Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gangguan peredaran darah otak (GPDO) atau dikenal sebagai CVA (Cerevro-vascular
accident) atau apopleksia adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan olehgangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau cepat.Salahsatu penyakit GPDO adalah
stroke.Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atauseluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secaramendadak berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata-matadisebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak
karena berkurangnya suplai darah(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan
(stroke perdarahan).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia.Di
Amerika Serikat, stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian setelapenyakit jantung dan
kanker. Terdapat sekitar 500.000 kasus baru muncul setiap tahundengan 400.000 terkena stroke
iskemik dan 100.000 terkena stroke perdarahan, dan175.000 diantaranya mengalami kematian.
Stroke perdarahan lebih jarang terjadidibandingkan stroke iskemik, tetapi memiliki prognosis yang
secara signifikan lebihbuuruk di dalam populasi Asia. Tingkat mortalitas perdarahan intraserebral
(PIS) dalam30 hari berkisar 35-52 % dan separuh dari kematian terrsebut terjadi dalam dua
haripertama.
Pertolongan secara dini, tepat, dan benar bertujuan untuk menurunkan angkakematian,
mengurangi kecacatan yang akan terjadi, serta menghemat biaya perawatan.Oleh karena
dibutuhkan pengenalan tanda dan gejala yang benar sehingga diagnosisdapat ditegakkan dengan
cepat dan tepat dan terapi dapat dilakukan sesegera mungkin.
2

BAB II
PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)

A. Anatomi dan Fisiologi


Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus
(eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik. Nukleus pedunkulopontin tidak
termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki koneksi yang signifikan dengan basal
ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum
dibentuk oleh nuldeus kaudatus dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk oleh putamen dan
kedua segmen dari globus palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas
disini hanya meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak diantara
nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah tempat relay dari traktus motorik
volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan menyebabkan gangguan motorik seperti
hemiparesis ataupun gangguan motorik lain (Tortora, 2009).
Vaskularisasi yang mendarahi basal ganglia adalah cabang-cabang arteri yang berasal dari
arteri serebri anterior (ACA), serebri media (MCA), choroidal anterior, posterior communicans
(P-commA), serebri posterior (PCA) dan serebelar superior. Cabang dari MCA, yang disebut
Lenticulostriata lateral, adalah yang terbanyak mendarahi striatum dan lateral dari pallidum.
Perdarahan pada basal ganglia yang tersering adalah dikarenakan ruptur arteri lenticulostriata
media. Arteri Heubner, disebut juga arteri striata media, berasal dari A2, yaitu segmen dari ACA,
memperdarahi putamen dan kepala dari nukleus caudatus. Arteri choroidalis anterior
memperdarahi sebagian dari globus palidus dan putamen, juga ekor dari nukleus caudatus. Arteri
posterior communicans memperdarahi bagian medial dari pallidum, medial substansia nigra dan
sebagian nukleus subthalamikus. Thalamo perforata dari PCA adalah yang terbanyak
memperdarahi substansia nigra dan sebagian dan STN. Cabang dari SCA memperdarahi bagian
lateral dari substatia nigra (Moore, 2005).
3

Gambar 2.1. Potongan axial dari serebrum. Basal ganglia adalah yang ditunjukkan
oleh lingkaran berwarna merah.

Lokasi tersering terjadinya PIS adalah pada basal ganglia, tepatnya pada putamen, dengan
persentase 35% hingga 50%, diikuti dengan lobar sekitar 30%, thalamus (10 hingga 15%), pons
(5 hingga 12%), nukleus kaudatus (7%), dan serebelum (5%) (Fisher, 1959; Freytag, 1968; Furlan,
1979).
Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan adalah arteri lentikulostriata
yang merupakan cabang langsung dan arteri serebri media. Ruptur dan arteri ini akan
mengakibatkan perdarahan pada basal ganglia, tepatnya putamen. Arteri Thalamo-perforata yang
merupakan percabangan dan arteri serebri anterior dan media juga merupakan sumber terjadinya
PIS. Ruptur arteri ini akan mengakibatkan perdarahan thalamus. Arteri lain yang terlibat pada PIS
adalah cabang paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan menyebabkan perdarahan dan pons
dan serebelum (Manish, 2012).
4

Perdarahan intraventrikular (PIV) juga sering terjadi menyertai PIS pada kasus-kasus
stroke hemoragik. Menjangkiti 12%-45% dengan pasien yang mengalami PIS. Tetapi PIV juga
dapat terjadi tanpa disertai dengan PIS (Hallevi, 2008; Leira, 2004; Tuhrim, 1999).

Gambar 2.2. Lokasi dan perdarahan yang dapat terjadi pada PIS

B. Definisi Perdarahan Intraserebral (PIS)


Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya
perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
5

sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan
disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai kejang.
Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama
terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin,
alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan
thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan
kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan
pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan
jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang
terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa
sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat
terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah
lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat
menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

C. Faktor Risiko Perdarahan Intraserebral


6

Hipertensi merupakan faktor predisposisi tersering pada PIS. Baik tekanan sistolik maupun
diastolik merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Hipertensi merupakan presentasi klinis
tersering pada kasus stroke terutama pada PIS. Pada pasien dengan perdarahan intraserebral
spontan memiliki tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 100mHg
meliputi 91% pada saat terjadinya stroke dan 72% memiliki riwayat hipertensi sebelumnya (Mohr,
1990).
Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke, dengan nilai risiko relatif 1,5-2,2
(Abbort, 1986; Colditz, 1988; Shinteon, 1989). Faktor risiko yang lain adalah kadar kolesterol
darah, rendahnya kadar kolesterol darah merupakan faktor risiko dan terjadinya perdarahan
intraserebral spontan. Iso (1989) menyatakan dalam penelitiannya bahwa risiko terjadinya PIS tiga
kali lipat lebih tinggi pada pasien dengan kadar kolesterol rendah dibandingkan yang tinggi. Tetapi
hiperkolesterolemia berhubungan dengan stroke non hemoragik.
Salah satu mekanisme terjadinya stroke akibat rendahnya kadar kolesterol darah adalah
dikarenakan kadar kolesterol darah berhubungan dengan konsentrasi asam arakidonat pada
membran sel. Asam arakidonat adalah komponen struktural yang penting dan membran sel pada
endotel pembuluh darah. Dan metabolit dari asam arakidonat berperan dalam tonus pembuluh
darah dan perbaikan dan dinding endotel pembuluh darah. Maka kekurangan kolesterol akan
meningkatkan risiko terjadinya stroke (Golfetto, 2001). Tingginya konsumsi alkohol juga
merupakan faktor risiko terjadinya PIS. Meskipun demikian konsumsi alkohol yang sedang tidak
memberikan efek dan bahkan dapat mencegah terjadinya PIS (Biller, 1998).
Pemakaian antiplatelet merupakan faktor risiko lain terjadinya PIS. Pemakaian warfarin
sering menyebabkan terjadinya PIS dengan hematoma yang besar. Meskipun demikian pemakaian
antiplatelet pada kadar tertentu dapat menurunkan risiko stroke, tetapi dosis optimal belum
diketahui. Dosis aspirin yang dapat diterima adalah 30-1300 mg/hari, dan dosis yang
direkomendasikan 325 mg/hari (American Heart Association: Guidelines for the management of
transient ischemic attacks, 1994).

D. Klasifikasi Stroke Perdarahan Intraserebral


7

Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS) menurut NINDS (National Institute of Neurological


Disorder and Stroke) adalah adanya defisit neurologis baik fokal maupun global yang terjadi
mendadak yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, dalam hal ini terjadi pecahnya
pembuluh darah serebri dalam parenkim otak.
Kaufman, 1991, membagi stroke perdarahan intraserebral menjadi intraserebral primer
(hipertensi) dan perdarahan intraserebral sekunder (non hipertensi).

1. Perdarahan Intraserebral Hipertensi


Perdarahan intraserebral hipertensi adalah perdarahan intraserebral dengan hipertensi
sebagai penyebab utamanya, terutama hipertensi yang tidak terkontrol, yang menyebabkan
rusaknya pembuluh darah kecil di otak sehingga mudah ruptur. Biasanya perdarahan ini terdapat
di area yang diperdarahi oleh arteri penetrans kecil seperti pada thalamus, putamen, deep cerebral
white matter, pons dan serebelum.

