HIDUNG TERSUMBAT
(OBSTRUKSI NASAL)
Oleh :
Aulia Ulfah Mutiara Dewi
G 99162085
Pembimbing :
dr. Antonius Christanto, M. Kes, Sp.THT-KL
1) M. Nasalis
Terletak di atas ala nasi dan berjalan dari medial ke lateral.
Mempunyai efek kompresi hidung, memanjangkan hidung dan
kontraksi nostril (antagonis M. procerus).
2) M. Dilator nares
Terletak pada ala nasi bagian lateral. Berfungsi untuk melebarkan ala
nasi.
3) M. Depresor septi nasi
Terletak di atas bibir atas dekat septum nasi. Berfungsi untuk
menurunkan tip hidung dan membuka nostril pada saat inspirasi
maksimal.
4) M. Procerus
Terletak pada akar hidung. Memiliki fungsi untuk menggerakkan kulit
di atas glabella. Bila kontraksi dapat menger-nyitkan dahi, mempunyai
efek memendekkan hidung.
d. Jaringan ikat
2. Anatomi Rongga Hidung (kavum nasi)
3. Vaskularisasi :
a. Arteri
1) Bagian atas : a. etmoid anterior dan a. etmoid posterior ( cabang
dari a. oftalmika dari a. carotis interna )
2) Bagian bawah : a. palatina mayor, a. sfenopalatina memasuki
hidung dari belakang ujung konka media
3) Bagian depan : cabang dari a. fasialis
4) Bagian depan septum : anastomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, a. palatina
mayor Pleksus kiesselbach (littles area) letaknya superfisial
dan mudah cedera oleh trauma
b. Vena
1) Berjalan berdampingan dgn arteri
2) Bagian luar hidung dan vestibulum bermuara ke v. oftalmika
sinus kavernosus
3) Vena di hidung tidak mempunyai katup memudahkan
penyebaran infeksi ke intracranial
4. Innervasi :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
5. Sinus Paranasal
a. Sinus frontalis
1) Terletak dalam os frontal
2) Asimetrik, memiliki septa
3) Dipisahkan tulang yang tipis dengan atap orbita dan kavum
kranialis
4) A. Supra orbitalis (cab.a.oftalmika) lewat celah pada atap
supraorbitalis.
b. Sinus sfenoidalis
1) Dalam os sfenoid
2) Asimetrik
3) Dipisah oleh septum intersfenoidaslis
4) Dapat meluas ke sayap besar os sfenoid, prosesus pterigoideus,
bagian basiler os oksipital
5) Batas :
Atas : fosa kranii media + sella tursica
Bawah : atap nasofaring (tebal)
Lateral : sinus kavernosus + a. Karotis interna
Belakang : fosa kranii post (pons serebri)
c. Sinus maksilaris
1) Terbesar, dalam os maksila
2) Batas:
Depan : tulang pipi (facial maxilla)
Belakang : pmk. Infra temporalis
Medial : dinding lateral kavum nasi
Atap : orbita
Dasar : prosesus alveolaris os maksila
3) Apeks sinus maksilaris meluas / masuk ke dalam os zigomatikus.
4) Bila dilihat dari rongga mulut, letak sinus sesuai dengan gigi molar
1,2,3
5) Akar gigi dapat sangat dekat dengan rongga sinus.
6) Dasar sinus maksilaris lebih rendah dari dasar kavum nasi.
d. Sinus ethmoidalis
1) Terdiri dari 3 - 18 sel
2) Tergantung muara saluran :
a. Sel ethmoidalis anterior
3) Sel ethmoidalis posterior
4) Batas :
Lateral : lamina papyracea dan tulang lakrimal
Medial : konka media + konka superior
Atas : dinding atas os etmoid dan os frontal
Depan : prosesus frontalis os maksila dan os nasal
Belakang : sinus sfenoidalis
6. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (respiratori) dan mukosa
penghidu (olfaktori).Mukosa pernafasan biasanya berwarna merah muda,
sedangkan pada daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia
dan diantaranya terdapat sel sel goblet.Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia
menjadi sel epital skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya.Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran
udara lambat atau lemah.Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet,
yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
Silia memiliki struktur mirip rambut, panjangnya sekitar mikron,
terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah
aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara
lambat.Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai
daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan
benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi
silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior
dan sepertiga bagian atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated
epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel
basal dan sel reseptor penghidu.Epitel organ pernafasan yang biasa berupa
toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,
bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu,
dan derajat kelembaban udara.Mukoa pada ujung anterior konka dan septum
sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa
silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus
inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler.Sel-sel
meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki
silia yang panjang dan tersusun rapi.
7. Fisiologi Hidung
Jalan nafas ( aliran udara membentuk arkus/lengkungan):
a. Inspirasi : udara masuk dari nares anterior naik setinggi konka media
turun ke nasofaring
b. Ekspirasi : udara dari koana naik setinggi konka media di depan
memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dgn aliran dari nasofaring
c. Pengaturan udara (air conditioning) mengatur kelembapan (oleh
mukous blanket) dan suhu ( oleh banyaknya pembuluh darah dibawah
epitel , permukaan konka dan septum yg luas)
d. Penyaring dan pelindung, dari debu dan bakteri ( oleh : rambut /
vibrissae, silia, mucous blanket, lisozym), dibantu oleh adanya refleks
bersin untuk mengeluarkan partikel yg besar
e. Penghidu : partikel bau mencapai mukosa olfaktorius dgn cara berdifusi
dgn palut lendir atau bila menarik nafas kuat
f. Resonansi suara : Sumbatan hidung rinolalia (suara sengau)
g. Membantu proses bicara. konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara
h. Refleks nasal : Pada mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhubungan
dengan sal cerna, kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi mukosa
hidung bersin dan nafas berhenti, bau tertentu sekresi kel liur,
lambung dan pancreas
Histamin merupakan mediator utama yang dilepaskan oleh sel mast dan
basofil. Efek histamin pada kelenjar karena aktivasi reflek parasimpatis
mempunyai efek meningkatkan sekresi kelenjar yang menyebabkan gejala
rinore yang serose dan akan memperberat gejala sumbatan hidung.
Histamin juga menstimulasi sel-sel endotel untuk mensintesis relaxan yang
bekerja pada pembuluh darah seperti prostasiklin (PGI2) dan nitric oxid
(NO) yang menyebabkan vasodilatasi dan menyebabkan gejala sumbatan
hidung.
Efek prostaglandin D2 (PGD2) pada mukosa hidung diperantarai oleh
salah satu dari dua subtipe reseptor, yaitu tromboksan dan reseptor PGD2
spresifik. PGD2 yangdilepaskan oleh sel mast dan basofil akan terikat
pada reseptornya di pembuluh darah yang menyebabkan vasodilatasi.
Leukotrien LTC4 dan LTD4 adalah mediator lokal selanjutnya yang
bila bekerja pada reseptor LTD4 yang sama akan mengkinduksi
peningkatan resistensi saluran udara hidung dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah hidung.
Platelet activating factor (PAF) adalah produk pemecahan fosfolipid
dari membran sel setelah aktivasi imunologis. Mediator ini berasal dari
agen intermediate inaktif lyso-PAF. Perubahan menjadi aktif
membutuhkan enzim asetiltransferase. Meditor ini mempunyai peranan
dalam mekanisme sumbatan hidung dengan cara retraksi dan relaksasi sel-
sel endotel pembuluh darah dan vasodilatasi.
3. Pengaruh sunbatan
Hidung merupakan bagian konduksi dari sistem respirasi, berfungsi
sebagai pintu masuk udara dari lingkungan menuju alveolus. Apabila
saluran hidung seseorang mengecil atau tertutup oleh cairan, massa,
ataupun benda asing yang dapat menjadi penghalang udara masuk, maka
orang tersebut akan merasakan keluhan hidung buntu.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hidung buntu meliputi:
a) Inspeksi
Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang
hidung. Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal.
b) Palpasi
Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktur
os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus
paranasal.
c) Pemeriksaan Rinoskopi Anterior
1) Lakukan tamponade kurang lebih selam 5 menit dengan kapas yang
dengan lidokain 2% dan efedrin.
2) Angkat tampon hidung
3) Inspeksi, mulai dari:
- cuping hidung (vestibulum nasi)
- bangun di rongga hidung
- meatus nasal
- konka nasal
- septum nasi
- keadaan rongga hidung : normal/ tidak; sempit/ lebar; ada
pertumbuhan abnormal: polip, tumor, benda asing
- adakah discharge dalam rongga hidung
3. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah reaksi inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Definisi menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan
pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE. Secara
khas dimulai pada usia yang sangat muda dengan gejala kongesti atau
sumbatan hidung, bersin, mata berair dan gatal, dan post nasal drip.
Pengobatan yang paling ideal pada rhinitis alergi dengan menghindari
kontak dengan alergen penyebabnya dan eliminasi. Selain itu diberikan
antagonis histamin H-1 yang dapat dikombinasi dengan dekongestan
peroral. Terapi operatif dilakukan jika dengan terapi konservatif gagal.
4. Rhinitis vasomotor
Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai
dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa
hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini merupakan
keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinore yang hebat dan bersifat
mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat
bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama
sewaktu perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila
dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung
dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh
karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh
karena asap rokok dan sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai post nasal
drip.
5. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian
vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu
lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung menetap.
Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan. Gejala ditandai dengan hidung tersumbat terus-menerus dan
berair. Pada pemeriksaan tampak edema/hipertrofi konka dengan sekret
hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka
tidak berkurang. Pengobatan rhinitis medikamentosa dengan menghentikan
pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung. Untuk mengatasi
sumbatan berulang dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka
pendek dan diturunkan secara bertahap.
6. Sinusitis/Rhinosinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai dan dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Keluhan utama rhinosinusitis akut adalah hidung tersumbat
disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti
demam dan lesu. Nyeri tekan di daerah sinus yang terkena, kadang nyeri
terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis
maksila, nyeri diantara atau dibelakang bola mata menandakan sinusitis
etmoid, nyeri dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis sphenoid, nyeri di vertex, oksipital, belakang bola mata, atau
daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang ada nyeri alih ke gigi dan
telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post-
nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Tujuan terapi
sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan
mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka
sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alam. Indikasi bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) berupa
sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik
disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
F. Obat-obat Dalam Formarium Nasional (Fornas) yang Bisa Mengurangi
Keluhan Hidung Buntu