Anda di halaman 1dari 46

PERAWATAN JENAZAH DI RUMAH SAKIT PADA PENDERITA PENYAKIT MENULAR

PENDAHULUAN
INFEKSI (PENYAKIT) Invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh,
yang dapat tidak tampak secara klinis atau menyebabkan cedera selular lokal
disebabkan oleh : metabolisme yang kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau
respon antigen – antibodi.
Rumah Sakit Tempat pelayanan pasien (yang memiliki berbagai macam penyakit antara
penyakit karena infeksi), dengan faktor resiko penyebaran infeksinya.
MEKANISME PENULARAN PENYAKIT Terjadi dari kontak langsung maupun tidak langsung
dari barang-barang atau bagian dari tubuh penderita (jenazah) seperti : darah, air
liur, air mani, urin, dll.
JENIS – JENIS PENYAKIT MENULAR HIV/ AIDS, flu burung (avian influenza)/ SARS,
hepatitis, rabies, antrax, TBC dan sebagainya.
SEORANG DOKTER (AHLI FORENSIK) Sangat beresiko tertular penyakit sehingga :
Haruslah berhati – hati dalam menangani jenazah yang mengidap penyakit menular
(sejak penanganan di kamar perawatan hingga ke proses penguburan), atau saat korban
(barang bukti) masih TKP maupun saat dilakukan autopsi dan pemeriksaan di
laboratorium.
Resiko untuk tertularnya penyakit menular dari jenazah kepada petugas jenazah
(dokter/ dokter forensik) sangatlah besar sehingga perlu diketahui : PROSEDUR DAN
PENATALAKSANAAN PENANGANAN JENAZAH PADA KASUS – KASUS PENYAKIT MENULAR.
TINJAUAN PUSTAKA
Kewaspadaan umum (universal precaution) 1987 oleh Centers for Disease Control (CDC)
di America : Dibentuk sebagai respon terhadap resiko penularan HIV pada tenaga
kesehatan dari pasien yang status infeksinya tidak diketahui.
Dasar KEWASPADAAN UMUM meliputi : Pengelolaan alat kesehatan, Cuci tangan guna
mencegah infeksi silang, Pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, Pengelolaan jarum
dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, Pengelolaan limbah.
Ketentuan penanganan secara umum (pada jenazah penyakit menular) diantaranya:
•Petugas yang menangani jenazah harus sudah mendapatkan vaksinasi. •Dokter yang
merawat jenazah harus menggolongkan kategori jenazah (memberi label di ibu jari
kaki). •Hindari kontak langsung (tanpa pelindung). •Luka dan bekas suntikkan harus
didesinfektan dahulu. •Semua orifisium (lubang – lubang tubuh) ditutup dengan kasa
absorben dan diplester kedap air. •Badan jenazah harus bersih dan kering.
PROSEDUR UMUM PENANGANAN JENAZAH PENYAKIT MENULAR
Yang perlu diperhatikan : 1. Ruang perawatan (TKP). 2. Pengangkutan ke kamar
jenazah. 3. Pengelolaan di kamar jenazah. 4. Persiapan pemakaman. 5. Kerahasiaan
tentang penyakit sebelumnya harus dijaga. 6. Keluarga ada yang mendampingi selama
perawatan jenazah.
Alat – alat yang dibutuhkan :
1. Sarung tangan karet (latex) sampai siku. 2. Sepatu boot. 3. Gaun pelindung. 4.
Kain bersih penutup jenazah. 5. Klem dan gunting. 6. Plester dan kedap air. 7.
Kapas, kasa absorben dan pembalut. 8. Kantong jenazah kedap air. 9. Wadah bahan
infeksius. 10. Wadah barang berharga. 11. Brankart jenazah. 12. Waslaf, handuk,
waskom berisi air, desinfektan, dan sabun.
Penanganan jenazah penyakit menular dibedakan atas : 1. Kategori 1 : Jenazah
penyakit menular selain kategori 2 dan 3. 2. Kategori 2 : Jenazah penyakit menular
seperti HIV (AIDS), Hepatitis, SARS (Avian Influenza). 3. Kategori 3 : Jenazah
penyakit menular seperti Antrax, Rabies, TBC, dll.
•Khusus kategori 2 dan 3 : Kantong plastik mayat harus yg tebal dan beresleting/
tertutup ketat. Sebaiknya/ harus didesinfektan kemudian ditampung/ disimpan pada
kantong khusus (lenin), yang sebaiknya direndam dahulu dengan larutan desinfektan/
autoclave selama 30 menit.
1.Penatalaksanaan Jenazah Kasus HIV/AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) : kumpulan gejala dan infeksi yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus ). Terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik
HIV msh hidup setelah penderita meninggal : Cao dkk : Hingga 3 minggu post mortem,
dalam darah pada suhu ruangan. Bankowski : Hingga 21 jam (sekitar 51%) dalam plasma
dan darah. Penelitian lain : Hingga 18 jam - 11 hari. Hingga 14 hari di organ
limpa. Hingga 16 hari dalam darah yang diambil dari mesin pendingin (2°C).
Penemuan terkini mengatakan : Virus penderita HIV/AIDS sangat infeksius pada saat
jenazah < 48 jam post mortem. Virus HIV hidup (non aktif) dapat juga ditemukan > 48
jam pada : Tulang, sumsum tulang, limpa, dan kelenjar limfe dari jenazah pasien
dengan AIDS pada autopsi enam hari setelah kematian (tanpa pengawetan).
Cara penularan HIV AIDS
HIV dan virus – virus sejenisnya (Hepatitis, Flu burung/SARS) umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran
darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV : Darah, air mani, cairan vagina,
cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta bentuk kontak
lainnya dengan cairan – cairan tubuh tersebut.
Gejala – gejala utama AIDS.
Memiliki gejala infeksi sistemik : demam, berkeringat (terutama pada malam hari),
pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.

Terdapat beberapa gejala yang biasanya terjadinya pada penderita HIV AIDS (gejala
minor dan gejala mayor).
Gejala minor •Batuk menetap lebih dari 1 bulan. •Dermatitis generalisata. •Adanya
herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang. •Kandidiasis orofaringeal.
•Herpes simpleks kronis progresif. •Limfadenopati generalisata. •Infeksi jamur
berulang pada alat kelamin wanita. •Retinitis virus sitomegalo.

Gejala mayor
•Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan. •Diare kronis yang berlangsung
lebih dari 1 bulan. •Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan. •Penurunan kesadaran
dan gangguan neurologis. •Demensia/ HIV ensefalopati.
Prinsip perawatan jenazah HIV dan AIDS Selalu menerapkan Kewaspadaan Umum
(memperlakukan setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan
yang infeksius).
Cara memandikan Jenazah HIV/AIDS
Petugas wajib mengenakan universal precaution (UP) (standar perlengkapan kesehatan)
: penutup kepala, masker, gogle (penutup hidung), sarung tangan, pakaian steril,
dan sepatu bot.

Pastikan air bekas memandikan jenazah, langsung mengalir ke got atau saluran
pembuangan, jangan sampai tergenang.
Setelah itu, sesegera mungkin jenazah dikafani dan dimakamkan.
2.Penatalaksanaan Jenazah Kasus Flu Burung/ SARS (Sindrome Acute Respiratory
Sisteme)
Flu burung : penyakit (virus) yang ditularkan oleh unggas (burung) dapat
mengakibatkan SARS. Permukaan virus, terdiri atas molekul HA dan NA yang berfungsi
sebagai alat menyerang sel (manusia). Bagian dalam dari virus berfungsi menyediakan
kode genetik berupa matriks (M), nukleoprotein (NP, NS), dan polimerase (PA, PB1,
PB2) yang akan dipindahkan saat menginfeksi sel tubuh.
Resiko penularan :
•Penderita (suspect) diketahui dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, mempunyai
riwayat kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosis sebagai penderita SARS.
•Penderita (suspect) dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, melakukan perjalanan ke
tempat terjangkit SARS. •Penderita (suspect) yang berasal dari daerah terjangkit
(endemik).
Gejala klinis :
•Demam. •Sakit tenggorokan. •Batuk. •Ber – ingus. •Nyeri otot. •Sakit kepala.
•Lemas. •Dalam waktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa
peradangan di paru – paru (pneumonia), dan apabila tidak dilakukan tatalaksana
dengan baik dapat menyebabkan kematian.
Cara penularan penyakit:
Kontak langsung dengan penderita flu burung baik karena berbicara, terkena percikan
batuk atau bersin (“Droplet Infection”).
Pada jenazah flu burung dapat ditemukan:
•Pada pemeriksaan autopsi ditemukan tanda patologis berupa respiratory distress
syndrome yang tidak jelas penyebabnya. •Pada pemeriksaan PCR dapat ditemukan
serologi PCR influensa (H5) positif.
Penatalaksanaan flu burung pada sarana pelayanan kesehatan dikeluarkan oleh
direktorat jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2006.
Di dalam kamar jenazah perlakuan khusus jenazah meliputi:
•Seluruh petugas telah mempersiapkan universal percaution. •Tutup semua lubang pada
tubuh jenazah dengan kapas yang telah dibasahi dengan Natrium Hipoklorida 1:10.
•Jenazah ditutup dengan kain kafan/ bahan dari plastik (tidak dapat tembus air).
•Jenazah tidak boleh dibalsam atau disuntik pengawet. •Jenazah yang sudah dibungkus
tidak boleh dibuka lagi. •Jenazah sebaiknya hanya diantar/ diangkut oleh mobil
khusus jenazah. •Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam di dalam kamar
pemulasaraan jenazah.
3.Penatalaksanaan Jenazah Kasus Rabies
Rabies (Lyssa, hidrophobia, rege, toilwer) : Penyakit infeksi akut susunan saraf
pusat yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia.

Virus rabies, dilapisi oleh envelope yang mengandung lipid yang dapat larut dengan
eter, sehingga virus rabies menjadi mudah sekali diinaktivasi dengan lipid solvent,
misalnya air sabun 20% atau eter.
Hewan anjing kucing dan termasuk monyet sebagai reservoar utama, akibat gigitan
mengandung virus dalam saliva nya. Virus rabies tidak dapat menembus kulit utuh,
akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit terluka atau
tidak utuh. Virus memasuki badan melalui selaput mukosa yang utuh, seperti selaput
konjunctiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksternal.
Penatalaksanaan
• Tutup semua lubang dengan plester kedap air dan sumbat semua lubang tubuh jenazah
dengan kapas yang telah dibasahi dengan Na. hipoklorida 1:10. • Segera memasukkan
jenazah kedalam kantong mayat yang kedap air, lalu ditutup resletingnya dan dibawa
ke kamar jenazah. • Petugas kamar jenazah dalam melaksanakan tugas wajib memakai
pelindung diri sesuai dengan protokal standar precaution. • Jenazah dimandikan
dengan menggunakan sabun dan larutan Natrium hiploklorida (bahan pengelantang),
atau pemutih (bayclin) 1:10.
• Barang – barang yang terkontaminasi cairan tubuh jenazah, misalnya jarum suntik,
mata pisau (tanpa perlu disarungkan kembali), dibuang ke dalam wadah dari kaleng. •
Sedangkan benda – benda lain seperti (kain, seprei, sarung bantal, dll) dilakukan
autoklaf pada suhu 121 derajat celcius selama 30 menit. • Peralatan bedah yang
bukan sekali pakai dapat di Autoklaf atau direndam dalam larutan Na. hiploklorida
1:10, betadine atau alkohol 70% selama sekurang – kurangnya 30 menit.
4. Penatalaksanaan Jenazah Kasus Tuberculosis
Tuberculosis (TBC) : Suatu penyakit menular yang terjadi di paru – paru.
Penyebabnya : basil gram positif/ tahan asam. (dr. Robert Koch, 1882).

Pada penderita AIDS dengan daya tahan tubuh yang lemah, maka resiko untuk tertular
basil TBC sangat tinggi.
Penularan TBC
Melalui saluran pernapasan dengan menghisap atau menelan tetes – tetes ludah/ dahak
(droplet infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita “TBC
Terbuka”, atau adanya kontak antara tetes – tetes ludah/ dahak tersebut dan luka di
kulit.

Oleh karena penyakit TBC merupakan penyakit menular, tentunya penatalaksanaan


perawatan jenazah penderita TBC juga haruslah mengikuti standar precaution yang
ditetapkan.
5. Penatalaksanaan Jenazah Kasus Antrax (Woolsorter Disease, Ragpicker Disease)
Merupakan penyakit utama herbivora yang endemis di wilayah pertanian negara Amerika
Tengah dan Selatan, bagian Selatan dan Timur Asia serta Afrika. Penyebab penyakit
anthrax yaitu kuman Bacillus Anthracis yang merupakan bakteri gram (+), berkapsul,
membentuk spora, berbentuk batang yang tidak bergerak.
Cara penularan.
Melalui kontak dengan jaringan binatang (sapi, biri-biri, kambing, kuda, babi,
dll) yang mati karena sakit atau Melalui lalat yang hinggap pada binatang –
binatang yang mati karena anthrax, atau Karena kontak dengan bulu, wol, kulit atau
produk yang dibuat dari binatang – binatang ini seperti kendang, sikat atau karpet
yang sudah terkontaminasi atau Karena kontak dengan tanah yang terkontaminasi oleh
hewan tsb.
Penyebab kematian tiba – tiba pada penyakit ini disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah kapiler oleh toksin kuman, hipoksia jaringan, anemia dan kerusakan
organ vital tubuh.

Lesi berupa gambaran pruritus papul, ulkus dikelilingi oleh vesikula dan edema
dengan pusat nekrotik berwarna scar hitam (yang menyerupai gigitan serangga)
disertai, edema rongga mulut, ulkus esophagus, limfadenopati hemoragik regional,
intestinal hemoragik.
Autopsi Pada Jenazah Penyakit Menular
Standar Kewaspadaan Universal/ Umum harus selalu diberlakukan tidak hanya pada saat
autopsi klinik, termasuk autopsi forensik : Mengingat beberapa kondisi atau situasi
seperti pada kasus kematian karena penyalahgunaan obat (NAPZA) atau korban dari
homoseksual yang dapat menimbulkan resiko menularkan HIV dan Hepatitis pada saat
proses autopsi.
Hal terbaik yang dilakukan sebelum autopsi, adalah melakukan test terhadap suspect
penderita penyakit menular (seperti : HIV dan hepatitis) dengan mengambil darah
korban pada bagian femoral. Sehingga diketahui apa yang akan dilakukan dan
bagaimana cara autopsinya atau bahkan kemungkinan untuk menolak melakukan autopsi,
jika kerugian dirasa lebih banyak ketika melakukan autopsi.
Selain itu, pengawetan jenazah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat juga
merupakan kompetensi spesialis forensik dengan alasan bahwa :27
•Pengawetan jenazah dalam rangka pemulasaraan merupakan kompetensi spesialis
forensik (ada dalam kurikulum PPDS-I Kedokteran forensik) •Sebelum pengawetan,
pengawet (embalmer) harus memeriksa mayat dan meyakinkan kematiannya adalah
kematian wajar. •Pengawetan jenazah mempunyai aspek hukum yang kental karena
terkait dengan resiko penyebaran penyakit ke lingkungan (sanitasi), hukum
penerbangan (syarat pengangkutan jenazah antar kota / negara) dan hukum pidana
(penghilangan barang bukti).
DON’T TRY THIS AT HOME........ TERIMA KASIH .............

Anda mungkin juga menyukai