tp
://
jat
im
.b
ps
.g
o.
id
PETA TEMATIK
PROFIL KEMISKINAN
JAWA TIMUR 2014
Naskah :
Seksi Statistik Ketahanan Sosial
Bidang Statistik Sosial
Desain Kulit :
id
Seksi Statistik Ketahanan Sosial
Bidang Statistik Sosial o.
.g
Foto Kulit :
ps
REPUBLIKA.CO.ID
.b
im
Diterbitkan Oleh :
at
Peta Tematik Profil Kemiskinan Jawa Timur 2014 ini merupakan publikasi ringkas tentang
kondisi kemiskinan masyarakat Jawa Timur berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Tahun 2014 yang dilakukan oleh BPS. Publikasi ini menyajikan kondisi kemiskinan
masyarakat Jawa Timur dengan berbagai karakateristik seperti pendidikan, ketenagakerjaan,
perumahan, dan jaminan sosial. Publikasi ini merupakan bentuk publikasi kemiskinan dalam bentuk
peta tematik.
Penyusunan publikasi ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi
pengguna data serta pengambil kebijakan terutama di bidang kemiskinan dalam memantau dan
menilai hasil-hasil dari program-program pengentasan kemiskinan.
id
o.
Tentunya saran dan kritik membangun demi perbaikan penulisan berikutnya, sangat
.g
diharapkan. Akhirnya, semoga publikasi ini bermanfaat.
ps
.b
im
j at
://
tp
ht
Teguh Pramono
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………..…………………………............ i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….……………………............ ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………… …….………..………..……………………... 2
1.2 Tujuan Penulisan …..…………..………..……..……………………………………. 3
1.3 Ruang Lingkup …………..…………..………..……..………………………………. 3
1.4 Sistematika Penulisan ………..…………..………..……..………………………... 3
id
2.1.1 Kemiskinan Absolut ……………………………………………….………………… 5
2.1.2
o.
Kemiskinan Relatif ..……………………………………………….………………… 6
.g
ps
LAMPIRAN ..………………………………………………………………….……………………............ 33
id
o.
.g
ps
.b
im
j at
://
tp
ht
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Timur, 2004 –
2014 …..……………………………………………………………………................... 10
Gambar 3.2. Perkembangan Indeks Kedalaman (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) Jawa Timur, 2004 – 2014 ……………………………………………................ 12
Gambar 4.1. Peta Tematik Persentase Penduduk Miskin, P1, dan P2 Provinsi Jawa Timur
Tahun 2014 …..……………………………………………………………………....... 16
Gambar 4.2. Peta Tematik Pendidikan Yang Ditamatkan Kepala Rumah Tangga Miskin
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 ……………………………………………........... 18
Gambar 4.3. Peta Tematik Angka Melek Huruf Anggota Rumah Tangga Miskin Provinsi Jawa
Timur Tahun 2014 …..………………………………………………………………… 20
Gambar 4.4. Peta Tematik Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin Provinsi Jawa Timur
id
Tahun 2014 …..………………………………………………………………………... 22
Gambar 4.5.
o.
Peta Tematik Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Status Bekerja
.g
ps
Gambar 4.7. Peta Tematik Persentase Perempuan Pengguna Alat KB dan Balita di Rumah
at
Gambar 4.8. Peta Tematik Persentase Rumah Tangga Miskin Menurut Luas Lantai Perkapita
ht
Halaman
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, P1, P2, dan Garis
Kemiskinan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2014 …..…………………… 34
Lampiran 2. Persentase Pendidikan Yang Ditamatkan Kepala Rumah Tangga Miskin
Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2014 ……………………………………… 35
Lampiran 3. Angka Melek Huruf Penduduk Miskin dan Angka Partisipasi Sekolah Penduduk
Miskin Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2014 …..…………………………. 36
Lampiran 4. Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Status Pekerjaan Kabupaten/Kota
se-Jawa Timur Tahun 2014 ……………………………………………..................... 37
Lampiran 5. Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Sektor Pekerjaan Kabupaten/Kota
se-Jawa Timur Tahun 2014 …..……………………………………………………… 38
Lampiran 6. Persentase Perempuan Pengguna Alat KB dan Balita di Rumah Tangga Miskin
id
yang Proses Persalinan di Tolong Oleh Tenaga Medis Kabupaten/Kota se-Jawa
o.
Timur Tahun 2014 …..………………………………………………………………… 39
.g
ps
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah klasik yang terjadi hampir diseluruh negara. Kemiskinan
menjadi topik perbincangan sehari-hari baik di media massa, dunia akademis, maupun dalam
pemerintahan. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat
multidimensional, di mana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya (BPS,
2014).
Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu amanat Undang-undang Dasar 1945,
dimana dalam Undang-undang Dasar 1945 tersurat tentang memajukan kesejahteraan umum dan
id
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penanggulangan kemiskinan juga telah dimulai sejak
o.
Indonesia merdeka sampai saat ini. Setiap masa kepemimpinan memiliki program-program
.g
ps
Mulai era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas
im
utama pembangunan. Selanjutnya pada periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, prioritas
at
penanggulangan kemiskinan semakin ditingkatkan dengan menerbitkan Perpres No. 15 Tahun 2010
j
untuk mewujudkan visi dan misi presiden dan wakil presiden yaitu menurunkan angka kemiskinan
ht
sampai dengan 8-10 persen pada akhir tahun 2014. Pada era Kabinet Kerja sekarang ini,
penanggulangan kemiskinan masih tetap dilanjutkan sebagai prioritas utama pembangunan.
Untuk mendukung tercapainya tujuan Penanggulangan Kemiskinan maka dibutuhkan data
kemiskinan yang akurat. Data kemiskinan yang baik akan dapat digunakan mengevaluasi kebijakan
pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta
menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka.
Badan Pusat Statistik (BPS) pertama kali melakukan penghitungan jumlah dan persentase
penduduk miskin pada tahun 1984. Pada saat itu, penghitungan jumlah dan persentase penduduk
miskin mencakup periode 1976-1981 dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) modul konsumsi. Sejak itu, setiap tiga tahun sekali BPS secara rutin mengeluarkan data
jumlah dan persentase penduduk miskin yang disajikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan.
Mulai tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan publikasi ini adalah:
a. Untuk mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin provinsi Jawa Timur tahun 2014
menurut Kabupaten/Kota.
b. Untuk mengetahui karakteristik rumah tangga miskin provinsi Jawa Timur tahun 2014 menurut
Kabupaten/Kota.
c. Untuk mengetahui aksesibilitas rumah tangga miskin terhadap Fasilitas Pendidikan dan Fasilitas
Kesehatan Dasar
d. Untuk mengetahui aksesibilitas rumah tangga miskin terhadap Program Pemberdayaan
id
3. Ruang Lingkup o.
.g
Ruang lingkup publikasi ini mencakup tingkat kemiskinan provinsi Jawa Timur menurut
ps
Kabupaten/Kota pada kondisi Maret 2014. Karakteristik rumah tangga miskin dan tidak miskin
.b
disajikan pada tingkat kabupaten/kota. Publikasi ini juga menyajikan aksesibilitas rumah tangga miskin
im
terhadap Fasilitas Pendidikan dan Fasilitas Kesehatan Dasar. Selain itu juga menyajikan aksesibilitas
at
rumah tangga miskin terhadap Program Pemberdayaan dan aksesibilitas rumah tangga miskin
j
://
4. Sistematika Penulisan
- Bab I menjelaskan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, ruang lingkup dan data yang
digunakan serta sistematika penulisan.
- Bab II menjelaskan tentang metodologi yang digunakan untuk penulisan publikasi ini.
- Bab III membahas tentang kondisi kemiskinan provinsi Jawa Timur.
- Bab IV membahas tentang interpretasi profil kemiskinan jawa timur.
METODOLOGI
im
at
j
://
tp
ht
METODOLOGI
1. Definisi Kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan berdasarkan
penyebabnya dan kemiskinan secara konseptual. Kemiskinan berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang
membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat
id
dengan kemiskinan. Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
o.
ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan
.g
sosial yang tidak adil, karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak
ps
memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap
.b
kemiskinan.
im
at
Kemiskinan secara konseptual dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan
j
kemiskinan relatif. Dasar pembedaan kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif terletak pada standar
://
tp
penilaian. Standar penilaian kemiskinan absolut merupakan suatu ukuran minimum yang dibutuhkan
ht
untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, baik makanan maupun non makanan. Ukuran
minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar disebut sebagai garis kemiskinan. Sedangkan standar
penilaian kemiskinan relatif merupakan ukuran yang ditentukan dan ditetapkan secara subjektif oleh
masyarakat setempat dan bersifat local serta mereka yang berada dibawah ukuran penilaian tersebut
dikategorikan sebagai miskin secara relatif.
Kemiskinan absolut didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dasar minimum baik makanan
maupun non makanan yang diwujudkan dalam bentuk garis kemiskinan. Definisi mengenai standar
hidup minimum merupakan dasar pembentukan garis kemiskinan. Kemiskinan secara absolut
ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti
pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
Untuk membandingkan angka kemiskinan antar negara diperlukan garis kemiskinan absolut yang
sama diantara negara-negara tersebut. Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan absolut untuk
membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat untuk menentukan kemana
sumber daya finansial (dana) yang ada akan disalurkan, juga dalam menganalisis kemajuan dalam
memerangi kemiskinan. Ukuran kemiskinan yang sering digunakan Bank Dunia adalah menggunakan
batas kemiskinan PPP (purchasing power parity) US$ perkapita perhari. Nilai tukar yang digunakan di
dalam penghitungan garis kemiskinan 1 PPP US$ adalah nilai tukar dolar PPP. Nilai tukar PPP
menunjukkan daya beli mata uang disuatu negara, dalam hal ini US$, untuk membeli barang dan jasa
yang “sama” di suatu negara lain.
id
o.
Saat ini ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia adalah: a) PPP US $ 1,25 perkapita per hari
.g
yang diperkirakan ada sekitar 1,38 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut; b)
ps
PPP US $ 2 perkapita perhari, yaitu sekitar 2,09 miliar penduduk yang hidup dibawah ukuran tersebut.
.b
im
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang dikarenakan kebijakan pembangunan yang tidak
j
://
merata pada seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.
tp
Kelompok penduduk relatif miskin bisa dikategorikan misal 17 persen, 25 persen atau 40 persen
lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
Menurut Ravallion (1998) negara kaya mempunyai garis kemiskinan yang relatif lebih tinggi
daripada negara miskin. Dalam papernya yang berjudul Poverty Lines in Theory and Practice : Living
Standards Measurement Study, menjelaskan mengapa angka kemiskinan resmi di Amerika Serikat
(negara maju) pada tahun 1990-an awal sebesar 15 persen hampir sama dengan angka kemaskinan
di Indonesia (negara berkembang) yang juga mendekati 15 persen. Artinya, banyak dari mereka yang
dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia.
Ketika negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis
kemiskinannya menjadi lebih tinggi. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin
Kemiskinan relatif secara konsep dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan
sasaran penduduk miskin. Namun untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan antar
waktu tidak bisa menggunakan konsep kemiskinan relatif, karena tidak mencerminkan tingkat
kesejahteraan yang sama.
2. Kriteria Kemiskinan
2.1. Pendekatan Kebutuhan Dasar
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menentukan kriteria kemiskinan menggunakan pendekatan
id
kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar yang digunakan oleh BPS terdiri dari dua (2) komponen yaitu
o.
komponen kebutuhan makanan dan bukan makananan yang disusun menurut daerah perkotaan dan
.g
perdesaan. Data yang digunakan untuk menyusun komponen kebutuhan dasar tersebut berasal dari
ps
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Kebutuhan dasar makanan terdiri dari 52 jenis
.b
komoditi dan kebutuhan dasar bukan makanan terdiri dari 51 jenis komoditi untuk daerah perkotaan
im
dan 47 jenis komoditi untuk didaerah perdesaan. Batas ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
at
dasar baik makanan maupun bukan makanan diukur dari sisi pengeluaran inilah yang disebut sebagai
j
://
Garis Kemiskinan. Sedangkan Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
tp
3. Sumber Data
id
Publikasi ini disusun menggunakan dua jenis data yaitu data spasial dan data non spasial. Data
o.
spasial yang digunakan adalah peta administrasi setingkat kabupaten se Jawa Timur. Sedangkan
.g
ps
data non spasial yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014.
.b
im
j at
://
tp
ht
KONDISI KEMISKINAN
.b
im
at
j
://
JAWA TIMUR
tp
ht
Dalam sebelas tahun terakhir, tingkat kemiskinan di Jawa Timur mengalami fluktuasi dari
tahun 2004 sampai dengan tahun 2014. Seperti yang yang terlihat pada Gambar 3.1, pada tahun
2004 persentase penduduk miskin Jawa Timur mencapai 20,08%, kemudian naik menjadi 21,09%
pada tahun 2006 dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 12,28%.
Gambar 3.1
Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Timur, 2004 – 2014
id
9000.0 45.00
6022.6
6000.0 5529.3 30.00
5251.5
.b
4992.8 4893.0
4748.4
5000.0 21.09 25.00
im
13.85 13.08
3000.0 12.73 12.28 15.00
j
://
2000.0 10.00
tp
1000.0 5.00
ht
0.0 0.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%)
Walaupun demikian, kalau kita cermati lebih mendalam ada periode kurang bagus dimana
tingkat kemiskinan yang relatif konstan yaitu berada pada kisaran 20-an persen. Periode tersebut
terjadi antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Pada periode ini tingkat kemiskinan salah
satunya dipengaruhi oleh harga bahan bakar minyak (BBM) dimana kenaikan harga BBM yang cukup
tinggi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 harga BBM mengalami dua kali kenaikan yaitu pada bulan
Maret dan bulan oktober. Pada bulan Maret harga BBM mengalami kenaikan sebesar 33,33 persen
dan pada bulan Oktober mengalami kenaikan sebesar 87,50 persen. Sehingga pada tahun 2006 ada
kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup besar dibandingkan pada tahun 2005.
3.2. Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Jawa Timur, 2004 – 2014
Permasalahan kemiskinan bukan hanya pada jumlah penduduk miskin dan persentasenya.
Ada permasalahan lain yang juga perlu kita perhatikan yaitu Indeks Kedalaman Kemiskinan dan
Indeks Keparahan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
id
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis
kemiskinan. o.
.g
ps
Kondisi penduduk miskin di Jawa Timur antara tahun 2004 – 2014 dapat dilihat pada Gambar
.b
3.2. Pada masa ini kondisi penduduk miskin ada dua macam periode yaitu ada periode bagus dan ada
im
periode kurang bagus. Periode kurang bagus terjadi antara tahun 2004 – 2009 dimana Indeks
at
Kedalaman Kemiskinan terus meningkat dari 3,42 pada tahun 2004 menjadi 3,96 pada tahun 2009.
j
Kemudian mulai tahun 2010 kondisi penduduk miskin di Jawa Timur mengalami perbaikan yaitu
://
tp
dengan terus menurunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan dari 2,36 pada tahun 2010 turun menjadi
ht
Selain Indeks Kedalaman Kemiskinan, untuk melihat kondisi penduduk miskin lebih
mendalam dengan menggunakan Indeks Keparahan Kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan
(Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara
penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara
penduduk miskin.
2.36
2.00 1.93 1.93 1.86
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
P1 P2
id
Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan di Jawa Timur tidak jauh berbeda dengan
o.
.g
Indeks Kedalaman Kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan di Jawa Timur dapat dibedakan
ps
menjadi dua periode yaitu ada periode kurang bagus dan ada periode bagus. Periode kurang bagus
.b
im
terjadi antara tahun 2004 – 2009 dimana Indeks Keparahan Kemiskinan terus mengalami peningkatan
at
dari 0,92 pada tahun 2004 menjadi 1,15 pada tahun 2009. Periode bagus terjadi antara tahun 2010 –
j
2014 dimana Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 0,59 pada tahun 2010
://
tp
INTERPRETASI
ps
.b
im
PROFIL KEMISKINAN
atj
://
tp
ht
JAWA TIMUR
Secara umum untuk membandingkan kemiskinan antar wilayah dapat diketahui persentase
penduduk miskinnya. Semakin besar persentase penduduk miskin suatu wilayah mengindikasikan
penduduk wilayah tersebut masih banyak yang belum sejahtera. Untuk persentase penduduk miskin
kabupaten/kota se-Jawa Timur dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu: 1) Kabupaten/kota
dengan persentase penduduk miskin rendah (≤ 5.00 %) , 2) Kabupaten/kota dengan persentase
penduduk miskin agak rendah (5.01 % - 10.00 %), 3) Kabupaten/kota dengan persentase penduduk
id
miskin sedang (10.01 % - 15.00 %), 4) Kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin agak
o.
tinggi (15.01% - 20.00%), dan 5) Kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin tinggi (20.01%
.g
ps
- 30.00%).
.b
Untuk mengetahui kabupaten/kota mana saja yang masuk kelompok persentase penduduk
im
miskinnya rendah atau tinggi dapat kita lihat pada Gambar 4.1. Untuk kabupaten-kabupaten yang
at
berada di pulau Madura sebagian besar masuk dalam kelompok persentase penduduk miskin tinggi
j
://
kecuali kabupaten Pamekasan masuk dalam kelompok persentase penduduk miskin agak tinggi.
tp
Untuk kabupaten-kabupaten yang berada di pulau Jawa sangat bervariasi namun sebagian besar
ht
masuk dalam kelompok persentase penduduk miskin sedang dan hanya ada satu kabupaten yang
masuk kelompok persentase penduduk miskin tinggi yaitu kabupaten Probolinggo. Sedangkan untuk
kota-kota di Jawa Timur terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok persentase penduduk miskin
agak rendah dan kelompok persentase penduduk miskin rendah.
Permasalahan kemiskinan bukan hanya pada jumlah penduduknya saja, ada hal lain yang
perlu perhatian yaitu tingkat kedalaman kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan. Tingkat
kedalaman kemiskinan dapat diketahui dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), semakin tinggi
indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan
garis kemiskinan semakin jauh. Jika kita perhatikan pada Gambar 4.1 tingkat kedalaman kemiskinan
di Jawa Timur terjadi suatu pengutuban, dimana wilayah-wilayah kota di Jawa Timur indeks
kedalaman kemiskinannya rata-rata lebih rendah dibanding wilayah-wilayah kabupaten. Dengan
Tingkat keparahan kemiskinan di wilayah Jawa Timur secara umum kondisinya kurang lebih
sama dengan tingkat kedalaman kemiskinan, dimana wilayah perdesaan di Jawa Timur tingkat
keparahan kemiskinannya lebih tinggi di banding wilayah perkotaan. Dari nilai P2 ini dapat dikatakan
bahwa ketimpangan rata-rata pengeluaran diantara penduduk miskin di daerah perdesaan lebih tinggi
dari pada di daerah perkotaan.
id
Sumenep, dan kabupaten Pamekasan) perlu upaya yang lebih keras dan masif untuk mengurangi
o.
kemiskinan di daerah tersebut, dikarenakan secara regional wilayah ini tingkat kemiskinannya berada
.g
paling bawah dibanding wilayah lain di Jawa Timur.
ps
.b
Selain kabupaten-kabupaten yang berada di wilayah pulau Madura beberapa kabupaten lain
im
yang juga perlu perhatian serius adalah kabupaten Probolinggo, kabupaten Pacitan, kabupaten
at
Skala 4 0 - 5 .00
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI
im
SIDOARJO
NGANJUK
MADIUN KOTA PASURUAN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
KOTA BLITAR
ht
KOTA MALANG
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Akses ke pendidikan bagi penduduk miskin juga bukan merupakan hal yang mudah untuk
diakses. Hal ini tercermin dari masih banyaknya Kepala Rumah Tangga yang tidak tamat sekolah
dasar. Jika kita perhatikan pada Gambar 4.2. persentase Kepala Rumah Tangga yang tidak tamat
sekolah dasar masih besar banyak ditemui di wilayah pulau Madura (kabupaten Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) dan wilayah Tapal kuda (Kabupaten Probolinggo,
Bondowoso, Situbondo, dan Jember).
Pendidikan Kepala Rumah Tangga tamat SD dan SMP merupakan persentase yang paling
dominan hampir diseluruh wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur baik yang mempunyai persentase
penduduk miskin tinggi maupun yang persentase penduduk miskin rendah. Walaupun demikian
.id
wilayah kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya rendah cenderung pendidikan Kepala
o
Rumah Tangganya lebih baik.
.g
ps
Masih banyaknya Kepala Rumah Tangga miskin yang berpendidikan rendah dikarenakan
.b
sebelum tahun 2002 belum ada amanat dari UU yang mewajibkan pemerintah untuk
im
mengalokasikan belanja negara untuk pendidikan minimal 20 persen. Sehingga pada saat itu masih
at
banyak anak usia sekolah dari rumah tangga miskin yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke
j
://
jenjang yang lebih tinggi (SMA dan Perguruan Tinggi) karena terkendala biaya.
tp
Selain faktor ekonomi ada faktor lain yang berpengaruh pada tingkat pendidikan penduduk
ht
miskin yaitu faktor sosial budaya. Beberapa wilayah di Jawa Timur masih ada yang beranggapan
bahwa ada orang tua yang khawatir anaknya menjadi tidak patuh lagi ketika sudah menjadi pintar,
kasus kawin muda, dan sekolah bukanlah prioritas utama, ataupun lebih memilih sekolah di jenjang
non formal. Faktor-faktor tersebut menyebabkan pendidikan kepala rumah tangga penduduk miskin
banyak yang masih rendah.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI
im
SIDOARJO
NGANJUK
KOTA PASURUAN
MADIUN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KOTA BATU
PROBOLINGGO
tp
TULUNGAGUNG
PACITAN
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Angka melek huruf merupakan salah satu indikator keberhasilan dari program keaksaraan
atau pendidikan dasar. Angka melek huruf yang tinggi mengindikasikan adanya keberhasilan dari
program keaksaraan atau pendidikan tingkat dasar yang efektif yang memungkinkan sebagian besar
penduduknya untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan
sehari-hari dan melanjutkan pembelajarannya. Angka melek huruf penduduk miskin tiap
kabupaten/kota se-Jawa Timur dapat kita Perhatikan pada Gambar 4.3. Angka melek huruf pada
gambar ini dikelompokkan menjadi dua yaitu Angka melek huruf penduduk miskin umur 15 – 24
tahun dan Angka melek huruf penduduk miskin umur 15 – 55 tahun.
Melihat angka melek huruf penduduk miskin umur 15 – 24 tahun di Jawa Timur sudah cukup
.id
menggembirakan dimana sebagian besar kabupaten/kota sudah mendekati atau mencapai 100
o
persen. Hanya ada beberapa kabupaten yang angka melek huruf penduduk miskin umur 15 – 24
.g
tahun-nya masih belum mendekati 100 persen yaitu kabupaten Blitar, Lumajang, Tuban, dan
ps
Sampang. Ini dapat diartikan bahwa sebagian besar penduduk miskin pada usia sekolah di Jawa
.b
Timur sudah tidak buta huruf. Namun tidak demikian dengan kondisi angka melek huruf penduduk
im
miskin umur 15 – 55 tahun, dimana masih banyak kabupaten/kota yang angkanya masih rendah
at
terutama kabupaten-kabupaten di wilayah pulau Madura dan wilayah Tapal Kuda. Ini dapat diartikan
j
://
bahwa diwilayah-wilayah tersebut masih banyak penduduk miskin usia produktif yang masih buta
tp
huruf.
ht
Keterbatasan ekonomi juga menjadi faktor penghambat upaya pemberantasan buta huruf.
Kesulitan ekonomi menyebabkan sebagian besar waktu masyarakat dihabiskan untuk bekerja.
Sehingga mengenyampingkan kebutuhan untuk belajar. Hal ini juga tercermin pada wilayah Jawa
Timur dimana kabupaten yang kemiskinannnya tinggi maka jumlah penduduk yang buta huruf juga
tinggi.
Solusi untuk mengatasi kendala-kendala diatas adalah dengan melakukan upaya persuasif.
Merubah pemahaman serta memberi manfaat langsung pada beberapa program, seperti pada
program keaksaraan dengan memberi pelajaran life skill sebagai salah satu materi ajar.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
im
NGAWI SIDOARJO
NGANJUK
KOTA PASURUAN
MADIUN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO
MAGETAN KOTA PROBOLINGGO
KEDIRI PASURUAN
j
://
KOTA BATU BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI
PROBOLINGGO
tp
KOTA MALANG
KOTA BLITAR
ht
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Angka partisipasi sekolah penduduk miskin umur 7 - 12 tahun di Jawa Timur pada tahun
2014 ini cukup melegakan karena lebih dari 24 kabupaten/kota yang telah mencapai 100 persen.
Dalam artian untuk Jawa timur lebih dari setengah kabupaten/kota telah mencapai target untuk
pencapaian angka partisipasi sekolah penduduk miskin. Untuk 14 kabupaten/kota yang lain
meskipun angka partispasi sekolah penduduk miskin belum mencapai 100 persen namun rata-rata
sudah diatas 90 persen.
Namun tidak demikian dengan angka partispasi sekolah penduduk miskin umur 13 – 15
tahun untuk Jawa Timur pada tahun 2014 ini. Kabupaten/kota yang telah mencapai 100 persen untuk
angka partispasi sekolah penduduk miskin umur 13 – 15 tahun hanya berjumlah 18 atau kurang dari
.id
setengah jumlah kabupaten/kota se-Jawa Timur (38 kabupaten/kota). Untuk beberapa
o
kabupaten/kota pencapaiannya angka partisipasi sekolah penduduk miskin umur 13 – 15 tahun ada
.g
yang kurang dari 90 persen. Kabupaten/kota yang angka partisipasi sekolah penduduk miskin umur
ps
13 – 15 tahun kurang dari 90 persen tersebut adalah kabupaten Bangkalan, kota Pasuruan,
.b
Kabupaten Pasuruan, kabupaten Jember, kota Blitar, kabupaten Malang, kabupaten Lumajang,
im
Walaupun demikian jika dibandingkan 10 tahun yang lalu angka partisipasi sekolah
tp
penduduk miskin umur 13 – 15 tahun di Jawa Timur sudah jauh lebih baik. Dimana pada tahun 2004
ht
angka partisipasi sekolah umur 13 – 15 tahun di Jawa Timur hanya berada pada angka 67,10 persen
dan naik menjadi 91,27 persen pada tahun 2014. Hal ini sejalan dengan kajian dari World Bank
dalam laporan Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 yang berjudul “Indonesia: Menghindari
Perangkap” mengungkapkan bahwa akses kaum miskin kepada pendidikan telah meningkat secara
dramatis dengan anak-anak dari keluarga miskin masuk sekolah lebih dini dan lebih lama
bersekolah. Mandat UU untuk mengalokasikan setidaknya 20 persen dari jumlah anggaran
pemerintah bagi pendidikan telah mendorong peningkatan belanja lebih dari dua kali lipat secara riil
sejak 2002. Hasil terbesar dari peningkatan ini adalah perbaikan dalam akses dan pemerataan
pendidikan.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI SIDOARJO
im
MADIUN
JOMBANG KOTA PASURUAN
at
KOTA MADIUN NGANJUK
MOJOKERTO
MAGETAN KOTA PROBOLINGGO
PASURUAN
j
://
KEDIRI KOTA BATU SITUBONDO
KOTA KEDIRI
PROBOLINGGO
tp
TULUNGAGUNG
PACITAN
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
BLITAR MALANG
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan adalah ada tidaknya sumber
pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga biasanya berasal dari pekerjaan.
Sehingga ada tidaknya pekerjaan pada suatu rumah tangga dapat digunakan untuk melihat tingkat
kesejahteraan. Kabupaten/kota yang penduduknya banyak yang tidak bekerja cenderung memiliki
jumlah penduduk miskin yang tinggi. Dan sebaliknya kabupaten/kota yang penduduknya banyak
yang bekerja cenderung memiliki jumlah penduduk miskin yang rendah.
Selain ketersediaan lapangan pekerjaan hal lain yang juga diperhatikan adalah jumlah
penduduk miskin pada suatu wilayah adalah sektor pekerjaan. Pekerja yang bekerja pada sektor
informal umumnya kesejahteraannya lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang bekerja pada
.id
sektor formal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah sistem pengupahan pekerja
o
sektor informal tidak mengikuti undang-undang ketenagakerjaan, jam kerja yang tidak teratur, tidak
adanya jaminan kesehatan maupun masa depan.
.g
ps
.b
penduduk miskinnya bekerja pada sektor informal jauh lebih tinggi dibanding yang bekerja disektor
at
formal. Seperti terlihat pada Gambar 4.5. kabupaten-kabupaten yang mengalami kondisi seperti ini
j
://
adalah kabupaten Bangkalan, kabupaten Sampang, kabupaten Sumenep, kabupaten Sumenep, dan
tp
kabupaten Pacitan.
ht
Dan sebaliknya kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin yang rendah memiliki
kecenderungan penduduk miskinnya bekerja pada sektor informal lebih rendah atau sama dengan
yang bekerja disektor formal. Kondisi kabupaten/kota yang mengalami kondisi seperti ini adalah kota
Madiun, kota Kediri, kota Mojokerto, kabupaten Sidoarjo, kota Surabaya, kota Pasuruan, dan kota
Probolinggo.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN
GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI
im
SIDOARJO
NGANJUK
KOTA PASURUAN
MADIUN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
PASURUAN
j
://
SITUBONDO
BONDOWOSO
KOTA KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
PACITAN
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Karakteristik lain dari penduduk miskin jika dilihat dari ketenagakerjaan dapat dibedakan
berdasarkan sektor pertanian maupun non pertanian. Untuk provinsi Jawa Timur persentase
penduduk miskin lebih besar yang bekerja disektor pertanian dibanding sektor non pertanian.
Persentase penduduk miskin Jawa Timur yang bekerja pada sektor pertanian sebesar 36,56 persen
sedangkan penduduk miskin yang bekerja pada sektor non pertanian 27,91 persen.
Jika dilihat pada Gambar 4.6. kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tinggi maka
persentase penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian juga tinggi. Keadaan seperti ini dapat
ditemukan pada wilayah-wilayah seperti kabupaten Bangkalan, kabupaten Sampang, kabupaten
Sumenep, kabupaten Probolinggo, kabupaten Pamekasan, dan kabupaten Pacitan.
.id
Sebaliknya kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya rendah maka persentase
o
.g
penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian juga rendah atau hampir tidak ada. Kabupaten/kota
ps
tersebut adalah kota Madiun, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Batu, kota Mojokerto, kota
.b
Probolinggo, kota Pasuruan, kabupaten Sidoarjo, dan kota Surabaya. Pada wilayah-wilayah ini
im
dapat diketahui bahwa program-program pengentasan kemiskinan di Jawa Timur perlu penajaman
tp
pada sektor pertanian. Ketika sektor pertanian disentuh dengan program-program yang lebih intensif
ht
dibandingkan sektor non pertanian maka kedepannya penduduk miskin akan berkurang lebih banyak
lagi.
Pe rse nta se P en dud uk M isk in Us ia 15 Tahu n k e At as B ek erja S e kt or P erta nian 10.0 1 - 15. 00
Pe rse nta se P en dud uk M isk in Us ia 15 Tahu n k e At as B ek erja S e kt or No n P e rt anian 15.0 1 - 20. 00
20.0 1 - 30. 00
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
im
NGAWI
SIDOARJO
at
NGANJUK
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
ht
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Berdasarkan Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
menyatakan bahwa seluruh pelayanan kesehatan memberikan pelayanan KB. Dan untuk penduduk
miskin alat kontrasepsi disediakan secara gratis oleh pemerintah. Penduduk miskin di Jawa Timur
sebagian besar sudah mengikuti program KB. Hal ini terbukti dari persentase penduduk miskin yang
menggunakan alat KB pada tahun 2014 sudah mencapai 65 persen. Namun demikian masih ada
beberapa kabupaten yang persentase penduduk miskin yang menggunakan alat KB masih rendah.
Kabupaten-kabupaten tersebut seperti kabupaten Bangkalan, kabupaten Sampang, kabupaten
Sumenep, dan kabupaten Malang.
.id
Untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi maka persalinan yang di tolong oleh Tenaga
o
Kesehatan perlu terus digalakkan. Penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga medis atau
.g
tenaga berpengalaman yang sudah dibekali dengan pengetahuan serta kemampuan kebidanan akan
ps
membantu kelancaran proses persalinan. Selain itu Kekeliruan penanganan baik pada saat
.b
melahirkan maupun pasca kelahiran akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan
im
bayi akan dapat dikurangi. Untuk kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur penolong persalinan
at
penduduk miskin oleh tenaga kesehatan rata-rata sudah tinggi namun belum mencapai 100 persen
j
://
Meskipun demikian masih ada beberapa kabupaten yang proses persalinan penduduk
miskin oleh tenaga kesehatan masih rendah. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah kabupaten
Bangkalan, kabupaten Sampang, kabupaten Sumenep, kabupaten Bondowoso, kabupaten
Probolinggo, kabupaten Banyuwangi, dan kabupaten Pamekasan.
Rendahnya penolong persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain adanya faktor
kebiasaan/tradisi di daerah tersebut, serta pertimbangan masalah biaya yang jauh lebih murah
dibandingkan bila ditolong oleh tenaga medis. Selain itu faktor pendidikan yang rendah dan
kurangnya pengetahuan tentang persalinan yang sehat dan aman turut mempengaruhi pemilihan
tenaga non kesehatan sebagai penolong persalinan. Sehingga daerah tersebut perlu mendapatkan
perhatian lebih, baik itu penyuluhan ataupun ketersediaan dan akses terhadap tenaga kesehatan .
Pe rse nta se RT Miskin Pe rs alina n P ert am anya Dit olong oleh Ten ag a K es eh ata n 10.0 1 - 15. 00
Pe rse nta se RT Miskin Pe rs alina n Te rak hirny a D it olong oleh Ten aga K es eh ata n 15.0 1 - 20. 00
20.0 1 - 30. 00
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI
im
SIDOARJO
NGANJUK
MADIUN KOTA PASURUAN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
ht
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Salah satu indikasi rumah sehat menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai per kapita minimal 8 m2.
Luas lantai yang tidak memenuhi syarat seperti yang disebutkan dalam Permenkes maka akan
mempengaruhi kualitas kesehatan penghuninya. Luas lantai per kapita dibawah 8 m 2 akan
mengakibatkan kurangnya konsumsi oksigen dan bila salah satu anggota keluarga infeksi akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Untuk masalah luas lantai per kapita tempat tinggal penduduk miskin di wilayah perdesaan
kondisinya lebih baik dibandingkan penduduk miskin di wilayah perkotaan. Seperti terlihat pada
Gambar 4.7. penduduk miskin di wilayah perdesaan sebagian besar menempati tempat tinggal
.id
dengan luas lantai perkapita lebih besar 15 m2. Penduduk miskin tersebut tersebar di beberapa
o
kabupaten seperti kabupaten Ngawi, kabupaten Magetan, kabupaten Madiun, kabupaten Ponorogo,
.g
kabupaten Bojonegoro, kabupaten Trenggalek, kabupaten Nganjuk, kabupaten Blitar, dan kabupaten
ps
Sampang.
.b
im
Sebaliknya penduduk miskin perkotaan sebagian besar menempati tempat tinggal dengan
at
luas lantai perkapita kurang dari 9 m2. Kondisi penduduk miskin seperti ini terjadi pada wilayah di
j
://
kota Surabaya, kabupaten Sidoarjo, kota Pasuruan, dan kota Malang. Hal ini disebabkan harga lahan
tp
diwilayah perkotaan sangat mahal sehingga banyak penduduk miskin diperkotaan tidak mampu
ht
membeli lahan yang luas atau bahkah tidak mampu membeli lahan sehingga mereka mengontrak
rumah yang ukurannya kecil atau menyewa kamar kos.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
NGAWI
im
SIDOARJO
NGANJUK
MADIUN KOTA PASURUAN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
ht
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
Beberapa program yang telah digulirkan pemerintah yang ditujukan untuk penanggulangan
kemiskinan sebenarnya telah banyak diberikan pada rumah tangga miskin baik yang berbasis
bantuan maupun perlindungan sosial. Program-program berbasis bantuan dan perlindungan sosial
ini bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan
kualitas hidup masyarakat miskin. Meskipun program-program ini ditujukan untuk rumah tangga
miskin namun realitanya masih ada rumah tangga miskin yang tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.9. masih ada rumah tangga miskin yang belum
mendapatkan bantuan, baik bantuan program pendidikan, bantuan jaminan kesehatan, dan bantuan
untuk pemberdayaan. Program jaminan kesehatan atau Jamkesmas merupakan program yang
.id
paling banyak diterima oleh rumah tangga miskin. Seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur
o
memberikan jaminan kesehatan pada rumah tangga miskin. Program berikutnya yang juga banyak
.g
diterima rumah tangga miskin adalah bantuan program pendidikan atau Bantuan Siswa Miskin untuk
ps
SD/SMP. Bantuan ini juga ada di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur, namun persentase rumah
.b
tangga miskin yang mendapatkan bantuan program pendidikan lebih rendah dari persentase rumah
im
Program yang lain adalah program pemberdayaan untuk rumah tangga miskin yang meliputi
tp
PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) dan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Untuk dua
ht
program ini banyak rumah tangga yang tidak mendapatkan bantuan. Bahkan beberapa
kabupaten/kota di Jawa Timur seluruh rumah tangga miskinnya tidak mendapatkan bantuan
pemberdayaan tersebut. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah kabupaten Banyuwangi, kabupaten
Bondowoso, kabupaten Probolinggo, kabupaten Pasuruan, kabupaten Malang, dan kabupaten
Tuban.
7°00'00"
7 °00 '00"
BANGKALAN SUMENEP
SAMPANG PAMEKASAN
id
o.
TUBAN
.g
LAMONGAN GRESIK
ps
BOJONEGORO
KOTA SURABAYA
.b
KOTA MOJOKERTO
im
NGAWI
SIDOARJO
NGANJUK
MADIUN KOTA PASURUAN
JOMBANG
at
KOTA MADIUN MOJOKERTO KOTA PROBOLINGGO
MAGETAN
KEDIRI
j PASURUAN
://
BONDOWOSO SITUBONDO
PONOROGO KOTA KEDIRI KOTA BATU PROBOLINGGO
tp
KOTA BLITAR
ht
KOTA MALANG
PACITAN TULUNGAGUNG
8°00'00"
8 °00 '00"
TRENGGALEK LUMAJANG
MALANG
BLITAR
JEMBER
BANYUWANGI
0 20 40 60 80 Km
112°00'00" 114°00'00"
LAMPIRAN
ps
.b
im
at
j
://
tp
ht
id
Kab. Probolinggo 231.916 20,44 3,09 0,74 340.539
Kab. Pasuruan 170.741 o.
10,86 1,68 0,46 283.327
.g
Kab. Sidoarjo 133.833 6,40 0,76 0,15 346.538
ps
id
Kab. Probolinggo 48,52 46,63 4,85
Kab. Pasuruan 36,60 o. 56,46 6,94
.g
Kab. Sidoarjo 18,99 51,66 29,34
ps
id
Kab. Situbondo 100,00 84,23 100,00 100,00
Kab. Probolinggo
Kab. Pasuruan
100,00
o.
88,40 97,36 86,39
.g
100,00 92,87 100,00 76,29
Kab. Sidoarjo 100,00 99,33 100,00 100,00
ps
id
Kab. Probolinggo 33,75 56,29 9,96
Kab. Pasuruan 35,41
o. 43,97 20,62
.g
Kab. Sidoarjo 42,42 21,73 35,86
ps
id
Kab. Probolinggo 33,75 40,94 25,31
Kab. Pasuruan 35,41
o. 36,93 27,65
.g
Kab. Sidoarjo 42,42 6,94 50,65
ps
id
Kab. Situbondo 65,28 78,74 84,68
Kab. Probolinggo 65,01 o. 78,18 78,18
.g
Kab. Pasuruan 69,7 92,36 97,59
ps
id
Kab. Probolinggo 9,32 50,21 40,47
Kab. Pasuruan 23,61 o. 56,21 20,18
.g
Kab. Sidoarjo 49,53 26,57 23,90
ps
id
Kab. Probolinggo 4,46 54,71 0,00 0,67
Kab. Pasuruan 19,67 53,98o. 1,44 0,00
.g
Kab. Sidoarjo 7,89 36,98 2,91 0,00
ps