fase ini adalah jumlah pergeseran fase sepanjang
lintasan dan pada batas pantulan. Untuk panjang gelombang yang sudut sinarnya
tidak memenuhi, maka intensitasnya akan menyusut dengan cepat akibat
interferensi destruktif.
Menurut teori medan elektrik, pola mode gelombang di dalam lapisan
tipis berubah secara sinusoidal pada bidang melintang yang disebabkan oleh
adanya interferensi antara gelombang berjalan yang naik turun. Terdapat medan
yang meluruh secara eksponensial diluar lapisan tipis. Penembusan kelapisan luar
bertambah dengan pertambahan orde mode ke-m. Hal ini terjadi karena sudut
sinar mendekati sudut kritis bila m bertambah. Untuk ketebalan dan panjang
gelombang tertentu setiap mode mempunyai pola yang berbeda. (Thomas, 1997)
Intensitas gelombang akan menurun karena adanya penyerapan dan
penghamburan (scattering). Penghamburan disebabkan oleh ketidakhomogenan
bahan dan ketaksempurnaan batas. Mode-mode yang berorde tinggi menderita
rugi serapan yang lebih besar. Mode yang mendekati putus (cut off) adalah mode-
mode yang berorde lebih tinggi dan sinarnya mendekati sudut kritis. Variasi
cahaya pada bidang yang melintang terhadap sumbu pamandu membentuk pola
melintang di daerah ini mde-mode tersebut akan mengalami penyerapan dan
penyusutan dengan cepat.

2.9 Anti Resonant Reflection Waveguide (ARROW)


Perambatan gelombang dalam sebuah pipa dielektrik digolongkan sebagai
perambatan gelombang pada low index medium, dimana n1<n2. n1 merupakan
refractive index udara sebagai medium dimana gelombang terahertz merambat,
dan n2 merupakan refractive index dari cladding. Perambatan gelombang di
dalam low index medium menerapkan prinsip ARROW (Anti Resonant Reflecting
Optical Waveguide), dimana untuk mengaplikasikan teknik ini, pipa dielektrik
perlu dipandang sebagai Fabry-Perot etalon seperti pada gambar 2.11

Universitas Sumatera Utara


25

(a) (b)
Gambar 2.11 (a) Penampang lintang pipa dielektrik, (b) Perambatan gelombang
terahertz dalam dua medium yang berbeda. ( C. H. Lai, dkk, 2009)

Pada frekuensi tertentu dimana cladding dari resonator beresonansi,


cahaya yang dipantulkan akan sangat lemah dan mode profil dari gelombang
terahertz yang dihantarkan menjadi sangat lemah. Frekuensi dimana fenomena ini
terjadi, dinamakan frekuensi resonansi. Sebaliknya, frekuensi dimana pemantulan
gelombang terjadi dengan sangat kuat dinamakan frekuensi anti resonansi.
Frekuensi resonansi ini terjadi pada rentang yang sangat kecil jika dibandingkan
dengan frekuensi anti resonansi. Frekuensi resonansi, dapat diprediksi melalui
formula berikut ini:
(2.39)

Dengan menerapkan hukum Snellius dan dengan mengasumsikan sudut pantul


yang besar, 1 mendekati sehingga 2 mendekati , maka persamaan 1
berubah menjadi:
(2.40)
( )

Berdasarkan persamaan diatas, dapat dilihat bahwa frekuensi resonansi sangat


dipengaruhi oleh indeks bias ke dua material medium ( dan ) dan ketebalan
dari pipa dielektrik (t).

Universitas Sumatera Utara


26

2.10 Atenuasi (Redaman)


Atenuasi membatasi besarnya daya optik yang ditransmisikan, sehingga
mengakibatkan pelebaran pulsa optik/data. Cahaya yang merambat melalui suatu
waveguide akan berkurang secara eksponensial dengan jarak, sebagai akibat
absorpsi dan hamburan. Daya transmisi melalui waveguide dapat didefinisikan
sebagai daya input (P0) dan daya output (Pt) disepanjang waveguide dengan
panjang L. Kontasnta redaman dapat didefenisikan sebagai (), untuk menghitung
besar daya yang dilemahkan selama perambatan dalam waveguide dapat ditulis
dalam persamaan:

= 0 (2.41)
Koefisien atenuasi dalam satuan dB/km, didefinisikan sebagai:


( ) (2.42)

( )
( )
( ) *+ (2.43)

*( ) + (2.44)

( ) . / (2.45)

. / ( ) . / . / (2.46)

dengan :
= atenuasi (dB/m)
= Kopling efisiensi
L = Panjang serat optik (km)
P0 = Daya yang masuk ke dalam serat
Pt = Daya yang keluar dari serat
I0 = Intensitas input
I = Intensitas output (Keisar Gerard, 1991)

Penyebab atenuasi karena absorbsi serat yang terdiri dari dua penyebab:
1. Redaman instrinsik yaitu redaman oleh material serat (silica). Material
serat akan meredam pada frekuensi tertentu berdasarkan sifat resonansi
elektronik dan resonansi vibrasi.

Universitas Sumatera Utara


27

2. Redaman ekstrinsik yang terjadi oleh karena adanya ketidakmurnian oleh


karena adanya atom-atom yang tercampur seperti Fe; Cu; Co; Ni; Mn; dan
Cr yang mengakibatkan redaman kuat pada daerah panjang gelombang
disekitar 0,6 sampai dengan 1,6 m.

Semakin besar jumlah redaman maka akan semakin sedikit cahaya yang
dapat mencapai detektor, sehingga akan semakin dekat jarak antara penguat sinyal
optik. (Bahtiar, Ayi) Konstanta redaman dapat dinyatakan dalam satuan m-1.
Namun dalam simulasi penelitian ini mendefenisikan nilai rugi daya dalam
satuan dBm.

2.11 Analisis Numeris Dengan Metode Finite Difference


Metode finity difference (metode beda hingga) merupakan solusi perhitungan
secara numerik yang digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial parsial.
Untuk perhitungan metode finite difference harus menggunakan persamaan dalam
bentuk deret taylor. Deret taylor merupakan dasar pemikiran metode finity
difference untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial.
( ) ( )
( ) ( ) ( ) (2.47)

Atau
( ) ( )
( ) ( ) ( ) (2.48)

Dari deret taylor ini dikenal tiga pendekatan finite difference.


Pendekatan beda maju (forward difference)
( ) ( )
( ) (2.49)

Pendekatan beda mundur (backword difference)


( ) ( )
( ) (2.50)

Pendekatan beda pusat (center difference)


( ) ( )
( ) (2.51)

Penyelesaian dengan metode finite difference dapat dijelaskan dengan


meninjau suatu luasan yang merupakan hasil dari persamaan diferensial parsial.

Universitas Sumatera Utara


28

Setiap persamaan diferensial yang berlaku pada luasan tersebut menyatakan


keadaan suatu titik atau pias yang cukup kecil diluasan tersebut. Metode finite
difference sangat sering dipakai untuk mencari solusi suatu persamaan diferensial
parsial (PDP). Hal ini disebabkan mudahnya mendekati PDP dengan pendekatan
deret Taylornya dan diperoleh persamaan difrensial. Idenya adalah membawa
domain PDP kedalam domain komputasi yang berupa grid. Salah satu program
dengan konsep metode finite difference untuk perhitungan numeris secara
simulasi dan juga yang digunakan dalam simulasi terahertz waveguide dalam
penelitian iniyaitu dengan menggunakan program MODE Solutions yang
dikembangkan oleh Lumerical Inc.

2.12 Simulasi Compact 2D The Finite Difference Frequency Domain


(FDFD) Method
Kane Yee mengusulkan sebuah pendekatan numerik beda hingga (finite
difference) untuk memecahkan Persamaan Maxwell pada struktur tiga dimensi.
Prinsip algoritma Yee adalah diskretisasi medan listrik dan magnet dalam bentuk-
bentuk sel tiga dimensi. Metode ini kemudian mengalami perkembangan dengan
kemunculan metode compact 2D finite difference time domain (FDTD). Grid 3
dimensi dikompres dalam bentuk 2 dimensi. (L. Shuqin, G.R. Zhi, dan J. 2005)
Dalam domain frekuensi, algoritma Yee yang disederhanakan menjadi domain
dua dimensi disebut metode compact 2D finite difference time domain (FDFD).
Compact 2D finite difference time domain (FDFD) algoritma Yee seperti pada
gambar 2.12. (Bing-Zhong Wang, dkk, 2004)

Universitas Sumatera Utara


29

Gambar 2.12 Unit sel dua dimensi Yee


( ) , ( ) ( )- ( ) (2.52)

( ) , ( ) ( )- ( ) (2.53)

( ) , ( ) ( - , ( )

( )- (2.54)

( ) , ( ) ( )- ( ) (2.55)

( ) , ( ) ( )- ( ) (2.56)

( ) , ( ) ( )- , (

) ( )- (2.57)

Penyelesaian Persamaan Maxwell 3D dapat dipecahkan menggunakan


mesh atau grid dua dimensi. Persamaan medan dari diskretisasi Persamaan
Maxwell dengan menggunakan FDTD yang berisi variabel riil adalah :
* + * + ( ) (2.58)
Pada aplikasi compact 2D FDTD untuk serat kristal fotonik, konstanta propagasi
() merupakan nilai eigen atau eigenvalue dari persamaan medan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai