2. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis obstruksi :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau
trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif,
suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2
sampai 3 hari.
2. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan
pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik
simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2
obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen
meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan
infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan
obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai
darah, menyebabkan gangren dinding usus.
3. ETIOLOGI
Obstruksi ileus dibagi atas :
1. Mekanikal (mengganggu lumen)
Penyebab Obstruksi Mekanikal
- Adhesi
60 % dari obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi (perlengketan).
Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal sebagai respon peradangan
intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan
membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
- Hernia
Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi
dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup.
Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
- Tumor
Tumor yang makin membesar akan menyumbat lumen usus.
- Volvulus
Usus yang terpelintir dapat pula menyebabkan obstruksi. Seperti
strangulasi hernia, pada volvulus terjadi juga gangguan supply darah yang kurang
yang bisa menyebabkan ischemia dan necrosis jaringan (Diktat Sr.Mary
Baradero).
Letak volvulus paling sering mengenai bagian kolon sigmoid (80%).
Volvulus pada sigmod bisa dsebabkan pemanjangan sigmoid sehingga
menimbulkan belitan. Dimana pemanjangan mesocolon dapat membuat mobilitas
berlebih pada kolon sigmoid, sehingga menimbulkan kelainan fiksasi kongenital
Factor lain yang menyebabkan volvulus adalah penggunaan obat laksative
dan enema secara berlebihan. Selain itu pergantian relative posisi organ
intraabdiminal seperti yang terlihat pada wanita hamil dan orang dengan tumor
pelvic yang besar dapat mendukung terjadinya volvulus sigmoid.
Volvulus kolon sigmoid pada dasarnya terjadi karena tiga hal berikut, yaitu :
Pemanjangan kolon sigmoid;
Penyempitan dasar sigmoid mesocolon;
Tenaga putaran pada kolon sigmoid yang memicu terjadinya puntiran.
- Intussusceptions
Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal
dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.
Strangulasi bagian ileus yang masuk kedalam lumen cecum bisa terjadi (Diktat Sr.
Mary Baradero)
- Thrombosis pada mesentrium, bahkan bisa juga oleh cacing.
2. Non – mekanikal (mengaganggu peristaltis)
Penyebab obstruksi non-mekanikal
a. Paralitic ileus
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
- Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma
sewaktu pembedahan
- Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
b. Mesenteric vascular occlusion infarct
Penyumbatan pembuluh darah yang member supply pada usus akan
mengganggu fungsi usus itu. Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh
atheroscelerosis yang luas atau thrombosis pada arteri mesenterium.
c. Akibat dari gangguan neuromuskuler yang menimbulkan paralyse otot-otot atau
faktor degenaratif pada usia manula 50%.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi
peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur
mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau
invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ
yang terlibat.
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada
waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen
pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih
mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan
penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada
pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum
mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax
rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap
kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau
bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma
spesifik.
Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus
Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
Sekret berlebihan
Batuk dengan atau tanpa dahak
Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
Pernafasan tidak simetris
Unilateral Flail Chest
Effusi pleura
Egophonia pada daerah sternum
Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
Wheezing unilateral/bilateral
Ronchii
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat
badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien
dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local
atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri
dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior
dan nervus interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala
seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama
dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan
penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan,
dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau
melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum
adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esophagus
8. WOC
Anatomi Fisiologi Mediastinum
Mediastinum, bagian tengah dari rongga thoraks, dapat dibagi menjadi tiga bagian
untuk klasifikasi komponen anatomi dan proses penyakit: mediastinum anterior, tengah
dan posterior. Mediastinum anterior terletak diantara sternum dan permukaan anterior
jantung dan vena cava. Mediastinum tengah terletak diantara vena cava dan trakea.
Bagian posterior dari mediastinum tengah merupakan mediastinum posterior.
Mediastinum bagian depan termasuk kelenjar timus atau sisanya, arteri dan vena mamma
interna, nodus limfatikus dan lemak. Mediastinum tengah terdiri atas perikardium dan
isinya, aorta asenden dan transversa, vena cava superior dan inferior, arteri dan vena
brachiocephalica, nervus frenikus, batang nervus vagus atas, trakea, bronkus utama dan
nodus limfatikusnya yang berhubungan, dan arteri dan vena pulmonal bagian tengah.
Mediastinum posterior berisi aorta desenden, esofagus, duktus torasikus, vena azygos dan
hemiazygos, dan nodus limfatikus.
Nervus :
1) Nervus vagus
2) Saraf recurrent laryngeal kiri
3) Saraf frenikus (phrenic nerve)
Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1) Thymus Gland (kelenjar timus)
2) Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3) Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1) Jantung
2) Perikardium
3) Phrenic nervus (saraf frenikus)
4) Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1) Esofagus
2) Aorta thorakal
3) Vena Azigus
4) Nervus Vagus
5) Batang saraf simpatik
6) torakal
Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel
karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu
proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik.
Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim
kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya
kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka
secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein
reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya
rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan
yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif
pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect
pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan
manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi,
peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi
kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang
dijumpai gejala demam yang menonjol.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Per Sistem
1) Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
2) Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
3) Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4) Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
5) Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan
6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest
6) Sistem Endokrin (B7)
Pengkajian Psikososial
Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
Pengkajian Spiritual
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk,
cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap Evaluasi dan reassessment terhadap
RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan tindakan yang akan/telah diberikan
napas
2. Lakukan Phisioterapi dada secara Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
terjadwal. mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji Meningkatkan suplai oksigen
keefektifan terapi. jaringan paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai Menurunkan resiko infeksi
order, kaji keefektifan dan efek samping sekunder.
( diare )
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan Evaluasi terhadap keefektifan
photo thoraks sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila Evaluasi berkala keberhasilan terapi
terpasang, tiap 2-4 jam. tindakan tim kesehatan
2) Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan
nutrisi klien intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai Kebutuhan pasien akan nutrisi
kebutuhan terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum Mulut yang bersih meningkatkan
makan nafsu makan.
6 Kolaborasi ahli gizi Makanan yang bervariasi dapat
pemberian makanan yang bervariasi. meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan
pemberian suplemen dan obat-obatan mempertahankan intake nutrisi yang
peningkat nafsu makan. adekuat.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot;
tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang Mengurangi aktivitas yang tidak
cukup. diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan sampai kekuatan pasien pulih
kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons Menjaga kemungkinan adanya
pasien respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan
4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal