0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
596 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang monitoring terapi obat pencahar untuk menentukan efektivitasnya dengan memperhatikan gejala pasien dan efek samping obat. Penggunaan pencahar dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan dan kekurangan vitamin serta menghambat penyerapan obat lainnya. Monitoring konstipasi meliputi pemantauan efek samping obat, defekasi harian, latihan usus, diet serat, dan olahra
Dokumen tersebut membahas tentang monitoring terapi obat pencahar untuk menentukan efektivitasnya dengan memperhatikan gejala pasien dan efek samping obat. Penggunaan pencahar dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan dan kekurangan vitamin serta menghambat penyerapan obat lainnya. Monitoring konstipasi meliputi pemantauan efek samping obat, defekasi harian, latihan usus, diet serat, dan olahra
Dokumen tersebut membahas tentang monitoring terapi obat pencahar untuk menentukan efektivitasnya dengan memperhatikan gejala pasien dan efek samping obat. Penggunaan pencahar dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan dan kekurangan vitamin serta menghambat penyerapan obat lainnya. Monitoring konstipasi meliputi pemantauan efek samping obat, defekasi harian, latihan usus, diet serat, dan olahra
Apoteker dalam monitoring terapi obat hendaknya menginformasikan kepada pasien
tentang perbaikan gejala untuk menentukan efektivitas terapi. Pasien setidaknya mengalami peningkatan frekuensi buang air besar. Selain itu, pasien diinformasikan agar tidak terlalu sering menggunakan pencahar karena dapat mengakibatkan ketergantungan. Ketergantungan ini disebabkan karena penggunaan pencahar dapat merusak sel-sel saraf pada kolon. Penggunaan pencahar golongan lubrikan (bahan dasar minyak mineral) mencegah absorbsi vitamin A, D, E, K. Penggunaan laksatif golongan bulk-forming yang berkelanjutan dapat menyebabkan dehidarsi pada penggunanya. Secara umum, jika digunakan secara luas laksatif dapat menyebabkan vitamin dan nutrisi yang diperlukan tubuh terbuang sebelum dicerna. Laksatif juga dapat menghambat absorpsi atau menghilangkan efikasi obat (Pramudianto, 2009). Secara umum Monitoring konstipasi : 1. Memantau pemakaian obat yang diberikan atau dikonsumsi untuk mengatasi konstipasi yang terjadi, dari efek samping obat tersebut. Apabila efek samping obat timbul dan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien wajib memberitahukan pada dokter. Dan juga apabila timbul efek samping yang serius atau yang tidak tercantum dalam efek samping obat. 2. Memastikan pasien apakah melakukan defekasi setiap hari agar tidak terjadi konstipasi dan agar memastikan feses yang keluar tidak terlalu keras yang menandakan obat bekerja. 3. Memonitoring latihan usus besar, dimana dianjurkan waktunya adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan 1oni1at gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. 4. Memastikan diet serat pasien dilakukan rutin dan tidak bolong. Diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. Untuk mendukung 1oni1at serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan. 5. Memonitoring apakah pasien melakukan olahraga agar membantu mengatasi konstipasi yaitu jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan 2oni pada otot perut. (Carpenito, 2009) Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9. Jakatta : EGC. Halaman 284-291 Pramudianto, A., dan Evaria. 2009. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi. 9 Jakarta : UBM Medica Asia Pte Ltd