Anda di halaman 1dari 11

BAB III

GROUND PENETRATING RADAR

3.1. Gelombang Elektromagnetik


Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terdiri dari medan elektrik
(electric field) dan medan magnetik (magnetic field) yang dapat bergerak pada
ruang hampa (vacuum). Kedua medan ini berosilasi tegak lurus terhadap satu
sama lain dan terhadap arah pergerakannya serta terjadi pada fase yang sama
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut.

= panjang gelombang
E = amplitudo
komponen elektrik

M = amplitudo
komponen magnetik
jarak

Gambar 3.1 Gelombang elektromagnetik

Energi gelombang elektromagnetik bergerak dalam ruang hampa (vacuum)


dengan kecepatan cahaya, yaitu c0 = 2.998 x 108 m/detik. Kecepatan ini
dipengaruhi oleh permeabilitas dan permitivitas dalam vacuum, dengan
persamaan:
c0 =

0 0

= 2.998 x 108 m/detik

(3.1)

dimana

= permeabilitas vacuum = 4 x 10-7 henry/m

= permitivitas dielektrik vacuum = 8.854 x 10-12 farad/m

Persamaan (3.1) diturunkan dari persamaan Maxwell (Maxwells equation) yang


menjelaskan perilaku medan elektrik dan medan magnetik.

16

3.2. Prinsip GPR


Ground penetrating radar (GPR) memancarkan pulse pendek (short pulse) energi
gelombang elektromagnetik yang menembus daerah bawah (subsurface) material
yang disurvei. Jika gelombang elektromagnetik mengenai interface antara dua
material yang memiliki konstanta dielektrik relatif yang berbeda, maka sebagian
gelombang itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan hingga
interface selanjutnya. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada
interface antara dua material yang berbeda diilustrasikan pada Gambar 3.2 (a)
secara skematik.

T R antena
Signal yang
diterima

r1

Refleksi
surface

Lapisan 1

Refleksi
interface

r2
Lapisan 2

Refleksi
bawah

r1 > r 2

(a)

(b)

Gambar 3.2 (a) Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan


(b) Signal gelombang yang diterima antena

Gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh antena pemancar (transmitting


antenna) akan menyebar di dalam material dengan kecepatan yang ditentukan
oleh permitivitas atau konstanta dielektrik relatif material tersebut. Gelombang
elektromagnetik yang dipantulkan akibat adanya perbedaan konstanta dielektrik
relatif akan diterima kembali oleh antena penerima (recieving antenna). Antena
ini menghasilkan signal yang merupakan bentuk gelombang. Signal ini
mengandung informasi mengenai waktu tempuh dan besar atenuasi gelombang.
17

Gambar 3.2 (b) memperlihatkan bentuk gelombang yang diterima oleh antena.
Signal yang diterima ditampilkan dalam sumbu nilai amplitudo dan waktu.

3.2.1. Kecepatan Rambat Pada Material


Kecepatan gelombang elektromagnetik pada suatu material (yang menjadi
medium perambatan) lebih kecil daripada kecepatannya pada ruang hampa
(vacuum). Besar kecepatan ini ditentukan oleh indeks refraktif yang dimiliki oleh
material tersebut.

Indeks refraktif (refractive index) suatu material adalah faktor dimana kecepatan
radiasi elektromagnetik mengalami perlambatan pada material tersebut, relatif
terhadap kecepatannya dalam ruang hampa. Indeks refraktif untuk suatu material
diekspresikan sebagai:

= r r
0 0

= permeabilitas material

= permitivitas dielektrik material

= permeabilitas vacuum = 4 x 10-7 henry/m

= permitivitas dielektrik vacuum = 8.854 x 10-12 farad/m

(3.3)

dimana

Material diasumsikan linier, isotropik, dan non dispersive. Dalam hal ini,
kecepatan gelombang elektromagnetik dalam medium (material) adalah:
v=

c0

(3.4)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.3) ke persamaan (3.4), maka:


v=

c0

(3.5)

r r

Untuk material non magnetik (non metalik) nilai permeabilitasnya mendekati nilai
permeabilitas vacuum, sehingga nilai r diambil sama dengan satu. Dengan
demikian kecepatan rambat gelombang elektromagnetik menjadi:
18

v=

c0

(3.6)

3.2.2. Waktu Tempuh Dua Arah


Waktu yang dibutuhkan oleh pulse gelombang elektromagnetik dari antena
pemancar menuju suatu interface atau objek dan kembali ke antena penerima
disebut waktu tempuh dua arah (two-way travel time). Berbagai besaran waktu
tempuh dua arah dari signal yang diterima GPR menunjukkan posisi atau
kedalaman objek yang memantulkan gelombang elektromagnetik. Jika kecepatan
gelombang elektromagnetik dan waktu tempuh dua arah diketahui, maka
kedalaman objek yang memantulkan dapat diketahui dengan hubungan sebagai
berikut:

d=

vtt
2

(3.7)

dimana
v

= kecepatan gelombang elektromagnetik dalam medium

tt

= waktu tempuh dua arah

3.2.3. Koefisien Refleksi dan Pembalikan Fasa Gelombang

Perbedaan properti dielektrik (konstanta dielektrik relatif) antara dua material


mengakibatkan adanya gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada
interface kedua material tersebut. Jumlah energi yang dipantulkan adalah fungsi
dari konstanta dielektrik relatif dua material yang berdekatan yang dinyatakan
oleh koefisien refleksi (reflection coeficient) sebagai berikut (Clemena, 1991;
Bungey dan Millard, 1993):
R=

r 2 r1
r1 + r 2

(3.2)

Nilai koefisien refleksi semakin besar jika perbedaan konstanta dielektrik relatif
antara kedua material semakin kontras. Jika material yang berada pada lapisan 2

19

( r 2 ) adalah metal, maka nilai R mendekati 1 karena metal memantulkan semua


energi gelombang elektromagnetik.

Persamaan (3.2) juga menunjukkan adanya pembalikan fasa gelombang pada


interface antara dua material. Jika koefisien refleksi R bernilai positif, maka
amplitudo positif bentuk gelombang yang dipantulkan akan terbentuk pada
interface. Sebaliknya, jika R bernilai negatif, maka amplitudo negatif akan
terbentuk pada interface. Pembalikan fasa gelombang diperlihatkan pada Gambar
3.3 berikut.

Gambar 3.3 Pembalikan fasa gelombang yang dipantulkan pada interface


material yang berbeda

Pembalikan fasa gelombang ini dapat memberikan informasi yang sangat berguna
mengenai kondisi subsurface pada beton. Keberadaan rongga atau retak yang
berisi udara atau air pada beton dapat diidentifikasi dari pembalikan fasa yang
terjadi.

20

3.2.4. Proses Pembentukan Gambar Objek

Saat investigasi atau pengukuran dilakukan sepanjang daerah permukaan, radar


mencatat atau merekam signal yang dipantulkan oleh objek secara terus-menerus.
Signal-signal tersebut akan disusun berdampingan dan menghasilkan suatu pola
gambar yang dapat diinterpretasikan sebagai objek, yang ditampilkan pada layar
portabel GPR atau layar komputer.

Energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena biasanya


memiliki garis radiasi berbentuk kerucut dengan sudut yang cukup besar. Bentuk
garis radiasi yang dipancarkan ini memungkinkan antena GPR mendeteksi objek
tidak hanya saat tepat berada di atasnya, tetapi juga saat mendekati dan menjauhi
objek tersebut. Saat GPR mendekati objek, jarak dan waktu tempuh gelombang
semakin pendek, dan kembali semakin panjang saat GPR menjauhi objek. Hal ini
menyebabkan signal-signal yang diterima antena akan menghasilkan bentuk
hiperbola dari objek yang berukuran kecil, seperti pipa dan baja tulangan yang
posisinya tegak lurus terhadap arah pergerakan GPR. Proses pembentukan pola
hiperbolik (lengkung atau arch) dari baja tulangan diperlihatkan oleh Gambar 3.4
berikut.

objek
waktu

(a)

(b)

Gambar 3.4 (a) Pergerakan GPR mendeteksi objek


(b) Bentuk hiperbolik yang dihasilkan signal-signal

21

jarak

Gambar 3.5 Bentuk hiperbola dari baja tulangan

Gambar 3.5 memperlihatkan bentuk hiperbola secara utuh dari baja tulangan pada
beton sebagai objek yang ditampilkan oleh GPR. Saat antena GPR mendekati
objek, kaki hiperbola bagian kiri terbentuk. Bagian puncak hiperbola terbentuk
saat antena GPR berada tepat di atas objek, yang merepresentasikan bagian atas
objek. Saat antena GPR menjauhi objek, maka kaki hiperbola bagian kanan
terbentuk.

Jika objek yang diinvestigasi memiliki permukaan relatif rata sepanjang arah
pergerakan GPR, seperti pelat baja, maka bentuk hiperbola tidak terjadi. Bentuk
gambar yang ditampilkan oleh GPR merupakan bentuk dari objek yang
sebenarnya.

3.3. Interpretasi Bentuk Gelombang Yang Dipantulkan

Signal GPR, yaitu bentuk gelombang yang dipantulkan yang diterima oleh GPR,
dapat memberikan informasi mengenai subsurface suatu objek. Parameter yang
sangat menentukan bentuk gelombang yang dipantulkan yaitu konstanta dielektrik
relatif pada dua material berbeda yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik.
Konstanta

dielektrik

mempengaruhi

kecepatan

rambat

gelombang

elektromagnetik dan waktu tempuh saat melewati material. Halabe et al. telah
melakukan investigasi untuk mengumpulkan bentuk gelombang yang dipantulkan
dari beberapa spesimen beton dengan kondisi yang telah ditentukan. Bentuk
gelombang tersebut dipelajari berdasarkan spesifikasi (kondisi) spesimen.
22

Gambar 3.6 memperlihatkan bentuk gelombang yang dipantulkan yang diperoleh


dari spesimen beton tanpa tulangan, spesimen beton dengan satu lapis tulangan di
bagian bawah, dan spesimen beton dengan dua lapis tulangan. Bentuk gelombang
dari setiap spesimen memperlihatkan puncak amplitudo yang berbeda terutama
pada tulangan. Puncak amplitudo pada permukaan beton (interface antara udara
dan beton) bernilai positif, sedangkan pada bagian bawah beton (interface antara
beton dan udara) bernilai negatif.

Gambar 3.6 Bentuk gelombang yang dipantulkan (reflected waveform) dari


beton bertulang tanpa retak (Sumber: Halabe et al.)

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi bentuk gelombang yang dipantulkan


antara lain kelembaban dan kandungan klorida. Mendeteksi rongga (void) dan
retak pada beton menggunakan GPR sulit dilakukan jika rongga dan retak tersebut
dalam keadaan kering (berisi udara). Interpretasi bentuk gelombang yang
dipantulkan lebih mudah dilakukan jika rongga atau retak yang terdapat di dalam
beton berisi air atau klorida. Gambar 3.7 memperlihatkan bentuk gelombang dari
spesimen beton tanpa retak, spesimen beton dengan retak berisi air murni, dan
spesimen beton dengan retak berisi air garam (saline water).

23

Gambar 3.7 Bentuk gelombang yang dipantulkan (reflected waveform) dari


beton tanpa retak, dengan retak berisi air murni, dan dengan retak berisi
air garam (Sumber: Halabe et al.)

Bentuk gelombang dari spesimen dengan retak berisi air garam memiliki puncak
amplitudo yang lebih tinggi pada posisi retak dibandingkan dengan retak yang
berisi air murni. Hal ini disebabkan oleh permitifitas dielektrik kompleks air
garam lebih tinggi daripada permitifitas dielektrik kompleks air murni. Spesimenspesimen dengan retak tersebut menyebabkan atenuasi energi gelombang yang
ditunjukkan oleh nilai amplitudo yang lebih kecil pada refleksi bawah spesimen
dibandingkan dengan spesimen tanpa retak. Waktu kedatangan refleksi bawah
spesimen-spesimen dengan retak lebih lama karena adanya penurunan kecepatan
rambat gelombang.

3.4. Pengaruh Kelembaban Beton

Air yang mengisi pori-pori beton akan meningkatkan nilai konstanta dielektrik
karena air memiliki konstanta dielektrik yang paling besar. Kehadiran air di dalam
pori-pori beton menyebabkan amplitudo puncak mengalami pengurangan dan
waktu tempuh gelombang mengalami penambahan. Perbandingan bentuk
gelombang pada beton yang kering dan lembab diperlihatkan pada Gambar 3.8.

24

15000
10000

Amplitudo

5000
Lembab

0
0

Kering

-5000

-10000
-15000
Waktu (ns)

Gambar 3.8 Perbandingan antara bentuk gelombang pada beton yang


kering dan lembab

Penelitian yang dilakukan oleh Sbartai et al. (2006) menunjukkan amplitudo


bentuk gelombang mengalami pengurangan secara linier dengan meningkatnya
derajat kejenuhan beton. Lebih lanjut, variasi rasio air-semen ( w c ) tidak
memperlihatkan pengaruh yang signifikan pada amplitudo baik pada beton yang
kering maupun beton yang lembab.

3.5. Pengaruh Kedalaman Selimut Beton dan Jarak Spasi Tulangan

Beton yang memiliki beberapa baja tulangan akan menghasilkan gambar dengan
beberapa bentuk lengkung atau hiperbola. Jika spasi antara baja tulangan
berkurang, maka bentuk lengkung yang dihasilkan akan saling tumpang tindih
(overlap). Dan jika spasinya lebih kecil dari nilai tertentu, maka baja-baja
tulangan tersebut tidak dapat diidentifikasi secara individu, dan pola yang
dihasilkan akan sama dengan kasus pelat baja yang terdapat dalam beton.

Kemampuan untuk mengidentifikasi baja tulangan secara individu tergantung


pada ukuran tulangan, spasi antar tulangan, kedalaman selimut beton, dan
konfigurasi antena (Bungey et al., 1994). Hasil penelitian yang menunjukkan
identifikasi tulangan terhadap spasi dan kedalaman selimut beton menggunakan
antena hand-held 1 GHz diperlihatkan pada Gambar 3.9.

25

Gambar 3.9 Spasi minimum tulang terhadap kedalaman selimut beton yang
dapat dideteksi
(Sumber: ACI 228.2R-98)

Untuk selimut beton yang lebih kecil dari 150 mm, spasi minimum tulangan yang
dapat diidentifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman selimut
beton. Untuk kedalaman selimut beton yang besar dari 150 mm, spasi minimum
tulangan tidak lagi dipengaruhi oleh kedalaman selimut beton, tetapi lebih
dipengaruhi oleh ukuran tulangan (Bungey et al., 1994).

26

Anda mungkin juga menyukai