Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya pengamanan makanan dan minuman harus lebih ditingkatkan

untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara

berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk

melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi

persyaratan mutu, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat, dan

memungkinkan interaksi sosial serta melindungi masyarakat dari ancaman

bahaya yang berasal dari lingkungan (Kemenkes RI, 2014).

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada

pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Menurut

Hermawan (2015), proses memasak yang baik saja tidak cukup untuk

menjamin makanan aman untuk dikonsumsi, tetapi harus menyajikannya

dengan cara yang baik juga seperti pemilihan kemasan dan wadah yang aman.

Salah satu kemasan makanan yang sering digunakan adalah

styrofoam. Styrofoam atau yang dikenal dengan plastik busa juga sedang

marak digunakan untuk pembungkus makanan terutama untuk makanan cepat

saji. Styrofoam masuk kedalam jenis plastik yang diolah menggunakan

campuran bahan Styrofoam dan polistiren, berwarna putih dan kaku yang

sering digunakan sebagai kotak pembungkus makanan. Tadinya bahan ini

dipakai untuk pengaman barang nonmakanan seperti barang-barang elektronik

1
2

agar tahan benturan ringan, namun saat ini seringkali dipakai sebagai kotak

pembungkus makanan. Kegunaannya yang mudah, praktis, enak dipandang,

murah, anti bocor, tahan terhadap suhu panas dan dingin, membuat

masyarakat lupa pada dampak dan efek terhadap kesehatan manusia serta

terhadap lingkungan (Khomsan, 2013).

Bahan dasar styrofoam adalah Polistirena Foam suatu jenis plastik

yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh.

Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas

seperti n-butana atau npentana. Polistirena dibuat dari monomer stirena

melalui proses polimerisasi. Polistirena foam dibuat dari monomer stirena

melalui polimerisasi suspense pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya

dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing

agent. Polistirena bersifat kaku, transparan, rapuh, inert secara kimiawi, dan

merupakan insulator yang baik. Sedangkan polistirena foam merupakan bahan

plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran

dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar

butiran yang berisi udara (Info POM, 2008).

Penyelenggaraan makanan dilaksanakan untuk menyediakan makanan

yang kualitasnya baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan . Sehubungan

dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan penampilan, rasa, tekstur, aroma

dan sanitasi dari makanan tersebut. Salah satu cara pengawasan mutu makanan

yaitu dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) dan HACCP


3

(Hazard Analysis Critical Control Point), sehingga makanan yang disajikan

terjaga keamanannya untuk dikonsumsi.

GMP dan HACCP adalah suatu evaluasi sistematis terhadap prosedur

pengolahan atau penyiapan makanan yang spesifik untuk mengidentifikasi

hazard yang berkaitan dengan ingredient atau dengan prosedur pengolahan itu

sendiri dan untuk mengetahui cara mengendalikan hazard tersebut. Tujuannya

adalah untuk menjamin bahwa produk makanan memang aman untuk di

konsumsi. Penerapan HACCP tersebut meliputi kegiatan yang dimulai dari

penanganan bahan mentah, pemilihan bahan mentah, persiapan, pengolahan,

penyimpanan dan penyajian makanan matang (Winarno, 2010).

Penerapan HACCP diantaranya adalah penyajian makanan matang.

Salah satu penyajian yang memiliki hazard diantaranya adalah penyajian

makanan dalam styrofoam terutama makanan disajikan dalam kondisi panas

(Winarno, 2010).

Menurut Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang pangan

disebutkan bahwa kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk

mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung

dengan pangan maupun tidak.

Kemasan   merupakan   salah   satu   proses   yang   paling   penting   untuk

menjaga kualitas   produk   makanan   selama   penyimpanan,   transportasi,   dan

penggunaan akhir. Kemasan yang baik tidak hanya sekedar untuk menjaga

kualitas makanan tetapi juga secara signifikan memberikan keuntungan dari

segi pendapatan, Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat memburuk
4

secara biologis dan kimiawi maupun fisik. Oleh karena itu, kemasan makanan

memberikan   kontribusi   untuk   memperpanjang masa   simpan   dan

mempertahankan kualitas dan keamanan produk makanan (Jun Han, 2010). 

Kemasan pangan digunakan bertujuan untuk melindungi makanan

atau minuman dari unsur-unsur perusak seperti sinar matahari, bakteri, jamur,

serangga, gesekan dan hempasan. Unsur-unsur perusak tersebut dapat merusak

makanan atau minuman menjadi tidak seperti awalnya. Banyak jenis kemasan

pangan yang beredar di pasaran seperti kertas, karton, plastik, logam, gelas,

karung dan lain-lain. Dari banyaknya jenis kemasan pangan tersebut masing-

masing memiliki kelebihan dan kekurangan apabila digunakan, terutama

untuk kemasan Styrofoam yang banyak diminati oleh pedagang dan pembeli

karena praktis dan mudah untuk digunakan.

Styrofoam sebagai kemasan makanan, sebaiknya penggunaannya

bukan sekedar sebagai bungkus tetapi perlu diperhatikan keamanannya, karena

fungsi dari kemasan makanan yaitu untuk kesehatan, pengawetan dan

kemudahan. Styrofoam sebagai kemasan pangan telah diketahui bahwa

styrofoam berbahaya bagi kesehatan. Bahaya styrofoam berasal dari butiran-

butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan benzana, inilah yang

termasuk zat yang dapat menimbulkan banyak penyakit. Benzana bisa

menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid, mengganggu sistem syaraf

sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur,

badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Dibeberapa kasus,

benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Saat


5

benzana termakan, dia akan masuk ke sel sel darah dan lama-kelamaan akan

merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah

berkurang dan timbullah penyakit anemia (Mulyanto, 2013).

Efek lainnya, sistem imun akan berkurang sehingga kita mudah

terinfeksi. Pada wanita, zat ini berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan

mengancam kehamilan. Dan yang paling berbahaya, zat ini bisa menyebabkan

kanker payudara dan kanker prostat. Bahan berbahaya ini akan semakin cepat

meresap ke dalam makanan apabila keadaan makanan tersebut dalam kondisi

panas. Karena saat makanan atau minuman ada dalam wadah styrofoam,

bahan kimia yang terkandung dalam styrofoam akan berpindah ke makanan.

Dan perpindahannya akan semakin cepat jika kadar lemak (fat) dalam suatu

makanan atau minuman makin tinggi. Selain itu, makanan yang mengandung

alkohol atau asam (seperti lemon tea) juga dapat mempercepat laju

perpindahan (Mulyanto, 2013).

Selain itu, styrofoam juga terbukti tidak ramah lingkungan, karena

tidak dapat diuraikan sama sekali. Bahkan pada proses produksinya sendiri

menghasilkan limbah yang tidak sedikit sehingga dikategorikan sebagai

penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental

Protection Agency, 2013).

Sampai saat ini di Indonesia Perda yang mengatur mengenai larangan

penggunaan styrofoam dalam produk makanan hanya ada di Kota Bandung

yang bersifat himbauan yang mengacu pada Perda K3 (Kebersihan, Ketertiban

dan Keindahan) serta Undang-Undang No. 32 tahun 2009 Tentang


6

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (Dendi, 2016). Walaupun Perda

tersebut muncul karena adanya efek pencemaran lingkungan tetapi disisi lain

akibat penggunaan styrofoam berbahaya bagi kesehatan pada jangka panjang.

Untuk Kabupaten Sumedang Kecamatan Tanjungsari yang bisa dikatakan

sebagai daerah terdekat dan merupakan perbatasan Bandung Timur sampai

sekarang belum terdapat Perda yang melarang penggunaan styrofoam.

Dikaitkan dengan bahayanya penggunaan styrofoam pada kesehatan,

peneliti mencoba mencari permasalahan yang utama pada masyarakat

terutama pedagang kaki lima di wilayah yang belum terkena larangan

penggunaan styrofoam. Fenomena yang terjadi yakni banyaknya pedagang

kaki lima yang menyajikan makanan dalam keadaan panas dengan

menggunakan styrofoam karena menurut para pedagang kemasan styrofoam

sangat praktis dan murah.

Pedagang yang ada di pasar tradisional Tanjungsari diantaranya baso,

bubur ayam, kupat tahu, lumpia basah, seblak, gorengan, rujak, batagor, awug,

kue basah, buah-buahan dan sayuran. Beberapa pedagang yang menggunakan

styrofoam dengan kondisi makanan panas diantaranya baso, bubur ayam,

pisang keju, seblak, lumpia basah, gorengan, batagor dan awug. Penyajian

yang dilakukan pada pedagang tersebut yaitu menggunakan styrofoam secara

langsung pada saat makanannya sudah matang dan dalam kondisi panas. Hasil

wawancara dari 10 pedagang, 9 orang diantaranya menggunakan styrofoam

sebagai pembungkus makanan. Dari 10 orang tersebut, 9 orang mengatakan

bahwa mereka tidak mengetahui dampak styrofoam bagi kesehatan maupun


7

lingkungan. Dan mereka mengatakan bahwa syrofoam merupakan wadah yang

praktis, menarik, mudah didapatkan serta murah sehingga untuk pengemasan

produk makanan selalu menggunakan styrofoam. Pernyataan mereka menurut

penulis karena mereka tidak tahu mengenai bahaya styrofoam terutama

digunakan pada makanan yang panas. Hasil wawancara didapatkan pula

bahwa sampai sekarang belum ada dari dinas kesehatan yang memberitahukan

tentang pelarangan penggunaan styrofoam.

Dari hasil uraian diatas, dilihat bahwa banyak pedagang yang belum

tahu dan sikap yang kurang mendukung dalam bahayanya penggunaan

styrofoam sebagai kemasan pada makanan panas, peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul penelitian “Hubungan pengetahuan dan sikap

penjamah makanan dengan perilaku penggunaan styrofoam pada kemasan

makanan di pasar tradisional Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya yaitu

bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap penjamah makanan dengan

perilaku penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di pasar tradisional

Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017?

1.3. Tujuan Penelitian


8

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan pengetahuan dan sikap penjamah makanan dengan perilaku

penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di pasar tradisional

Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengetahuan penjamah makanan mengenai

penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di pasar

tradisional Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017.


2. Untuk mengetahui sikap penjamah makanan mengenai

penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di pasar

tradisional Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017.


3. Untuk mengetahui perilaku dalam penggunaan styrofoam pada

kemasan makanan di pasar tradisional Tanjungsari Kabupaten

Sumedang tahun 2017.


4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penjamah makanan

dengan perilaku penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di

pasar tradisional Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017.


5. Untuk mengetahui hubungan sikap penjamah makanan dengan

perilaku penggunaan styrofoam pada kemasan makanan di pasar

tradisional Tanjungsari Kabupaten Sumedang tahun 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat diketahui mengenai hubungan pengetahuan dan sikap

penjamah makanan dengan perilaku penggunaan styrofoam.


9

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Penjamah Makanan


Dengan adanya penelitian ini pihak penjamah makanan

bisa lebih memperhatikan kemasan makanan yang digunakan

bukan hanya dilihat dari praktis dan murah saja tetapi dari faktor

kesehatan.
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian bisa menjadi tambahan informasi dan

rujukan untuk mengkaji mengenai penggunaan styrofoam pada

makanan.

Anda mungkin juga menyukai