Patofisiologi
Pada orang normal terdapat sistem autoregulasi arteri serebral, dimana bila tekanan darah
sistemik meningkat maka pembuluh serebral akan vasokonstriksi, sebaliknya bila tekanan darah
sistemik menurun maka pembuluh serebral akan vasodilatasi, dengan demikian aliran darah ke
otak tetap konstan. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi adalah
tekanan darah sistolik 150-200 mmHg dan diastolic 110-120 mmHg. Ketika tekanan darah
sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi, namun bila keadaan ini terjadi selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan degenerasi pada lapisan otot pembuluh
serebral, yang akan menyebabkan pembuluh diameter lumen pembuluh darah menjadi sulit
berubah. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi
dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah.
Pada hipertensi kronis, pembuluh darah arteriol akan mengalami perubahan degeneratif
yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteriol menjadi lemah sehingga akan menimbulkan
mikroaneurisma yang tersebar disepanjang pembuluh darah disebut mikroaneurisma Charchot-
Bouchard, dengan bentuk seperti kantung yang menonjol melalui tunika media yang lemah.
Teori yang dikemukakan oleh Kaplan (1990), jika terjadi peningkatan tekanan darah kronis
maka akan menyebabkan kerusakan spesifik pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling
8

berhubungan, yaitu pulsatile flow, endothelial denudation, dan replikasi sel otot polos. Namun
yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral adalah mekanisme pulsatile flow, dimana
tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin dinding
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan kerusakan berupa medionekrosis, aneurisma, dan
perdarahan.
Bila pembuluh darah pecah akan terjadi perdarahan atau hematom sampai dengan
maksimal 6 jam, yang akan berhenti sendiri akibat pembentukan bekuan darah dan ditampon oleh
jaringan sekitarnya. Jika perdarahan terus berlanjut dengan volume yang besar akan merusak
struktur anatomi otak, ditambah lagi terjadinya edema awal disekitar hematom akibat pelepasan
dan akumulasi protein serum aktif osmotic dari bekuan darah. Akibatnya akan destruksi massa
otak dan terjadi peninggian tekanan intracranial yang menyebabkan tekanan perfusi otak yang
menurun serta terganggunya aliran darah otak. Proses ini akan berlanjut terjadinya kaskade
iskemik dan terjadinya edema sitotoksik yang akan menyebabkan kematian sel otak, dan massa
didalam otak akan bertambah sehingga dapat terjadi herniasi otak yang dapat menyebabkan
kematian.

2. Perdarahan Intraserebral Non Hipertensi


Arteri Vena Malformasi (AVM)
AVM merupakan suatu kelainan perkembangan kongenital (embrional) pada pembuluh
darah intraserebral, dimana terjadinya hubungan langsung antara arteriole dan venule tanpa
melalui kapiler, sehingga terjadi aliran darah yang cepat melewati daerah tersebut. Akibat
aliran yang cepat inilah dan tekanan yang besar dari arteri akan mengakibatkan penipisan
dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan aneurisma dan penurunan aliran darah otak
disekitar AVM yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan disekitarnya.

Aneurisma
Aneurisma merupakan suatu kelainan congenital pada pembuluh darah, dimana terjadi
gangguan perkembangan dinding pembuluh darah yaitu pada tunika media dan lamina elastika.
Akibat adanya gangguan pada tunika media, dan terjadi perubahan degeneratif sehingga dapat
terjadi destruksi local pada membrane elastika interna yang menyebabkan tunika intima
9

menonjol dan membentuk suatu aneurisma bentuk sakuler. Ukuran aneurisma ini rata-rata 7,5
mm, bila > 10 mm maka akan mudah terjadi ruptur.

Amiloid Angiopati
Cerebral amiloid angiopati atau disebut juga congophilic angiopati merupakan suatu
kelainan pada dinding pembuluh darah otak akibat deposit protein beta amiloid. Deposit ini
terjadi pada dinding arteri tunika media dan tunika adventisia arteri kecil atau sedang yang
terletak di korteks, leptomeningen dan subkortikal substansia alba dimana menggantikan
jaringan kolagen dan elemen kontraktilitas pembuluh darah dengan amiloid protein beta ini.
Deposit amiloid ini menyebabkan kerusakan pada tunika media dan adventisia pembuluh darah
otak kortikal dan leptomeningen. Terjadi penebalan membran basalis sehingga terjadi stenosis
lumen pembuluh darah dan fragmentasi/kerusakan pada tunika lamina elastika interna,
sehingga dinding pembuluh darah menjadi rapuh dan mudah terjadi ruptur pembuluh darah.

Tumor Otak
Tumor otak dapat menyebabkan perdarahan intraserebral biasanya oleh jenis tumor ganas
yang primer atau bentuk metastasis dengan presentasi 5-10%. Tumor otak primer yang dapat
mengalami perdarahan adalah glioblastoma, oligodendroma, medulloblastoma,
hemangioblastoma atau metastase. Namun yang paling sering terjadi adalah pada glioblastoma
dan metastase. Metastase yang sering alami perdarahan intraserebral adalah tumor primer
melanoma, karsinoma bronkial, karsinoma ginjal dan choriokarsinoma. Perdarahan diduga
karena rapuhnya pembuluh darah abnormal dalam tumor yang kaya akan komponen vaskuler.

Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)


Banyak obat-obatan yang menyebabkan kecanduan mengakibatkan perdarahan
intraserebral. Kokain termasuk salah satu obat yang menyebabkan perdarahan intraserebral
dengan jalan meninggikan tekanan darah, nadi, temperatur dan metabolisme.

Diskrasia darah
Yang termasuk diskrasia darah yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral adalah
anemia sickle cell, leukimia dan hemofilia serta gangguan koagulasi yang didapat, misalnya
10

pada penyakit hepar yang berat seperti sirosis hepar dan hepatitis fulminan dapat menyebabkan
gangguan sintesis faktor pembekuan, peningkatan fibrinolisis, dan trombositopenia.

Antikoagulan
Pada penggunaan obat antikoagulan heparin atau warfarin, sekitar 9% dapat terjadi
perdarahan intraserebral. Biasanya terjadi perdarahan apabila antikoagulan digunakan secara
berlebihan atau penggunaan jangka panjang dengan insidens 8-11 kali jika dibandingkan pada
pasien yang tidak mendapatkan antikoagulan. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
perdarahan pada pasien yang menggunakan antikoagulan adalah meningkatnya umur, infark
iskemik yang luas dan adanya hipertensi berat.

Trombolitik
Perdarahan merupakan gejala toksisitas mayor pada penggunaan obat-obat trombolitik, hal
ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
- Lisisnya fibrin pada trombin yang terbentuk di pembuluh darah yang luka
- Lisis sistemik yang diakibatkan oleh pembentukan plasmin, fibrinolisis dan destruksi
faktor-faktor pembekuan.
Namun mekanisme yang mendasari terjadinya perdarahan otak ini belum diketahui jelas.

Vaskulitis
Vaskulitis merupakan penyakit inflamasi pada pembuluh darah arteri dan vena, misalnya
penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (SLE). SLE secara histologis ditandai dengan adanya
inflamasi mononuclear sel raksasa (giant cell) dalam tunika media dan adventisia arteri dan
vena berukuran kecil dan sedang. Keadaan ini menyebabkan lemahnya dinding pembuluh
darah sehingga terbentuk mikroaneurisma. Rupturnya pembuluh darah tersebut oleh karena
adanya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang dapat memicunya.

E. Tanda dan Gejala Stroke Perdarahan Intraserebral


- Onset sangat mendadak, sering kali disertai nyeri kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran
11

- Kadang-kadang diserta kejang


- Seringkali terjadi saat aktivitas atau emosi
- Pada awal serangan tekanan darah biasanya meningkat walaupun tidak memiliki riwayat
hipertensi sebelumnya
- Pernapasan biasanya mengorok, wajah kemerah-merahan
- Dapat dijumpai gangguan tonus otot

Pada PIS, lokasi perdarahan dapat menunjukkan gejala neurologis tertentu seperti :
1. Sistem Karotis
Perdarahan striata atau putamen dan kapsula interna yang berdekatan. Gejala yang
sering dijumpai diantaranya nyeri kepala, muntah, parese otot wajah, gangguan bicara,
penurunan kesadaran, hemianopia homonim, hemihipestesia, hemiplegia. Bila perdarahan
terbatas pada nukleus caudatus, defisit neurologis kurang berat dan bersifat sementara.
Perdarahan Talamus. Defisit neurologis yag biasa dijumpai adalah hemihipestesia,
hemiparese/hemiplegi, gaze palsy keatas (pada waktu istirahat posisi mata kea bawah),
pupil kecil, tidak berekasi terhadap cahaya, bila sisi dominan yang terkenan maka akan
dapat dijumpai afasia atau disfasia global, sedangkan pada sisi non dominan akan
didapatkan anosognosia.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri. Terjadi paling sering di daerah temporo-
oksipital. Defisit neurologis yang terjadi bervariasi tergantung lobus mana yang terkena.

2. Sistem Vertebrobasiler
Perdarahan mesensefalon. Defisit neurologis yang didapatkan seperti kelumpuhan N
III ipsilateral dan ganguan traktis kortikospinalis kontralateral (Sindrom Weber).
Perdarahan Pons. Defisit neurologis yang terjadi diantaranya onset koma yang dalam
tanpa didahului nyeri kepala atau gejala prodormal lainnya, gangguan traktus piramidalis
bilateral, desrebrasi, refleks gerakan mata hilang, pinpoin pupil tetapi bereksi terhdap
cahaya dan kematian terjadi dalam beberapa jam.
Perdarahan Medula Oblongata
Perdarahan Serebelum. Biasanya berjalan cepat dan fatal. Namun dapat juga
ditemukan gejala-gejala berupa nyeri kepala, dizzines, vertigo, muntag berulang, ataksia,
12

gangguan gerakan mata, gangguan keseimbangan, nistagmus. Jarang dijumpai


hemiparese atau hemiplegia.
Perdarahan lobus oksipitalis. Gejalanya berupa nyeri kepala, hemianopia dengan atau
tanpa gejala traktus kortikospinalis yang minimal pada sisi yang sama dengan gangguan
lapang pandang.

Tabel 2.1 manifestasi perdarahan intraserebral pada sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler

D. Penegakan Diagnosa
Meskipun diagnosis dari stroke dapat ditentukan dengan berdasarkan gejala klinis dan
faktor risiko, diagnosis pasti haruslah melalui radio imejing. Dengan radio imejing dapat
ditentukan ada tidaknya perdarahan, luas perdarahan dan lokasi perdarahan, dan bahkan dapat
memprediksikan penyebab terjadinya perdarahan. CT scan adalah modalitas pertama untuk
diagnostik dari PIS. Dikarenakan CT dapat mudah diulangi dan dengan biaya yang tidak terlalu
mahal. Pada CT scan akan ditemukan PIS berupa lesi hiperdense (putih) pada intrakranial jika
perdarahan masih pada fase akut. Seiring waktu clot akan lisis dan akan memberikan gambaran
yang lebih gelap dari fase akut. Pada fase kronis perdarahan akan memberikan gambaran
hipodense yang mirip seperti CSF. Selain untuk melihat perdarahan intraserebral CT juga dapat
menampilkan perdarahan intraventrikular dan ada atau tidaknya hidrosefalus. Jika terdapat lesi
13

lain, tindakan bedah akan menjadi berbeda. Beberapa teknik dapat digunakan untuk mengukur
volume dari hematom. Salah satunya dengan metode computed planimetric measurement. Yaitu
dengan menggunakan alat bantu komputer yang dilengkapi dengan neuronavigasi (BrainLab).
Data gambar CT scan diubah formatnya dengan menggunakan software khusus untuk perencanaan
navigasi (Iplan Cranial software). Hematoma didelineasi pada setiap potongan dengan
menggunakan software yang dapat melakukan brush atau smart brush. Kemudian volume
perdarahan akan dikalkulasi oleh software tersebut dan disajikan dalam cm3. Tetapi pada keadaan
emergensi, hal ini sulit untuk dilakukan.

Gambar 2.3 pencitraan CT-Scan pada perdarahan Intraserebral

Volume perdarahan juga dapat diukur dengan menggunakan rumus volume elipsoid yang
dimodifikasi, yaitu (A x B x C)/2. A dan B adalah merupakan diameter hematoma terbesar yang
saling tegak lurus, dan C adalah jumlah dari slice yang terdapat hematoma dikalikan dengan
ketebalan slice (Kothari, 1996). Pada penelitian Kothari didapati bahwa volume PIS dapat
diestimasi dengan menggunakan rumus (AxBxC)/2 secara akurat, dengan mengkorelasikannya
terhadap computed planimetric measurement. Penting untuk mengetahui volume perdarahan,
dikarenakan volume perdarahan berhubungan dengan prognosis dari suatu PIS seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
Perdarahan intraventrikular dapat terlihat dengan adanya gambaran hiperdens di dalam
14

sistem ventrikel. Perdarahan ini bisa meliputi salah satu ventrikel ataupun seluruh sistem ventrikel.
Jika ventrikel tidak terisi penuh oleh darah, dapat dilihat gambaran fluid level dari hematom. Hal
ini penting diperhatikan untuk membedakan perdarahan dari kalsifikasi plexus choroid,
dikarenakan keduanya menampilkan gambaran hiperdens pada intraventrikular.

