Hipokalemi Periodik Paralise
Hipokalemi Periodik Paralise
SKENARIO
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama kelemahan
pada kedua tungkai bawah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri otot dan badan
terasa lemas. Adanya diare disangkal.Pasien mengaku ibunya sering mengalami keluhan seperti
ini.
PENDAHULUAN
Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat kira-kira 4,2 mEq/ltr,
jarang sekali naik atau turunlebih dari 0,3 mEq/ltr. Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel
bersifat sensitive terhadap perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh,
peningkatan kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan aritmia jantung dan konsentrasi
yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung.
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2% dalam cairan ekstraselular.
Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium ekstraselular dapat mengakibatkan
terjadinya kehilangan kalium dari cairan ekstraselular yang disebut hipokalemia. Demikian juga,
kelebihan kalium dari cairan ekstraselular disebut hiperkalemia. Pengaturan keseimbangan
kalium terutama bergantung pada ekskresi oleh ginjal.
Periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya
terkait dengan abnormalitas K + dan abnormalnya respon akibat perubahan K + dalam
serum. Periodik paralise dapat dikelompokkan menjadi :
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan
biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.
ETIOLOGI
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan.
Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis.
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan
hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti Furosemide). Obat lain termasuk
steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi
yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak
kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) - aldosteron
adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti
aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare
kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik).
PATOFISIOLOGI
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-
4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada
kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan
dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat
terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian kecil dari kalium
total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam
kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat
dimembran sel.2
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial membran sel pada
jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat
mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang
normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit
perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya,
hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara
bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat
dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain
berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah
suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.2
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF, juga
keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga
berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel
asam-basa.2
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan,
semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi
kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil
(<20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel
setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian
mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium
melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine.
Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan
peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar
kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus
distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan
diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus
pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria)
juga akan meningkatkan sekresi kalium.2
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF
dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis
cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi
gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis.
Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin
dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik
menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk
menangani ketoasidosis diabetik.2
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel 1, termasuk tipe hipokalemik,
hiperkalemik dan paramyotonia.2
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated myotonia
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membran otot (yakni,
sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer; perubahan
metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP, paralisis flaksid
terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP sekunder,
ditandai kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok penyakit
ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang common traits. Kelemahan biasanya
secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot kranial dan pernapsan biasanya tidak terkena. Reflek
regang tidak ada atau berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada
hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa
tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya
PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait
autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensial aksi
(perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitas ion
channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung voltase ion channel terutama gradien
konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran
melalui voltage-gated ion channel. Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh
pergerakan klorida melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan
kalium.natrium, klorida dan kalsium channelopati ebagai sebuah grup, dihubungkan dengan
myotonia dan PP. Subunit fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog.
Natrium channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.3
GEJALA KLINIS
Semua Pp dicirikan oleh Kelemahan periodik. Kekuatan noramal diantara serangan. Kelemahan
yang menetap bisa berkembang kemudian dalam beberapa bentuk. Paling banyak pasien dengan
PP primer berkembang gejala sebelum dekade ketiga.3
DIAGNOSIS
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga karena erat kaitannya
dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di atas, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
· Alkohol
· Infeksi
· Stress
emosional
· Trauma
· Periode
menstruasi
Paradoksal
myotonia
Jarang kelemahan
menetap
Hipokalemia
selama serangan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan. Pasien punya
pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium, kalium dan klorida urin. Penurunan
kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK) meningakat
selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi (gelombang T
datar, gelombang U di lead II, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).4
DIAGNOSIS BANDING
Neuropati motor dan sensori herediter
Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium-sensitif PP dan aritmia jantung,
adalah kelainan terkait autosomal dominan. Kadar kalium bisa meningkat atau berkurang selama
serangan. Neuropati yang relap lainnya termasuk neuropati herediter dengan kecenderungan
menekan palsy., amyotrofik neurologi herediter, Refsum disease, porfiria.5
1. Kehilangan K melalui ginjal.
a. Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).
2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare).
b. Kehlangan melaluikeringat berlebihan.
c. Diet rendah kalium.
d. Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis periodik,
leukemia).
TERAPI
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang terakhir diberikan
untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg
seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is
prudent.6
Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus adalah lebih baik sebagai
lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum berturut dianjurkan.
Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosis terbagi.
Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan keefektifan yang sama. Potasium-sparing
diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini
kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau
mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium
sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.6
KOMPLIKASI
· Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide.
· Arrhytmia.
· Kelemahan otot progresif.
·
PROGNOSA
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan karbohidrat,
hindari alcohol dll. Serta pengobatan yang teratur. Pasien yang tidak diobati bisa mengalami
kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah
dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan
membersihkan sekresi.7
KESIMPULAN
Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan kelemahan yang akut
pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari anggota
gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu
keadaan hipokalemia pada HypoPP. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi
organ lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan
memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa. Mengenal dan menegakkan suatu
keadaan HypoPP menjadi sangat penting dalam hal ini, dan terapi yang diberikan sangatlah
mudah dan murah.
DAFTAR PUSAKA
1. Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL,
Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle diseases. Harrison’s 9.-
Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA: McGraw-Hill. pp.2538.
2. Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal tubular acidosis presenting as respiratory
paralysis: Report of a case and review of literature. Neurol India. 58:106–108.
3. Lin SH, Lin YF, Halperin ML.2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med. 94:133–139.
4. Maurya PK, Kalita J, Misra UK. 2010. Spectrum of hypokalaemic periodic paralysis in a
tertiary care centre in India. Postgrad Med J. 86:692–695
5. Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW, Giebsich G, 3 th eds.
The KIDNEY Physiology & patophysiology. Philadelphia: Lippincott Williams &
wilkins. pp. 1615 – 1646.
6. Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial hypokalemic periodic
paralysis and Wolff parkinson-white syndrome in pregnancy. Canada Journal Anaesth.
47:160–164.
7. Saban I and Canonica A. 2010. Hypokalaemic periodic paralysis associated with
controlled thyrotoxicosis. Schweiz MedWochenchhr. 130: 1689–1691 Scott MG, Heusel
JW, Leig VA, Anderson OS. 2008. Electrolytes and blood gases. In Burtis CA, Ashwood
ER. 5 th eds. Tietz fundamentals of clinical chemistry. Philadelphia: WB Saunders. pp.
494–517.