Anda di halaman 1dari 18

ILEUS OBSTRUKSI

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran
normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddart, 2001)
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Long, 2005).
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya
di ileum, segmen paling sempit.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus.
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran atau
gangguan usus di sepanjang usus.

2. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis obstruksi :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau
trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif,
suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2
sampai 3 hari.
2. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan
pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik
simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2
obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen
meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan
infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan
obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai
darah, menyebabkan gangren dinding usus.
3. ETIOLOGI
Obstruksi ileus dibagi atas :
1. Mekanikal (mengganggu lumen)
Penyebab Obstruksi Mekanikal
- Adhesi
60 % dari obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi (perlengketan).
Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal sebagai respon peradangan
intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan
membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
- Hernia
Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi
dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup.
Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
- Tumor
Tumor yang makin membesar akan menyumbat lumen usus.
- Volvulus
Usus yang terpelintir dapat pula menyebabkan obstruksi. Seperti
strangulasi hernia, pada volvulus terjadi juga gangguan supply darah yang kurang
yang bisa menyebabkan ischemia dan necrosis jaringan (Diktat Sr.Mary
Baradero).
Letak volvulus paling sering mengenai bagian kolon sigmoid (80%).
Volvulus pada sigmod bisa dsebabkan pemanjangan sigmoid sehingga
menimbulkan belitan. Dimana pemanjangan mesocolon dapat membuat mobilitas
berlebih pada kolon sigmoid, sehingga menimbulkan kelainan fiksasi kongenital
Factor lain yang menyebabkan volvulus adalah penggunaan obat laksative
dan enema secara berlebihan. Selain itu pergantian relative posisi organ
intraabdiminal seperti yang terlihat pada wanita hamil dan orang dengan tumor
pelvic yang besar dapat mendukung terjadinya volvulus sigmoid.
Volvulus kolon sigmoid pada dasarnya terjadi karena tiga hal berikut, yaitu :
 Pemanjangan kolon sigmoid;
 Penyempitan dasar sigmoid mesocolon;
 Tenaga putaran pada kolon sigmoid yang memicu terjadinya puntiran.
- Intussusceptions
Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal
dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.
Strangulasi bagian ileus yang masuk kedalam lumen cecum bisa terjadi (Diktat Sr.
Mary Baradero)
- Thrombosis pada mesentrium, bahkan bisa juga oleh cacing.
2. Non – mekanikal (mengaganggu peristaltis)
Penyebab obstruksi non-mekanikal
a. Paralitic ileus
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
- Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma
sewaktu pembedahan
- Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
b. Mesenteric vascular occlusion infarct
Penyumbatan pembuluh darah yang member supply pada usus akan
mengganggu fungsi usus itu. Penyumbatan ini bisa disebabkan oleh
atheroscelerosis yang luas atau thrombosis pada arteri mesenterium.
c. Akibat dari gangguan neuromuskuler yang menimbulkan paralyse otot-otot atau
faktor degenaratif pada usia manula 50%.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi
peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur
mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau
invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ
yang terlibat.
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada
waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen
pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih
mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan
penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada
pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum
mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas.

Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax
rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap
kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau
bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma
spesifik.

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :

 Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
 Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
 Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
 Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
 Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus
 Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
 Sekret berlebihan
 Batuk dengan atau tanpa dahak
 Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
 Pernafasan tidak simetris
 Unilateral Flail Chest
 Effusi pleura
 Egophonia pada daerah sternum
 Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
 Wheezing unilateral/bilateral
 Ronchii
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat
badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien
dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local
atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.

Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri
dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior
dan nervus interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala
seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK


 Hb: menurun/normal
 Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
 Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
 Pemeriksaan diagnostik
1) Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada
anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila
perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik
lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi
berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna
untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada
langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah
tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi
diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan
posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada
bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif
massa ini, dan apakah padat atau kistik.
2) USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan
lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa
membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan
hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan
pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis
sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan
struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan
teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir
adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi
telah membawa ke diagnosis tepat.
3) Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT
untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan
melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan
massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan
struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering
diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses
pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma
Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat
diagnostik yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi
rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik pada bayi dengan
infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang
foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi
komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi
relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti
dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat
dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan
ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista
pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat
dengan CT karena gambarannya yang khas.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang
memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum
tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang,
teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya
keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
5) Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia
saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan
penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat
pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer
yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis
tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.

6. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN


Tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami karsinoma mediastinum meliputi
tindakan operatif dan konservatif.
 Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor
mediastinum
 Obat-obatan
 Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
 Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis
tumor.
 Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal.
Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh
sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
Tindakan konservatif terdiri atas :
 Pengurangan gejala-gejala dasar, seperti penurunan gejala sesak nafas, koreksi
gangguan keseimbangan gas.
 Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan komplikasi Pemenuhan
kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta aktivitas merupakan langkah yang
perlu iambil secara terpadu untuk meningkatkan fungsi dasar dan perbaikan
kondisi umum klien.
 Adaptasi biologis dan psikologis
 Pengngunaan obat-obatan : Berbagai citostatika mungki digunakan dalam terapi
kausatif seperti : tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan
zat-zat lainnya seperti atabrine atau penggunaan talc poudrage

7. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama
dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan
penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan,
dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau
melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum
adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esophagus

8. WOC
Anatomi Fisiologi Mediastinum
Mediastinum, bagian tengah dari rongga thoraks, dapat dibagi menjadi tiga bagian
untuk klasifikasi komponen anatomi dan proses penyakit: mediastinum anterior, tengah
dan posterior. Mediastinum anterior terletak diantara sternum dan permukaan anterior
jantung dan vena cava. Mediastinum tengah terletak diantara vena cava dan trakea.
Bagian posterior dari mediastinum tengah merupakan mediastinum posterior.
Mediastinum bagian depan termasuk kelenjar timus atau sisanya, arteri dan vena mamma
interna, nodus limfatikus dan lemak. Mediastinum tengah terdiri atas perikardium dan
isinya, aorta asenden dan transversa, vena cava superior dan inferior, arteri dan vena
brachiocephalica, nervus frenikus, batang nervus vagus atas, trakea, bronkus utama dan
nodus limfatikusnya yang berhubungan, dan arteri dan vena pulmonal bagian tengah.
Mediastinum posterior berisi aorta desenden, esofagus, duktus torasikus, vena azygos dan
hemiazygos, dan nodus limfatikus.

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :


1) Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum
2) Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di
depan jantung.
3) Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di
belakang jantung.
4) Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.
Bagian medial dari rongga dada (interpleural) dibatasi oleh :
1) dada inlet superior
2) superior diafragma
3) sternal anterior
4) bagian belakang torakal 12
Bagian inferior mediastinum dibagi menjadi :
1) Anterior mediastinum
2) Meddle mediastinum
3) Posterior mediastinum
Bagian Superior mediastinum meliputi :
1) Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri )
2) Saluran dada
3) Trakea
4) Eoshofagus
5) Thymus
6) Nervus
Pembuluh darah
1) Vena cava Superior
2) Vena Bracheocepalic
3) Batang paru
4) Lengkungan aorta

Nervus :
1) Nervus vagus
2) Saraf recurrent laryngeal kiri
3) Saraf frenikus (phrenic nerve)
Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1) Thymus Gland (kelenjar timus)
2) Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3) Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1) Jantung
2) Perikardium
3) Phrenic nervus (saraf frenikus)
4) Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1) Esofagus
2) Aorta thorakal
3) Vena Azigus
4) Nervus Vagus
5) Batang saraf simpatik
6) torakal

Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel
karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu
proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik.
Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim
kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya
kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka
secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein
reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya
rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan
yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif
pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect
pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan
manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi,
peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi
kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang
dijumpai gejala demam yang menonjol.

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Identitas
Nama pasien
Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang
berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering
dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang
waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik
pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Per Sistem
1) Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
2) Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
3) Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4) Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
5) Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan
6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest
6) Sistem Endokrin (B7)

Pengkajian Psikososial
 Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
 Pengkajian Spiritual

2. Diagnosa Keperawatan (NANDA)


a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat
sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi
sel dan efek radiasi/chemoterapi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi,
penurunan intake, demam.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare
akibat khemoterapi.

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak terdapat batuk,
cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap Evaluasi dan reassessment terhadap
RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan tindakan yang akan/telah diberikan
napas
2. Lakukan Phisioterapi dada secara Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
terjadwal. mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji Meningkatkan suplai oksigen
keefektifan terapi. jaringan paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai Menurunkan resiko infeksi
order, kaji keefektifan dan efek samping sekunder.
( diare )
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan Evaluasi terhadap keefektifan
photo thoraks sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila Evaluasi berkala keberhasilan terapi
terpasang, tiap 2-4 jam. tindakan tim kesehatan
2) Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan
nutrisi klien intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai Kebutuhan pasien akan nutrisi
kebutuhan terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum Mulut yang bersih meningkatkan
makan nafsu makan.
6 Kolaborasi ahli gizi Makanan yang bervariasi dapat
pemberian makanan yang bervariasi. meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan
pemberian suplemen dan obat-obatan mempertahankan intake nutrisi yang
peningkat nafsu makan. adekuat.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot;
tulang dan anggota gerak lainnya baik.

No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang Mengurangi aktivitas yang tidak
cukup. diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan sampai kekuatan pasien pulih
kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons Menjaga kemungkinan adanya
pasien respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal

No. Intervensi Rasional


1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
tanda deficit cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif sederhana deficit
atau bila perlu. volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 Meningkatkan bersihan saluran cerna,
jam meningkatkan nafsu makan/ minum.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymuous, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum. Diakses tanggal 26 September 2012


Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September 2012
Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-itu-apa.htm.
Diakses tanggal 30 September 2010
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002,
Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun
1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC; Kriteria
hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai