Anda di halaman 1dari 26

DERMATITIS KONTAK ALERGI

I. PENDAHULUAN
Kulit adalah organ kompleks yang melindungi host dari lingkungannya
dan pada waktu yang bersamaan memungkinkan interaksi dengan lingkungan.
Luas kulit orang dewasa kira-kira 1,5 m2 dengan berat kurang lebih 15% berat
badan. Keadaan tersebut menjadikan kulit menjadi organ yang esensial dan vital.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.1,2
Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorbsi, eksresi, persepsi, pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan
keratinisasi. Kulit yang berbatasan langsung dengan lingkungan juga berisiko
terkena paparan dan gangguan bahan kimia serta agen fisik eksogen.1,2,3
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis. Dermatitis disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial).1,2,4
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit dan merupakan salah satu kelainan kulit
paling umum yang berkaitan dengan pekerjaan. Dikenal dua macam dermatitis
kontak yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
dan keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan
merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik yang tidak melibatkan
stimulasi sel T, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen yang melibatkan stimulasi terjadap
sel T.2,5,6,7,8,9
Asumsi awal berbagai penelitian adalah bahwa DKI lebih sering terjadi
dibandingkan dengan DKA yaitu sekitar 70-80%. Namun, beberapa penelitian
terbaru menemukan DKA lebih banyak ditemukan. DKI merupakan efek toksik

1
yang lokal ketika kulit kontak dengan bahan iritan kimia seperti sabun, bahan
pelarut, asam dan alkali. DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat
yang didapat ketika kulit kontak dengan bahan kimia pada orang yang sebelumnya
telah tersensitasi. Respon kulit terhadap DKA dan DKI tergantung pada bahan
kimia, durasi dan sifat dasar dari kontak serta kelemahan individu. Bahan kimia
yang menyebabkan dermatitis kontak ditemukan pada perhiasan, produk untuk
perawatan diri, tanaman, pengobatan topikal ataupun sistemik. Gambaran klinik
antara DKA dan DKI sulit dibedakan, dibutuhkan tes tempel untuk membantu
mengidentifikasi alergen atau meniadakan alergen yang dicurigai. 1,2,3,7,8,9

II. DEFINISI
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Alergen yang
menyebabkan DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul yang
umunya rendah. DKA terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang
bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa
pada kulit seseorang yang telah tersensitasi sebelumnya. Reaksi alergik yang
terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi
Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.2,5,6,7,8, 9,10,11

III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dermatitis kontak pada populasi umum diperkirakan sekitar 26-
40% pada orang dewasa dan 21-36% pada anak-anak. Kejadian DKA meningkat
seiring pertambahan umur, namun angka sensitisasi tertinggi terjadi pada anak-
anak umur 0-3 tahun. Pada studi yang dilakukan North American Contact
Dermatitis Group antara tahun 1998-2000 didapatkan 60% kasus DKA, sementara
hanya 32% yang disebabkan oleh zat iritan.1,2,6,10
Sebuah penelitian yang dilakukan di negara Kopenhagen ditemukan
bahwa nikel merupakan alergen yang paling banyak ditemukan. Diperkirakan ada
4-5% populasi umum yang alergi terhadap nikel dan 1-3% yang alergi terhadap
bahan-bahan kosmetik. Sebuah penelitian di India juga mengungkapkan sekitar
66% yang positif terhadap uji tempel kosmetik.1,5

2
Pada studi yang dilakukan di Amerika Serikat, Templet, Hall dan Belsito
mencatat bahwa dermatitis pada tangan merupakan salah satu alasan rujukan
pasien ke pusat pemeriksaan uji tempel. Studi yang dilakukan pada sekitar 1934
pasien selama 8 tahun, ditemukan 32% mengalami dermatitis pada tangan yang
mana 54% diantaranya merupakan DKA dan hanya 27% yang didiagnosa
menderita DKI.1
DKA lebih banyak ditemukan pada kelompok pekerja. Pada pemeriksaan
uji tempel yang dilakukan pada pekerja tukang batu didapatkan bahwa para
pekerja ini mengalami dermatitis kontak alergi terhadap semen dan karet. Sebuah
studi tentang prevalensi DKA pada perawat dan mahaiswa keperawatan
ditemukan 34,8% perawat dan 19% mahasiswa keperawatan mengalami gejala
dermatitis kontak serta sebagian besar bereaksi positif terhadap nikel sulfat dan
thimerosal.7,12,13
Di Eropa dan sebagian besar negara di dunia, alergen yang paling sering
mensensitisasi adalah nikel, thiomersal dan parfum. Alergi terhadap nikel
ditemukan sebanyak 13-17% pada orang dewasa, 10% pada remaja, dan 7-9%
pada anak-anak. Wanita lebih berisiko alergi terhadap nikel dibanding laki-laki.4,10

IV. ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar
matahari).1,2,14
Alergen penyebab dermatitis kontak alergi yang umum pada pekerja yaitu
logam (nikel, kromium, kobalt, merkuri, emas dan platinum), karet tambahan
(pedal gas: mercaptobenzothiazole, carbamates, thiurams dan thioureas,
Antioksidan: N-phenyl-N-isopropyl-paraphenylenediamine), plastik dan damar

3
(Epoxy, phenolic dan acrylic monomers, amine, anhydride dan peroxide catalysts,
colophony, turpentine, catechols), biosida (Formaldehyde dan glutaraldehyde,
isothiazolinones, methyldibromoglutaronitlire, iodopropynyl butylcarbamate),
kosmetik (paraphenylenediamine, glyceryl thioglycolate, cocamidopropylbetaine,
paraben dan pengawet lainnya, parfum dan minyal esensial) dan tanaman
(pentadecylcatehols, heptadecylcatehols dan sesquiterpene lactones)3

V. PATOGENESIS
Pada dermatitis kontak alergi terjadi reaksi tipe IV (hipersensitivitas tipe
lambat) pada lebih dari 3700 bahan kimia eksogen. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV (delayed atau cytotoxic type cell mediated hypersensitivity) ini dijalankan oleh
komponen imunitas seluler yaitu limfosit T. Sel T yang telah tersensitisasi oleh
suatu antigen tertentu, pada pemajanan berikutnya dengan antigen yang sama akan
teraktivasi dan mengeluarkan sitokin. Sitokin yang diproduksi antara lain
macrophages chemotactic factor, macrophages inhibitory factor, interleukin 1,
tumor necrosis factor alpha (TNF α) dan interpheron gamma (IFN γ). Sitokin ini
akan berfungsi merekrut sel-sel radang terutama sel T dan makrofag di tempat
antigen.1,4

Gambar 1. Mekanisme Hipersensitivitas tipe IV.16

Patogenesis DKA melalui 2 fase yaitu fase induksi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi. Fase induksi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai

4
limfosit mengenal dan memberi respons memerlukan waktu 2-3 minggu.
Sedangkan fase elisitasi ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama
atau serupa sampai timbul gejala klinis.2,16,17

Gambar 2. Peristiwa imunologi pada dermatitis kontak alergi. Gambar


sebelah kiri merupakan fase sensitisasi dan sebelah kanan merupakan fase
elisitasi.17
1. Fase Sensitisasi1,2,3,4,8,17
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak.
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan
ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-
DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan
istirahat dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan
menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga
mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan
sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan
mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu
(misalnya IL-1) serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC kelas I dan
II, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh
keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktivasi sel T, menginduksi perubahan

5
molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC kelas I
dan II.
TNF  menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada
epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening
setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans
mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T penolong spesifik,
yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel
Langerhans dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah
diproses. Ada atau tidak adanya sel T spesifik ini ditentukan secara genetik.
Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk
mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan
menstimulai proliferasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel
ini yaitu sel T-memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah
bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi
tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung 2-3 minggu.
Menurut konsep, bahwa sinyal antigenik murni suatu hapten cenderung
menyebabkan toleransi sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi.
Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal
iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang
rendah terhadap respons iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang
meradang, atau kombinasi dari ketiganya. Jadi sinyal ‘bahaya’ yang menyebabkan
sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang
menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi
sensitisasi.
Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai
resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

2. Fase Elisitasi2,3,4,17
Jika seseorang telah tersensitisasi mengalami paparan alergen berulang,
Hal ini berarti bahwa sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Reaksi klinik yang terjadi biasanya sangat cepat dan terjadi

6
dalam kurun waktu 24-48 jam, namun hal ini juga tergantung pada derajat
sensitivitas, penetrasi dan faktor lainnya.
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk
mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-
1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan
permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses
peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans
dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1 dan 2 (PGE-1,2) oleh sel
makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-
2 sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan
basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48
jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang
bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

7
Gambar 3. Patofisiologi Dermatitis Kontak.9

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak alergi dapat ditegakkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
A. Anamnesis
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan pada kelainan
kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular disekitar
umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka
perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Paparan alergen pewarna rambut pada
pasien harus ditanyakan seperti penggunaan anastesi, ester, sulfonilurea dan
lainnya. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, daerah predileksi,
durasi, gaya hidup, sumber alergi, alergi terhadap bahan-bahan tertentu, penyakit
kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya
dermatitis atopik, psoriasis)1,2,14

B. Pemeriksaan Fisik

8
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan
pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya pada muka oleh bahan kosmetik, kepala oleh pewarna rambut, ketiak
oleh deodoran, dipergelangan tangan oleh jam tangan dan dikedua kaki oleh
sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Diagnosis
dari DKA jelas terlihat ketika area inflamasi merupakan daerah yang tepat ditutupi
oleh alergen. Hal yang sama mungkin timbul pada dermatitis pada tangan, namun
banyak kasus dermatitis alergi dan dermatitis iritan tangan tidak dapat
disingkirkan dengan hanya melihat manifestasi klinisnya. Inflamasi pada tangan,
apapun penyebabnya, meningkat pada paparan lebih lanjut oleh bahan kimia,
mencuci, goresan, pengobatan dan infeksi. Inflamasi pada bagian dorsum tangan
lebih sering iritan atau atopik dibanding alergi.2,14

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada


keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Durasi dari DKA bervariasi pada setiap
orang. DKA akan bertambah parah selama alergen terus kontak dengan kulit. Ada
beberapa tipe dari dermatitis kontak alergi:2,4

1. Akut1,2,3,4
Eritema yang berbatas tegas dan edema, vesikel, dan/atau papul. Pada
reaksi yang hebat dapat berupa bula, erosi dengan serum, dan krusta.
2. Subakut3
Plak dengan eritema ringan, bersisik, kadang dengan papul yang kecil,
merah, dan berkelompok.
3. Kronik2,3,4
Plak dengan likenifikasi (penebalan epidermis dengan garis kulit yang
mendalam dengan pola pararel atau rhomboidal), pengelupasan dengan
papul yang kecil, padat, berkelompok, ekskoriasi, eritema, dan pigmentasi.

Daerah predileksi untuk dermatitis kontak alergi adalah :


1. Tangan dan lengan.

9
Dermatitis pada tangan biasanya disebabkan karena banyak faktor,
mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering
digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Sekitar dua pertiga dari
seluruh kasus dermatitis kontak melibatkan tangan yang merupakan
tempat penting untuk dermatitis kontak alergi dan iritan. Dermatitis
dengan gambaran bergaris-garis pada jari, punggung tangan, dan lengan
bawah biasanya disebabkan karena tanaman. Pada pekerjaan yang basah
(kontak lama dengan air), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian,
pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.
Lengan terkena alergen yang sama seperti tangan, tetapi biasanya
belakangan. Jika sarung tangan digunakan saat bekerja, lengan bawah
biasanya merupakan tempat utama dari dermatitis okupasional.1,2,4,8

Gambar 4. Dermatitis kontak alergi pada tangan akibat alergen racun ivy.
Tampak kulit mengalami eritema disertai bulla pada daerah ekstremitas
superior8

2. Wajah
Wajah selalu terpapar oleh sejumah besar alergen. Dermatitis pada
wajah dapat terjadi sendiri atau berhubungan dengan eksema pada
tangan.Semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka,

10
kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Dermatitis kontak
pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), dan alergen lain
yang kontak dengan tangan. Dermatitis yang terjadi karena kosmetik biasanya
diawali dengan kulit kering, kaku, dan gatal. Banyak wanita yang segera
mengganti produk kosmetik mereka pada tahap ini dan tidak menemui dokter
spesialis.1,2,4,8

Gambar 5. Dermatitis kontak alergi di wajah akibat hipersensifitas terhadap


phosphorus sesquisulphide. Wajah tampak eritem.6

3. Telinga
Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel merupakan
penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat
topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon.
Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan
kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga
umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada
telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang
bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik.2,4,8

11
Gambar 6. Dermatitis kontak alergi di daerah telinga akibat dari reaksi
hipersensitifitas terhadap nikel. Tampak makula eritema di sekitar telinga.8

4. Badan.
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian.1,2,4,8

Gambar 7. Dermatitis kontak alergi di daerah badan disebabkan oleh reaksi


hipersensitifitas terhadap nikel pada ikat pinggang. Tampak papul eritema
pada regio abdomen8

5. Genitalia
Penyebabnya adalah antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,

12
deterjen. Bila mengenai daerah anal mungkin disebabkan oleh obat
antihemoroid.2,4

Gambar 8. Dermatitis kontak alergi. Tampak edema dan


eritema pada distal penis akibat penggunaan neomisin topikal.1

6. Paha dan tungkai bawah.


Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet,
kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.Pada
kaki dapat disebabkan oleh sepatu dan kaus kaki pada athlete’s foot,
antiseptik, dan antiperspiran.1,2,4,8

Gambar 9. Dermatitis kontak alergi pada kaki. Makula hiperpigmentasi dan


madidans pada daerah digitorum pedis dekstra et sinistra.8

13
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung eosinofil total19
Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk
menunjang diagnosis dan mengevaluasi pengobatan penyakit alergi.
Eosinofilia apabila dijumpai jumlah eosinofil darah lebih dari 450
eosinofil/µL. Hitung eosinofil total dengan kamar hitung lebih akurat
dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan apus darah tepi
dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia sedang (15%-40%)
didapatkan pada penyakit alergi, infeksi parasit, pajanan obat,
keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan eosinofilia yang berlebihan
(50%-90%) ditemukan pada migrasi larva.
b. Kadar serum IgE total19
Peningkatan kadar IgE serum sering didapatkan pada penyakit
alergi sehingga seringkali dilakukan untuk menunjang diagnosis
penyakit alergi. Pasien dengan dermatitis atopi memiliki kadar IgE
tertinggi dan pasien asma memiliki kadar IgE yang lebih tinggi
dibandingkan rinitis alergi. Meskipun rerata kadar IgE total pasien
alergi di populasi lebih tinggi dibandingkan pasien non-alergi, namun
adanya tumpang tindih kadar IgE pada populasi alergi dan non-alergi
menyebabkan nilai diagnostik IgE total rendah. Kadar IgE total
didapatkan normal pada 50% pasien alergi, dan sebaliknya meningkat
pada penyakit non-alergi (infeksi virus/jamur, imunodefisiensi,
keganasan).
c. Kadar IgE spesifik19
Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu dapat
dilakukan secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro dengan
metode RAST (Radio Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay), atau RAST enzim. Kelebihan metode RAST
dibanding uji kulit adalah keamanan dan hasilnya tidak dipengaruhi
oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST berkorelasi cukup baik

14
dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas RAST lebih
rendah.
2. Pemeriksaan Histopatologis
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,
menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau
spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak
spesifik.1,15
a. Epidermis:15
Dalam epidermis, spongiosis adalah tanda yang hampir selalu ada
akibat akumulasi cairan di sekitar keratinosit dan akibatnya peregangan
kompleks antar desmosom. Spongiosis secara fokal merata sepanjang
epidermis dan terbatas hanya pada lapisan bawah atau memanjang dari
basal ke lapisan granular. Dalam beberapa kasus, saluran folikel sel-sel
keringat biasanya terlibat dalam proses spongiotik. Dengan demikian, pada
dermatitis kontak alergi, spongiosis vesikuler dapat didefinisikan sebagai
rongga intraepidermal dengan dinding yang tidak teratur dan terdapat
spongiosis di sekitarnya. Sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam epidermis
(eksositosis). Sel-sel ini, terutama limfosit dan kadang-kadang
polimorfonuklear neutrofil dan eosinofil, yang terakumulasi dalam vesikel
spongiotik. Beberapa vesikel berbentuk bulat dan berada dalam stratum
spinosum, sedangkan yang lainberbentuk datar dan terletak di stratum
korneum. Pada akhirnya vesikel ini pecah di permukaan epidermis..
b. Dermis15

Pada stratum papiler seringkali terdesak dan melebar sehingga


menyebabkan dilatasi pembuluh limfatik dan ini sangat mencolok pada
beberapa kasus. Edema dermal menonjol karena adanya deposit asam
mukopolisakarida. Sel mononuklear biasanya terdapat di sekitar pembuluh
darah lapisan bawah dermis dan bahkan sampai ke dalam jaringan
subkutan. Sel-sel bermigrasi dari ruang perivaskular ke epidermis dan
ditemukan di seluruh jaringan kulit. Infiltrasi dermal sering terlihat di
sekitar folikel rambut dan saluran sebaseus, yang menunjukkan terjadinya

15
spongiosis dan degenerasi selular. Hal ini dikarenakan oleh penetrasi
langsung alergen.

Gambar 10. Spongiotik vesikuler pada epidermis dengan eksositosis sel


mononuklear dan edema dermal9

3. Tes Alergi
a. Uji tempel2,3,5,8,10,14,18
Untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergi perlu
dilakukan uji tempel yang merupakan gold standart. Tes ini digunakan
untuk mendeteksi hipersensitivitas pada bahan-bahan yang berkontak
dengan kulit. Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas di antara 70-
80 %. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk
melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan
pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. Test, keduanya
buatan Amerika Serikat.

16
Gambar 11. Antigen standar buatan pabrik yang siap digunakan,
TRUE test.18
Terdapat pula antigen standar bikinan pabrik di Eropa dan negara lain.
Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan
kimia, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran
yang berasal dari rumah, lingkungan kerja, atau tempat rekreasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang. Sebab bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu,
atau dapat juga mengakibatkan penyakit yang dideritanya semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah pemakaian kortikosteroid
(topikal dan sistemik) dihentikan sebab dapat memberikan reaksi negatif palsu
(toleransi pemakaian prednisone <20mg/hari atau dosis yang ekuivalen
dengan itu). Luka bakar karena sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2
minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberikan hasil negatif palsu.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar karena dapat memberi hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang
mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu
kering setelah dibuka uji tempelnya hingga pembacaan selesai.
5. Tidak melakukan uji pada penderita dengan riwayat urtikaria dadakan.

17
Gambar 12. A. Menempatka alergen pada kit. B. Menempelkan sediaan uji
pada punggung atas. C. Menandai daerah uji tempel. D. Sediaan uji telah
ditempelkan pada punggung atas.18

Gambar 13. Notasi hasil postif terhadap uji tempel menurut International
Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). (?+) reaksi meragukan, (+)
reaksi lemah, (++) reaksi kuat, (+++) reaksi ekstrim, (IR) reaksi iritan.10

18
Gambar 14. Hasil uji tempel pada punggung atas. A. Uji tempel masih
berlangsung dan sesaat setelah pelepasan salah satu kit. B. Pelepasan
kit setelah penempelan selama 2 hari, reaksi positif (++) terhadap
nikel (N), reaksi positif (+++) terhadap campuran parfum (F). E. Pada
hari ke-3, reaksi yang meragukan (+?) terhadap phenylediamine (P).
D. Setelah hari ke-4, perkembangan lebih jauh pada reaksi terhadap
nikel (+++) dan phenylediamine (+).10
Uji tempel dilekatkan selama 48 jam. Kemudian dilakukan pembacaan
hasil uji tempel pada: menit 15-30, jam 72-96, >96 jam. Reaksi tersebut dinilai
sebagai:
1+ : eritema.
2+ : eritema, edema, papul.
3+ : eritema, edema, papul, vesikel.
4+ : sama dengan 3+, tetapi disertai vesikel yang berkonfluensi.
5+ : sama dengan 4+, tetapi keadaan mandidans dengan atau tanpa nekrosis.

Interpretasi pada pemeriksaan uji tempel biasanya membingungkan antara


DKA dan DKI meskipun ini merupakan standar penilaian, pembacaannya harus
dilakukan dua kali.9

D. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding pada DKA dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
gambaran klinik dan distribusi lesi serta manifestasi sistemik. Kelainan kulit DKA

19
sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai
dermatitis atopik, dermatitis seboroik, psoriasis. Diagnosis banding yang yang
terutama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan.1,7

1. Dermatitis Kontak Iritan

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan


gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran
klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non


imunologik, jadi kerusakan kulit dapat secara langsung tanpa didahului proses
sensitisasi sebaliknya dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang
mengalami sensitisasi pada suatu alergen. 2

Pada DKI, onsetnya berlangsung cepat sedangkan pada DKA berlangsung


sekitar 12-48 jam setelah tersensitisasi. Selain itu pada DKI pasien mengeluh
nyeri serta rasa terbakar sedangkan pada DKA pasien mengeluhkan rasa gatal.3

Gambar 15. Dermatitis kontak iritan. Tampak krusta dan erosi pada
tangan.8

2. Dermatitis Atopik

20
Pada pasien dengan lesi terlokalisir, dermatitis atopik mungkin dicurigai
karena riwayat pribadi yang khas, sejarah keluarga, atau karena adanya stigmata
dermatitis seperti pucat perioral, sebuah lipatan tambahan di bawah kelopak mata
bawah (garis Dennie's), meningkatnya garis-garis pada telapak tangan, dan
kejadian peningkatan infeksi kulit, terutama dengan Staphylococcus aureus.
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1,2

Pedoman diagnosis Dermatitis Atopik yaitu harus ada kondisi gatal


ditambah dengan 3 atau lebih kriteria berikut : riwayat terkena pada lipatan kulit,
riwayat asma bronchial atau hay fever, riwayat kulit kering secara umum pada
tahun terakhir, adanya dermatitis yang tampak pada lipatan serta awitan di bawah
usia 2 tahun.2

Gambar 16. Dermatitis Atopik pada anak. Tampak papul eritem pada
wajah.8

3. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik merupakan peradangan kronik dan superfisial pada
daerah-daerah predileksi seperti kepala, alis, kelopak mata, lipatan
nasolabial, bibir, telinga, daerah sternal, axilla, lipatan submammae,
umbilikus, pangkal paha, dan lipatan glutea.8

21
Gambar 17. Dermatitis seboroik. Tampak papul eritema pada dada dan
axilla.8

4. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit inflamasi yang umum, sering dan kambuhan


pada kulit dengan karakteristik berupa eritema, kering, plak dengan berbagai
ukuran. Dermatitis pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Secara umum, lesi
pada psoriasis cenderung berbatas tajam, kadang-kadang susah dibedakan. Pada
psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta
berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.1,2

Gambar 18. Psoriasis. Tampak skuama kasar yang berlapis-lapis pada kulit
tangan.8

E. PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul.Selain itu, beberapa penatalaksanaan yang

22
dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak alergi adalah sebagai
berikut:1,6,15
1. Terapi farmakologik
a. Terapi sistemik

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk


mengatasi peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema,
edema, vesikel atau bula, serta eksudatif (madidans), misalnya prednisone
30 mg/hari.2
Jika DKA melibatkan daerah kulit yang luas (> 20%), terapi
kortikosteroid sistemik sering diperlukan dan efeknya terjadi dalam waktu
12 sampai 24 jam. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg / kg sehari
selama 5 sampai 7 hari, dan jika pasien merasa nyaman, dosis dikurangi
sebesar 50% selama 5 sampai 7 hari berikutnya. Setelah itu, tingkat
pengurangan dosis steroid tergantung pada faktor-faktor seperti keparahan,
durasi DKA, dan seberapa efektif kontraktan dapat dihindari. Efek anti-
inflamasi obat ini tidak mengubah riwayat alami DKA, tetapi obat ini
dapat membantu mengatasi reaksi inflamasi.14
Terapi prednison oral20
1) Initial dosis adalah sebanyak 60 mg /per hari diberikan selama 4 hari,
2) Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 10 hari (50 mg /
per hari diberikan selama 2 hari, 40 mg / diberikan selama 2 hari, 30
mg / per hari diberikan untuk 2 hari, 20 mg / per hari diberikan selama
2 hari, kemudian 10 mg / per hari diberikan selama 2 hari).
b. Terapi topikal
Terapi topikal, sabun pengganti dan emolien merupakan terapi
DKA yang telah diterima secara luas. Jika lesi hanya pada daerah kecil di
tubuh, steroid topikal mungkin cukup, tapi jika lebih dari 20% tubuh yang
terlibat, maka terapi sistemik dibenarkan. Salep kortikosteroid
terfluorinasi potensi kuat harus dihindari pada kulit yang lebih tipis
(misalnya kelopak mata dan wajah), penggunaan steroid potensi rendah
adalah yang paling baik untuk area ini. Pasien harus diinstruksikan untuk
mengoleskan steroid topikal dengan tipis dan dilakukan setelah

23
membersihkan kulit (yaitu mandi atau shower). Penggunaan obat lebih
dari dua kali sehari tidak dianjurkan. Lesi akut berespon baik terhadap
steroid potensi sedang sampai tinggi. Ada beberapa studi yang
mengemukakan adanya efek yang terbatas pada penggunaan steroid yang
dikombinasikan dengan antibiotik.5,14

