Anda di halaman 1dari 4

PERAWATAN PRE HOSPITAL DAN INTRA HOSPITAL

1.1 Perawatan Pre Hospital


Tujuan utama dari penanganan bencana adalah menghindari atau meminimalkan kerugian
yang terjadi akibat bencana. Selain itu, bertujuan mengurangi penderitaan yang dialami
korban dan mempercepat proses pemulihan. Tujuan terakhir adalah memberikan perlindungan
bagi korban akibat dampak bencana (Mizam, 2012).
Dampak yang ditimbulkan akibat bencana adalah dampak fisik, psikis, sosial, material
dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur. Dampak fisik yang sering ditemukan pada kondisi
bencana adalah gangguan jalan nafas, gagal pernafasan, perdarahan tidak terkontrol, trauma
dan kondisi non-trauma lain yang terkadang juga dapat menimbulkan kematian. Semua
kondisi tersebut membutuhkan manajeman pre hospital bencana yang tepat dan cepat dari
tenaga kesehatan dalam memberikan respon.
Manajemen pre hospital adalah pemberian pelayanan yang diberikan selama korban
pertama kali ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit.
Penanganan koban selam fase pre hospital dapat menjadi penentu kondisi korban selanjutnya.
Pemberian perawatan pre hospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka kecacatan
dan kematian akibat trauma (WHO, 2005).
Pelayanan yang dapat diberikan pada tahap pre hospital adalah langkah-langkah
pertolongan dasar dan dilanjutkan dengan penanganan advanced pre hospital. Pertolongan
dasar dapat dimulai dari initial assasmentterhadap korban, evakuasi korban, pemberian
oksigenasi, pemantauan kondisi pasien termasuk tingkat kesadaran, dan perawatan luka.
Perawatan kemudian dilanjutkan dengan penanganan advanced pre hospitalseperti pemberian
terapi cairan, krikotiroidektomi, intubasi endotrakeal, dan perawatan selama proses
transportasi pasien ke rumah sakit. Selain itu, selama proses transport juga dibutuhkan
monitoring dan observasi kondisi pasien (WHO, 2005). Pelayanan pra hospital dilakukan
dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans serta komunikasi.
a. PSC (Public Safety Center)
Merupakan pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-halyang
berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang dapatdihubungi
dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombakpelayanan
kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quickresponse)
terutama pelayanan pra RS. PSC didirikan masyarakat untuk kepentinganmasyarakat.
Pengorganisasian dibawah Pemda dengan sumber daya manusia dariberbagai unsur
tersebut, ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolonganbagi masyarakat,
biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembanganteknologi, pembinaan
untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untukketerpaduan kegiatan.
Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepatpenangggulangan gadar.
b. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan
dalambencana.Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, RS), petugas medis
(perawat,dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi
yangditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
c. Pelayanan Ambulans.
Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB,RS,
non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati
bersamauntukmobilisasi ambulans terutama dalam bencana.
d. Komunikasi.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga
seluruhkegiatan berlangsung dalam sistem terpadu. Pembinaan dilakukan pada
berbagaipelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter,
perawat,awam khusus. Penyuluhan bagi awam.

1.2 Perawatan Intra Hospital


Bencana merupakan kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban (pasien gawat
darurat), yang tidak dapat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat
kerugian materiil dan terjadinya kerusakan infrastruktur fisik serta terganggunya kegiatan
normal masyarakat (DepKes RI, 2006b).
Tenaga kesehatan sebagai tim, baik perawat, dokter, maupun tenaga administrasi
memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan keperawatan dan medis di IRD.
Kebutuhan bagi perencanaan kegawatan oleh staf pelayanan kesehatan telah lama dikenal dan
kebanyakan rumah sakit yang mempunyai 14 perencanaan insiden besar akan
menempatkannya ke dalam tindakan yang nantinya menjadi suatu kebutuhan. Tenaga
kesehatan dalam sebuah rumah sakit yang paling banyak adalah perawat. Semua perawat
mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan dan keterlibatan dalam menangani korban.
Perawat harus mengetahui apa yang akan mereka lakukan baik ketika mereka sedang bekerja
atau tidak bekerja sewaktu insiden terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana memobilisasi
bantuan, mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah penyebaran bencana.
Menurut Dinas Kesehatan DIY (2005), dalam kesiapsiagaan menghadapi musibah
massal (keadaan bencana), rumah sakit harus memiliki ketentuan umum sebagai berikut:
a. Mempunyai disaster plan yang diberlakukan di dalam instansi pelayanan kesehatan
maupun jajaran pemerintah daerah serta instansi terkait dalam wilayah tempat Unit Gawat
Darurat (UGD) tersebut berada untuk menangani korban bencana; Disaster plan tersebut
hendaknya disesuaikan dengan kondisi RS masing-masing dan pada dasarnya harus
mencakup berbagai masalah, diantaranya adalah:
1. Kejelasan tempat masuk 21 bencana ke Rumah Sakit;
2. Sistem aktivasi Rumah Sakit dalam memobilisasi tenaga dokter, paramedik, tenaga
lain serta sarana dan prasarana yang diperlukan;
3. Sistem koordinasi dan pengendalian intra Rumah Sakit;
4. Penyiapan ruang cadangan dalam rumah sakit untuk penerimaan korban, tindakan dan
ruang perawatan;
5. Koordinasi antar Rumah Sakit;
6. Sistem informasi data korban dan informasi pada keluarga;
7. Sumber cadangan logistik medik dalam hal persediaan intra Rumah Sakit bila tidak
mencukupi;
8. Alternatif cara pelayanan bila terjadi gangguan/kerusakan bangunan Rumah Sakit
setempat akibat bencana baik bencana alam maupun ulah manusia.

b. Mempunyai kerjasama dengan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya


dalam menghadapi musibah massal/keadaan bencana yang terjadi di daerah wilayah
kerjanya melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Pada tahap kesiapsiagaan ini, rencana penanganan bencana di rumah sakit mengacu pada
organisasi yang ada di dalam rumah sakit itu sendiri dan memfokuskan pada aspek-aspek
sebagai berikut:
1. Sumber daya manusia;
2. Ketersediaan obat-obatan;
3. Peralatan medis untuk penanganan kedaruratan;
4. Informasi;
5. Pengembangan rencana kedaruratan;
6. Pelatihan;
7. Keselamatan pasien;
8. Pengungsian.

Rencana itu juga memuat sistem cadangan, yaitu: komunikasi, listrik, persediaan air,
transportasi serta harus menjadi bagian dari jaringan respons bencana rumah sakit, dengan
prosedur yang jelas untuk rujukan dan pemindahan pasien (Pan American Health
Organization, 2006).

Dr. Harjadi, Prih etc. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia
Edisi II. Jakarta: Direktorat Mitigasi

Anda mungkin juga menyukai