Makalah DVT Blok 19
Makalah DVT Blok 19
1
memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya
trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri,
seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain.
ANAMNESA
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa,
alamat, no register dan tanggal masuk.
2) Keluhan utama
Rasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas),
pembengkakan tungkai, kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya
luka/sores pada kaki.
3) Riwayat penyakit sekarang
o Sejak kapan klien mengalami keluhan?
o Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?
4) Riwayat penyakit dahulu
o Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama?
o Apakah sembuh?
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita pemyakit yang sama dengan klien?
6) Pengkajian fisik
Terbentuknya sumbatan aliran darah vena karena trombosis (bekuan darah) di
dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah yang ditandai
dengan tungkai yang membengkak dan nyeri.
2
vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan tubuh.
Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki, vena-vena superficial (dekat
permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak
tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena
deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari
kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam
melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator
mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan
darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah
sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong
dari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara
melalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru.
Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk
mencegah pulmonary embolism.
3
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya
yang menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja
sebagai saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam.
Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism.
4
Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-
penerbangan pesawat yang panjang ("economy class syndrome"),
mobil, atau perjalanan kereta api
Opname rumah sakit
Operasi
Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips
Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum
Kegemukan
2. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen)
Merokok
Kecenderungan genetik
Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah)
Kanker
3. Trauma pada vena
Patah tulang kaki
Kaki yang memar
Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena
5
menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan
vena akan berlangsung dengan baik.
Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya
diatas pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari
vena yang teregang ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka,
cedera ringanpun (misalnya garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan
menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat
mungkin didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya
trombus ke paru dan jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan
berupa :
- Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak
berkurang dengan istirahat.
- Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
- Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
- Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
1. Superficial thrombophlebitis
Bekuan-bekuan darah pada sistim vena superficial paling sering terjadi
disebabkan oleh trauma (luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan
darah kecil. Peradangan dari vena dan kulit sekelilingnya menyebabkan gejala
dari segala tipe peradangan yang lain:
kemerahan,
kehangatan,
kepekaan, dan
pembengkakan.
Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan sebagai tali menebal yang
kokoh. Mungkin ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian dari vena.
Meskipun ada peradangan, tidak ada infeksi.
Varicosities dapat memberi kecenderungan pada superficial
thrombophlebitis. Ketika klep-klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistim
6
superficial gagal (vena-vena saphenous yang lebih besar dan lebih berkurang),
darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena untuk membengkak dan
menjadi menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-vena
kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur,
berdiri yang berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik.
2. Peripheral Arterial Occlusive Disease
Penyakit arteri perifer atau yang disebut Peripheral Arterial Disease (PAD)
ini menyebabkan kesakitan yang akut maupun kronik, dapat menyebabkan
amputasi anggota tubuh dan meningkatkan risiko kematian. Penyakit arteri perifer
meliputi semua sindrom penyakit pada arteri-arteri selain koroner, yang
disebabkan kelainan struktural maupun fungsi pada arteri yang memperdarahi
otak, organ-organ dalam (viseral) maupun pada batang tubuh. Dalam konteks
definisi, selain PAD, selama ini banyak digunakan istilah Peripheral Artery
Occlussive Disease (PAOD) dan Peripheral Vascular Disease(PVD).
7
Konsep patofisiologi dari PAD adalah adanya keseimbangan antara
ketersediaan nutrien disirkulasi ke otot skelet dan oksigen, dengan kebutuhan
nutrisi. Terdapat beberapa patofisiologi yang berperan terhadap terjadinya PAD
ini, tetapi secara umum proses aterosklerosis masih menjadi penyebab yang paling
sering. Apabila disebabkan oleh proses aterosklerosis, maka akan terjadi pula
kejadian yang sama di jantung dan otak sehingga ada peningkatan risiko untuk
terkena kejadian serebrovaskular, infark miokard dan kematian.
Pasien dengan iskemi tungkai kritis biasanya memiliki lesi oklusi multipel
yang sering mengenai arteri tungkai proksimal dan di distal, sehingga walaupun
dalam keadaan istirahat, ketersediaan darah akan berkurang dan tidak bisa
memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
8
Diagnosis
Diabetes melitus
Metode diagnostik
Pengobatan
Exercise rehabilitation
Farmakoterapi
Faktor risiko
9
Berhenti Merokok
Terapi Diabetes
Exercise rehabilitation
Farmakoterapi
10
kelasi (asam etilendiamintetraasetat) tidak diindikasikan untuk penanganan
klaudikasio intermiten dan dapat memberikan efek berbahaya.
Klaudikasio intermiten terjadi ketika kebutuhan oksigen dari otot skelet ini pada
saat aktivitas melebihi ketersediaan oksigen dalam darah yang menyebabkan
teraktivasinya reseptor sensoris lokal oleh akumulasi dari laktat atau metabolit
lainnya.
11
(menarik jari-jari kaki menuju ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign
(memencet betis untuk menghasilkan nyeri), telah ditemukan tidak efektif dalam
membuat diagnosis.
D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS
Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya
statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan
faktor penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi
bekuan darah dalam tabung.
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu :
12
terjadinya perubahan pada aliran darah dan dapat memungkinkan terjadinya
pembekuan darah.
3. Perubahan komposisi darah
Penyebab paling umum perubahan komposisi darah adalah dehidrasi. Hal
ini sering terjadi karena orang meminum alkohol atau meminuman minuman
dengan kandungan kafein di dalamnya seperti teh, kopi atau minuman ringan.
Sayangnya alkohol dan kafein bertindak sebagai diuretik, yang berarti bahwa
meskipun fluida sedang diambil dalam, lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk
urin. Oleh karena itu darah menjadi lebih terkonsentrasi dan lebih mungkin untuk
membeku.
Wanita yang menggunakan kontrasepsi estrogen baik dalam bentuk pil
kontrasepsi oral atau sebagai HRT, juga mengubah komposisi darah dengan cara
yang membuat trombosis lebih mungkin terjadi. Orang dengan lemak darah tinggi
(hyperlipidaemia) juga lebih mungkin untuk mendapatkan bekuan karena
komposisi darah yang abnormal.
Stasis vena dapat terjadi sebagai akibat dari apa pun yang memperlambat
atau menghambat aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas
dan pembentukan microthrombi, yang tidak hanyut oleh pergerakan fluida,
sedangkan thrombus yang terbentuk kemudian dapat tumbuh dan merambat.
Endotel (intimal) kerusakan di pembuluh darah mungkin intrinsik atau sekunder
terhadap trauma eksternal. Mungkin akibat dari cedera atau dilakukannya
pembedahan. Hiperkoagulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan biokimia
antara faktor yang beredar. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan sirkulasi
aktivasi faktor jaringan, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi plasma
antithrombin dan fibrinolysins.
Seiring waktu, perbaikan telah dibuat dalam deskripsi faktor-faktor dan
kepentingan relatif mereka terhadap perkembangan trombosis vena. Asal
trombosis vena sering multifaktorial, dengan komponen dari Virchow triad
pentingnya asumsi variabel pada individual pasien, namun hasil akhirnya adalah
interaksi awal trombus dengan endotelium. Interaksi ini merangsang produksi
sitokin lokal dan memfasilitasi adhesi leukosit ke endotel, baik yang
mempromosikan trombosis vena. Tergantung pada keseimbangan yang relatif
13
antara koagulasi dan trombolisis yang diaktifkan, sehingga propagasi trombus
terjadi.
Penurunan kontraktilitas dinding pembuluh darah dan disfungsi katup vena
memberikan kontribusi pada pengembangan insufisiensi vena kronis. Kenaikan
tekanan vena menyebabkan berbagai gejala klinis seperti varises, edema tungkai
bawah, dan ulserasi vena.
Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam
yaitu apabila :
- Riwayat trombosis, stroke
- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
- Luka bakar
- Gagal jantung akut atau kronik
- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya
trombosis.
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun,
dan tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
1. Terapi Nonfarmakologi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan
aliran darah vena (elevasi)
Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking
Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
14
Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-
ekstensi, menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan
meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)
Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat
meningkatkan aliran darah vena.
2. Terapi Farmakologi
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian
letak tungkai dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada
thrombosis venadalam. Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan
antikoagulan sistemik seperti heparin dan warfarin.
a) Terapi heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit
diikuti dengan infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam.
Dosis ini harus dapat mempertahankan Partial Thromboplastin Time (PTT) antara
1,5 dan 2 kontrol waktu. Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga
tingkat kesamaan dari antikoagulan dan memperkecil manisfestasi perdarahan.
Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi warfarin, heparin dapat diberikan
15
10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk mempertahankan PTT 1,5 kontrol
waktu, 6 jam setelah pemberian heparin.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan
proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral
tunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat
meningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S
sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai
adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi
DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin ≥30.000 U/hari atau >1250
U/jam. Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan
infus heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga
efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar
untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U
UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT
selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapai
dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus
diberikan ≥5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized
ratio) pada kisaran terapeutik ≥2 hari. Low molecular weight heparin (LMWH)
juga efektif terhadap DVT, bila dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih
mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua kali sehari
dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium.
Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit dan
dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian
intravena kontinu.
Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh
pembeerian protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100
unit heparin.
b) Terapi warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk
tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang
menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek
16
warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan
sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai
segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah
inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.
Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari
ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.
Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin
memanhang. Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk
memperhatikan waktu protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis
vena. Warfarin biasanya dilanjutkan penggunaanya selama 3 bulan, namun
sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai
warfarin, karena banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhinefek warfarin,
baik yang menghambat maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate,
salisilat, rifampisin, kontrasepsi oral dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor
antikoagulan dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus
digunakan setelah episode perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak boleh
diberikan karena dapat membuat pasien refrakter terhadap warfarin dalam waktu
yang lama.
c) Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase
recombinant tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila
disertai emboli paru masif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah
beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan angiografi, yaitu 30-40%
terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat trombolisis diberikan
langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral masif.
Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis,
angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini
pemberian obat trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena
iliofemoral.
d) Antiagregasi trombosit
17
Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti
sindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat
diberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e) Trombektomi vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang
baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama
untuk mengurangi gejala pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan
demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah
dan untuk mencegah emboli paru.
Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun
dilakukan setelah lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis
yang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis pada salah satu segmen vena
dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai. Kontraindikasi
trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau bila
pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena
adalah pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis
vena dalam dengan iskemi yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan
ekimosis. Trombektomi (dengan membuat fistula arteri-vena sementara)
merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis vena ileofemoral
kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya trombosis
serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis
tumor, pada pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan
perdarahan aktif atau kecenderungan untuk mengalami perdarahan.
Kontraindikasi relative pada penggunaan antikoagulan jangka panjang adalah
alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena warfarin bersifat teratogenik.
18
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21