2. Terapi nonfarmakologik
a. Menghindari pajanan
Identifikasi dan hilangkan agen penyebab.1,2,5,6,15
b. Kompres dingin dengan Burrow’s solution
Kompres ini dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel,
kompres ini diganti setiap 2-3 jam. Prinsip pengobatan cairan ialah
membersihkan kulit yang sakit dari debris dan sisa-sisa obat topikal yang
pernah dipakai. Di samping itu terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel,
bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah
menjadi kering, permukaan menjadi besih sehingga mikroorganisme tidak
dapat sembuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan
berguna untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar,
parestesi oleh bermacam-macam dermatosis.14
c. Fototerapi
Fototerapi dilakukan pada pasien dengan DKA yang sulit sembuh dan
tidak responsif terhadap kortikosteroid dan ditujukan untuk pasien yang
tidak bisa menghindari faktor pencetus dari lingkungan.1

F. PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi tergantung pada penyebab dan
bagaimana caranya menghindari pajanan alergen yang berulang-ulang. Prognosis
dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis atau
psoriasis) atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.2,5

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. In: Wolf K., Goldsmith
L.A., Katz S.I., editors. Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 thEd.
New York: McGrawHill; 2008. P. 135-46
2. Sulastri SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. H. 129-39
3. Sasseville D. Occupational Contact Dermatitis. Allergy, Asthma, and Clinical
Immunology. 2008;4(2):59-65
4. Beck M.H, Wilkinson S.M. Contact Dermatitis: Allergic. In: Rook’s,
Textbook of Dermatology. 7thEd. Oxford: Blackwell; 2004. P. 20.1-2
5. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for management of contact
dermatitis : an update. British Journal of Dermatology.2009;160:946-54
6. Imbesi S, Minciullo P.L, Isola S, Gangemi S. Allergic contact dermatitis:
Immune system involvement and distinctive clinical cases.
AllergolImmunopathol. 2011;39(6):374-7
7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Contact Dermatitis. In Thieme Clinical
Companions Dermatology. New York: Thieme New York Publication; 2006.
P. 195-203
8. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical
Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: Elsevier Inc 2006. Chapter 6, Contact
Dermatitis and Drug Eruption; P.91-111
9. Nosbaum A, Vocanson M, Rozieres M, Hennino A, Nicolas JF. Allergic And
Irritant Contact Dermatitis. EJD.2009;19(4):325-32
10. Spiewak R. Patch Testing For Contact Allergy And Allergic Contact
Dermatitis. Jagieollonian University Medical College, Krakow Poland. The
Open Allergy Journal. 2008;1:42-51
11. Duarte I, Malvestiti A, Lazzarini R. Evaluation of the permanence of skin
sensitization to allergens in patients with allergic contact dermatitis. An Bras
Dermatol. 2012;87(6):8337
12. Akan A, Toyran M, Erkocoglu M, Kaya A, Kocabas CN. The prevalence of
Allergic Contact Sensitization of Practicing and Student Nurses. International
Journal of Occupational and Environmental medicine. 2012;3(1):10-8

25
13. Lazzarini R, Sumita J.M. Allergic contact dermatitis among construction
workers detected in aclinic that did not specialize in occupational dermatitis.
An Bras Dermatol. 2012;87(4):567-71
14. Beltrani VS, Bernstein IL, Cohen DE, Fonacier L. Contact Dermatitis: A
Practice Parameter. Annals of Allergy, Asthma & Immunology. 2006;97:1-36
15. Frosch PJ, Menne T, Lepoittevin JP. Histopathological &
Immunohistopathological Features Of Irritant And Allergic Contact
Dermatitis. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006. P.107-15
16. Shimizu H. Shimizu’s Textbook of Dermatology. Hokkaido: Hokkaido
University Press; 2007. Chapter 3, Immunology of the skin; P.39-47
17. Rustemeyer T, Hoogstraten IM, Blomberg BM, Scheper RJ. Mechanisms in
Allergic Contact Dermatitis. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33
18. Wahleberg JE, Lindberg M. Patch Testing. In: Contact dermatitis. 4th ed.
Berlin. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33
19. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP, et al. Berbagai
Teknik Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. Sari
Pediatri. 2009;11(3):174-8
20. Craig K, Susan E. What Is The Best Duration Of Steroid Theraphy For
Contact Dermatitis. The Journal of Family Practice. 2006; 55(2): 166-7

26

Anda mungkin juga menyukai