Hidrosefalus dapat dilihat dari CT scan dengan menampilkan gambaran dilatasi dari sistem
ventrikel (ventrikulomegali). Ventrikulomegali ditentukan dengan menggunakan ratio evans.
Ratio evans adalah perbandingan jarak kedua frontal horn ventrikel lateral dengan jarak biparietal
terjauh. Dikatakan ventrikulomegali jika ratio evans lebih dari 30%.
MRI lebih sensitif dari CT untuk melihat keadaan intrakranial, tetapi memerlukan waktu
yang lebih lama sehingga sulit untuk melakukannya berulang-ulang. MRI tidak dianjurkan untuk
tindakan screening. Dan juga biayanya relatif lebih mahal dan CT scan. Tetapi dengan MRI dapat
melihat etiologi yang menyebabkan terjadinya PIS. Seperti ditemukannya gambaran tumor,
malformasi serebrovaskular dan aneurisma. Tetapi MRI tetap merupakan pilihan diagnostik
sekunder setelah CT.
Serebral angiogarafi diperlukan untuk lesi yang disangkakan akibat gangguan vascular,
seperti AVM atau aneurisma. Dengan ditemukannya CT-angiografi dan MRA, penemuan lesi
vaskular tanpa terpapar risiko angiografi dapat dihindari. Dan MRA maupun CTA dapat dilakukan
berulang-ulang untuk mengevaluasi lesi bilamana diperlukan operasi emergensi.

E. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan


Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak penyebabnya.
Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan
pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.

1. Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
minggu
15

2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua minggu
pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital

2. Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan


Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan tekanan darah
rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri rata-rata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan natrium nitroprusid atau nitrogliserin
drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg atau tekanan
darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 20 menit
berikan labetalol injeksi atau enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, maka pemberian
obat anti-hipertensi ditangguhkan.

3. Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o atau
IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.
2. Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam
3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.
4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB tiap 4
jam untuk edema serebri.
5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan lebih dari 70 mmHg.
6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan -blocker seperti propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
16

7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl, transfusi,
pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer.
9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.

4. Terapi dan Penanganan

Penatalaksanaan umum stroke akut


Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
Stabilisasi hemodinamik
17

Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian


glukosa)
Pemasangan CVC (central venous catheter) : jika ada dehidrasi
Optimalisasi tek. Darah bila sistolik dibawah 120 & cairan sudah
mencukupi berikan vasopresor
Cardiac monitoring
Pemasangan NGT : untuk diet
Pemasangan foley catheter
Pengendalian TTIK
Pemantauan ketat untuk pasien dgn resiko edema serebral.
Monitor TIK harus dipasang dengan GCS < 9.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg.
Penatalaksaan :
Semi fowler 30o
hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
Berikan manitol 20% 0,25-0,50 gr/kgBB selama 20 menit
diulang 4-6 jam.
Pemberian manitol : 200 ml 150 ml-150 ml.
Tidak boleh diberikan manitol pada : DM, dehidrasi, hipotensi,
gangguan ginjal, dekom cordis.
Kalau perlu beri furosemid dgn dosis inisial 1 mg/kgBB I.V
(pada pasien dengan keadaan dekom cordis).
Pengendalian kejang
Bila pasien kejang berikan Diazepam bolus 5-20 mg.
Pengendaclian suhu tubuh
Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50C
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan khusus stroke akut pendarahan intraserebral
Terapi hemostatik
18

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya highly-


significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan lebih
dari 3 jam
Reversal of anticoagulation
Pasien PIS akibat pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan FFP
dan vit. K
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadi
pendarahan.
Tindakan bedah
Tidak dioperasi bila :
Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis
minimal.
Pasien dengan GCS 4, meskipun pasien GCS 4 dengan
perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak masih mungkin
untuk life saving.
Dioperasi bila :
pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau atau accesible.
Pasien dengan usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar
yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas ( 50 cm3) masih
menguntungkan.

Hipertensi
19

Pedoman penatalaksanaan :
Hilangkan faktor-faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah
seperti retensi urin, nyeri, febris, TTIK, emosional stress, dll.
Diberikan bila : sistol >120 mmHg dan diastol > 105
Dimonitor agar TD tidak kurang atau lebih dari 20% dari tekanan
darah arteri rerata 1 jam pertama

Anda mungkin juga menyukai