= panjang gelombang
E = amplitudo
komponen elektrik
M = amplitudo
komponen magnetik
jarak
0 0
(3.1)
dimana
16
T R antena
Signal yang
diterima
r1
Refleksi
surface
Lapisan 1
Refleksi
interface
r2
Lapisan 2
Refleksi
bawah
r1 > r 2
(a)
(b)
Gambar 3.2 (b) memperlihatkan bentuk gelombang yang diterima oleh antena.
Signal yang diterima ditampilkan dalam sumbu nilai amplitudo dan waktu.
Indeks refraktif (refractive index) suatu material adalah faktor dimana kecepatan
radiasi elektromagnetik mengalami perlambatan pada material tersebut, relatif
terhadap kecepatannya dalam ruang hampa. Indeks refraktif untuk suatu material
diekspresikan sebagai:
= r r
0 0
= permeabilitas material
(3.3)
dimana
Material diasumsikan linier, isotropik, dan non dispersive. Dalam hal ini,
kecepatan gelombang elektromagnetik dalam medium (material) adalah:
v=
c0
(3.4)
c0
(3.5)
r r
Untuk material non magnetik (non metalik) nilai permeabilitasnya mendekati nilai
permeabilitas vacuum, sehingga nilai r diambil sama dengan satu. Dengan
demikian kecepatan rambat gelombang elektromagnetik menjadi:
18
v=
c0
(3.6)
d=
vtt
2
(3.7)
dimana
v
tt
r 2 r1
r1 + r 2
(3.2)
Nilai koefisien refleksi semakin besar jika perbedaan konstanta dielektrik relatif
antara kedua material semakin kontras. Jika material yang berada pada lapisan 2
19
Pembalikan fasa gelombang ini dapat memberikan informasi yang sangat berguna
mengenai kondisi subsurface pada beton. Keberadaan rongga atau retak yang
berisi udara atau air pada beton dapat diidentifikasi dari pembalikan fasa yang
terjadi.
20
objek
waktu
(a)
(b)
21
jarak
Gambar 3.5 memperlihatkan bentuk hiperbola secara utuh dari baja tulangan pada
beton sebagai objek yang ditampilkan oleh GPR. Saat antena GPR mendekati
objek, kaki hiperbola bagian kiri terbentuk. Bagian puncak hiperbola terbentuk
saat antena GPR berada tepat di atas objek, yang merepresentasikan bagian atas
objek. Saat antena GPR menjauhi objek, maka kaki hiperbola bagian kanan
terbentuk.
Jika objek yang diinvestigasi memiliki permukaan relatif rata sepanjang arah
pergerakan GPR, seperti pelat baja, maka bentuk hiperbola tidak terjadi. Bentuk
gambar yang ditampilkan oleh GPR merupakan bentuk dari objek yang
sebenarnya.
Signal GPR, yaitu bentuk gelombang yang dipantulkan yang diterima oleh GPR,
dapat memberikan informasi mengenai subsurface suatu objek. Parameter yang
sangat menentukan bentuk gelombang yang dipantulkan yaitu konstanta dielektrik
relatif pada dua material berbeda yang dilewati oleh gelombang elektromagnetik.
Konstanta
dielektrik
mempengaruhi
kecepatan
rambat
gelombang
elektromagnetik dan waktu tempuh saat melewati material. Halabe et al. telah
melakukan investigasi untuk mengumpulkan bentuk gelombang yang dipantulkan
dari beberapa spesimen beton dengan kondisi yang telah ditentukan. Bentuk
gelombang tersebut dipelajari berdasarkan spesifikasi (kondisi) spesimen.
22
23
Bentuk gelombang dari spesimen dengan retak berisi air garam memiliki puncak
amplitudo yang lebih tinggi pada posisi retak dibandingkan dengan retak yang
berisi air murni. Hal ini disebabkan oleh permitifitas dielektrik kompleks air
garam lebih tinggi daripada permitifitas dielektrik kompleks air murni. Spesimenspesimen dengan retak tersebut menyebabkan atenuasi energi gelombang yang
ditunjukkan oleh nilai amplitudo yang lebih kecil pada refleksi bawah spesimen
dibandingkan dengan spesimen tanpa retak. Waktu kedatangan refleksi bawah
spesimen-spesimen dengan retak lebih lama karena adanya penurunan kecepatan
rambat gelombang.
Air yang mengisi pori-pori beton akan meningkatkan nilai konstanta dielektrik
karena air memiliki konstanta dielektrik yang paling besar. Kehadiran air di dalam
pori-pori beton menyebabkan amplitudo puncak mengalami pengurangan dan
waktu tempuh gelombang mengalami penambahan. Perbandingan bentuk
gelombang pada beton yang kering dan lembab diperlihatkan pada Gambar 3.8.
24
15000
10000
Amplitudo
5000
Lembab
0
0
Kering
-5000
-10000
-15000
Waktu (ns)
Beton yang memiliki beberapa baja tulangan akan menghasilkan gambar dengan
beberapa bentuk lengkung atau hiperbola. Jika spasi antara baja tulangan
berkurang, maka bentuk lengkung yang dihasilkan akan saling tumpang tindih
(overlap). Dan jika spasinya lebih kecil dari nilai tertentu, maka baja-baja
tulangan tersebut tidak dapat diidentifikasi secara individu, dan pola yang
dihasilkan akan sama dengan kasus pelat baja yang terdapat dalam beton.
25
Gambar 3.9 Spasi minimum tulang terhadap kedalaman selimut beton yang
dapat dideteksi
(Sumber: ACI 228.2R-98)
Untuk selimut beton yang lebih kecil dari 150 mm, spasi minimum tulangan yang
dapat diidentifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman selimut
beton. Untuk kedalaman selimut beton yang besar dari 150 mm, spasi minimum
tulangan tidak lagi dipengaruhi oleh kedalaman selimut beton, tetapi lebih
dipengaruhi oleh ukuran tulangan (Bungey et al., 1994).
26